Aspek Fisik Aspek Psikologis

individu dipengaruhi oleh faktor sosial. Adanya pengaruh faktor sosial terhadap perkembangan konsep diri individu telah dibuktikan oleh Rosenberg Pudjijogyanti, 1998. Dijelaskan bahwa perkembangan konsep diri tidak terlepas dari pengaruh status sosial, agama dan ras. Dijelaskan bahwa individu yang berstatus sosial tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang berstatus sosial rendah. c. Belajar Konsep diri merupakan produk belajar. Proses belajar ini terjadi setiap hari dan umumnya tidak disadari oleh individu. Belajar di sini diartikan sebagai perubahan psikologis yang relatif permanen yang terjadi sebagai konsekuensi dari pengalaman Hilgard dan Bower, dalam Calhoun, 1990. Seorang anak yang pendek, melalui pengalamannya dipanggil “udang” oleh teman-temannya, akan tahu bahwa pendek bukanlah sifat yang dihargai paling tidak bagi anak laki-laki dan oleh karena itu meragukan harga dirinya

3. Aspek-aspek Konsep Diri

Agustiani 2006: 139-141, membagi konsep diri dalam beberapa aspek-aspek seperti berikut ini :

a. Aspek Fisik

Aspek fisik meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu mengenai penampilan, kesesuaian dengan jenis kelamin, arti pentingnya tubuh, dan perasaan gengsi di hadapan orang lain yang disebabkan oleh keadaan fisiknya.

b. Aspek Psikologis

Aspek ini meliputi penilaian individu terhadap keadaan psikis dirinya, seperti perasaan mengenai kemampuan atau ketidakmampuannya. Peranan tersebut akan berpengaruh terhadap rasa percaya diri dan harga dirinya. c. Aspek Moral Aspek moral merupakan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah dalam kehidupan individu atau seseorang dalam memandang nilai etika moral bagi dirinya, seperti kejujuran, tanggungjawab atas kegagalan yang dialaminya, religiusitas serta perilakunya nilai-nilai hidup yang dijalaninya. d. Aspek Sosial Aspek ini meliputi kemampuan individu dalam berhubungan dengan dunia diluar dirinya seperti perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain secara umum, yaitu mencakup hubungan antara individu dengan keluarga dan individu dengan lingkungan. 4. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konsep Diri Positif Konsep diri seseorang dapat bergerak di dalam kesatuan dari positif ke negatif Burns, 1979. Hal ini berkaitan langsung dengan respon lingkungan sosial individu, terutama orang-orang penting terdekatnya, terhadap diri individu. Respon di sini adalah persepsi orang tua atau orang- orang terdekat dalam memandang diri seseorang. Jika seorang anak memperoleh perlakuan yang positif, maka ia akan mengembangkan konsep diri yang positif pula. Individu juga tidak akan ragu untuk dapat membuka diri dan menerima masukan dari luar sehingga konsep dirinya menjadi lebih dekat pada kenyataan. Suatu konsep diri yang positif sama dengan penghargaan diri dan penerimaan diri yang positif. Coopersmith dalam Partosuwido, 1992 mengemukakan karakteristik remaja dengan konsep diri positif, yaitu bebas mengemukakan pendapat, cenderung memiliki motivasi tinggi untuk mencapai prestasi, mampu mengaktualisasikan potensinya, dan mampu menyeleraskan diri dengan lingkungannya. Pendapat-pendapat tersebut sejalan dengan ungkapan Brooks dan Emmert dalam Rakhmat, 1996 yang menyatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat, serta mampu memperbaiki diri dengan mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha merubahnya. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif akan menyukai dirinya sendiri dan cukup mampu menghadapi dunia. Ia mampu mencapai prestasi tinggi dan menjalani kehidupan secara efektif, baik untuk keberadaan dirinya maupun orang-orang lain di sekitarnya.

B. Panti Asuhan