68
Tabel 4.15 di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian persepsi guru terhadap Uji sertifikasi ditinjau dari golongan ruang jumlah kuadrat
antara groups sebesar 58,125 dan rata-rata kuadrat 29,063. Jumlah kuadrat di antara groups 5069,875 dan rata-rata kuadrat 40,559. Nilai
F
hitung
= 0,717 lebih kecil dari F
tabel
= 3,07. Nilai probabilitas 0,490 lebih besar dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan menolak hipotesis alternatif. Artinya tidak
ada perbedaan persepsi guru terhadap uji sertifikasi ditinjau dari golongan ruang.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Persepsi Guru Terhadap Uji Sertifikasi Ditinjau dari Tingkat Pendidikan
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap uji sertifikasi ditinjau dari tingkat
pendidikan. Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan nilai T
hitung
0,192 lebih kecil dari T
tabel
1,974. Nilai probabilitas 0,848 lebih besar dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05. Berdasarkan
deskripsi data
tentang tingkat pendidikan guru diperoleh hasil sebagai berikut guru berpendidikan D4S1 sebanyak 56
responden, berpendidikan D4S1 sebanyak 133 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan
D4S1. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap uji sertifikasi diperoleh hasil sebagai berikut untuk kriteria sangat positif
69
sebanyak 8 responden, positif sebanyak 96 responden, cukup positif sebanyak 79 responden, negatif sebanyak 6 responden, dan sangat
negatif tidak ada responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru mempunyai persepsi positif. Hal tersebut
menunjukkan bahwa guru yang mempunyai persepsi positif setuju dengan uji sertifikasi dengan 10 komponen portofolio.
Hasil deskripsi data tingkat pendidikan guru sebagian besar berpendidikan D4S1. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru sebagian
besar telah menempuh pendidikan formal yang tinggi dan dapat mengikuti uji sertifikasi. Pada umumnya orang-orang sependapat bahwa
dengan semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai oleh seseorang maka semakin luas wawasan serta pengetahuannya pada suatu bidang
tertentu sesuai dengan profesi yang ingin diraihnya. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesamaan persepsi guru
terhadap uji sertifikasi, yaitu persepsi positif terhadap sertifikasi. Menurut peneliti adanya kesamaan persepsi tersebut disebabkan adanya
kesamaan dalam memahami informasi tentang sertifikasi sehingga membentuk pola pikir yang sama. Pola pikir seseorang tidak hanya
berkembang melalui pendidikan formal yang melekat pada dirinya saja tetapi bisa didapat dari informasi media dan perkembangan teknologi.
Persepsi yang sama menunjukkan bahwa para guru di Kecamatan Bambanglipuro setuju dengan adanya uji sertifikasi. Selain itu banyak
opini di masyarakat terhadap sertifikasi guru yang ditulis dalam media
70
cetak maupun elektronik sehingga ada kesamaan persepsi terhadap uji sertifikasi. Opini yang baik terhadap program sertifikasi ini membentuk
persepsi positif terhadap uji sertifikasi. Misalnya pernyataan bahwa program sertifikasi hendaklah jangan dipandang sebagai proses legalisasi
semata, akan tetapi harus dipandang sebagai proses untuk meningkatkan kompetensi guru. Ini berarti guru setuju dengan komponen uji sertifikasi
yang meliputi kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman pengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran,
penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman
berorganisasi, dan penghargaan yang relevan dari pemerintah. Para guru setuju penyelenggaraan uji sertifikasi oleh perguruan
tinggi yang ditunjuk oleh pemerintah. Ini berarti mereka dapat menerima terhadap penilaian portofolio dimaksudkan untuk membentuk guru yang
profesional. Mereka berpendapat jika profesional pasti akan dihargai dengan tunjangan yang lebih baik dari pemerintah. Pola pikir tersebut
yang menjadi alasan mengapa guru di Kecamatan Bambanglipuro memiliki persepsi yang sama terhadap sertifikasi.
2. Persepsi Guru Terhadap Uji Sertifikasi Ditinjau dari Status Guru.
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap uji sertifikasi ditinjau dari status guru.
Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan nilai F
hitung
= 2,592
71
lebih kecil dari F
tabel
= 3,04. Nilai probabilitas 0,078 lebih besar dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05. Berdasarkan deskripsi data diketahui guru berstatus PNS sebanyak
128 responden, berstatus GTY sebanyak 25 responden, dan berstatus GTT sebanyak 36. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berstatus PNS. Deskripsi data tentang persepsi guru terhadap uji sertifikasi ditinjau dari status guru diketahui kriteria sangat positif
sebanyak 8 responden, positif sebanyak 96 responden, cukup positif sebanyak 79 responden, negatif sebanyak 6 responden, dan sangat
negatif tidak ada responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru mempunyai persepsi positif. Hal tersebut
menunjukkan bahwa guru setuju dengan uji sertifikasi yang terdiri dari 10 komponen portofolio.
Hasil deskripsi data tentang status guru sebagian besar guru berstatus PNS. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru
diangkat dan bekerja dalam suatu instansi milik pemerintah serta guru dipekerjakan di suatu instansi swasta tetapi tetap digaji oleh negara.
Guru yang berstatus non PNS dipandang akan menjalankan tugas lebih berat untuk bisa menaikkan statusnya dibanding guru yang berstatus
PNS. Hal ini dikarenakan, meskipun jam mengajar guru PNS lebih sedikit dan kurang berprestasi tidak akan mengubah statusnya dan akan
tetap memperoleh kenaikan pangkat yang berkala. Berbeda dengan guru yang berstatus non PNS, mereka perlu kerja keras menunjukkan
72
keprofesionalnya untuk mendapatkan kenaikan pangkat. Latar belakang status guru ini yang akan menimbulkan perbedaan persepsi terhadap
sertifikasi. Sebaliknya, hasil penelitian menunjukkan adanya kesamaan
persepsi guru terhadap uji sertifikasi, yaitu persepsi positif terhadap sertifikasi. Menurut peneliti adanya kesamaan persepsi tersebut
disebabkan adanya kesamaan dalam memahami informasi tentang sertifikasi sehingga membentuk pola pikir yang sama. Pola pikir
seseorang tidak hanya berkembang melalui status kepegawaian yang melekat pada dirinya saja tetapi bisa didapat dari informasi media dan
perkembangan teknologi. Karena ada kesamaan persepsi berarti para guru di Kecamatan Bambanglipuro setuju dengan 10 komponen
portofolio yang dirasa memberatkan bagi guru yang berstatus non PNS. Selain itu, banyak opini di masyarakat terhadap sertifikasi guru yang
ditulis dalam media cetak maupun elektronik yang menambah pengetahuan mereka sehingga ada kesamaan persepsi terhadap uji
sertifikasi. Opini yang baik terhadap program sertifikasi ini membentuk persepsi positif terhadap uji sertifikasi. Misalnya pernyataan bahwa
program sertifikasi hendaklah jangan dipandang sebagai proses legalisasi semata, akan tetapi harus dipandang sebagai proses untuk meningkatkan
kompetensi guru. Para guru setuju dengan hal itu karena meskipun berat dalam mengumpulkan poin 850 dalam penilaian portofolio tetapi guru
memandang bahwa profesionalisme dalam mengajar harus
73
diperjuangkan. Mereka berpendapat jika profesional pasti akan dihargai dengan tunjangan yang lebih baik dari pemerintah. Pola pikir tersebut
yang menjadi alasan mengapa guru di Kecamatan Bambanglipuro memiliki persepsi yang sama terhadap sertifikasi.
3. Persepsi Guru Terhadap Uji Sertifikasi Ditinjau dari Golongan Ruang.
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi guru terhadap uji sertifikasi ditinjau dari golongan
ruang. Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan nilai F
hitung
= 0,717 lebih kecil dari F
tabel
= 3,07. Nilai probabilitas 0,490 lebih besar dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05. Berdasarkan
deskripsi data
diketahui guru bergolongan IIa-IId sebanyak 12 responden, bergolongan IIIa-IIId sebanyak 74 responden,
dan bergolongan IVa-IVe sebanyak 42 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden bergolongan IIIa-IIId.
Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap uji sertifikasi diperoleh hasil untuk kriteria sangat positif sebanyak 5 responden,
positif sebanyak 69 responden, cukup positif sebanyak 51 responden, negatif sebanyak 3 responden, dan sangat negatif tidak ada responden.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru mempunyai persepsi positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru yang mempunyai
persepsi positif setuju dengan uji sertifikasi dengan 10 komponen portofolio.
74
Hasil deskripsi data tentang golongan ruang guru sebagian besar bergolongan IIIa-IIId. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
guru mempunyai tingkat pendidikan, jam mengajar yang lama, dan prestasi sebagai guru yang baik. Golongan ruang seorang guru erat
kaitannya dengan tingkat pendidikan, jam mengajar, dan prestasi seorang guru. Semakin tinggi tingkat pendidikan, jam mengajar, dan prestasinya
maka semakin tinggi golongan ruang seorang guru. Hal tersebut akan berdampak pada tunjangan yang akan diperoleh dalam sertifikasi. Hal ini
yang diduga akan menimbulkan persepsi yang berbeda terhadap uji sertifikasi.
Sebaliknya, hasil penelitian ini menunjukkan kesamaan persepsi terhadap uji sertifikasi. Kesamaan persepsi tersebut disebabkan adanya
kesamaan dalam memahami informasi tentang sertifikasi sehingga membentuk pola pikir yang sama. Pola pikir seseorang tidak hanya
berkembang melalui golongan ruang yang melekat pada dirinya saja tetapi bisa didapat dari informasi media dan perkembangan teknologi.
Karena ada kesamaan persepsi berarti para guru di Kecamatan Bambanglipuro setuju dengan 10 komponen portofolio. Selain itu
banyak opini dimasyarakat terhadap sertifikasi guru yang ditulis dalam media cetak maupun elektronik sehingga ada kesamaan persepsi
terhadap uji sertifikasi. Opini yang baik terhadap program sertifikasi ini membentuk persepsi positif terhadap uji sertifikasi. Misalnya pernyataan
bahwa program sertifikasi hendaklah jangan dipandang sebagai proses
75
legalisasi semata, akan tetapi harus dipandang sebagai proses untuk meningkatkan kompetensi guru. Para guru setuju dengan hal itu karena
meskipun berat dalam mengumpulkan poin 850 dalam penilaian portofolio tetapi guru memandang tidak hanya tunjangan saja yang
dibutuhkan tetapi profesionalisme dalam mengajar itu yang harus diperjuangkan. Mereka perpendapat jika profesionalisme mereka baik,
pasti akan dihargai dengan tunjangan yang lebih baik dari pemerintah. Pola pikir tersebut yang menjadi alasan mengapa guru di Kecamatan
Bambanglipuro memiliki persepsi yang sama terhadap sertifikasi.
76
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN,