Peristilahan Ilm u H ukum Tata Negara
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
17
tam a m engenai hukum tata n egara dalam arti positif, yaitu hukum tata negara In donesia.
Istilah “H ukum Tata Negara” dapat dian ggap iden tik den gan pen gertian “H ukum Kon stitusi” yang
m erupakan terjem ahan langsun g dari perkataan Con sti- tution al Law Inggris, Droit Constitutionnel Peran cis,
Diritto Constitutionale Italia, atau Verfassungsrecht J erm an. Dari segi bahasa, istilah Con stitution al Law
dalam bahasa Inggris m em an g biasa diterjem ahkan se- bagai “H ukum Kon stitusi”. Nam un, istilah “H ukum Tata
Negara” itu sendiri jika diterjem ahkan ke dalam bahasa In ggris, n iscaya perkataan yan g dipakai adalah Con -
stitutional Law .
15
Oleh karen a itu, H ukum Tata Negara dapat dikatakan iden tik atau disebut sebagai istilah lain
belaka dari “H ukum Kon stitusi”.
16
Di an tara para ahli hukum , ada pula yang ber- usaha m em bedakan kedua istilah in i dengan m e-
n ganggap bahwa istilah H ukum Tata Negara itu lebih luas cakupan pen gertian nya dari pada istilah H ukum
Kon stitusi. H ukum Kon stitusi dian ggap lebih sem pit karen a han ya m em bahas hukum dalam perspektif teks
un dan g-un dan g dasar, sedan gkan H ukum Tata Negara tidak han ya terbatas pada un dan g-undan g dasar.
Pem bedaan ini seben arnya terjadi karen a kesalahan dalam m engartikan perkataan kon stitusi v erfassung itu
sendiri yan g seakan -akan diiden tikkan dengan undang- un dan g dasar gerun dgesetz. Karen a kekeliruan ter-
15
Lihat dan bandingkan Sri Soemantri, Susunan Ketatanegaraan Menurut UUD 1945 dalam Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik
Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan, 1993, hal. 29. Lihat juga dalam Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1992, hal. 95
16
Lihat dan bandingkan pula pendapat dari Bagir Manan yang membedakan antara Konstitusi UUD dengan Hukum Konstitusi Hukum Tata Negara.
Lihat Bagir Manan, Perkembangan UUD 1945, Yogyakarta: FH-UII Press, 2004, hal. 5.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
18
sebut, H ukum Kon stitusi dipaham i lebih sem pit daripada H ukum Tata Negara.
17
Perkataan “H ukum Tata Negara” berasal dari per- kataan “hukum ”, “tata”, dan “negara”, yan g di dalam n ya
dibahas m en gen ai urusan pen ataan n egara. Tata yang terkait dengan kata “tertib” adalah order yan g biasa juga
diterjem ahkan sebagai “tata tertib”. Tata n egara berarti sistem pen ataan n egara, yang berisi keten tuan m en genai
struktur ken egaraan dan substan si n orm a ken egaraan . Dengan perkataan lain , ilm u H ukum Tata Negara dapat
dikatakan m erupakan cabang ilm u hukum yang m em bahas m engen ai tatanan struktur ken egaraan ,
m ekan ism e hubun gan an tar struktur-struktur organ atau struktur kenegaraan, serta m ekan ism e hubun gan an tara
struktur n egara dengan warga n egara.
H an ya saja, yan g dibahas dalam H ukum Tata Negara atau H ukum Kon stitusi itu sendiri hanya terbatas
pada hal-hal yan g berken aan den gan aspek hukum n ya saja. Oleh karen a itu, lin gkup bahasan nya lebih sem pit
daripada Teori Kon stitusi sebagaim an a yang dianjurkan untuk dipakai oleh Prof. Dr. Djokosoeton o, yaitu Verfas-
sungslehre atau Theorie der Verfassung.
18
Istilah Verfas- sungslehre itu, m en urut Djokosoetono lebih luas dari-
pada Verfassungsrecht. Theorie der Verfassung lebih luas daripada Theorie der Verfassungsrecht. Un tuk ke-
pen tin gan ilm u pen getahuan, Djokosoeton o m en ganggap lebih tepat untuk m en ggun akan istilah “Teori Kon stitusi”
daripada “H ukum Kon stitusi” ataupun “H ukum Tata Ne- gara”. Sebab yang dibahas di dalam n ya adalah persoalan
kon stitusi dalam arti yan g luas dan tidak han ya terbatas kepada aspek hukum n ya, m aka yan g lebih pen tin g ada-
lah Theorie der Verfassung atau Verfassunglehre Teori Kon stitusi, bukan Theorie der Verfassungsrecht, The-
17
Ibid., hal. 23.
18
Djokosoetono, Op. Cit., hal. 45.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
19
orie der Constitution n el Recht Teori H ukum Konstitusi atau Teori H ukum Tata Negara, ataupun Theorie der
Gerun dgesetz Teori Undang-Undan g Dasar.
19
Sejalan den gan penggun aan kata theorie dan lehre tersebut, dapat diban din gkan pula an tara
staatsrecht den gan staatslehre. Dalam staatslehre di- bahas m en gen ai persoalan n egara dalam arti luas,
sedan gkan staatsrecht han ya m en gkaji aspek hukum n ya saja, yaitu hukum negara state law . Dapat disebut
beberapa sarjana yang m em populerkan istilah staats- lehre in i, m isaln ya adalah H an s Kelsen dalam buku
“Algem ein e Staatslehre” dan H erm an H eller dalam bukunya “Staatslehre”. Cakupan pen gertian n ya jelas le-
bih luas daripada staatsrecht, seperti haln ya v er- fassunglehre lebih luas daripada v erfassungsrecht.
Kon stitusi atau v erfassung itu sendiri, m enurut Thom as Pain e dibuat oleh rakyat un tuk m em ben tuk pe-
m erintahan , bukan sebaliknya ditetapkan oleh pem e- rintah un tuk rakyat. Bahkan , lebih lan jut dikatakan oleh
Pain e bahwa “A con stitution is a thin g anteceden t to a gov ern m ent and a gov ernm ent is only the creature of a
constitution ”. Konstitusi itu m en dahului pem erin tahan , karen a pem erintahan itu justru dibentuk berdasarkan
kon stitusi. Oleh karen a itu, kon stitusi lebih dulu ada daripada pem erin tahan .
20
Pengertian bahwa kon stitusi m en dahului pem e- rintahan tetap berlaku, m eskipun dalam praktik banyak
n egara sudah lebih dulu diproklam asikan baru undang- un dan g dasarn ya disahkan . Misaln ya, the Federal Con -
19
Ibid.
20
“A constitution is not the act of a government, but of a people constituting a government, and a government without a constitution is power without
right”. Lihat “Rights of Man in the Complete Works of Thomas Paine”, p. 302-303 dalam Michael Allen and Brian Thompson, Cases and Materials on
Constitutional and Administrative Law, 7
th
edition, London: Oxford Univer- sity Press, 2003, hal. 1.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
20
stitution of the United States of Am erica baru disahkan pada tan ggal 17 Septem ber 178 7, yaitu 11 tahun setelah
deklarasi kem erdekaan Am erika Serikat dari Inggris pada tan ggal 4 J uli 1776. Bekas n egara federasi Un i
Soviet m en gesahkan un dan g-un dang dasarnya Konsti- tusi Federal pada tahun 1924, setelah 2 tahun ber-
dirin ya, yaitu pada 30 Desem ber 1922.
21
Kerajaan Belan - da yan g sekaran g juga baru m en gesahkan Gron dw et
pada tanggal 2 Februari 18 14, yaitu setelah 2 bulan dan 11 hari sejak proklam asi kem erdekaann ya dari Perancis
pada tanggal 21 Novem ber 18 13. Republik In don esia sen - diri yang sudah diproklam asikan sebagai n egara
m erdeka dan berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945, baru m engesahkan Un dang-Un dan g Dasar 1945 pada
tanggal 18 Agustus 1945.
Dalam ilm u hukum tata negara juga berlaku doktrin “teori fiktie hukum ” legal fiction theory yang
m en yatakan bahwa suatu n egara dian ggap telah m em i- liki konstitusi sejak n egara itu terben tuk. Terben tukn ya
n egara itu terletak pada tin dakan yan g secara resm i m en yatakan n ya terben tuk, yaitu m elalui penyerahan
kedaulatan transfer of authority dari n egara in duk seperti pen jajah kepada n egara jajahann ya, m elalui
pern yataan deklarasi dan proklam asi, ataupun m elalui revolusi dan perebutan kekuasaan m elalui kudeta. Secara
juridis form al, n egara yan g bersan gkutan atau pem erin - tahan tersebut dapat dinyatakan legal secara form al
sejak terbentukn ya. Nam un, legalitas tersebut m asih bersifat form al dan sepihak. Oleh karen a itu, derajat legi-
tim asin ya m asih tergan tun g kepada pengakuan pihak- pihak lain.
21
Menurut Andrei Y. Vyshinsky, Undang-Undang Dasar Soviet menggam- barkan perkembangan historis yang dijalani oleh negara Soviet. Lihat dalam
Andrei Y. Vyshinsky, The Law of Soviet State, diterjemahkan dari the Russian oleh Rugh W. Babb, New York: The Macmillan Company, 1961.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
21
Istilah constitution
22
dalam bahasa Inggris se- padan dengan perkataan grondw et dalam bahasa Be-
landa dan gerundgesetz dalam bahasa J erm an. Gron d dalam bahasa Belan da m em iliki m akn a yan g sam a
dengan Gerund dalam bahasa J erm an yang berarti “dasar”. Sedangkan , w et atau gesetz biasa diartikan
un dan g-un dan g. Oleh sebab itu, dalam bahasa In don esia, grondw et itu disebut dengan istilah undang-
un dan g dasar. Nam un , para ahli pada um um n ya sepakat bahwa pengertian kata konstitusi itu lebih luas daripada
un dan g-un dan g dasar. Sarjan a Belan da seperti L.J . van Apeldoorn juga m enyatakan bahwa constitutie itu lebih
luas daripada gron dw et. Men urut Apeldoorn , gron dw et itu hanya m em uat bagian tertulis saja dari con stitutie
yan g cakupann ya m eliputi juga prin sip-prin sip dan n orm a-n orm a dasar yang tidak tertulis. Dem ikian pula di
J erm an , v erfassung dalam arti kon stitusi dianggap lebih luas pengertiann ya daripada gerundgestz dalam arti
un dan g-un dan g dasar.
Oleh karen a itu, sam pai sekaran g, dalam bahasa J erm an , dibedakan antara istilah gerundrecht hak
dasar, v erfassung, dan gerundgezet. Kem udian dalam bahasa Belanda juga dibedakan antara grond-recht hak
dasar, constitutie, dan grondw et. Dem ikian pula dalam bahasa Perancis, dibedakan antara Droit Constitution n el
dan Loi Con stitutionn el. Istilah yan g pertam a identik de- n gan pengertian kon stitusi, sedan g yan g kedua adalah
22
Sebagai perbandingan, di dalam Black’s Law Dictionary, Eight Edition, Constitution diartikan sebagai “The fundamental and organic law of a nation
or state that establishes the institutions and apparatus of government, defines the scope of governmental sovereign powers, and guarantees indiv-
idual civil rights and civil liberties”. Sedangkan, di dalam Oxford Dictionary of Law, Fifth Edition, Constitution diartikan “The rules and practices that
determine the composition and functions of the organs of central and local government in as state and regulate the relationship between the individual
and the state”. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
22
un dan g-un dan g dasar dalam arti kon stitusi yan g ter- tuang dalam n askah tertulis.
23
Untuk pen gertian kon - stitusi dalam arti un dan g-un dan g dasar, sebelum di-
pakain ya istilah grondw et, di Belanda pernah dipakai juga istilah staatsregeling. Atas prakarsa Gijsbert Karel
van H ogen dorp pada tahun 18 13, istilah grondw et dipa- kai un tuk m en ggan tikan istilah staatsregeling.
24
Oleh sebab itu, di n egeri Belan da, seperti di- katakan oleh Sri Soem an tri, istilah gron dw et itu baru
digun akan pada tahun 18 13.
25
Artinya, yan g dapat diiden tikkan den gan Un dan g-Un dan g Dasar n egara
jajahan H in dia Belan da adalah Indische Staatsregeling. Oleh sebab itu, den gan terben tuknya negara Republik In -
don esia berdasarkan UUD 1945 pada tahun 1945, sudah seharusn ya undang-undang dasar zam an H india Belanda
in i dian ggap tidak lagi m em pun yai kekuatan hukum m e- n gikat. Kalaupun berbagai peraturan perundang-
un dan gan yan g diwarisi dari zam an H in dia Belan da itu m asih diberlakukan berdasarkan Aturan Peralihan UUD
1945, m aka daya ikatnya tidak lagi berdasarkan ke- ten tuan Indische Staatsregeling, m elain kan karen a UUD
1945 sen diri tetap m em berlakukan n ya ke dalam wilayah n egara Republik In don esia yan g m erdeka dan berdaulat
berdasarkan undang-undang dasar yang baru, sem ata- m ata untuk m en gatasi kekoson gan hukum rechts-
v acuum yan g dapat tim bul karen a situasi perubahan transisional sebagai negara yang baru m erdeka.
Sem ua produk hukum m asa lalu, sepan jang m e- m an g m asih diperlukan haruslah dilihat sebagai produk
hukum In donesia sendiri yan g m em ang diperlukan un - tuk n egara hukum Indonesia. Seperti haln ya di zam an
23
Dalam bahasa Italia disebut Diritto Constitutionale; sedangkan dalam bahasa Arab disebut Masturiyah, Dustuur, atau Qanun Asasi.
24
Sri Soemantri Martosoewignjo, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung: Alumni, 1987, hal. 1-2.
25
Ibid.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
23
kem erdekaan sekarang ini, cukup banyak produk pe- raturan perundan g-un dan gan yan g sebagian atau
seluruh m aterinya berasal dari contoh-contoh praktik hukum di n egara-n egara lain yan g din ilai patut un tuk
dicon toh.
26
Atas dasar alasan in ilah, m aka pem berlakuan produk-produk hukum pen inggalan zam an H in dia
Belan da dapat diben arkan, m eskipun hal itu tetap tidak m enutup keharusan untuk m elakukan upaya pem baruan
besar-besaran terhadap produk-produk hukum m asa lalu itu disesuaikan dengan kehen dak perubahan zam an .
Apalagi, In don esia dewasa in i berada dalam alam m odern yan g san gat diten tukan oleh i perkem bangan
ilm u pengetahuan dan teknologi m odern, ii sistem de- m okrasi yan g terus tum buh, dengan iii tun tutan sistem
ekonom i pasar yang sem akin kuat, serta iv diiringi pula oleh pengaruh globalisasi dan gejolak kedaerahan yang
san gat kuat. Sem ua in i m em erlukan respons sistem hukum dan kon stitusi yang dapat m en jalan kan fungsi
kontrol dan sekaligus fungsi pendorong ke arah pem - baruan terus m enerus m enuju kem ajuan ban gsa yang
sem akin cerdas, dam ai, sejahtera, dem okratis, dan ber- keadilan .
2 . Defin isi H ukum Tata Ne gara
Di antara para ahli hukum , dapat dikatakan tidak terdapat rum usan yan g sam a ten tan g defin isi hukum dan
dem ikian pula dengan definisi hukum tata negara seba- gai hukum dan sebagai caban g ilm u pengetahuan hu-
kum . Perbedaan -perbedaan itu sebagian disebabkan oleh faktor-faktor perbedaan pan dan gan di antara para ahli
hukum itu sen diri, dan sebagian lagi dapat disebabkan oleh perbedaan sistem yang dian ut oleh n egara yan g dija-
26
Sebagian besar dari hal tersebut seringkali kita temukan pada peraturan perundang-undangan dalam ranah hukum perdata dan pidana baik itu dalam
praktik maupun ilmu hukumnya masing-masing. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
24
dikan objek pen elitian oleh sarjana hukum itu m asing- m asing. Misalnya, di negara-n egara yang m enganut
tradisi com m on law ten tu berbeda dari apa yan g diprak- tikkan di lin gkun gan n egara-n egara yang m en ganut tra-
disi civ il law .
Bahkan , dalam perkem ban gan praktik selam a berabad-abad, di an tara n egara-n egara yan g m engan ut
tradisi hukum yang sam a pun dapat tim bul perbedaan- perbedaan karena latar belakang sejarah an tara satu
n egara den gan n egara lain yang juga berbeda-beda. Misalnya, m eskipun sam a-sam a m en ganut tradisi com -
m on law , antara Inggris dan Am erika Serikat jelas m em - pun yai sejarah hukum yan g berbeda, sehingga kon sep-
kon sep hukum dan kon stitusi yan g dipraktikkan di kedua negara ini juga banyak sekali yang tidak sam a. Apalagi, di
In ggris sen diri tidak terdapat n askah kon stitusi yang bersifat tertulis dalam satu naskah UUD, sedangkan
Am erika Serikat m em iliki naskah UUD tertulis yang dapat dikatakan sebagai n egara m odern pertam a yan g
m em ilikin ya.
Berbagai pandan gan para sarjan a m en gen ai de- fin isi hukum tata negara itu dapat dikem ukakan an tara
lain sebagai berikut: a. Christian van Vollen hoven
Men urut van Vollen hoven , hukum tata n egara m en gatur sem ua m asyarakat hukum atasan dan m asya-
rakat hukum bawahan m en urut tin gkatan -tingkatan n ya, yang m asin g-m asin g m en entukan wilayah atau lingku-
n gan rakyatn ya sendiri-sen diri, dan m enen tukan badan - badan dalam lingkungan m asyarakat hukum yang ber-
san gkutan beserta fun gsin ya m asin g-m asin g, serta m e-
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
25
n en tukan pula susun an dan kewen an gan badan-badan yan g dim aksud.
27
Sebagai m urid Oppen heim , van Vollen hoven juga m ewarisi pan dan gan gurun ya itu yang m em bedakan an -
tara hukum tata negara dan hukum adm in istrasi negara. Pem bedaan itu digam barkan n ya dengan perum pam aan
dalam hukum tata n egara, m elihat n egara dalam keadaan diam in rust, sedan gkan dalam hukum adm inistrasi
n egara, m elihat n egara dalam keadaan bergerak in bew eging.
28
b. Paul Scholten Men urut Paul Scholten , hukum tata n egara itu
tidak lain adalah het recht dat regelt de staatsorgan i- satie, atau hukum yan g m engatur m engenai tata or-
gan isasi n egara. Den gan rum usan dem ikian , Scholten han ya m en ekan kan perbedaan an tara organ isasi n egara
dari organ isasi n on -n egara, seperti gereja dan lain -lain . Scholten sengaja m em bedakan an tara hukum tata n egara
dalam arti sem pit sebagai hukum organisasi negara di satu pihak dengan hukum gereja dan hukum perkum -
pulan perdata di pihak lain den gan ken yataan bahwa kedua jen is hukum yan g terakhir itu tidak m em ancarkan
otoritas yan g berdiri sendiri, m elain kan suatu otoritas
27
Christian van Vollenhoven, Staatsrecht Overzee, Leiden: Stenfert Kroese, 1934, hal. 30, “Het staatsrecht heeft vooreerst alle hogere en lagere
rechtsgemeenschappen met hun hierarchie te tekenen, dan van elke diergemeenshappen het grond en personengebied te omschrijven en ver-
volgens aan te geven, over welke organen de verschillende overheidsfuncties verdeeld zijn bij elke dier gemeenshappen samenstelling en bevoegdheid
dier organen ter regelen”. Lihat Prof. Mr. J. Oppenheim, “Nederlandsch Administratiefrecht”, 1912, dan “Omtrek van het Administratiefrecht” dalam
Verhandelingen voor Gedragen in de Koninklijke Academie van Wetenshappen.
28
Djokosoetono, Op. Cit., hal. 47-48. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
26
yan g berasal dari n egara.
29
J ika yan g diatur adalah orga- n isasi n egara, m aka hukum yan g m en gaturn ya itulah
yan g disebut sebagai hukum tata negara constitutional law . Men gen ai hubun gan an tara organ isasi n egara de-
n gan warga negara, seperti m en gen ai soal hak asasi m an usia, belum dipertim ban gkan oleh Paul Scholten .
c. van der Pot Men urut van der Pot, hukum tata n egara adalah
peraturan-peraturan yang m enen tukan badan-badan yan g diperlukan beserta kewen an gan nya m asing-m asing,
hubun gann ya satu sam a lain , serta hubun gann ya dengan in dividu warga n egara dalam kegiatan n ya.
30
Pan dangan van der Pot in i m en cakup pen gertian yan g luas, di sam -
ping m en cakup soal-soal hak asasi m an usia, juga m en - jangkau pula berbagai aspek kegiatan n egara dan warga
n egara yang dalam defin isi sebelum n ya dian ggap sebagai objek kajian hukum adm in istrasi n egara.
d. J .H .A. Logem an n Mirip den gan pen dapat Paul Scholten , m en urut
J .H .A. Logem ann , hukum tata n egara adalah hukum yan g m en gatur organisasi n egara. Negara adalah organ i-
sasi jabatan-jabatan .
31
J abatan m erupakan pen gertian yuridis dari fungsi, sedangkan fun gsi m erupakan pen ger-
29
Lihat Asser-Scholten, “Algemeen Deel”, cetakan kedua, 1934, hal. 42 dalam J.H.A. Logemann, Over de Theorie van Eeen Stellig Staatsrecht
1948, diterjemahkan menjadi Tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif, Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1975, hal. 88.
30
van der Pot, Handboek van het Nederlands Staatsrecht,
Zwolle: W.E.J. Tjeenk Willink, 1968,
hal. 5, “Die regelen stellen de nodige organen in, regelen de bevoegdheden dier organen, hun orderlinge verhouding, hun ver-
houding tot de individuen en zijn werkzaarm hed”. Lihat juga dalam Kus- nardi dan Ibrahim, Op.Cit., hal. 25.
31
“Het staatsrecht als het recht dat betrekking heeft op de staat –die gezags- organisatie– blijkt dus functie, dat is staatsrechtelijk gesproken het ambt, als
kernbegrip, als bouwsteen te hebben”. Logemann, Op. Cit., hal. 81.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
27
tian yan g bersifat sosiologis. Karen a negara m erupakan organ isasi yan g terdiri atas fungsi-fun gsi dalam hubu-
n gann ya satu den gan yan g lain m aupun dalam keseluru- han n ya, m aka dalam pengertian juridis, n egara m erupa-
kan organisasi jabatan. H ukum tata n egara m eliputi baik persoonsleer m aupun gebiedsleer, dan m erupakan suatu
kategori historis, bukan kategori sistem atis. Artin ya, hu- kum tata n egara itu han ya bersan gkut-paut den gan geja-
la historis n egara.
32
e. van Apeldoorn H ukum tata negara v erfassungsrecht dise-
butkan oleh van Apeldoorn sebagai staatsrecht dalam arti yang sem pit. Sedan gkan dalam arti yan g luas,
staatsrecht m eliputi pula pen gertian hukum adm inistrasi n egara v erw altungsrecht atau adm inistratiefsrecht.
Seben arn ya, van Apeldoorn sen diri dalam karya- karyanya tidak ban yak m em bahas soal-soal yang
berken aan dengan hukum tata n egara v er- fassungsrecht, kecuali m en gen ai tugas-tugas dan ke-
wen an gan atau kewajiban dan hak-hak alat-alat per- lengkapan negara. Dalam berbagai bukunya, van Apel-
doorn m alah tidak m enyinggun g sam a sekali m en gen ai pen tin gn ya persoalan kewargan egaraan dan hak asasi
m an usia.
33
f. Mac-Iver H ukum Tata Negara constitutional law adalah
hukum yan g m en gatur n egara, sedangkan hukum yang oleh n egara dipergunakan un tuk m en gatur sesuatu selain
negara disebut sebagai hukum biasa ordinary law . Menurut Mac Iver:
32
Ibid., hal. 88.
33
Lihat “Inleiding tot de Studie van het Nederlandsrecht”, diterjemahkan menjadi Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1968, hal. 240.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
28 “... w ithin the sphere of the State, there are tw o kinds of
law . There is the law w hich gov erns the state and there is the law by m ean s of w hich the state governs. The form er
is con stitution al law , the latter w e m ay for the sake of distinction call ordin ary law ”.
34
Bagin ya, hanya ada dua golon gan hukum , yaitu hukum tata n egara atau constitutional law dan hukum
yan g bukan hukum tata negara, yaitu yan g disebutn ya sebagai ordinary law . H ukum Tata Negara Constitu-
tion al Law m erupakan hukum yan g m em erin tah n e- gara, sedan gkan H ukum Biasa Ordinary Law dipakai
oleh n egara untuk m em erintah.
35
g. Wade an d Phillips Dalam bukun ya “Constitutional Law ” yang terbit
pada tahun 1939, Wade an d Phillips m erum uskan “Constitutional law is ... body of rules w hich prescribes
a the structure, b the fun ctions of the organ s of central and local gov ernm ent”. Dalam buku yang sam a
terbitan tahun 1960 , dinyatakan:
“In the gen erally accepted of the term it m ean s the rules w hich regulate the structure of the principal organs of
gov ern m en t an d their relation ship to each other, an d determ ine their principal functions”.
36
Dalam kedua rum usan tersebut, Wade an d Phillips, yang bukunya terken al sebagai buku teks yang
sangat luas dipakai di Inggris, m en en tukan bahwa hu- kum tata n egara m en gatur alat-alat perlengkapan n e-
34
MacIver, R.M., The Modern State, First Edition, London: Oxford University Press, 1955, hal. 250.
35
Lihat Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Tata Negara di Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat, 1989, hal. 9.
36
Bandingkan Wade and Phillips, Constitutional Law, edisi tahun 1939, hal. 4, dan edisi tahun 1960 hal 3.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
29
gara, tugas dan wewen an gn ya, serta m ekan ism e hu- bungan di an tara alat-alat perlen gkapan n egara itu.
Dengan perkataan lain , Wade and Phillips juga tidak m encantum kan pen tingnya persoalan kewarganegaraan
dan hak asasi m an usia sebagai objek kajian hukum tata negara.
h. Paton George Whitecross Dalam bukun ya yan g berjudul “Textbook of Juris-
prudence”, Paton George Whitecross m erum uskan bahwa “Con stitutional law deals w ith the ultim ate ques-
tions of distribution of legal pow er an d the fun ctions of the organs of the state”.
37
H ukum Tata Negara itu berhu- bungan den gan persoalan distribusi kekuasaan hukum
dan fun gsi organ -organ n egara. Lebih jauh, ia m en yata- kan:
“In a w ide sen se, it in cludes adm istrative law , but it is con ven ien t to con sider as a un it for m any purposes of
the rules w hich determ ine the organzation, pow er, an d duties of adm inistrative authorities”.
38
Dalam arti luas, H ukum Tata Negara itu m eliputi juga pen gertian H ukum Adm in istrasi Negara, tetapi
untuk lebih m udahnya, H ukum Tata Negara itu dapat dian ggap sebagai suatu caban g ilm u yan g dapat dipakai
untuk berbagai m acam kegun aan hukum yan g m en en - tukan organisasi, kekuasaan, dan tugas-tugas otoritas
adm in istrasi.
i. A.V. Dicey A.V. Dicey dalam bukun ya “An Introduction to
the Study of the Law of the Constitution ” tahun 1968 ,
37
Paton George Whitecross, Textbook of Jurisprudence, Oxford: The Clarendon Press, 1951.
38
Ibid. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
30
m enyebutkan bahwa H ukum Tata Negara m encakup sem ua peraturan yang secara lan gsung atau tidak lang-
sun g m em pen garuhi distribusi atau pelaksan aan ke- kuasaan yan g berdaulat dalam n egara. Dalam hal in i,
A.V. Dicey m en itikberatkan m en gen ai persoalan distri- busi atau pem bagian kekuasaan dan pelaksan aan kekua-
saan tertin ggi dalam suatu n egara.
39
Sem ua aturan rules yang m engatur hubungan -hubun gan an tar pem e-
gang kekuasaan negara yang tertinggi satu dengan yang lain disebut olehnya sebagai hukum tata negara atau con -
stitutional law .
40
j. Maurice Duverger Men urut sarjan a Perancis, Maurice Duverger,
hukum tata negara adalah salah satu cabang hukum publik yan g m en gatur organ isasi dan fun gsi-fungsi po-
litik suatu lem baga n egara. Seperti halnya para sarjan a lain n ya, Maurice Duverger juga hanya m em berikan te-
kanan pada aspek keorganisasian serta tugas-tugas dan kewenan gan lem baga-lem baga sebagai alat perlengkapan
n egara. H al yan g lebih diutam akan oleh Maurice Du- verger dalam defin isi yan g dikem ban gkan n ya tersebut
adalah bahwa hukum tata n egara itu droit con stitu- tionnel term asuk cabang hukum publik.
k. Michael T. Molan Dalam bukunya “Constitutional Law : The Machi-
n ery of Gov ern m ent”, Michael T. Molan berpen dapat bahwa ruan g lingkup hukum tata negara biasanya
dirum uskan secara kuran g tegas batasan -batasan n ya apabila dibandingkan den gan bidan g-bidang hukum
39
Kusnardi dan Ibrahim, Op.Cit., hal. 27.
40
“As the term is used in England, appears to include all rules which directly or indirectly affect the distribution or exercise of the souvereign
power in the state”. A.V. Dicey, An Introduction to Study of the Law of the Constitution, London: Macmillan, 1968, hal. 23.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
31
yan g lain,
41
seperti dalam hukum perjan jian ataupun “the law of torts”, sebagaim ana diuraikan olehn ya sebagai
berikut:
”The scope of constitutional law as an academ ic disciplin e is, therefore, som ew hat less clearly defined than m ight be
the case w ith other areas of law such as the law of contract or the law of torts”.
Oleh karen a itu, secara um um , ia berpen dapat bahwa:
“
The subject is con cern ed w ith the fun ction s discharged by the organ s of govern m en t, the distribution of pow er
betw een the organ s of gov ern m ent, the law -m akin g process, the relation ship betw een in dividuals and the
state in term s of the pow er of the state to in terfere w ith the exercise of indiv idual rights and freedom s, and the
protection that the state can afford to its citizen s”.
l. O. H ood Phillips, Paul J ackson, dan Patricia Leopold Dalam bukun ya “Con stitution al and Adm in istra-
tiv e Law ”, ketiga sarjan a in i m en yatakan :
“The con stitution al law of a state is the law relatin g to its con stitution . W here the con stitution is w ritten , even
though it m ay hav e to be supplem en ted by other m aterials, it is fairly easy to distin guish the con stitution al
law of a state from the rest of its legal sy stem ; but w here, as in Britain , the con stitution is un w ritten , it is largely a
m atter of conv enience w hat topics one in cludes w hat in con stitution al law , an d there is no strict scien tific
distin ction betw een that an d the rest of the law . Thus the Un ited Kingdom con stitution can w ell be said to be
m arked by three striking features: it is in determ in ate, in -
41
Michael T. Molan, Textbook: Constitutional and Administrative Law: The Machinery of Government, 4
th
edition, London: Old Bailey Press, 2003, hal. 2.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
32 distin ct, an d un en tren ched.
42
It follow s from w hat has been said that con stitution al law deals, in gen eral, w ith
the distribution and exercise of the function s of gov ern - m en t, an d the relation s of the gov ern m en t authorities to
each other an d to the in div idual citizen. It includes the rules – though the nature of these is difficult to define–
w hich iden tify the law -m aking authorities them selves, e.g. the legislature and the courts”
.
43
m . A.W. Bradley dan K.D. Ewin g Men urut kedua sarjan a in i, tidak ada jawaban
yan g dapat diberikan den gan m udah dan segera atas pertan yaan m engen ai apa defin isi hukum tata n egara.
Pengertian hukum tata negara yang paling luas m en - cakup bagian dari hukum nasional yang m engatur sistem
adm in istrasi publik negara dan hubun gan an tara indi- vidu den gan n egara. Oleh karen a itu, hukum tata n egara
m en gandaikan bahwa adan ya aturan yan g m en dahului keberadaan negara, dan di dalam n ya tercakup pen ga-
turan m engen ai struktur dan fun gsi-fun gsi organ -organ utam a dari negara, dan hubungan di antara organ-organ
itu satu sam a lain, serta hubungan antara organ -organ n egara itu den gan warga n egara. Di negara yan g m em i-
liki kon stitusi tertulis, m aka norm a-norm a yang terkan- dun g di dalam n ya lebih diutam akan keberlakuan n ya be-
serta hal-hal yang tim bul dalam praktik sebagai hasil pe- n afsiran hakim tertinggi yan g m en jalan kan fun gsi pera-
dilan kon stitusi.
44
42
Phillips, Jackson, and Leopold, Op Cit., hal. 8. Lihat juga S.E. Finer, Vernon Bogdanor, dan Bernard Rudden, Comparing Constitutions, London:
Oxford University Press, 1995, hal. 40.
43
Lihat juga H.L.A. Hart, The Concept of Law, Tenth Impression, Oxford: Oxford University Press, 1979.
44
“There is no hard and fast definition of constitutional law. According to one wide definition, constitutional law is that part of national law which
govern the systems of public administration and the relationships between the individual and the state. Constitutional law presupposes the existence of
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
33
n . Kusum adi Pudjosewojo Kusum adi Pudjosewojo, dalam bukun ya “Pedo-
m an Pelajaran Tata H ukum In don esia” m erum uskan de- fin isi yang pan jan g tentan g Hukum Tata Negara. Menu-
rutnya, H ukum Tata Negara adalah hukum yang m e- n gatur bentuk n egara dan ben tuk pem erintahan , yang
m en un jukkan m asyarakat hukum yan g atasan m aupun yan g bawahan , beserta tin gkatan -tin gkatan nya yan g se-
lan jutn ya m enegaskan wilayah dan lin gkun gan rakyat dari m asyarakat-m asyarakat hukum itu dan akhirnya
m en un jukkan alat-alat perlen gkapan yan g m em egang kekuasaan pen guasa dari m asyarakat hukum itu, beserta
susun an , wewenan g, tin gkatan im ban gan dari dan an tara alat perlen gkapan itu.
45
n . Moh. Kusn ardi dan H arm aily Ibrahim Men urut Moh. Kusnardi dan H arm aily Ibrahim ,
dalam buku “Pen gan tar H ukum Tata Negara In don esia”, din yatakan bahwa:
“H ukum Tata Negara dapat dirum uskan sebagai se- kum pulan peraturan hukum yang m engatur organisasi
dari pada negara, hubungan an tar alat perlen gkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal, serta
kedudukan warga negara dan hak azasinya”.
46
the state and includes those laws which regulate the structure and functions of the principal organs of government and their relationship to one another
and to the citizen. Where there is a written constitution, emphasis is placed on the rules which it contains and on the way in which they have been
interpreted by the highest court with constitutional jurisdiction”. A.W. Bradley and K.D. Ewing, Constitutional and Administrative Law, 13
th
edition, Pearson Education Ltd., 2003, hal. 9.
45
Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, cet. ke-10, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, hal. 86.
46
Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit, hal. 29. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
34
Dalam definisi kedua sarjana ini, bidang kajian hukum tata negara m en cakup pula soal kedudukan war-
ga n egara dan hak-hak asasin ya. Men urut Moh. Kusn ardi dan H arm aily Ibrahim , warga negara m erupakan salah
satu unsur yan g pentin g bagi berdirin ya suatu n egara. Oleh karen a itu, dalam H ukum Tata Negara perlu diba-
has ten tan g asas-asas dan syarat-syarat kewargan egara- an serta perlindun gan yang diberikan kepadan ya, yang
lazim disebut sebagai perlin dun gan terhadap hak-hak asasi.
47
Dengan dem ikian, H ukum Tata Negara tidak han ya m engatur wewen ang dan kewajiban alat-alat per-
lengkapan negaran ya saja, tetapi juga m en gatur m e- n gen ai warga negara dan hak-hak asasi warga n egara.
Setelah m em pelajari rum usan -rum usan defin isi ten tang H ukum Tata Negara dari berbagai sum ber ter-
sebut di atas, dapat diketahui bahwa di an tara para ahli tidak terdapat kesatuan pendapat m en gen ai hal in i. Dari
pendapat yang beragam itu kita dapat m engetahui bahwa sebenarnya:
a hukum tata n egara itu adalah ilm u yan g term asuk
salah satu cabang ilm u hukum , yaitu hukum ke- negaraan yang berada di ranah hukum publik;
b defin isi hukum tata n egara telah dikem ban gkan oleh para ahli sehingga tidak hanya m en cakup kajian m e-
n gen ai organ n egara, fun gsi dan m ekan ism e hu- bun gan an tar organ n egara itu, tetapi m encakup pula
persoalan-persoalan yang terkait dengan m ekanism e hubun gan antara organ -organ negara itu dengan
warga negara;
c hukum tata negara tidak han ya m erupakan R echt atau hukum dan apalagi han ya sebagai W et atau
norm a hukum tertulis, tetapi juga adalah lehre atau teori, sehin gga pengertiann ya m en cakup apa yang
47
Ibid., hal. 30.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
35
disebut sebagai v erfassungsrecht hukum kon stitusi dan sekaligus v erfassungslehre teori kon stitusi;
dan d hukum tata negara dalam arti luas m encakup baik
hukum yan g m em pelajari n egara dalam keadaan diam staat in rust m aupun yan g m em pelajari
n egara dalam keadaan bergerak staat in bew eging.
Oleh sebab itu, saya sendiri berpendapat ke dalam pen gertian hukum tata negara itu harus di-
m asukkan pula faktor konstitusi sebagai objek kajian yan g pokok. Kon stitusi, baik dalam arti m ateriel, form il,
adm in istratif, ataupun tekstual, dalam arti collectiv e m inds ataupun dalam arti civ ic behav ioral realities,
adalah pusat perhatian yan g sangat pen tin g dari ilm u hukum tata negara atau the study of the con stitution al
law . Kon stitusi yan g dijadikan objek kajian itu dapat m en cakup tiga pengertian, yaitu:
a Constitutie in m ateriele zin yan g dikualifikasikan
karen a isin ya, m isaln ya berisi jam in an hak asasi, ben tuk n egara, dan fun gsi-fungsi pem erin tahan , dan
sebagainya; b Constitutie in form ele zin yang dikualifikasikan
karen a pem buatn ya, m isaln ya oleh MPR; atau c Kon stitusi dalam arti n askah Grondw et sebagai
geschrev en docum ent, m isalnya harus diterbitkan dalam Lem baran Negara, supaya dapat m enjadi alat
bukti dan m en jam in stabilitas satu kesatuan sistem rujukan .
48
Di sam ping itu, konstitusi yang dijadikan objek kajian itu dapat berupa n ilai-n ilai dan norm a yang
terkan dung dalam teks konstitusi itu sendiri, ataupun n ilai-n ilai dan n orm a yan g hidup dalam kesadaran kog-
48
Djokosoetono, Op. Cit., hal. 47-48. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
36
n itif atau collectiv e m inds dan perilaku segen ap warga n egara civ ic behav iors. Oleh karena itu, m en urut pen -
dapat saya, hukum tata negara itu haruslah diartikan sebagai hukum dan ken yataan praktik yan g m engatur
ten tang: 1 nilai-n ilai luhur dan cita-cita kolektif rakyat suatu
n egara; 2 form at kelem bagaan organisasi negara;
3 m ekan ism e hubungan antar lem baga n egara; dan 4 m ekan ism e hubun gan an tara lem baga n egara dengan
warga negara. Den gan dem ikian , Ilm u H ukum Tata Negara
dapat dirum uskan sebagai cabang ilm u hukum yang m em pelajari prin sip-prinsip dan n orm a-n orm a hukum
yan g tertuang secara tertulis ataupun yan g hidup dalam ken yataan praktik ken egaraan berken aan dengan i
kon stitusi yan g berisi kesepakatan kolektif suatu kom unitas rakyat m en genai cita-cita untuk hidup ber-
sam a dalam suatu n egara, ii institusi-institusi ke- kuasaan n egara beserta fun gsi-fungsin ya, iii m e-
kan ism e hubun gan an tar institusi itu, serta iv prin sip- prin sip hubungan antara institusi kekuasaan n egara
dengan warga negara. Keem pat un sur dalam defin isi hukum tata negara tersebut di atas, pada pokokn ya
adalah hakikat kon stitusi itu sendiri sebagai objek utam a kajian hukum tata n egara con stitution al law . Karena
pada dasarn ya, kon stitusi itu sen diri berisi i kon sen sus antar rakyat untuk hidup bersam a dalam suatu ko-
m un itas bernegara dan kom unitas kewargan egaraan , ii konsen sus kolektif ten tang form at kelem bagaan or-
gan isasi n egara tersebut, dan iii kon sensus kolektif ten tang pola dan m ekanism e hubun gan antarinstitusi
atau kelem bagaan n egara, serta iv kon sen sus kolektif ten tang prin sip-prinsip dan m ekanism e hubungan antara
lem baga-lem baga negara tersebut den gan warga n egara.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
37
3 . H ukum Tata Negara Fo rm il dan Materiel
J .H .A. Logem ann , dalam bukun ya “Staatsrecht”, m em bedakan antara form eele stelselm atigheid dan
m aterieele stelselm atigheid.
49
Istilah yan g pertam a ada- lah hukum tata negara, sedan gkan yan g kedua adalah
asas-asas hukum tata n egara. Perbedaan keduanya sea- kan-akan adalah perbedaan an tara bentuk dan isi, an tara
v orm en in houd, atau antara stelsel en begin sel. Vorm adalah bentuk, sedan gkan inhoud adalah isinya. Beginsel
adalah asas-asasn ya, sedangkan stelsel adalah pelem - bagaan nya. Istilah v orm en inhoud dipakai oleh van
Vollen hoven seperti dalam Vorm en In houd v an het Internation ale R echt.
50
Sedangkan Ter Haar Bzn m eng- gun akan istilah beginsel en stelsel seperti dalam Beginsel
en Stelsel v an het Adatrecht.
51
Oleh karena itu, berbagai buku hukum tata ne- gara dan juga silabus perkuliahan hukum tata n egara
yan g m en ggunakan judul “Asas-Asas H ukum Tata Ne- gara”, “Pen gantar H ukum Tata Negara”, ataupun “Po-
kok-Pokok H ukum Tata Negara”, m estin ya tidak gegabah dengan istilah-istilah. Pen gertian kata “asas-asas” han ya
berkaitan dengan in houd atau m aterieele stelsel- m atigheid, yaitu aspek m ateriel belaka dari hukum tata
n egara. Oleh karena itu, perkataan “Pokok-Pokok” atau- pun “Pen gantar” dapat dipaham i lebih luas cakupan pe-
n gertian n ya, m eskipun han ya bersifat garis besar atau- pun han ya bersifat pengan tar in troduction saja.
Seperti haln ya undan g-un dan g, m enurut Djoko- soetono, konstitusi yan g m enjadi objek kajian hukum
49
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, edisi revisi, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, hal. 10.
50
Christian van Vollenhoven, H.D. Tjeenk Willink Zoon, Haarlem: Mar- tinus Nyhoof Gravenhage, 1934.
51
Lihat terjemahan Soebakti Poesponoto, Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 1992.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
38
tata n egara m ateriel dan form il juga m em pun yai tiga arti, yaitu dalam arti m ateriel, dalam arti form il, dan dalam
arti n askah yan g terdokum en tasi. Men urutn ya, un dang- undang dapat dilihat:
52
a. dalam arti m ateriel, algem en e v erbin dende v oors- chriften;
b. dalam arti form il, yaitu bahwa undang-undang itu telah m en dapat persetujuan w ilsov ereen-stem m ing
bersam a an tara Pem erin tah dan DPR; dan c. dalam arti n askah hukum yan g harus terdokum en tasi
gedocum en teerd dalam Lem baran Negara supaya bersifat bew ijsbaar atau dapat m en jadi alat bukti dan
stabil sebagai satu kesatuan rujukan .
Dem ikian pula konstitusi yang m enjadi objek kajian hukum tata negara juga m em punyai tiga pe-
n gertian , yaitu:
53
a. Constitutie in m ateriele zin dikualifikasikan karen a isinya gequalificerd naar de inhoud, m isaln ya beri-
si jam inan hak asasi, bentuk n egara, dan fungsi- fungsi pem erin tahan , dan sebagainya;
b. Constitutie in form ele zin , dikualifikasikan karena pem buatnya gequalificerd naar de m aker, m isal-
n ya oleh MPR; c. Naskah Grondw et, sebagai geschrev en docum ent,
m isalnya harus diterbitkan dalam Lem baran Negara, v oor de bew ijsbaarheid en v oor de stabiliteit sebagai
satu kesatuan rujukan , yaitu sebagai n askah ken ega- raan yang penting atau belangrijke staatkundige
stukken .
52
Djokosoetono, Op. Cit., hal. 47-48.
53
Ibid.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
39
4 . H ukum Tata Ne gara Um um dan H ukum Tata
N e ga ra P o s itif
H ukum Tata Negara juga dapat dibedakan an tara H ukum Tata Negara Um um dan H ukum Tata Negara
Positif. H ukum Tata Negara Um um m em bahas asas- asas, prin sip-prinsip yang berlaku um um , sedan gkan
H ukum Tata Negara Positif hanya m em bahas hukum tata negara yang berlaku pada suatu tem pat dan waktu
terten tu, sesuai dengan pen gertian hukum positif. Misalnya, hukum tata negara Indonesia, H ukum Tata
Negara In ggris, ataupun H ukum Tata Negara Am erika Serikat yang dewasa in i berlaku di m asing-m asing n egara
yan g bersangkutan , adalah m erupakan hukum tata n egara positif. Sedan gkan prin sip-prin sip teoritis yang
berlaku um um atau un iversal di seluruh n egara tersebut adalah m erupakan m ateri kajian H ukum Tata Negara
Um um atau disebut sebagai H ukum Tata Negara saja.
Kadang-kadang dalam istilah H ukum Tata Negara In don esia juga tercakup 2 dua pengertian , yaitu i
hukum tata n egara positif yan g sedan g berlaku di Indon esia dewasa ini, dan ii berbagai kajian m engenai
hukum tata negara In donesia di m asa lalu dan yang akan datan g, m eskipun belum ataupun sudah tidak berlaku
lagi sebagai norm a hukum positif. Oleh karen a itu, kita dapat m em bedakan pula an tara H ukum Tata Negara
sebagai Ilm u H ukum the scien ce of constitutional law dan H ukum Tata Negara sebagai H ukum Positif the
positiv e constitutional law . J ika hal ini ditam bahkan kepada kedua unsur bentuk v orm dan isi inhoud se-
perti dikem ukakan di atas, m aka H ukum Tata Negara ya- n g kita bahas di sin i dapat dibedakan dalam tiga aspek,
yaitu: a. H ukum Tata Negara Um um yang berisi asas-asas hu-
kum yan g bersifat un iversal.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
40
b. H ukum Tata Negara yan g berisi asas-asas yan g ber- kem ban g dalam teori dan praktik di suatu n egara
terten tu, seperti m isalnya In don esia. c. H ukum Tata Negara Positif yan g berlaku di In do-
n esia yan g m en gkaji m en gen ai hukum positif di bidan g ketatan egaraan di In don esia.
Pada um um n ya, aspek hukum tata n egara yan g keban yakan m ewarn ai pem ikiran para ahli hukum tata
negara kita seperti yang tercerm in dalam berbagai buku yan g diterbitkan dan m en jadi bahan bacaan di berbagai
perguruan di In don esia adalah yang disebutkan terakhir, yaitu H ukum Tata Negara Positif. Sudah ten tu hal in i
tidak ada salahn ya, karena nyatanya pada aspek ketiga in i, buku-buku yang ditulis dan diterbitkan juga terbilang
m asih sangat sedikit. Nam un dem ikian , jika sem ua ahli hukum tata n egara dan sem ua sarjan a hukum tata n e-
gara di tan ah air kita hanya terpaku kepada fenom ena hukum tata n egara positif saja, m aka kita sebagai ban gsa
akan ketin ggalan zam an di bidang in i.
Sekaran g dun ia sudah sangat pesat berubah. Ilm u pengetahuan dan teknologi di sem ua caban g dan ran ting-
n ya juga bergerak cepat m enyesuaikan diri dengan perubahan zam an. Dalam bidan g ilm u hukum tata
negara, tidak terkecuali, juga telah m engalam i peruba- han yang fun dam en tal di era globalisasi sekaran g in i.
Oleh karen a itu, teori-teori um um ten tan g hukum tata n egara yan g berkem ban g di dun ia juga pen ting un tuk
diikuti dengan seksam a oleh para sarjan a hukum , khu- susn ya oleh para ahli hukum tata negara kita. Oleh
karen a itu, sudah saatn ya, studi hukum tata n egara di berbagai fakultas hukum di tan ah air hen daklah m e-
ngem bangkan ketiga aspek hukum tata n egara tersebut secara bersam a-sam a dan seim bang.
Kita tidak boleh m em biarkan bidang hukum tata negara hanya dikem bangkan sebagai ilm u kata-kata dan
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
41
upaya pengkajian terhadap kon stitusi dipersem pit han ya sebagai studi tentang perum usan kata-kata dalam pasal-
pasal konstitusi belaka. H ukum Tata Negara, pertam a- tam a haruslah dikem ban gkan sebagai ilm u pen getahuan
hukum yang bersifat universal. Setelah itu, H ukum Tata Negara baru dapat dipaham i sebagai persoalan hukum
dan konstitusi yang tum buh dalam praktik ketatan e- garaan Indonesia dari waktu ke waktu, sehingga untuk
selan jutn ya dapat pula dim engerti sebagai persoalan hu- kum positif di negara kita yang berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik In donesia Tahun 1945. 5 .
H ukum Tata Negara Statis dan Din am is
H ukum Tata Negara juga dapat dibedakan an tara sifatnya yang statis dan din am is. Ilm u H ukum Tata Ne-
gara itu disebut sebagai ilm u yang statis apabila n egara yan g dijadikan objek kajian nya berada dalam keadaan
statis atau keadaan diam staat in rust. H ukum Tata Negara yan g bersifat statis inilah yang biasa disebut
sebagai H ukum Tata Negara dalam arti sem pit. Sedang- kan H ukum Tata Negara dalam arti luas, m en cakup H u-
kum Tata Negara dalam arti dinam is, yaitu m anakala negara sebagai objek kajiannya ditelaah dalam keadaan
bergerak staat in bew eging. Pen gertian yang terakhir in ilah yang biasa disebut sebagai bidang Ilm u H ukum
Adm inistrasi Negara Adm in istrativ e Law , Verw altung- srecht.
Perhatian pokok ilm u H ukum Tata Negara Verfas- sungsrecht, Constitutional Law , Droit Constitutionn el
adalah m en yangkut struktur hukum dan kehidupan ber- n egara, sedan gkan ilm u H ukum Adm inistrasi Negara
m em usatkan perhatian pada substan si sistem pengam - bilan keputusan dalam kegiatan berpem erin tahan.
54
54
Ibid. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
42
Materi yan g terkait den gan fun gsi-fun gsi adm in is- trasi n egara atau tata usaha n egara tersebut sangatlah
luas cakupannya. Seperti dikatakan oleh Profesor Kusu- m adi Pudjosewojo, yaitu:
“H ukum tatausaha m eliputi keseluruhan aturan hukum yan g m enentukan secara bagaim an a alat-alat perlen g-
kapan n egara yan g bersan gkutan hen dakn ya bertin gkah laku dalam m en gusahakan tugas-tugas pem erin tahan ,
perundang-un dangan, pengadilan, keuangan, hubungan luar negeri, dan pertahanan n egara beserta keam anan
um um ”.
55
Norm a hukum yang m engatur kesem ua aktifitas dem ikian itu disebut sebagai hukum adm inistrasi n egara
atau biasa disebut pula dengan istilah hukum tata usaha n egara, dan ilm u yang m em bahasn ya disebut ilm u H u-
kum Adm inistrasi Negara atau ilm u H ukum Tata Usaha Negara Verw altungsrechtlehre.
C.
Ke lu a rga Ilm u H u ku m Ke n e gara a n 1. Ke lu a rga Ilm u H u ku m Ke n e ga ra a n p a d a
u m u m n ya
Ilm u H ukum Tata Negara term asuk keluarga ilm u hukum ken egaraan staatslehre. Seperti dikem ukakan
di atas, staatslehre atau theorie der staat dapat dibagi 2 dua, yaitu staatslehre in ruim ere zin atau teori n egara
dalam arti luas dan staatslehre in engere zin atau teori n egara dalam arti sem pit. Staatslehre dalam arti sem pit
itulah yan g dapat diiden tikkan den gan staatsrecht yang dapat lagi dibagi dua, m asin g-m asin g dalam arti luas dan
sem pit.
Dalam bukunya yang terken al berjudul “Allgem ein e Staatslehre”, Georg J ellineck, ahli hukum kenam aan dari
55
Pudjosewojo, Op. Cit., hal. 176.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
43
Austria m en guraikan pohon ilm u ken egaraan atau staat- sw issenschaft dalam arti luas yan g m en cakup cabang-
caban g dan rantin g-ran tin g ilm u pen getahuan sebagai berikut. Staatsw issenschaft m encakup staatsw issens-
chaft dalam arti sem pit dan rechtsw issenschaft. Staats- w issenschaft dalam arti yang sem pit m eliputi:
a. beschreidende staatsw issenschaft, yaitu staatenkun -
de; b. theoritische staatsw issenschaf atau staatsleer; dan
c. pratktische staatsw issenschaft atau angew andte staatsw issenschaft;
Sem en tara itu, caban g ilm u pengetahuan hukum yan g biasa disebut den gan istilah rechtsw issenschaft m e-
liputi: a. v erfassungsrecht;
b. v erw altungsrecht; dan c. internationale recht.
Sedangkan Teoritische Staatsw issenschaft atau Staatsleer dibagi ke dalam :
a. allgem eine staatslehre atau ilm u n egara um um ; dan b. besondere staatslehre atau ilm u n egara khusus.
Term asuk kategori algem ein e staatslehre adalah a allgem eine soziale staatslehre dan b allgem eine
staatsrechtslehre. Sedan gkan yan g term asuk besondere staatslehre adalah a indiv iduele staatslehre dan b
speziale staatslehre.
Apabila yan g dijadikan pen ekan an utam an ya ada- lah recht atau hukum , m aka H ukum Tata Negara Con -
stitutional Law yang kita paham i dewasa in i dapat dili- hat dalam pengertian v erfassungsrecht. Akan tetapi,
apabila yan g diutam akan adalah aspek keilm uan n ya, m aka H ukum Tata Negara Con stitution al Law itu
dapat pula dipaham i dalam pen gertian allgem ein e
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
44
staatsrechtslehre atau H ukum Tata Negara Um um . Oleh karena itu, buku ini kita beri judul “Pengantar Ilm u
H ukum Tata Negara” dengan m aksud akan berisi pe- n gantar terhadap pen gertian allgem eine staatsrecht-
slehre itu.
Dalam kon teks v erfassungsrecht atau hukum kon - stitusi, dapat pula dibedakan an tara teori hukum ilm iah
den gan hukum positif positiv e law . Misaln ya, dalam istilah H ukum Tata Negara In don esia dapat dibedakan
antara pen gertian nya sebagai caban g ilm u hukum yang berorientasi pada teori ilm iah yang bersifat um um , atau
dapat pula diartikan sebagai hukum positif di bidang ketatan egaraan yang berlaku dewasa in i berdasarkan
konstitusi tertulis schrev en con stitutie, w ritten constitu- tion.
2 . H u ku m Ta ta N e ga ra d an Ilm u P o litik s e rta
Ilm u S o s ia l La in n ya
Dalam bukn ya “W etenshap der Politiek”, Prof. Ba- ren ts secara khusus m en yatakan :
“Een v an de m eest actuele afbakenningsproblem en , w elke w ij uit m oeten als w ij deze w etenshap een plaats
trachten te geven tussen de an dere, is de gren sbepaling m et de jurische vakken ; het staats en adm inistra-
tiefrecht, het volkens-recht en de rechtsfilosofie...”.
“De scheiding tussen de juridische v akken en de w eten shap der politiek is dan ook de belangrijkste
reden , w aarom deze laatste beter n iet ‘algem ein e staatsleer’ og kortw eg staatsleer kan heten ”.
“Voor de sam engang tussen de studie het jurische geraam nte onderzocht, en de an dere die helt v lees er
om heen beziet”.
56
56
Barents, De Wetenshap der Politiek, een terreinverkenning, derde durk, Gravenhage: A.A.M. Stols’s, 1952, hal. 78, 82, dan 83.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
45
Ibarat tubuh m an usia, m aka ilm u hukum tata negara dium pam akan oleh Baren t sebagai kerangka tu-
lang belulan gnya, sedangkan ilm u politik ibarat daging- daging yang m elekat di sekitarnya het v lees er om heen
beziet. Oleh sebab itu, un tuk m em pelajari hukum tata negara, terlebih dulu kita m em erlukan ilm u politik, seba-
gai pen gantar untuk m en getahui apa yang ada di balik daging-daging di sekitar kerangka tubuh m an usia yang
hendak diteliti. Dalam hal in i, n egara sebagai objek studi hukum tata negara dan ilm u politik juga dapat diiba-
ratkan sebagai tubuh m anusia yang terdiri atas daging dan tulan g.
Bagaim an apun juga, organ isasi negara itu sen diri m erupakan hasil konstruksi sosial ten tang peri kehi-
dupan bersam a dalam suatu kom unitas hidup berm a- syarakat. Oleh karen a itu, ilm u hukum yan g m em pelajari
dan m engatur n egara sebagai organisasi tidak m un gkin m em isahkan diri secara tegas den gan peri kehidupan
berm asyarakat. Oleh karen a itu, m en urut Profesor Wir- jono Prodjodikoro:
“... se
orang sarjana hukum , un tuk m em perdalam pengetahuann ya dalam bidang H ukum Tata Negara, ada
baikn ya m em pelajari juga ilm u sosiologi sebagai ilm u pen unjan g hulpw etenshap bagi ilm u H ukum Tata
Negara.”
57
Bagi sarjan a hukum tata negara, di sam ping sosiologi, ilm u sosial lainnya juga sangat pentin g sebagai
penun jan g, seperti ilm u sejarah, ilm u politik, ilm u eko- n om i, an tropologi, dan sebagain ya.
Dikaren akan eratn ya hubun gan an tara hukum dan n egara di satu pihak dengan m asyarakat pada um um n ya,
m aka studi tentan g gejala kem asyarakatan itu tum buh
57
Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 3. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
46
dan berkem ban g sesuai dengan kebutuhan , sehin gga m e- lahirkan ilm u sosial pada um um n ya. Ilm u yan g m en ye-
lidiki gejala-gejala kem asyarakatan pada um um nya di- sebut sosiologi, dan yan g m engkhususkan kajiann ya m e-
n gen ai gejala kekuasaan disebut ilm u politik, dan dem i- kian pula dengan caban g-cabang ilm u sosial lain n ya.
Bahkan , di berbagai perguruan tin ggi, diben tuk program - program studi ilm u sosial dan politik yang berdiri sendiri
di program studi ilm u hukum yan g sudah berkem bang sejak sebelum nya.
Bahkan, dalam sejarah perkem ban gan perguruan tinggi di In donesia, fakultas-fakultas ilm u sosial dan po-
litik m em an g dikem bangkan dari cikal bakal program - program yan g terdapat di lin gkun gan fakultas-fakultas
hukum . Fakultas H ukum Universitas Indon esia sen diri- pun dulun ya adalah Fakultas H ukum dan Pengetahuan
Kem asyarakatan . Baru kem udian Fakultas Ilm u Sosial dan Politik dibentuk tersen diri di luar Fakultas H ukum .
3 . H u ku m Ta ta N e ga ra d a n Ilm u N e ga ra
Ilm u Negara atau Staatsleer bahasa Belan da atau Staatslehre bahasa J erm an adalah ilm u pen getahuan
yang m en yelidiki asas-asas pokok dan pengertian-pe- ngertian pokok m engen ai n egara dan hukum tata n ega-
ra.
58
Oleh karen a itu, ilm u n egara m erupakan ilm u pe- n gantar un tuk m em pelajari ilm u H ukum Tata Negara,
ilm u H ukum Adm in istrasi Negara, dan juga ilm u H ukum In tern asion al Publik. Kedudukan n ya dapat diban din gkan
dengan m ata kuliah Pengan tar Ilm u H ukum yang m e- n gantarkan m ahasiswa un tuk m em pelajari ilm u hukum
publik dan hukum privat. Sebab, posisinya bersifat pre- requisite. Mahasiswa Fakultas H ukum diharuskan m e-
n gam bil m ata kuliah Pen gantar Ilm u H ukum dan Ilm u Negara lebih dulu sebelum m engikuti perkuliahan H u-
58
Kusnardi dan Saragih, Op. Cit., hal.8.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
47
kum Tata Negara dan H ukum Adm in istrasi Negara. Se- bab, dalam perkuliahan H ukum Tata Negara, tidak akan
dibahas lagi m en gen ai teori asal m ula terben tukn ya n egara, apa tujuan oran g bern egara, dan lain sebagain ya,
yan g sudah dibahas secara tun tas dalam Ilm u Negara.
Dalam ilm u n egara yan g diutam akan adalah n ilai teoritis-ilm iahn ya, sedan gkan dalam ilm u H ukum Tata
Negara dan ilm u H ukum Adm inistrasi Negara terkait pula den gan n orm a hukum nya dalam arti positif. Oleh
karen a itu, ilm u n egara disebut sebagai sein w issenschaft, sedan gkan H ukum Tata Negara dan juga H ukum Adm i-
n istrasi Negara m erupakan norm w issenschaft. Dem ikian pula dengan ilm u hukum pidana, ilm u hukum perdata,
ilm u hukum ekonom i, dan lain sebagainya, sudah dikait- kan den gan persoalan norm a hukum yan g berlaku di
bidang m asing-m asing.
Dalam kedudukan n ya sebagai ilm u pen getahuan pengan tar bagi H ukum Tata Negara dan H ukum Adm i-
n istrasi Negara, Ilm u Negara tidak m em punyai n ilai yang praktis seperti haln ya den gan H ukum Tata Negara dan
H ukum Adm in istrasi Negara. Oran g yang m em pelajari Ilm u Negara tidak m em peroleh hasil yan g dapat lang-
sun g dipergunakan dalam praktik. Sedan gkan m em pela- jari H ukum Tata Negara dan H ukum Adm in istrasi Nega-
ra dapat langsun g m en ghasilkan sesuatu pen getahuan yan g bern ilai praktis. Perbedaan in i dapat dilihat dari
penggunaan istilah “ilm u” yang dikaitkan pada Ilm u Ne- gara, sedangkan pada H ukum Tata Negara v erfassungs-
recht dan H ukum Adm inistrasi Negara v erw altungs- recht, m eskipun dapat saja dilakukan , tidak lazim orang
m en ggunakan istilah “Ilm u” H ukum Tata Negara atau “Ilm u” H ukum Adm in istrasi Negara.
Dari segi kem an faatan n ya, hubun gan an tara Ilm u Negara dan H ukum Tata Negara sebagai ilm u, jika dipe-
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
48
lajari, dapat dikaitkan den gan pen dapat Ren gers H ora Siccam a yang m em bedakan an tara keben aran hakikat
dari ken yataan sejarah.
59
Menurut Rengers H ora Sic- cam a, tugas ahli hukum dapat digolongkan, di satu pihak
sebagai pen yelidik yang hen dak m endapatkan keben aran obyektif, dan un tuk itu ia tidak m elaksan akan hukum itu
sen diri. Sedan gkan , di lain pihak ada pula tugas ahli hu- kum sebagai pelaksan a yan g akan m em pergun akan hu-
kum itu dalam keputusan-keputusan konkrit. Golongan pertam a disebut oleh Ren gers H ora Siccam a yaitu se-
oran g ahli hukum sebagai pen onton de jurist als toes- chouw er, sedan gkan yang kedua disebutn ya ahli hukum
sebagai pem ain de jurist als m edespeler. Sebagai pe- nonton, seorang ahli hukum lebih m engetahui kekurang-
an atau kesalahan-kesalahan yan g dilakukan oleh para pem ain dan m encoba m encari sebab m usababn ya de-
n gan m engadakan an alisa-an alisa ten tan g sesuatu pe- ristiwa hukum un tuk m en en tukan cara yan g lebih baik
dan lebih sem purn a m en gen ai bagaim an a hukum dilak- san akan . Sedan gkan dalam golon gan kedua, seorang ahli
hukum dian daikan sebagai pem ain de jurist als m edes- peler yang harus m em utuskan, baik yang bersifat
pengaturan regeling, pen etapan adm in istratif beschik- king, ataupun putusan peradilan v onnis.
Oleh karen a keputusan -keputusan dim aksud ter- gan tung kepada para pelaksan anya, m aka tidak jaran g
terjadi bahwa keputusan yang dianggap baik oleh pelak- san a, tetapi sebalikn ya dianggap tidak baik atau kurang
59
Rengers Hora Siccama, Naturlijke waarheid en historische bepaaldheid, Zwollw, 1985; Ibid., “Au Commencement”, de la theorie du droit, dalam Re-
vue Internationale de la theorie du droit, 1938, hal. 22. Lihat juga “Het Recht naar gelang van het staanpunt van het welk men het ziet,” dalam
Themis, 1938, hal. 99.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
49
m em uaskan bagi penerim a keputusan itu, hal m an a di- sebabkan karena adanya sifat subyektifism e dalam setiap
keputusan tersebut. Sehubungan dengan pen dapat Ren - gers H ora Siccam a itu, kita dapat m en gum pam akan yang
pertam a itu den gan tugas Ilm u Negara yan g tidak m e- m en tin gkan bagaim an a caran ya hukum dijalankan , kare-
na Ilm u Negara m em entin gkan nilai teoritisn ya.
60
Se- dan gkan sebaliknya, H ukum Tata Negara dan H ukum
Adm inistrasi Negara lebih berkaitan den gan tugas ahli hukum sebagai pem ain the play er. H al yang lebih di-
pentin gkan adalah n ilai-n ilai praktis dari kedua cabang ilm u in i, karen a hasil pen elitian ilm iah dalam bidang
hukum tata negara dan hukum adam inistrasi n egara itu secara langsung dapat dipergunakan dalam praktik oleh
para ahli hukum yang duduk sebagai pejabat-pejabat n egara dan pejabat pem erin tahan m en urut bidan g tugas-
n ya m asin g-m asing.
Di sam ping itu, perbedaan an tara Ilm u Negara den gan H ukum Tata Negara juga dapat dilihat dari segi
obyek penyelidikannya. J ika obyek penyelidikan Ilm u Negara adalah asas-asas pokok dan pen gertian -pen ger-
tian pokok ten tang n egara dan hukum negara pada um um n ya, m aka obyek H ukum Tata Negara sebagai ilm u
adalah hukum positif yang berlaku pada suatu waktu di suatu tem pat. Oleh karena itu lazim disebut H ukum Tata
Negara positif sebagai H ukum Tata Negara In donesia atau H ukum Tata Negara Inggris, Am erika, J epang, Be-
60
Dalam Ilmu Negara pada umumnya dipelajari mengenai Teori-Teori tentang Asal Mula Negara, Hakekat Negara, Tujuan Negara, Pengertian
Negara, Bentuk Negara, dan lain sebagainya. Lihat dan bandingkan buku- buku teks mengenai Ilmu Negara, seperti misalnya Padmo Wahjono, Ilmu
Negara, Indo Hill Co., Jakarta, 1999; Djokosoetono, Ilmu Negara, Himpu- nan oleh Harun Alrasid, Jakarta: Ind Hill. Co., 2006; Soehino, Ilmu
Negara, Yogyakarta: Liberty, 1998; dan lain-lain. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
50
lan da dan sebagainya. Sehin gga, pada um um nya, di kala- ngan ahli hukum tata n egara tim bul kecen derungan sa-
ngat nasion alistis dan dogm atis karen a san gat terpaku kepada norm a hukum dasar positif yang berpuncak ke-
pada konstitusi. H ukum Tata Negara cen derun g han ya dilihat dalam kon teks yang positivistik dengan agak m e-
ngabaikan pentingnya penyelidikan ilm iah yang bersifat un iversal yang biasa dibahas dalam kon teks H ukum Tata
Negara Um um .
Dikaren akan Ilm u Negara san gat pentin g bagi ilm u H ukum Tata Negara dan H ukum Adm inistrasi Negara,
m aka den gan ban tuan Ilm u Negara, H ukum Tata Negara dan H ukum Adm in istrasi Negara dapat m em peroleh ciri
ilm iahn ya yan g pen ting. Ilm u Negara san gat m em en - tin gkan n ilai teoritisn ya sehin gga disebut sebagai suatu
Seinsw issen schaft, sedan gkan H ukum Tata Negara dan H ukum Adm inistrasi Negara m erupakan suatu N orm ati-
v en W issen schaft. Bagi m ereka yan g m em pelajari H u- kum Tata Negara atau H ukum Adm in istrasi Negara su-
dah tidak perlu diteran gkan lagi secara m en dalam m e- n gen ai arti dan asas dari n egara dan hukum n egara,
karen a sem ua hal itu sudah dianggap diketahui ketika m em pelajari llm u Negara. Oleh karen a itulah oleh para
ahli dikatakan bahwa Ilm u Negara m erupakan ilm u pe- n getahuan pen gan tar bagi m ereka yan g hen dak m em pe-
lajari H ukum Tata Negara dan H ukum Adm inistrasi Ne- gara.
4 . H u ku m Ta ta N e ga ra d an H u ku m Ad m in is tras i
N e ga ra
Di berbagai negara, kedua caban g ilm u hukum in i seringkali disebutkan secara bersam a-sam a secara be-
rangkai. Di berbagai universitas di n egeri Belanda, m isal- nya, cabang ilm u in i disebut den gan perkataan “Staats
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
51
en Adm in istratief R echt” sebagai m ata kuliah tersen diri yan g diajarkan oleh seoran g guru besar. Di Am erika Seri-
kat dan In ggris, banyak pula dijum pai buku-buku teks hukum yan g diberi judul “Constitutional and Adm inis-
trativ e Law ”, atau bahkan “Textbook on Constitutional and Adm inistrativ e Law ”. Nam un , kedua bidan g ilm u
hukum ini biasa juga dibedakan sebagai dua cabang ilm u yan g tersen diri. Sedan gkan di J erm an , biasa diken al ada
istilah Verfassungsrecht und Verw altungs-recht.
Nam un dem ikian , keduan ya tetap dapat dibedakan antara satu sam a lain. Dalam arti luas, H ukum Tata
Negara itu sen diri m em an g m en cakup juga pen gertian hukum tata n egara dalam arti sem pit dan hukum adm i-
n istrasi n egara. Bagi m ereka yan g m en yetujui pen dapat Oppen heim , perbedaan di an tara keduan ya dikaitkan de-
n gan perbedaan an tara objek n egara yang dikaji, yaitu n egara dalam keadaan diam staat in rust atau dalam
keadaan bergerak staat in bew eging. Akan tetapi, hu- kum tata negara di sam pin g m em pelajari aspek statisn ya,
juga m em pelajari berbagai aspek din am is dari n egara. Dengan istilah yang berbeda, Fritz Wern er m enyatakan ,
“Verw altun gsrecht als konkretisiertes Verfassungs- recht”,
61
yaitu bahwa hukum adm in istrasi negara itu ada- lah hukum tata negara yang diletakkan dalam keadaan
yan g kon krit.
62
Man tan Ketua Mahkam ah Adm in istrasi Federal J erm an ini m enganggap “adm inistrativ e law as
constitutional law put into concrete term s”.
63
Menurut Meinhard Schroder:
61
Fritz Werner, Deutsches Verwaltungsblatt, 1959, hal. 527.
62
Meinhard Schroder, “Administrative Law in Germany”, dalam Rene Seer- den dan Frits Stroink eds., Administrative Law of the European Union, Its
Member States and the United States, Groningen: Intersentia Uitgevers Antwerpen, 2002, hal. 91-92.
63
Ibid. hal. 91. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
52
“The decisions about the State, i
ts duties an d com peten ces an d its relation ship w ith its citizens as
expressed in the con stitution m ust have an im plication in adm inistration and adm inistrative law ”.
64
J ika tidak dem ikian , m aka seperti dikatakan oleh H . Maurer, ketentuan konstitusi tidak akan pernah m en-
jadi kenyataan reality .
65
Oleh karena itu, adm inistrasi dapat digam barkan sebagai tin dakan pen gundangan
kon stitusi en actin g the con stitution atau tatig w erden - de Verfassung.
Selain itu, m en urut Profesor Wirjon o Prodjodikoro, perbedaan an tara H ukum Tata Negara den gan H ukum
Perdata dan H ukum Pidan a seben arn ya m udah terlihat. Secara negatif, dapat dikatakan bahwa H ukum Tata Ne-
gara itu tidak seperti H ukum Perdata yang m en gatur hu- bungan -hubun gan perdata antara pelbagai oknum atau
badan, dan tidak seperti H ukum Pidan a yan g berisi atau m en gatur pen en tuan m en gen ai hukum an -hukum an pi-
dan a un tuk setiap pelanggaran hukum . Sedan gkan per- bedaan antara H ukum Tata Negara dan H ukum Adm i-
n istrasi Negara tidak begitu n am pak den gan jelas.
66
Oleh karen a itu, pem bedaan keduanya m em butuhkan lebih
dari sekedar pen jelasan biasa.
67
64
Ibid.
65
H. Maurer, Allgemeines Verwaltungsrecht, 13
th
edition, Munich: Beck, 2000, catatan 1 dan 12.
66
Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 7.
67
Lihat dan pelajari Phillipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Adminis- trasi Indonesia Introduction to the Indonesian Administrative Law, cet. ke-
9, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
53
Men urut van Vollen hoven ,
68
H ukum Tata Negara adalah ran gkaian peraturan hukum yang m en dirikan
badan -badan sebagai alat organ suatu n egara dengan m em berikan wewen an g kepada badan -badan itu, dan
m em bagi-bagi pekerjaan pem erin tah kepada banyak alat-alat n egara, baik yang tin ggi m aupun yan g ren dah
kedudukannya. Sedangkan, H ukum Tata Usaha Pem e- rintahan digam barkan oleh van Vollen hoven sebagai se-
ran gkaian ketentuan yan g m engikat alat-alat n egara, baik yan g tin ggi m aupun yan g ren dah, pada waktu alat-
alat negara itu m ulai m en jalan kan pekerjaan dalam m e- n un aikan tugasn ya, seperti yan g ditetapkan dalam H u-
kum Tata Negara. Uraian van Vollen hoven in i m elan jut- kan saja pan dan gan Oppen heim selaku gurun ya m en ge-
n ai fen om en a n egara dalam keadaan diam dan n egara dalam keadaan bergerak seperti yan g telah diuraikan di
atas.
69
J ohn Alder, dalam bukunya “Constitutional an d Adm inistrativ e Law ” juga m en yatakan:
“M any of the standard texts, and indeed m any courses, are called con stitutional an d adm in istrativ e law . There
are also separate courses on adm in istrativ e law . The differen ce betw een the tw o subjects is really on e of
practical conv enience and thus a rough and ready one. Adm in istrative Law is an aspect of con stitutional law .
It deals w ith the w ork of the executiv e bran ch of go- vernm en t an d how it is con trolled. Adm in istrative law
can be subdivided in to particular branches of executiv e activ ity , for exam ple public health, im m igration con -
68
van Vollenhoven menjelaskan panjang lebar pandangannya mengenai ruang lingkup Hukum Administrasi Negara Omtrek van het Administratief
Recht dalam satu uraian verhandeling di muka “Koninklijke Academie van Wettenschappen” di Amsterdam pada tahun 1926. Ketika itu, ia meng-
gambarkan kelahiran dan perkembangan mata pelajaran “Hukum Adminis- trasi Negara” di Perancis dan berbagai negara lain.
69
Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 8. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
54 trol, housin g, education , each of w hich can be studied in
its ow n right”.
70
Dua sarjana In ggris, A.W. Bradley and K.D. Ewing, m en yatakan :
“There is no precise dem arcation betw een constitutio- n al law an d adm inistrativ e law in Britain . Adm in is-
trativ e law m ay be defin ed as the law w hich determ in es the organisation , pow ers and duties of adm inistrativ e
authorities. Like constitution al law , adm in istrativ e law deals w ith the exercise and the control of gov ernm ental
pow er. A rough distin ction is that con stitution al law is m ainly con cerned w ith the structure of the prim ary
organs of governm ent, w hereas adm inistrative law is con cern ed w ith the w ork of official agen cies in prov i-
ding serv ices and in regulatin g the activ ities of citizen s. W ithin the v ast field of gov ern m en t, question s often
arise as to the sources of adm inistrative pow er, the adjudication of disputes arisin g out of the public serv i-
ces an d, abov e all, the m ean s of securing a sy stem of legal control ov er the activ ities of gov ern m ent w hich
takes accoun t of both public n eeds an d the private in te- rests of the individual”.
71
J ika kita m en elaah perbedaan di kalan gan para ahli m en gen ai lin gkup m asin g-m asing kedua caban g ilm u
H ukum Tata Negara dan Adm in istrasi Negara itu, m en u- rut Moh. Kusn ardi dan H arm aily Ibrahim , pen dapat-
pen dapat tersebut di atas pada garis besarn ya dapat dibedakan dalam dua kelom pok. Kelom pok yan g perta-
m a m em bedakan ilm u H ukum Tata Negara dan ilm u H ukum Adm in istrasi Negara secara prinsipil, karen a
70
John Alder, Constitutional and Administrative Law, London: Macmillan, 1989, hal. 6.
71
A.W. Bradley and K.D.Ewing, Constitutional and Administrative Law, 13
th
edition, Pearson Education Ltd., 2003, hal. 10.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
55
m en urut m ereka kedua ilm u pen getahuan ini dapat dibagi secara tajam baik m engenai sistem atikanya m au-
pun isin ya. Sedan gkan , ban yak ahli hukum lain yang beranggapan bahwa antara H ukum Tata Negara dan
H ukum Adm inistrasi Negara tidak terdapat perbedaan yang bersifat asasi, m elainkan hanya karena pertim -
bangan m anfaat praktisn ya saja. H ukum Adm inistrasi Negara tidak lain m erupakan H ukum Tata Negara dalam
arti luas dikurangi den gan H ukum Tata Negara dalam arti sem pit. Inilah yan g disebut sebagai teori residu
dalam m em aham i dan m em bedakan defin isi ilm u hukum adm in istrasi n egara dari ilm u hukum tata n egara.
72
Men urut Moh. Kusn ardi dan H arm aily Ibrahim , yan g term asuk ke dalam golongan yan g m em bedakan ke-
dua cabang ilm u hukum ini secara prinsipil antara lain adalah Christian van Vollen hoven . Tulisan nya m en gen ai
hal tersebut yan g pertam a adalah “Thorbecke en het Ad- m inistratiefrecht”. Dalam buku in i, van Vollen hoven
m en definisikan H ukum Tata Negara sebagai sekum pulan peraturan-peraturan hukum yan g m en en tukan badan -
badan kenegaraan serta m em beri wewenan g kepadan ya, dan bahwa kegiatan suatu pem erin tahan m odern adalah
m em bagi-bagikan wewen an g itu kepada badan -badan tersebut dari yan g tertin ggi sam pai yan g terendah. Sesuai
dengan pan dangan Oppen heim , H ukum Tata Negara di- ibaratkan sebagai kon disi n egara dalam keadaan tidak
bergerak staat in rust. Sedan gkan, H ukum Adm in is- trasi Negara sebagai sekum pulan peraturan hukum yang
m en gikat badan -badan n egara baik yan g tinggi m aupun yan g ren dah jika badan -badan itu m ulai m en ggun akan
wewenangnya yan g diten tukan dalam H ukum Tata Nega- ra. Oleh Oppen heim , kondisi dem ikian itu diibaratkan -
72
Kusnardi dan Ibrahim, Op. Cit., hal. 35. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
56
n ya seperti Negara di dalam keadaan bergerak staat in bew eging. Selanjutnya ia katakan :
73
“Ter eener zijde w indt m en, als staatsrecht dat com plex v an rechtsv oorschriften toeken t, dat de w erkzaam -
heden v an een m odern e overheid distribueert ov er tal v an hoeger, en lagere organen, het houdt zich bezig
naar Oppenheim ’s w oord, m eet de staat in rust. An der- zijds staat alles Adm inistratiefrecht dat com plex van
bepalingen, w aaraan hogere en lagere organen gebon - den zijn, zoodra ze v an hun reeds v aststaande staats-
rechtelijke bev oegheid gebruik gaan m aken ; het betreft naar Oppenheim ’s v erdere w oord, de staat in bew eg-
ing”.
74
Dalam bukunya yang lain, van Vollenhoven m em - bagi H ukum Tata Negara dan H ukum Adm in istrasi Ne-
gara agak berbeda dari bukunya yang terdahulu. Menu- rut pendapatn ya, sem ua peraturan yan g sejak berabad-
abad lam an ya tidak term asuk ke dalam lin gkup hukum tata negara m ateril, hukum perdata m ateril, ataupun hu-
kum pidana m ateril seharusn ya dim asukkan dalam ca- bang hukum adm inistrasi negara. Den gan dem ikian, van
Vollen hoven m en gartikan H ukum Adm in istrasi Negara m eliputi seluruh kegiatan n egara dalam arti luas, tidak
han ya terbatas pada tugas pem erin tahan dalam arti sem pit saja. H ukum Adm in istrasi Negara itu, m enurut-
nya, juga m eliputi tugas peradilan, polisi, dan tugas
73
C. van Vollenhoven, “Thorbecke en het Administratiefrecht” dalam J. Oppenheims bundel, Nederlandsch Administratiefrecht, 1921, hal. 21.
74
van Vollenhoven, Omtrek van het Administratiefrecht, verbandelingen voorgedragen in de Koninklijke Academie van Wetenschappen, Deel 62, atau
dalam “Verspreide Geschriften”, jilid I hal. 88, “alle recht, dat niet sinds eeuwen gelijkt is als materieel staatsrecht, materieel privaatrecht of ma-
terieel staatrecht, krijgt op natuurlijke wijze een welgevoed onderdak in het administratiefrecht”.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
57
m em buat peraturan. Menurutn ya, H ukum Adm inistrasi Negara dalam arti luas itu dapat dibagi dalam 4 em pat
bidang, yaitu: 1 bestuursrecht hukum pem erin tahan ;
2 justitierecht hukum peradilan ; 3 politierecht hukum kepolisian; dan
4 regelaarsrecht hukum perun dan g-un dan gan .
Men urut para sarjan a, pan dan gan van Vollen hoven m engenai H ukum Adm inistrasi Negara tersebut seben ar-
nya dapat dibagi dalam 2 dua pengertian yaitu: 1 H ukum Adm inistrasi Negara dalam arti klasik; dan
2 H ukum Adm inistrasi Negara dalam arti m odern .
Pada perum usan pertam a, yaitu H ukum Adm in is- trasi Negara dalam arti klasik, van Vollen hoven m asih
diliputi oleh suasan a kehidupan ken egaraan yan g m en ga- n ut paham liberal liberale rechtstaatsgedachte yan g di-
pengaruhi oleh Em m an uel Kan t di m an a n egara tidak boleh m encam puri kepentin gan -kepen tingan individu,
m elain kan tugas n egara han yalah sebagai pen jaga m alam nachtw achtersstaat atau l’etat Gendarm . Sem en tara
itu, ketika van Vollen hoven m en gem ban gkan pandangan kedua, praktik ken egaraan tengah diliputi oleh suasana
baru dengan berkem bangnya pem ikiran m en gen ai nega- ra kesejahteraan atau w elfare state w elv aartsstaat-ge-
dachter. Dalam bukun ya yang kedua, din yatakan:
“Staatsorganen zonder staatsrecht is v leugellam , w ant hun bevoegheid on tbreek of is onzeker Staatsorganen
zon der Adm in istratiefrecht is vluegelvrij, w an t zij kun - n en hun bevoegdheid niet zo toepassen als zii zelf it
lieftst w illen”.
75
75
Ibid. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
58
Badan atau organ -organ negara tan pa hukum tata negara akan lum puh bagaikan tanpa sayap, sebab organ -
organ itu tidak m em pun yai wewen ang sehingga keada- ann ya tidak m en en tu. Sebaliknya, badan -badan n egara
tan pa H ukum Adm in istrasi Negara m en jadi bebas tan pa batas, sehin gga m ereka dapat berbuat m enurut apa yang
m ereka kehen daki.
76
Di sin i dapat kita ketahui m aksud van Vollen hoven pada karan gann ya yan g pertam a itu bahwa badan H u-
kum Adm inistrasi Negara diadakan untuk m engekang pem erin tah sesuai den gan prin sip liberal yan g hidup pa-
da waktu itu. Sedan gkan pada bukunya yan g kedua, H u- kum Adm in istrasi Negara tidak berm aksud hanya m e-
n gekang pem erin tah agar jan gan bertin dak sewenang- wenang den gan kekuasaann ya, m elain kan m em beri ke-
leluasaan kepada pem erintah un tuk m enyelen ggarakan kepen tin gan rakyat, bahkan juga m en en tukan kewa-
jiban -kewajiban kepada rakyat sesuai den gan faham ke- sejahteraan yang dianut oleh n egara w elv aartstaats-
gedachte.
Dalam m en yelen ggarakan kepentin gan um um , ada kalanya Negara harus m elanggar hak rakyat, m isalnya
m en yita un tuk kepen tin gan um um onteigening ten al- gem en e n utte.
Dikarenakan n egara m em erlukan pem buatan jalan agar hubun gan an tara dua tem pat itu lebih lan car, m aka
76
van Vollenhoven, Staatrecht Oversee. Lihat buku-buku, Kontjoro Purbo- pranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan
Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1978, hal. 14 dan 15; Amrah Muslimin, Beberapa Azas-Azas Dan Pengertian-Pengertian Pokok tentang
Administrasi dan Hukum Administrasi, Bandung: Alumni, 1980, hal. 8-13; dan Djenal Hoesen Koesoemaatmadja, Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha
Negara, Bandung: Alumni, 1979, hal. 12-14
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
59
Negara terpaksa m engam bil sebagian tanah rakyat untuk kepentingan tersebut. Lazim nya penyitaan ini dilakukan
dengan ganti rugi kepada rakyat yan g bersan gkutan . Da- pat juga m isaln ya Pem erin tah m em beri kon sesi atas n a-
m a perusahaan -perusahaan nuts-bedrijv en un tuk ke- pen tin gan um um .
Sem en tara itu, Logem an n dalam bukun ya “Ov er de theorie v an en stellig staatsrecht” m engadakan perbeda-
an yan g tajam antara H ukum Tata Negara dan H ukum Adm inistrasi Negara. Un tuk m em bedakan n ya, Loge-
m an n bertitik tolak dari sistem atika hukum pada um um - n ya yang m eliputi tiga hal, yaitu:
1 ajaran ten tang status persoonsleer; 2 ajaran ten tang lin gkun gan gebiedsleer;
3 ajaran tentan g hubun gan hukum leer de rechtsbet-
rek k ing. Berhubun g H ukum Tata Negara dan H ukum
Adm inistrasi Negara m erupakan suatu jen is hukum yang tersendiri als by zonder soort v an recht yan g m em -
pun yai obyek pen yelidikan hukum , m aka sistem atika hu- kum pada um um nya dapat diterapkan pula terhadap H u-
kum Tata Negara dan H ukum Adm in istrasi Negara. Sis- tem atika yang dibuat oleh Logem ann dalam bukunya itu,
dibagi sebagai berikut: 1 H ukum Tata Negara dalam arti sem pit m eliputi:
a. persoonsleer yaitu m en gen ai persoon dalam arti hukum yan g m eliputi hak dan kewajiban m anu-
sia, person ifikasi, pertanggun gjawaban , lahir dan hilan gn ya hak dan kewajiban tersebut, hak
organisasi, batasan -batasan dan wewenang;
b. gebiedsleer, yang m enyan gkut wilayah atau lin gkun gan di m an a hukum itu berlaku dan yan g
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
60
term asuk dalam lingkun gan dim aksud adalah waktu, tem pat, m an usia atau kelom pok, dan
benda. 2 H ukum Adm inistrasi Negara m eliputi ajaran m en ge-
n ai hubun gan -hubungan hukum leer der rechtsbet- rekkingen.
Den gan dem ikian, m en urut J .H .A. Logem ann ,
77
dapat dikatakan bahwa ilm u H ukum Tata Negara itu m em pelajari:
78
a. susunan dari jabatan -jabatan ; b. pen un jukan m en gen ai pejabat-pejabat;
c. tugas dan kewajiban yan g m elekat pada jabatan itu; d. kekuasaan dan wewen an g yan g m elekat pada jaba-
tan ; e. batas wewenan g dan tugas dari jabatan terhadap dae-
rah dan oran g-oran g yan g dikuasain ya; f. hubungan
antar jabatan;
g. pen ggan tian jabatan;
77
Lihat juga J.H.A. Logeman, Tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif terjemahan, disertai pengantar G.J. Resink, Jakarta: Ichtiar Baru -
Van Hoeve, tanpa tahun.
78
Logemann, Over de theorie van een stelling Staatsrecht, Jakarta: Saksa- ma, 1954, hal. 54, “Tot de persoonsleer behoren dan, om samen te vatten en
aan te vullen, niet het verwantschaps en huwelijksrecht, maar wie de prob- lemen van de mens als plichten subject toerekenbaarheid, mondigheid, han-
delingbevoegdheid, de personifikatie, de vertegenwoordiging, onstaan en tenietgaan van persoonlijkeheid, het organisatie recht, de competentie-af-
bakening”; hal. 59, “De term ‘gebieg’ word hier zoals baven bleek, gebruik als aanduding van de sfeer waarbinnen de norm geldt, in abstracte zin met
de vraag, op welke wijze tijd, ruimte, persoonen groep, als gedingsbegren- zing van de a stelligrechtelijke norm kunnen optreden”; hal. 85, “mij schynt
atgende wat aan de juridiche dogamatische pogingen tot ondershceid voor zweeft, met de stof die naast de persoonsleer en de gebiedsleer behandeling
vraagt, dus met de leer der rechtsbetrekingen, nu als descritie van een duide- lijk aangewesen problemkring te mogen opeisen”.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
61
h. hubun gan antara jabatan dan pem egan g jabatan . H ukum Adm in istrasi Negara m em pelajari jen is,
bentuk, serta akibat hukum yang dilakukan oleh para pe- jabat dalam m elakukan tugasnya.
Selain van Vollenhoven dan Logem an n , sarjan a ke- tiga yan g biasa dijadikan rujukan dalam persoalan in i
adalah Stellin ga yan g m em bedakan H ukum Tata Negara dan H ukum Adm inistrasi Negara secara tegas. Dalam
pidatonya yang berjudul “Sy stem atische Staatsrecht- studie”,
79
dikem ukakan bahwa tidak han ya di dalam H u- kum Tata Negara saja diadakan sistem atika, tapi juga
dalam H ukum Adm in istrasi Negara. Dalam bukun ya yan g lain yaitu yan g berjudul
“Gron dtrekken v an het N ederlandsch Adm inistratief- recht”, Stellinga berusaha un tuk m en em ukan perbedaan
prin sipil an tara H ukum Tata Negara dan H ukum Adm i- nistrasi Negara, seperti yang sudah dilakukan oleh
gurunya yaitu van Vollen hoven . Stellinga m enge- m ukakan bahwa kebanyakan penyelidikan ten tang H u-
kum Adm inistrasi Negara tidak m eliputi keseluruhan - n ya, m elain kan han ya m em bicarakan beberapa bagian
terten tu saja. Bagian -bagian itu dibicarakan secara ter- pisah yan g han ya sebagai m onographi. Ia baru m en jadi
sistem atika, jika bagian -bagian di dalam n ya diletakkan pada tem patnya yang tepat. Den gan dem ikian, H ukum
79
J.R. Stellinga, Systematische Staatrectstudie, hal. 15 “de systematische studie schijnt ook voor het administratiefrecht aangewezen”; Ibid. “Grond-
trekken van het Administratiefrecht”, hal. 1, “de einige betekenis welke de onderscheid tussen staatrecht en administratiefrecht kan heben is een
wetenschappelijke beoefgening van het staatrecht en het administratiefrecht dien de grens tussen deze beide zo te behandelen krijgen welke door hun
overeemkonstige aard bijeen horen”; hal. 3, “warner inzicht bestaat ten an- nzien van de juiste plaats welke zij in het kader van het geheel innemen”.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
62
Adm inistrasi Negara tidak lagi m erupakan suatu kum - pulan m on ographi-m on ographi, m elainkan m erupakan
sistem atika yang m en ghubun gkan bagian satu den gan bagian yan g lain nya, yang m asing-m asing bagian itu di-
letakkan dalam tem patn ya yang tepat. Arti sistem atika di sin i adalah w aar de delen zijn juiste plaats v indt.
Seben arn ya, Logem an n juga m em punyai pen dirian yang sam a dengan Stellin ga m en gen ai soal in i.
8 0
Di sam ping itu, juga terdapat H ukum Adm inis- trasi Negara yang berlaku bagi para individu dalam m a-
syarakat yan g diperin tah oleh Negara. Lebih jauh, Stel- linga m en yatakan :
“dan zal er v oorts m oeten uitgaan dat het staats- recht m eer om vat dan de bev oegdheden en v er-
plichtin gen van de Overheidsorgan en . Ook de bur- ger heeft zijn staatsrechtelijke bev oegdheden en
v erplichtingen . De regels v oor het uitoefen en , on - derscheiden lijk het n akom en daarn a, m aken
ev en een s een deel van het adm in istratiefrecht uit”.
Kita harus m enyadari bahwa m asih ban yak hal lain yan g diatur oleh H ukum Tata Negara selain hanya
soal tugas dan wewen an g dari alat-alat atau organ - organ n egara. Dalam H ukum Tata Negara, baik m e-
n urut Stellin ga m aupun m en urut H ans Kelsen , seoran g warga n egara pun m em punyai hak dan kewajiban
berdasarkan peraturan perun dan g-un dangan . Pen dek kata, seperti dikem ukakan oleh H ans Kelsen, kriteria
terpen tin g adalah ada tidakn ya i norm creating function, dan ii norm apply ing function yan g terkait
80
Logemann, Over de theorie van een stellig Staatsrecht, Op. Cit., hal. 2, “dat het op te delven systeem inderdaad systeem is, zal namelijk bewezen
zijn, als elk problem daarin zijn eigen plaats vanzelf vindt”.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
63
dengan subjek hukum tertentu.
8 1
J ika kedua fun gsi itu ada, m aka m en urut H an s Kelsen , subjek hukum yan g
m en yan dan gn ya dapat disebut sebagai organ atau state organ, dan m en urut Stellin ga, n orm a-norm a hukum
yan g m engatur cara m enjalan kan hak dan kewajiban itu term asuk dalam bidang H ukum Adm inistrasi Negara.
8 2
Sarjana lain yang tidak m em bedakan an tara H ukum Tata Negara dan H ukum Adm in istrasi Negara
secara tajam di an taran ya adalah Kran en burg, van der Pot, dan Vegting. Kran enburg berpendapat bahwa pem -
bedaan antara kedua cabang ilm u pengetahuan itu secara tajam , baik karena isinya ataupun karena watakn ya yang
berlain an, m erupakan sesuatu yan g tidak riil. Perbedaan itu m en urutn ya disebabkan oleh pen garuh ajaran organ is
m en gen ai n egara organ ischestaats theorie yang tim bul dalam ilm u pen getahuan m edis yan g m em bedakan an ta-
ra an atom ie dan psikologi. Sistem atika yan g diam bil de- n gan an alogi kedua ilm u pen getahuan m edis itu sam a
sekali tidak tepat karen a obyek keduanya m em ang tidak sam a.
Perbedaan antara H ukum Tata Negara dan H ukum Adm inistrasi Negara itu tidaklah bersifat fun dam ental
dan hubungan an tara keduan ya dapat disam akan dengan hubun gan an tara H ukum Perdata dan H ukum Dagang.
J ika keduan ya dipisahkan , m aka hal itu sem ata-m ata karen a kebutuhan akan pem bagian kerja yan g secara
praktis diperlukan sebagai akibat pesatn ya perkem ba- n gan hukum korporatif dari m asyarakat hukum teri-
torial. Di sam pin g itu, m ateri yang diajarkan dalam pen - didikan hukum m em an g perlu dibagi sehin gga m udah
81
Lihat dalam Kelsen, Op Cit.
82
Stellinga, Grondtrekken van het Nederlandsche Administratiefrecht, Op. Cit., hal. 13.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
64
un tuk dipelajari. H ukum Tata Negara dibagi m eliputi su- sun an , tugas, wewenan g, dan cara badan -badan itu m en -
jalankan tugasnya, sedangkan bagian lain yang lebih ter- perin ci itu dim asukkan dalam bidang H ukum Adm in is-
trasi Negara.
8 3
Den gan dem ikian , pem bedaan an tara H u- kum Tata Negara dan H ukum Adm inistrasi Negara itu
dapat dikatakan bukan lah disebabkan oleh karen a alasan yang prin sipil, akan tetapi sekedar un tuk kepentingan
pem bagian kerja yang bersifat praktis belaka.
Van der Pot juga tidak m em bedakan secara tajam antara H ukum Tata Negara dan H ukum Adm inistrasi
Negara karen a pem bedaan secara prin sipiil tidak m en im - bulkan akibat hukum apa-apa. Oleh karen a itu, pem be-
daan dim aksud m en urutn ya tidaklah terlalu perlu. J ika- pun hen dak diadakan pem bedaan yan g tegas di an tara
keduanya, m aka hal itu hanya penting untuk ilm u pen ge- tahuan, bukan untuk kebutuhan praktik. Den gan pem -
bedaan itu, para ahli hukum dapat m em peroleh gam - baran m engenai keseluruhan sistem hukum dan rin cian
perbedaan di an tara unsur-unsurnya yang berm anfaat untuk diketahui.
8 4
Begitu pula Vegtin g ketika m en yam paikan pidato jabatannya dengan judul “Plaats en aard v an het Adm i-
83
Kranenburg, Het Nederlandsch Staatsrecht, eeerste deel zesde durk, Haarlem: H.D. Tjeenk Willink Zoon, 1947. hal. 14, menyatakan: “Ik zou
ae splitsing willen verklaren als een gevolg van de behoefte aan ar- beidsverdeling bij de zeer snelle uitgroei van het corporatieve recht der
territoriale gemeenschappen en de noodzakelijkheid om zich bij de behandeling cler stof te beperken tot samenstelling, de taak, de bevoegdheid
en de functionerings-wijze van de belangrijkste organen die dan als staatsrecht worden gedoceerd, terwijl de nadere en me er in bijzonderheden
afdalende behandeling van bijzondere takken der staats rechtorganisatie onder het administratiefrecht werd gebracht”; selanjutnya pada hal. 15, “De
onderscheiding Staatsrecht en Administratiefrecht is dus niet principieel, maar eenvoudig een van doelmatige arbeidsverdeling”.
84
van der Pot, Op Cit., hal. 510
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
65
n istratiefsrecht”, seperti haln ya Kranen burg dalam “H et algem ene N ederlandsch Adm inistratiefsrecht”, m en je-
laskan bahwa H ukum Tata Negara dan H ukum Adm in is- trasi Negara m em pun yai lapangan pen yelidikan yang
sam a. Perbedaan keduanya han ya terletak pada cara pen - dekatan yan g dipergun akan oleh m asin g-m asin g ilm u
pengetahuan itu m en gadakan pen yelidikan ilm iah. H u- kum Tata Negara berusaha m en getahui seluk beluk orga-
n isasi n egara dan badan -badan lain n ya. Sedan gkan, H u- kum Adm in istrasi Negara m en ghendaki bagaim an a cara-
n ya n egara serta organ -organ n egara itu m en jalan kan tugasn ya. Vegting tidak m em bedakan H ukum Tata Nega-
ra dan H ukum Adm inistrasi Negara karena pem batasan wewenang com petentie afbakening m elain kan karen a
caran ya n egara bertin dak itu saja pun sudah m erupakan pem batasan wewen an g juga. Artin ya, bagi Vegting, H -
ukum Tata Negara itu m em punyai obyek pen yelidikan yan g berken aan den gan hal-hal yan g pokok m en genai
organ isasi Negara, sedan gkan objek pen yelidikan H ukum Adm inistrasi Negara adalah peraturan -peraturan yang
bersifat tekn is.
8 5
5 . H u ku m Ta ta N e ga ra d an H u ku m In te rn a s io n a l P u b lik
Baik hukum tata n egara m aupun hukum inter- n asional publik, sam a-sam a m erupakan caban g ilm u
hukum publik. Akan tetapi, objek perhatian hukum inter- nasional publik sangat berbeda dari objek perhatian
hukum tata negara. H ukum Tata Negara han ya m em -
85
W.G. Vegting, Plaats en aard van het Administratiefrecht, pidato inagurasi, Amsterdam, 1946. Lihat juga “Het Algemeen Nederlandach
Administratiefrecht”, I, 1954, hal. 6-7, “Staats en administratiefrecht hebben een gemeenschappelijk gebied van te bestuderen regelen, die echter, bij ene
studie anders benaderd worden dan bij de andere”. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
66
pelajari n egara dari struktur internaln ya, sedan gkan H ukum Intern asion al Publik m em pelajari hubungan -
hubun gan hukum an tarn egara itu secara ekstern al. Di sam pin g itu, H ukum In tern asion al itu sen diri, ada pula
yang bersifat privat perdata di sam ping ada yang ber- sifat publik. Tentun ya yang m em pun yai hubun gan erat
dengan ilm u H ukum Tata Negara adalah cabang H ukum In tern asion al Publik.
Keduan ya sam a-sam a m en elaah dan m engatur m e- n gen ai organ isasi n egara. Akan tetapi, H ukum Interna-
sion al m em pelajari dan m en gatur m en genai hubungan - hubun gan ekstern al dari negara, sedangkan H ukum Tata
Negara berurusan den gan aspek-aspek hubun gan yang bersifat in ternal dalam negara yang dikaji. Misalnya,
konsep kedaulatan yang dikaji oleh H ukum In tern asional adalah konsep kedaulatan yang bersifat ekstern al dalam
hubun gan antarn egara, sedan gkan dalam H ukum Tata Negara yan g dibahas adalah perspektif yan g bersifat
in tern al, m isaln ya teori ten tang kedaulatan rakyat, ke- daulatan hukum , kedaulatan raja, ataupun teori kedau-
latan Tuhan . 6 . Ke c e n d e ru n ga n H u ku m Ta ta N e ga ra,
H u ku m Ad m in is tra s i N e gara , d a n H u ku m In te rn a s io n a l P u b lik
Pada abad ke-21 dewasa in i, perkem ban gan dunia sudah sangat berbeda dari apa yan g terjadi pada abad-
abad yan g lalu. Objek studi H ukum Tata Negara dan H u- kum Adm inistrasi Negara tum buh dan berkem bang
m en jadi san gat spesifik dan rin ci, sehin gga keahlian yang diperlukan m en jadi sem akin terspesialisasi. Berbagai bu-
ku hukum tata negara dan hukum adm inistrasi negara di Am erika Serikat dan Eropa m em bahas berbagai persoa-
lan den gan san gat spesifik dan m en dalam . Kecen - derun gan gejala ilm iah yan g dem ikian inilah yang di-
sebut sebagai gejala diferensiasi struktural yan g m enye-
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
67
babkan tin gkat keahlian seseorang sem akin dituntut kekhususan dan spesialisasinya. Bahkan, di bidang hu-
kum adm in istrasi n egara telah berm un culan banyak se- kali cabang ilm u hukum baru seperti hukum perpajakan,
hukum lin gkun gan, hukum kepegawaian , hukum ban gu- n an , dan sebagain ya.
Bersam a den gan m un culnya kecen derungan per- tam a tersebut, tim bul pula kecenderun gan kedua, yaitu
gejala kon v ergensi fun gsional an tar caban g ilm u yang sem ula terpisah-pisah, tetapi dalam praktik pen yelesaian
suatu m asalah m em erlukan pen dekatan yang terpadu yang m elibatkan cabang-cabang ilm u yang berbeda itu
dalam satu kesatuan konsepsi. Dari kenyataan in i ber- kem bang kebutuhan akan adanya pendekatan yang m ul-
ti-disipliner dan pen dekatan yan g holistik-in tegral dalam penyelesaian m asalah. Dalam kaitan den gan perbedaan
antara caban g ilm u H ukum Tata Negara Constitutional Law dan H ukum Adm in istrasi Negara Adm inistrativ e
Law , kecen derun gan konvergen si fun gsion al itu juga terjadi, sehingga m uncul kebutuhan un tuk m engintegra-
sikan kem bali secara relatif antara pen dekatan - pendekatan H ukum Tata Negara dan Hukum Adm in is-
trasi Negara dalam satu kesatuan disiplin berpikir.
Oleh karena itu, di beberapa negara, seperti m isal- n ya di Austria, kedua kecen derun gan itu diatasi dengan
cara ganda. Di satu segi, spesialisasi dipacu, tetapi upaya kon vergen si m elalui koordin asi dan in tegrasi juga dila-
kukan secara bersen gaja. Misaln ya, di Un iversitas Vien na dan Un iversitas Salzburg, m ata kuliah hukum adm in is-
trasi negara v erw altungsrecht dikem bangkan san gat terperinci. Prof. Dr. J ahnel Ilm ar adalah guru besar
hukum bangunan di Universitas Salzburg yang sangat m en guasai bidan gn ya tetapi tidak banyak tahu m en genai
aspek-aspek hukum adm in istrasi n egara dan hukum tata n egara pada um um nya. Nam un , di sam ping sebagai guru
besar, dia juga dipercaya un tuk m en duduki direktur
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
68
Instituut v oor Verfassungsrecht un d Verw altungsrecht Lem baga Kajian H ukum Tata Negara dan H ukum Adm i-
n istrasi Negara pada Fakultas H ukum Un iversitas Salz- burg. In stitut yan g sam a juga terdapat di Fakultas H u-
kum Un iversitas Vien n a. Di dalam n ya tergabun g para ahli, baik dari lapangan H ukum Tata Negara m aupun
H ukum Adm inistrasi Negara.
8 6
Di sam pin g kedua kecen derun gan tersebut di atas, ada pula kecen derungan ketiga yan g relatif m asih san gat
baru, yaitu m en yatun ya aspek-aspek kajian in ternal negara yang biasanya m enjadi ciri ilm u hukum tata ne-
gara dan hukum adm in istrasi n egara den gan aspek-as- pek ekstern al yan g biasan ya m en jadi dom ain ilm u hu-
kum intern asional publik. Kedua bidang ilm u ini sam a- sam a m en jadikan n egara dan organ isasi n egara sebagai
objek kajiannya. Akan tetapi, H ukum Tata Negara pada um um n ya han ya m elihat aspek internal dalam negara
yan g dikajin ya, sedangkan hukum Intern asion al publik justru m elihatnya dari segi hubun gan eksternal an tar-
negara. Nam un, dengan terjadi perkem bangan Uni Ero- pa European Union dewasa in i, tim bul m asalah m en ge-
n ai perbedaan antara H ukum Tata Negara den gan H u- kum In tern asion al Publik. Ketika oran g m em bicarakan
ten tang konstitusi Uni Eropa, parlem en Eropa, Penga- dilan Eropa, tidak lagi jelas apa perbedaan an tara H u-
kum Tata Negara den gan H ukum In tern asion al.
Peraturan R egeling, Keputusan Beschikking, dan Putusan H akim Von n is yang ditetapkan oleh Parle-
m en , Dewan Eksekutif, atau Pen gadilan Eropa, di satu segi dapat disebut sebagai n orm a hukum in tern asional,
86
Pada bulan Juni 2003, saya sendiri mengadakan kunjungan kerja dan pertemuan dengan pimpinan Instituut voor Verfassungsrecht und Verwal-
tungsrecht, baik di Universitas Vienna maupun Universitas Salzburg. Bah- kan, selama di Universitas Salzburg, Prof. Dr. Jahnel Ilmar bertindak sebagai
guide yang mendampingi kemanapun saya pergi selama berkunjung di kampus Universitas Salzburg.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
69
tetapi di lain segi sudah dianggap m en jadi bagian dari pengertian hukum dom estik setiap negara anggota Un i
Eropa. Oleh karen a itu, di J erm an , para guru besar hu- kum tata n egaranya biasa disebut sebagai guru besar
hukum publik, bukan lagi guru besar hukum tata n egara. Prof. Dr. H anns J arrass, seorang guru besar di Muen ster
Un iversity, J erm an, ketika m em berikan ceram ah di Fa- kultas H ukum Un iversitas In don esia pada tahun 20 0 3
yan g lalu ten tan g Perkem ban gan H ukum Eropa juga m em perken alkan dirin ya sebagai guru besar hukum
publik, bukan sebagai guru besar hukum tata negara.
8 7
Ten tu saja, gejala yan g terjadi di Eropa tersebut m em an g belum fin al, karen a kon stitusi Uni Eropa juga
belum berlaku m en gikat sebagai kon stitusi. Akan tetapi, gejala region alisasi politik dan ekon om i di berbagai bagi-
an dun ia terus berkem ban g. Di satu segi gelom bang glo- balisasi yan g sem akin m eluas, tetapi di pihak lain ber-
kem ban g pula tun tutan region alisasi wilayah-wilayah ekon om i dan politik di berbagai bagian dun ia dan bah-
kan lokalisasi dalam arti tum buhn ya tun tutan otonom i lokal di m an a-m an a. Pada saatn ya, perkem bangan -per-
kem ban gan baru sem acam itu akan m em pen garuhi pola- pola hubungan hukum an tara satu n egara den gan n egara
yan g lain , sehingga kon sep-kon sep hukum In tern asional publik akan sem akin m endekat ke arah konsep-kon sep
hukum tata negara yang sebelum nya han ya bekerja di se- kitar aspek-aspek in tern al saja dari organ isasi negara.
87
Prof. Hanns Jarrass berkunjung ke Indonesia atas biaya Hanns Seidel Stiftung dan menjadi tamu saya selaku guru besar Hukum Tata Negara.
Dalam salah satu pembicaraan dengan saya dan juga dalam kuliah umum yang ia berikan di depan mahasiswa S1 Fakultas Hukum UI pada tahun
2003, dia menjelaskan perkembangan hukum Eropa dan status bidang ilmu hukum tata negara dewasa ini.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
70
D . Ob je k d a n Lin gku p Ka jia n H u ku m Ta ta N e ga ra
Buku J .H .A. Logem ann yang diterbitkan pada ta- hun 1948 di Leiden yan g berjudul “Ov er de Theorie v an
Een Stellig Staatsrecht” berisi tiga bagian, yaitu 1 H u- kum Positif, 2 H ukum Tata Negara Positif, dan 3
Sistem Form il H ukum Tata Negara Positif.
8 8
Pada Bagian Kedua, oleh Logem an n dibahas m engen ai i H ukum
Tata Negara, ii Kesistem atisan H ukum Tata Negara, iii Ben tuk Pen jelm aan Sosial Negara, iv Negara dalam
H ukum Positif, v H ukum Tata Negara dalam Arti Sem - pit, vi H ukum Adm in istrasi, dan vii Tipe-Tipe Negara.
Sedan gkan pada Bagian Ketiga, dibahas m en gen ai i J abatan Sebagai Pribadi, ii Batas-Batas J abatan , iii
Lahir dan Len yapn ya J abatan , iv Cara Men em pati J abatan , v J abatan dan Pem an gku J abatan : Perwakilan
vi J abatan dan Pem angku J abatan: H ubungan Dinas dengan Negara, vii J abatan Majem uk, viii Kelom pok
J abatan , ix Lin gkun gan Kerja, x Wewen ang H ukum , xi Pegan gan Waktu, x Pegangan Ruan g dan Pegangan
Pribadi, dan xi Perban dingan Kekuasaan .
Sarjana In ggris, M ichael J. Allen dan Brian Thom - pson dalam bukun ya “Cases an d M aterials on Con s-
titutional and Adm inistrativ e Law ” 1990 -20 0 3
8 9
m en gelom pokkan m ateri bahasan nya ke dalam 11 se- belas bagian , yaitu i Constitution al Law in the United
Kin gdom , ii The Legislative Suprem acy of Parliam en t,
88
Buku ini diterjemahkan oleh Makkatutu dan J.C. Pangkerego serta dikoreksi oleh G.H.M. Riekerk serta diberi kata pengantar oleh G.J. Resink,
lalu diterbitkan oleh Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta, pada tahun 1975. Sebelumnya buku ini pernah diterbitkan dalam bentuk asli untuk kebutuhan
perkuliahan dengan judul “College-aantekeningen over het staatsrecht van Nederlands-Indie”.
89
Michael Allen and Brian Thompson, Cases and Materials on Consti- tutional and Admnistrative Law, 7
th
edition, London-New York: Oxford University Press, 2003.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
71
iii The European Un ion , iv The Rule of Law, v Con stitution al Con ven tions, vi Parliam en tary Govern -
m ent at Work, vii Civil Liberties, viii J udicial Review: The Groun ds, ix The Availability of J udicial Review, x
Om budsm an , dan xi Statutory Tribun als.
Versi textbook yang ditulis oleh Michael T. Molan dengan judul “Con stitution al Law : The M achinery of
Gov ern m en t” m em uat pokok bahasan yan g sedikit ber- beda.
90
Molan m em bagi bukunya dalam 13 tiga belas bab, yaitu i The Nature and Sources of Constitutional
Law, ii The European Union, iii Constitution al Prin - ciples: The Separation of Powers, the Rule of Law, an d
the In depen den ce of the J udiciary, iv The Sovereign ty of Parliam en t, v The Electoral System , vi The H ouse
of Com m ons, vii The Executive, viii J udicial Review of Executive Action , ix The European Con ven tion on H u-
m an Rights, x The Police Power, xi The Right to Pri- vacy an d Fam ily Life: Article 8 of the European Con ven-
tion on H um an Rights, xii Freedom of Expression : Ar- ticle 10 of the European Con ven tion on H um an Rights,
and xiii Freedom of Assem bly and Association: Article 11 of the European Convention on H um an Rights.
Versi lain lagi adalah dari J ohn Alder, Erwin Che- m erinsky, A.W. Bradley an d K.D. Ewing, O. H ood
Phillips, Paul J ackson , an d Patricia Leopold, serta ba- nyak lagi buku teks H ukum Tata Negara lain nya. J ohn
Alder, dalam bukunya, “Constitutional and Adm inistra- tiv e Law ”,
91
m em bagi bukun ya dalam 5 lim a bagian , yaitu I General Constitutional Theory, yan g m encakup
bahasan m en genai 1 the n ature of the Un ited Kin gdom Con stitution , 2 the sources of the constitution , 3
con stitu-tionalism : the rule of law an d the separation of
90
Michael T. Molan, Constitutional Law: The Machinery of Government, 4
th
edition, London: Old Bailey Press, 2003.
91
Alder and English, Op Cit. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
72
power, 4 parliam entary suprem acy, 5 the European com m un ities; II Parliam en t, yan g m encakup 6 the
con stitution al position of parliam en t, 7 the H ouse of Lords, 8 the H ouse of Com m ons, 9 parliam en tary
suprem acy; III The Executive, yan g m eliputi 10 the Crown , 11 the powers of the Crown , 12 Ministers an d
departm ents, 13 the civil service an d the arm ed forces, 14 Ad hoc bodies, 15 local governm en t, 16 The
police; IV The J udicial Branch of the State, m encakup 17 the J udiciary, 18 Tribun als an d In quiries, 19
J udicial Review of the Executive; dan V Civil Liberties, yan g m eliputi 20 Gen eral prin ciples of civil liberties,
21 Freedom of speech and assem bly, 22 entry to and exclusion from the UK, 23 em ergen cy powers, dan 24
police powers of arrest an d search in the in vestigation of crim e.
Sem en tara itu, O. H ood Phillips dan kawan -kawan dalam bukun ya “Con stitutional an d Adm inistrativ e
Law ” m em bagi pokok bahasan n ya juga dalam 4 em pat bagian .
92
Bagian Um um an tara lain m em bahas soal the nature of constitutional and adm inistrativ e law , parlia-
m en tary suprem acy , dev olution and regionalism , the con stitution al conv en tion s, dan sebagainya. Bagian II
ten tang Parliam ent, Bagian III ten tang Central Gov ern- m ent, Bagian IV ten tan g Justice an d Police, Bagian V
ten tang R ights an d Duties of the In div idual, Bagian VI khusus ten tan g Adm in istrativ e Law , dan Bagian VII
ten tang The Com m on w ealth. Masing-m asin g bagian itu m em bahas secara terperinci segala aspek yang terkait.
Dem ikian pula buku “Constitutional and Adm in is- trativ e Law ”, A.W. Bradley dan K.D. Ewin g juga dibagi
dalam 4 em pat bagian .
93
Bagian I tentan g General Principles of Constitutional Law , yang m encakup baha-
92
Phillips, Jackson, and Leopold, Op Cit.
93
Bradley dan Ewing, Op Cit.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
73
san ten tan g 1 Defin ition an d scope of constitutional law, 2 sources an d n ature of the con stitution , 3 the
structure of the un ited kin gdom , 4 parliam en tary sup- rem acy, 5 the relationship between legislature, execu-
tive, an d judiciary, 6 the rule of law, 7 respon sible an d accoun table govern m en t, 8 the Un ited Kin gdom an d
the European Un ion; Bagian II tentang The Institution of Govern m en t, m eliputi 9 Com position and m eetin g of
parliam en t, 10 fun ction s of parliam en t, 11 privileges of parliam en t, 12 the Crown an d the royal prerogative,
13 the Cabinet, govern m ent departm ents and the civil service, 14 public bodies and regulatory agen cies, 15
foreign affairs an d the com m onwealth, 16 the arm ed forces, 17 the treasury, public expenditure and the
econ om y, 18 the courts and the m achin ery of justice; Bagian III ten tan g The Citizen an d the State, yang m eli-
puti 19 the nature and protection of hum an rights, 20 citizenship, im m igration , and extradition, 21 the police
and person al liberty, 22 the protection of privacy, 23 freedom of expression , 24 freedom of association and
assem bly, 25 state security an d official secrets, dan 26 em ergency powers an d terrorism ; Bagian IV khusus
m em bahas Adm inistrative Law, m eliputi pem bahasan m en gen ai 27 the nature an d developm en t of adm in is-
trative law, 28 delegated legislation , 29 adm in istra- tive justice, 30 judicial con trol of adm inistrative action ,
dan terakhir 31 liability of public authorities and the Crown .
Ban yak lagi buku teks lain nya yang m em bagi m ateri bahasan dalam berbagai versi. Misaln ya, buku
teks karya Erwin Chem erinsky yang berjudul “Constitu- tional Law : Principles and Policies” terdiri atas 12 dua
belas bab.
94
Ke-12 bab itu adalah i H istorical Back-
94
Erwin Chemerinsky, Constitutional Law: Principles and Policies, New York: Aspen Law Business, 1997.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
74
groun d and Con tem porary Them es, ii The Federal J udicial Power, iii The Federal Legislative Power, iv
The Federal Executive Power, v Lim its on State Regu- latory an d Taxin g Power, vi The Structure of the Con sti-
tution ’s Protection of Civil Rights an d Civil Liberties, vii Procedural Due Process, viii Econ om ic Liberties, ix
Equal Protection , x Fundam ental Rights Under Equal Protection an d Due Process, xi Expression, dan xii
Religion .
Di In don esia, juga dikenal beberapa buku yang bia- sa dijadikan pegangan oleh m ahasiswa dalam m em pe-
lajari ilm u hukum tata n egara. Di an taran ya adalah buku karya Moh. Kusn ardi dan H arm aily Ibrahim yang ber-
judul “Pengan tar H ukum Tata Negara In don esia”. Buku in i dipakai secara luas sebagai salah satu buku teks
H ukum Tata Negara di berbagai perguruan tin ggi di tanah air. Di dalam nya, dibahas m engenai 9 sem bilan
hal, yaitu 1 Pen dahuluan , 2 Ilm u Pengetahuan H u- kum Tata Negara, 3 Sum ber-Sum ber H ukum Tata Ne-
gara, 4 Kon stitusi, 5 Beberapa Azas yang dian ut oleh UUD 1945, 6 Ben tuk Negara dan Sistem Pem erintahan ,
7 Asas-Asas Kewarga-n egaraan , 8 H ak-H ak Asasi Manusia, dan 9 Sistem Pem ilihan Um um .
Dalam buku Prof. Kusum adi Pudjosewojo, berjudul “Pedom an Pelajaran Tata H ukum In donesia”,
95
dibahas khusus m en genai tata hukum In don esia. Dalam Bagian
Kedua dibahas em pat bab, yaitu Bab IV tentang Lapa- n gan-Lapan gan H ukum , Bab V tentan g H ukum Tata Ne-
gara, Bab VI tentang H ukum Tatausaha Bagian Um um , dan Bab VII tentan g H ukum Tatausaha Bagian Khusus.
Dalam Bab H ukum Tata Negara dibahas m en genai i m ateri yan g diatur dalam hukum tata negara, ii Rakyat
Negara Republik Indon esia, iii Daerah Negara Republik In don esia, iv Pen guasa Tertin ggi Negara Republik In -
95
Pudjosewojo, Op. Cit.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
75
don esia, v Beberapa asas-asas pokok hukum tata n e- gara Indon esia, dan vi Sum ber-sum ber hukum tata n e-
gara In donesia.
96
Hal yang m enarik dan dapat dianggap palin g luas cakupan pem bahasann ya adalah ilm u H ukum Tata Ne-
gara di India. Sebabnya ialah Undang-Un dang Dasar In- dia tergolon g n askah un dan g-un dan g dasar yan g palin g
tebal di dunia, sehingga m encakup keseluruhan aspek yan g pen tin g dalam aktifitas pen yelen ggaraan n egara.
Oleh karen a itu, dalam buku Durga Das Basu yang berjudul “Introduction to the Constitution of In dia” ter-
gam bar cakupan yang san gat luas itu.
97
Buku itu terdiri atas 9 sem bilan bagian, yaitu Part I terdiri atas 1 Th e
H istorical Background, 2 The Making of the Consti- tution , 3 The Philosophy of the Constitution, 4 Out-
stan din g Features of the Con stitution, 5 Nature of Fe- deral System , 6 Territory of the Un ion , 7 Citizenship,
8 Fun dam en tal Rights dan Fun dam an tal Duties, 9 Di- rective Prin ciples of State Policy, dan 10 Procedure of
Am en dm ent; Part II terdiri atas 11 The Un ion Execu- tive, an d 12 The Un ion Legislature; Part III m en cakup
13 The State Executive, 14 The Legislature, 15 The State of J am m u an d Kashm ir; Part IV berisi 16 Adm i-
nistration of Un ion Territories and Acquired Territories; Part V m en cakup 17 The New System of Pan chayats
and Mun icipalities, 18 Panchayats, 19 Municipalities;
96
Bandingkan juga dengan pendapat Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka yang mengatakan inti permasalahan Hukum Tata Negara adalah
a Status atau kedudukan yang menjadi subyekpribadi dalam Hukum Negara yaitu siapa penguasapejabat negara dan apa lembaga-lembaga
negara, serta siapa warga negara dan siapa bukan warga negara; b Role atau peranan yang meliputi kewajiaban dan hak, serta peranan wantah yang di
luar tetapi tidak bertentangan dengan hukum. Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1993, hal. 56-59.
97
Durga Das Basu, Introduction to the Constitution of India, 18
th
edition, India: Wadhwa Company, 2000.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
76
Part VI berisi 20 Adm inistration of Scheduled an d Tribal Areas; Part VII ten tan g The J udicature yan g ter-
diri atas 21 Organ isation of the J udiciary in Gen eral, 22 The Suprem e Court, dan 23 The H igh Court; Part
VIII ten tan g The Federal System yang m eliputi 24 Distribution of Legislative an d Executive Powers, 25
Distribution of Fin an cial Powers, 26 Adm in istrative Relations between the Union an d the States, 27 Inter-
State Relation s, 28 Em ergency Provisions; Part IX ten - tan g lain -lain atau “m iscellan eous” yang m en cakup 29
Rights an d Liabilities of the Governm ent and Public Ser- van ts, 30 The Services and Public Service Com m is-
sion s, 31 Election s, 32 Min orities, Scheduled Castes and Tribes, 33 Lan guages, dan 34 H ow the Consti-
tution H as Worked.
Menurut J ohn Alder, “The m ain function of a con- stitution is to prov ide the ground rules through w hich
the organisation operates”.
98
Untuk itu, m en urutn ya:
“constitution al law is differen t from other kin ds of law in that the other law s of a coun try obtain their validity
from its con stitution . Constitution al law is as it w ere the law behind the law ”.
99
Itu sebabn ya banyak sarjan a yan g m en gan ggap bahwa hukum tata n egara itu m eliputi sem ua aspek
hukum yan g berkenaan den gan n egara dan pem erin - tahan, m eskipun un tuk alasan -alasan yang bersifat prak-
tis, studi m engen ai hal itu dibatasi han ya pada soal-soal hukum dasar kon stitusi saja basic rules of the con sti-
tution. Sehubun gan den gan itu, J ohn Alder m erum us- kan lin gkup hukum tata n egara itu den gan m en gajukan
beberapa pertanyaan kunci, yaitu:
98
John Alder, Op. Cit.
99
Ibid.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
77
1 Siapa atau lem baga apakah yan g m en jalankan ber- bagai fungsi kekuasaan n egara? Biasanya kekuasaan
negara secara horizon tal dibagi ke dalam tiga cabang, yaitu i the law m aking pow er; ii the executiv e
pow er, yaitu the pow er to im plem ent and enforce the law s; an d iii the judicial pow er, yakn i the pow er to
settle disputes by apply ing the law to particular ca- ses. Di sam ping itu, kekuasaan negara juga dibagi ke
dalam struktur hierarkis an tara central and local gov ern m ent, dan m en urut tugas-tugas yan g bersifat
khusus, seperti polisi dan ten tara;
2 Apa dan bagaim anakah hubun gan an tara m asing- m asing cabang kekuasaan itu satu sam a lain , dan
secara khusus, siapa pula atau lem baga m an a yang bertindak sebagai pem egan g kata akhir dalam pe-
n gam bilan keputusan m engen ai sesuatu urusan terten tu?
3 Bagaim anakah para an ggota dan pim pin an dari caban g-caban g kekuasaan n egara tersebut ditetapkan
dan diberhentikan? Apakah pengisian jabatan keang- gotaan dan pim pin an lem baga-lem baga n egara yang
m enjalan kan fungsi-fun gsi kekuasaan negara itu di- pilih atau dian gkat, dan bagaim an akah caran ya?
4 Bagaim anakah caran ya pem erintahan dan dem ikian pula sem ua jabatan ken egaraan yan g ada dibatasi
dan dikontrol? Apakah sem ua pem egan g jabatan ke- n egaraan itu bertanggun g jawab, dan kepada siapa
m ereka m em pertanggungjawabkan kin erjanya. Apa- kah dan bagaim an akah m ekan ism e pertan ggun gja-
waban itu kepada rakyat?
5 Bagaim an a pula m ekan ism e dan prosedur un tuk m em bentuk dan m engadakan perubahan atau peng-
gan tian terhadap undan g-un dan g dasar? Men urut J ohn Alder, kelim a pertanyaan itulah
yan g m erupakan pusat perhatian hukum tata n egara the
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
78
study of the constitutional law . Nam un , jika diperhati- kan, pandan gan J ohn Alder itu bersifat terlalu m enye-
derhan akan. Lingkup m ateri pertanyaan yang diaju- kann ya dapat dikatakan sangat terbatas dan terlalu sem -
pit untuk m enggam barkan ruan g lingkup kajian hukum tata negara pada um um nya. Dalam studi hukum tata ne-
gara atau constitutional law , di m an a pun berada, selalu ditelaah m en gen ai a Kon stitusi sebagai hukum dasar
beserta berbagai aspek m engenai perkem bangannya dalam sejarah kenegaraan yang bersangkutan , proses
pem ben tukan dan perubahan nya, kekuatan m en gikatn ya dalam hierarki peraturan perun dan g-un dan gan , cakupan
substan si, ataupun m uatan isinya sebagai hukum dasar yan g tertulis; b Pola-pola dasar ketatan egaraan yang
dian ut dan dijadikan acuan bagi pengorganisasian in sti- tusi, pem ben tukan dan pen yelenggaraan organ isasi n e-
gara, serta m ekanism e kerja organisasi-organisasi negara dalam m en jalan kan fun gsi-fun gsi pem erin tahan dan
pem bangun an; c Struktur kelem bagaan n egara dan m ekan ism e hubun gan an tar organ -organ kelem bagaan
n egara, baik secara vertikal m aupun horizon tal dan dia- gonal; dan d Prin sip-prinsip kewarganegaraan dan
hubungan antara n egara dengan warga negara beserta hak-hak dan kewajiban asasi m an usia, ben tuk-ben tuk
dan prosedur pen gam bilan keputusan hukum , serta m ekan ism e perlawan an terhadap keputusan hukum .
Ten tu saja, kita dapat m erum uskan pokok bahasan hukum tata negara itu ke dalam rin cian yang lebih
terurai, tetapi dapat pula m erum uskann ya dalam garis besar saja. Lin gkup m ateri yan g dibahas, tergan tung
kepada data yan g disajikan dalam buku m asin g-m asing. Nam un , secara um um , dalam buku-buku yan g dapat
digolon gkan sebagai buku teks, keseluruhan m ateri ter- sebut di atas selalu tercakup dalam pem bahasan , m eski-
pun ada yan g m em bagin ya ke dalam 3 tiga bagian dan ada pula yan g m em baginya ke dalam 4 em pat bagian .
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
79
Misalnya, A.W. Bradley dan K.D. Ewin g,
10 0
m en yederha- n akan pokok-pokok bahasan hukum tata n egara itu
m en jadi tiga aspek, yaitu i general prin ciples of con- stitutional law ; ii The Institutions of Gov ern m ent; an d
iii The Citizens and The State, m eskipun ketiga aspek itu diuraikan secara sangat rinci oleh kedua sarjan a in i,
sehingga bukun ya sen diri m en capai 8 12 halam an tebal- n ya.
Pem bahasan yan g pertam a, m isaln ya, terdiri atas topik-topik 1 defin ition and scope of constitutional law,
2 sources and nature of con stitutional law, 3 the structure of the United Kin gdom , 4 Parliam entary sup-
rem acy, 5 the relationship between legislature, execu- tive an d judiciary, 6 the rule of law, 7 Respon sible and
accoun table govern m en t, dan 8 the Un ited Kin gdom dan Un i Eropa. Soal kedua ten tan g The In stitution s of
Govern m ent terdiri atas 9 Com position and Meeting of Parliam en t, 10 Fun ction s of Parliam en t, 11 Privileges
of Parliam en t, 12 The Crown an d the royal prerogative, 13 The Cabinet, governm ent departm ents, an d the civil
service, 14 Public bodies and regulatory agencies, 15 Foreign affairs an d the Com m on wealth, 16 the Arm ed
Forces, 17 The Treasury, public expenditure an d the econ om y, dan 18 The courts and the m achinery of
justice.
Sem en tara itu, Bagian ketiga ten tan g “The Citizen and the State” m en cakup pem bahasan m engenai 19
The n ature an d protection of hum an rights, 20 citizen - ship, im m igration and extraditions, 21 The police and
person al liberty, 22 The protection of privacy, 23 Freedom of expression , 24 Freedom of association an d
assem bly, 25 State security and official secrets, 26 Em ergency powers and terrorism . Term asuk di dalam
pem bahasan m en gen ai n egara dan warga n egara in i ada-
100
Bradley dan Ewing, Op Cit. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
8 0
lah soal hubun gan -hubun gan hak dan kewajiban secara tim bal-balik an tara n egara dan warga negara. Di dalam -
n ya, term asuk pula persoalan hak dan tan ggung jawab asasi m anusia, seperti yang diprom osikan In ter Action
Coun cil dengan “The Univ ersal Declaration of H um an R esponsibility ” tahun 1998 .