Peningkatan konsep diri remaja panti asuhan melalui layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan metode sosiodrama penelitian tindakan bimbingan pada remaja Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta

(1)

PANTI A KELOMPOK DE (PENELITIAN ASUHAN G

Diaj M Pr

PROGRA FAKULT

i

ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBING ENGAN MENGGUNAKAN METODE SOS N TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMA

GHIFARI TURI YOGYAKARTA TAHUN

SKRIPSI

ajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh : Widya Wulan Hapsari

NIM: 091114030

RAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSEL JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

LTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIK UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2014

NGAN

OSIODRAMA AJA PANTI

N 2013)

LING IKAN


(2)

ii

PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN

KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI


(3)

iii

PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN

KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI


(4)

iv

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi, yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 8 Januari 2014

Penulis


(5)

v

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Widya Wulan Hapsari

No Induk Mahasiswa : 091114030

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI ASUHAN GHIFARI TURI YOGYAKARTA TAHUN 2013).

Beserta perangkat yang diperlukan bila ada. Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin saya maupun yang memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 8 Januari 2014

Yang menyatakan


(6)

vi

MOTTO

“TOO FAST TO LIVE, TOO YOUNG TO DIE”

“MAKE IT RIGHT EVERYTHING THAT I DO”

“Orang tua kita adalah anugerah terbesar di dalam sebuah

kehidupan”

“Selalu menjadi diri sendiri dan jangan pernah menjadi orang

lain meskipun mereka tampak lebih baik dari diri kita”

“Awali segala kegiatan dengan berdoa, optimis, dan yakin untuk

melakukan yang terbaik pada setiap kegiatan yang dikerjakan”

Skripsi ini kupersembahkan untuk : Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan kesehatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Orangtuaku terkasih Bapak Wijo Purnomo, BA dan Mama Diah Pancawati, S.Pd yang selalu berdoa untuk kelancaran dan keberhasilan studi ini.

Kekasihku tercinta Wiratama Rahman yang selalu mendukung dan menjadi motivasi bagiku.

Almamater Universitas Sanata Dharma, khususnya Program Studi Bimbingan dan Konseling.


(7)

vii

PENINGKATAN KONSEP DIRI REMAJA PANTI ASUHAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN

KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA (PENELITIAN TINDAKAN BIMBINGAN PADA REMAJA PANTI

ASUHAN GHIFARI TURI YOGYAKARTA TAHUN 2013)

Widya Wulan Hapsari Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2014

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan konsep diri remaja Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta dalam bimbingan kelompok menggunakan metode sosiodrama. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan pembina panti. Subjek penelitian berjumlah 17 anak Panti Asuhan Ghifari.

Penelitian terdiri dari dua siklus, setiap pertemuan dilakukan 1 x 45 menit. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, angket, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Pedoman observasi digunakan setiap bimbingan berlangsung, angket digunakan setiap akhir siklus. Pedoman wawancara dan catatan lapangan dibuat setiap bimbingan berlangsung. Dokumentasi dilakukan menggunakan kamera untuk mengambil gambar dan merekam tindakan.

Berdasarkan hasil analisis angket konsep diri dalam mengikuti bimbingan, observasi konsep diri mengikuti bimbingan, wawancara kepada pembina panti asuhan dan remaja panti asuhan, dan catatan lapangan ditemukan adanya peningkatan konsep diri remaja panti asuhan melalui layanan bimbingan kelompok menggunakan metode sosiodrama. Hal ini ditunjukkan dengan: (1) Data hasil observasi konsep diri anak pada pra tindakan dengan persentase 43,9 % dengan kategori rendah, dilakukan tindakan siklus I dengan persentase 65,08 % dengan kategori sedang. Dari hasil observasi siklus I dilakukan tindakan siklus II mengalamai peningkatan menjadi 90,46 % dengan kategori sangat tinggi. (2) Data hasil angket konsep diri anak mengalami peningkatan dari pra tindakan ke siklus 1 sebesar 32,7 % menjadi 38,8 %. Data hasil tindakan siklus I ke siklus II sebesar 38,8 % menjadi 44,3 %. Dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi diperoleh keterangan bahwa remaja di panti asuhan memiliki konsep diri yang baik. Berdasarkan data hasil observasi konsep diri, hasil angket konsep diri, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa konsep diri remaja di Panti Asuhan Ghifari meningkat setelah mengikuti bimbingan kelompok menggunakan metode sosiodrama.


(8)

viii

IMPROVING THE ADOLESCENTS’ SELF-CONCEPT IN ORPHANAGE THROUGH GROUP COUNSELING BY USING

SOCIO-DRAMA METHOD (A RESEARCH ON GUIDANCE TOWARDS THE ADOLESCENTS’ OF GHIFARI ORPHANAGE TURI YOGYAKARTA IN

2013) by

Widya Wulan Hapsari Sanata Dharma University

Yogyakarta 2014

This study aims at improving the adolescents’ self-concept in Ghifari Orphanage Turi Yogyakarta through group counseling by using socio-drama method. This study is an action research of guidance and counseling which was conducted collaboratively with the orphanage coaches. The subject is 17 adolescents who live at Ghifari Orphanage Turi Yogyakarta.

This study consists of two cycles, each meeting is carried out in 1 x 45 minutes. The data collection techniques used are observation, questionnaire, interview, field note and documentation. The observation guidance is used during the guidance and the questionnaire is used at the end of the cycle. The interview and field notes are made when the guidance is on progress. The documentation is conducted by using camera to take pictures as well as to record the event.

Based on the analysis result of self-concept questionnaire in following the guidance, self-concept observations in following guidance, interview to the orphanage coaches and adolescents in orphanage, and also the field notes, there is found an improvement of self-concept joining the adolescents group counseling service by using socio-drama method. This is shown by (1) Observation data of self-concept at the pre-action with the percentage of 43.9% in moderate category, and followed by cycle I with the percentage of 65.86% in moderate category. From the cycle I observation, the cycle II is carried out and there is improvement with the percentage of 90.46% in high category. (2) The data from adolescents’ self-concept questionnaire increase from pre-action to cycle I by 32.7% to 38.8%. The data from cycle I to cycle II increases with the percentage of 38.8% to 44.3%. From the interviews, field notes, and documentations, it can be concluded that the adolescents in this orphanage have good self-concept. Based on the observations data of self-concept, questionnaire of self-concept, interviews, field notes and documentations, it can be concluded that the adolescents’ self-concept in Ghifari orphanage has increased after they are participating in group counseling by using socio-drama method.


(9)

ix

Puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, cinta dan hidayah, kekuatan dan dukungan serta kasih-Nya yang begitu besar pada saya dalam proses pembuatan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir yang menjadi syarat kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bimbingan dan Konseling.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu saya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Dosen Pembimbing yang tulus memberi petunjuk, bimbingan, perhatian selama proses skripsi, dan memberikan dukungannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Segenap Dosen dan Karyawan Bimbingan dan Konseling yang telah banyak mendukung studi sehingga dapat menyelesaikan skripsi pada waktunya.

3. Bapak Marwanto selaku pembina Panti Asuhan Ghifari yang telah mengizinkan pelaksanaan penelitian dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Para anak-anak SMP Panti Asuhan Ghifari yang dengan senang hati menerima peneliti, bekerjasama, dan memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.


(10)

x

Diah Pancawati S.Pd yang selalu memberi dukungan doa, perhatian, dan kasih sayang selama menjalani studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Ketiga Adikku tersayang Novian Widhi Hapsoro, Aulia Widya Purnamasari dan Widya Adnin Wijayanti yang selalu memberikan dukungan, doa dan kasih sayang.

7. Wiratama Rahman yang telah setia mendukung dalam doa, perhatian, dan kasih sayangnya selama ini.

8. Teman-teman Prodi Bimbingan dan Konseling angkatan 2009 yang telah menjalin kebersamaan dan persahabatan selama saya mengikuti perkuliahan dan segala bentuk bantuan dalam penyelesaian skripsi.

9. Temen-temenku tercinta Galih, Nasa, Florent, Jarot, Anno, Erna, Grace, Sita, Intan, dan teman-teman Futsal Asoy Geboy terimakasih atas doa dan dukungan kalian.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentu memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Penulis


(11)

xi

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN A.Konsep Diri ... 10

1. Pengertian Konsep Diri ... 10

2. Faktor-faktor Pembentuk Konsep Diri... 12

3. Aspek-aspek Konsep Diri ... 13

4. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konsep Diri Positif ... 14

B. Panti Asuhan ... 16

C.Konsep Diri Remaja di Panti Asuhan ... 19

D.Bimbingan Kelompok ... 21

1. Pengertian Bimbingan Kelompok ... 21


(12)

xii

4. Keuntungan-keuntungan Bimbingan Kelompok ... 27

E. Metode Sosiodrama ... 27

1. Pengertian Metode Sosiodrama ... 27

2. Unsur-unsur Drama ... 30

3. Tujuan Metode Sosiodrama ... 32

4. Kekuatan-kekuatan Sosiodrama Sebagai Startegi Peningkatan Konsep Diri Remaja ... 33

5. Langkah-langkah Penggunaan Sosiodrama Dalam Pelayanan Bimbingan Kelompok ... 34

F. Kerangka Berpikir ... 35

G.Hipotesis Tindakan ... 36

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 37

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 38

C.Setting Penelitian ... 38

D.Jadwal Penelitian ... 39

E. Prosedur Penelitian ... 39

F. Teknik Pengumpulan dan Instrumen Penelitian ... 44

G.Uji Coba ... 48

H.Teknik Analisis Data ... 50

I. Indikator Keberhasilan... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Kelas ... 55

1. Pra Tindakan ... 56

a. Perencanaan ... 56

b. Pelaksanaan Pra Tindakan ... 58

c. Data Hasil Observasi dan Hasil Angket Pra Tindakan ... 63

d. Refleksi... 64

2. Siklus I ... 66

a. Perencanaan ... 67

b. Pelaksanaan Tindakan ... 68

c. Data Hasil Observasi dan Hasil Angket Siklus I... 75

d. Refleksi... 76

3. Siklus II ... 77

a. Perencanaan ... 77

b. Pelaksanaan Tindakan ... 78

c. Data Hasil Observasi dan Hasil Angket Siklus II ... 85


(13)

xiii

B. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling ... 87

1. Hasil Analisis Peningkatan Capaian Skor Konsep Diri Anak ... 87

2. Hasil Analisis Data Lembar Observasi Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 93

3. Hasil Wawancara ... 99

4. Hasil Uji t ... 102

C.Pembahasan ... 103

D.Keterbatasan Penelitian ... 108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112


(14)

xiv

Halaman

Tabel 1 : Jadwal Kegiatan Penelitian ... 39

Tabel 2 : Panduan Observasi Indikator Siswa ... 44

Tabel 3 : Kisi-kisi Angket Konsep Diri ... 46

Tabel 4 : Pedoman Wawancara Pembina Panti dan Siswa ... 48

Tabel 5 : Kriteria Hasil Persentase Skor Konsep Diri... 52

Tabel 6 : Kriteria Hasil Persentase Observasi Skor Konsep Diri... 53

Tabel 7 : Jadwal Pelaksanaan Penelitian di Panti Asuhan Ghifari... 55

Tabel 8 : Hasil Observasi Pra Tindakan ... 64

Tabel 9 : Penggolongan Skor Konsep Diri Tahap Pra Tindakan ... 64

Tabel 10 : Analisis Hasil Observasi Sosiodrama Siklus I ... 76

Tabel 11 : Penggolongan Skor Konsep Diri Siklus I ... 76

Tabel 12 : Analisis Hasil Observasi Konsep Diri Terhadap Proses Pelaksanaan Sosiodrama Siklus II ... 86

Tabel 13 : Penggolongan Skor Konsep Diri Siklus II ... 86

Tabel 14 : Capaian Skor Perkembangan Konsep Diri ... 88

Tabel 15 : Data Hasil Obervasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 94

Tabel 16 : Skor Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, Siklus II Dalam Skala 100 ... 95

Tabel 17 : Data Rekap Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 96

Tabel 18 : Deskripsi Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 97


(15)

xv

Halaman

Grafik 1 : Grafik Perbandingan Pra Tindakan dan Siklus I ... 90

Grafik 2 : Grafik Perbandingan Siklus I dan Siklus II ... 91

Grafik 3 : Grafik Perbandingan Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 92

Grafik 4 : Grafik Perkembangan Capaian Skor Konsep Diri Antar Siklus... 93

Grafik 5 : Grafik Perbandingan Skor Hasil Observasi Konsep Diri Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 96

Grafik 6 : Grafik Perbandingan Hasil Observasi Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 98


(16)

xvi

LAMPIRAN 1

1.1 SPB Pra Tindakan (Konsep Diri) ... 116

1.2 SPB Siklus I (Percaya Diri) ... 125

1.3 SPB Siklus II (Tanggung Jawab) ... 131

1.4 Daftar Hadir Siswa ... 137

1.5 Naskah Drama Siklus I ... 138

1.6 Naskah Drama Siklus II ... 140

LAMPIRAN 2 2.1 Lembar Observasi Konsep Diri... 146

2.2 Hasil Lembar Observasi Konsep Diri ... 147

2.3 Analisis Hasil Lembar Observasi Konsep Diri ... 152

LAMPIRAN 3 3.1 Lembar Angket Konsep Diri ... 155

3.2 Hasil Perolehan Skor Angket Konsep Diri ... 159

3.3 Analisis Hasil Angket Konsep Diri ... 161

LAMPIRAN 4 4.1 Catatan Lapangan ... 162

4.2 Dokumentasi Foto-foto Penelitian ... 167

LAMPIRAN 5 5.1 Validitas dan Reliabilitas ... 170

LAMPIRAN 6 6.1 Surat Keterangan Ijin Penelitian ... 171


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mepaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Disadari atau tidak, setiap individu harus menjalani tuntutan tugas perkembangan. Hurlock (1978) mengemukakan bahwa individu senantiasa akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua. Pada setiap tahap perkembangan, individu harus menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Tugas-tugas tersebut disebut juga dengan Tugas-tugas perkembangan. Selama menjalani tugas perkembangan, individu akan dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan.

Individu yang menjalani masa remaja juga akan menghadapi berbagai macam permasalahan dalam menyelesaikan tugas perkembangan. Masa remaja itu sendiri adalah masa peralihan atau masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Banyak sekali perubahan yang dialami individu dalam masa ini. Perubahan tersebut menyangkut aspek fisik, emosi, sosial, dan moral. Dari berbagai perubahan yang terjadi dalam diri remaja tersebut, remaja harus menemukan dirinya sesuai dengan keinginan dirinya sendiri dan juga tuntutan lingkungan sekitarnya. Remaja dalam


(18)

menemukan jati diri tersebut, tak jarang mengalami krisis kepercayaan diri, perasaan, dan pikiran.

Hurlock (2004:207) mengemukakan masa peralihan merupakan periode dimana individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Adanya masalah yang mereka hadapi serta tuntutan tugas perkembangan yang tetap harus mereka penuhi, remaja perlu memiliki suatu pegangan yang kuat. Hal ini bertujuan agar masalah-masalah yang dihadapi tidak mempengaruhi tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Hal ini konsep diri memiliki peranan penting. Konsep diri sangat memberikan pengaruh dalam pembentukan pemikiran, perasaan, dan emosi diri remaja.

Cara pandang remaja terhadap dirinya itulah yang disebut dengan konsep diri. Konsep diri merupakan hasil refleksi dari memandang, merasakan dan pengalaman individu dalam menjalani hidupnya. Bagaimana seseorang memandang dirinya akan turut menentukan cara yang bersangkutan menjalani hidupnya. Konsep diri yang positif, individu akan menjalani kehidupannya dengan baik pula. Sebaliknya, jika individu memiliki konsep diri yang negatif maka kehidupannya akan dirasakan kurang baik.

Bagaimana keluarga dengan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan. Konsep diri positif akan terbentuk jika remaja tersebut tinggal dengan orang tua yang perhatian dan mendapatkan kasih sayang yang lebih dari keluarga terdekatnya. Namun tidak semua anak beruntung untuk


(19)

mendapatkan kasih sayang atau binaan dari orang tua. Ada anak yang sejak kecil tidak mempunyai orang tua, atau tidak mempunyai orang tua yang utuh, atau diantara mereka keadaan orang tuanya tidak memungkinkan untuk memberikan pembinaan dan pemeliharaan kepada anaknya karena keterbatasan materi atau biaya, maka biasanya anak-anak tersebut akan dibina di panti asuhan.

Pusat penelitian kependudukan (2009), panti asuhan adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat yang bertujuan untuk membantu atau memberikan bantuan terhadap individu, kelompok masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan kehidupan sosial yang dapat berfungsi sosial. Panti asuhan dapat menggantikan sementara fungsi keluarga dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi anak, baik fisik, mental dan sosial, bila orang tua yang pertama-tama memberikan pembinaan pada anak sudah tidak ada, tidak diketahui adanya atau nyata-nyata tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Maka peran dari lembaga panti asuhan sangat penting karena di dalam panti asuhan, anak akan dibina dan diajarkan berbagai macam hal yang menyangkut dengan kepribadian anak.

Melihat hal ini peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai perilaku remaja yang tinggal di panti asuhan terkait dengan pemahaman konsep diri mereka. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh remaja selama tinggal di panti asuhan akan berpengaruh terhadap pandangan terhadap dirinya sendiri. Pengalaman seperti patuh terhadap peraturan yang ada di dalam


(20)

panti asuhan, bertemu dengan orang yang sama setiap harinya dan bagaimana remaja tersebut dapat menjaga sikapnya selama tinggal di panti asuhan. Pandangan yang dimiliki, akan menentukan bagaimana remaja akan bertindak dalam kehidupannya kelak, pengalaman yang didapatkan atau yang mereka alami itu akan mempengaruhi konsep diri remaja.

Remaja kadang menjadi malu, kurang percaya diri, tidak berani untuk tampil didepan umum karena dengan latar belakang yang mereka miliki, sehingga kadang menjadi sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu terkait dengan permasalahan yang dialami remaja mengenai konsep diri, jika tidak segera ditangani maka akan menimbulkan berbagai macam dampak terkait dengan konsep diri negatif seperti permasalahan akademis, sosial, dan pribadi. Oleh karena itu, anak-anak di panti asuhan membutuhkan bantuan layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkan konsep diri mereka di panti asuhan.

Melalui layanan bimbingan kelompok, remaja yang tinggal di panti asuhan diharapkan mampu mengembangkan kepribadiannya secara optimal dengan melihat kemampuan dan potensi yang dimiliki. Bimbingan diberikan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut mampu memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan mampu bertindak wajar. Bimbingan yang diberikan secara berkesinambungan mampu membantu individu dalam menyelesaikan tahap perkembangan yang harus dicapai. Peran pembimbing atau konselor yang mendampingi remaja dalam melakukan bimbingan kelompok sangat diperlukan, karena


(21)

konselor harus dengan sepenuh hati dan bersabar dalam melaksanakan bimbingan. Terlihat dari waktu dalam melakukan pelayanan, dikarenakan pembimbing harus bisa menyesuaikan dengan jadwal kegiatan yang sudah dibentuk di panti asuhan. Adanya waktu khusus untuk melakukan kegiatan dimana anak dikembangkan kepribadiannya melalui layanan bimbingan kelompok.

Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat observasi, remaja di Panti Asuhan Ghifari sebagian besar memiliki konsep diri negatif, misalnya saja bersikap pesimis yang meragukan kemampuannya sendiri, tidak percaya diri, malu untuk berbicara dan kurang memperhatikan ketika peneliti sedang berbicara. Bahkan ketika peneliti menanyakan kepada pembina panti dengan hasil pengamatan yang peneliti analisis, memang begitu keadaan remaja yang tinggal di panti asuhan. Banyak dari mereka yang tidak menyukai dan menghormati diri sendiri, mudah terpengaruh oleh bujukan dari luar seperti tidak menghargai ketika peneliti sedang menjelaskan, merasa aneh dan asing terhadap diri sendiri sehingga sulit bergaul. Salah satu cara yang ditempuh untuk mengetahui dan memperbaiki konsep diri remaja di Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta adalah dengan melakukan penelitian tindakan bimbingan di panti asuhan tersebut.

Perbaikan konsep diri anak di Panti Asuhan Ghifari dalam penelitian ini dilakukan melalui layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan metode sosiodrama. Cara ini dilakukan agar remaja yang tinggal di panti


(22)

asuhan diharapkan mampu mendemonstrasikan masalah-masalah yang terkait dengan konsep diri mereka. Endraswara (2011: 11), drama adalah seni cerita dalam percakapan dan akting tokoh. Drama membutuhkan penggarapan tokoh yang mendalam dan penuh pertimbangan. Yang digarap adalah akting, agar memukau penonton. Aristoteles (Brahim, 1968: 52) menyatakan bahwa drama adalah “a representation of an action”. Action, adalah tindakan yang kelak menjadi akting. Drama pasti ada akting. Drama itu terjadi “a play”, artinya permainan atau lakon. Jadi ciri utama drama harus ada lakon dan akting. Permainan penuh dengan sandi dan simbol, yang menyimpan kisah dari awal hingga akhir. Daya simpan kisah ini yang menjadi daya tarik drama. Drama yang terlalu mudah ditebak, justru kurang menarik.

Sosiodrama ini adalah metode atau cara yang digunakan pembimbing agar mampu mengajak remaja yang tinggal di panti asuhan tersebut bisa mengekspresikan gambaran dirinya secara optimal. Metode sosiodrama bertujuan agar peserta mampu mengolah kemampuan dirinya yang masih kurang, terkait dengan konsep diri yang ada didalam diri mereka.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam upaya mencapai tujuan penelitian ini, yaitu untuk meningkatkan konsep diri remaja panti asuhan, maka penulis melakukan penelitian tindakan bimbingan dan konseling dengan judul “Peningkatan Konsep Diri Remaja Panti Asuhan Melalui


(23)

Sosiodrama (Penelitian Tindakan Bimbingan Pada Remaja Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta Tahun 2013)”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah konsep diri remaja panti asuhan dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan metode sosiodrama ?

2. Bagaimanakah peningkatan skor-skor konsep diri antar siklus dalam penelitian ini ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Meningkatkan konsep diri remaja panti asuhan melalui layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan metode sosiodrama. 2. Mengukur peningkatan konsep diri remaja antar siklus dalam

mengikuti layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan metode sosiodrama pada remaja Panti Asuhan Ghifari Yogyakarta.


(24)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak : 1. Manfaat Teoritis :

Mampu memberikan sumbangan terhadap tambahan

pengetahuan bidang pendidikan khususnya dalam peningkatan kualitas pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) dengan penerapan metode sosidorama yang semakin inovatif.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Remaja Panti asuhan

1) Membantu mereka untuk lebih optimal dan

mengembangkan konsep dirinya.

2) Membangkitkan niat/kesadaran siswa untuk mengusahakan perubahan/perbaikan sikap, perilaku, nilai-nilai ke arah yang lebih baik (membentuk konsep diri yang lebih baik). 3) Meningkatkan aktivitas remaja dalam mengikuti layanan

bimbingan kelompok. b. Bagi Peneliti

1) Peneliti mendapat kesempatan untuk berlatih dan mengasah

keterampilan melalui penerapan penelitian tindakan

bimbingan konseling sehingga dapat memperbaiki kinerja pelayanan bimbingan kelompok.

2) Peneliti belajar menerapkan strategi penyajian layanan bimbingan kelompok secara lebih bervariasi, sehingga


(25)

meningkatkan gairah peserta layanan dalam mengikuti penyajian layanan bimbingan kelompok.

c. Bagi Pengasuh

Peneliti berharap dari penelitian ini dapat memberikan informasi bagi pihak panti asuhan, terutama pengasuh panti asuhan tentang pentingnya konsep diri pada remaja panti asuhan sehingga dapat digunakan untuk perkembangan diri remaja panti asuhan.

E. Definisi Operasional

1. Konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang dirinya sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang diperoleh melalui interaksinya dengan orang lain yang ditandai dengan keberanian untuk tampil.

2. Metode sosiodrama adalah upaya memecahkan masalah yang terjadi pada siswa dalam konteks hubungan sosial dengan teman sebayanya yang dengan cara mendramakan masalah-masalah yang terjadi melalui drama.

3. Bimbingan kelompok adalah layanan yang membantu siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang didalamnya terdapat kurang lebih 10 peserta.


(26)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Dalam bab dijelaskan pengertian konsep diri, faktor-faktor pembentuk konsep diri, aspek-aspek konsep diri, karakteristik remaja yang memiliki konsep diri positif, panti asuhan, konsep diri remaja di panti asuhan, bimbingan kelompok, metode sosiodrama, kerangka pikir, dan hipotesis tindakan.

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya (Hurlock, 1978). Menurut Brook (Rakhmat, 1985) mengatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi mengenai diri sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis, yang diperoleh melalui pengalaman individu dalam interaksinya dengan orang lain. Dari kedua definisi tersebut dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang diri sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang diperoleh interaksinya dengan orang lain.

Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai pandangan atau penilaian, perasaan, pemikiran individu terhadap dirinya, meliputi kemampuan karakter dan sikap. Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku. Artinya apabila individu berpikir dan berkeyakinan akan berhasil, ini akan menjadi kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menjadi sukses. Sebaliknya apabila individu


(27)

berpikir dan berkeyakinan gagal, hal ini sama saja dengan mempersiapkan kegagalan dalam dirinya.

Ahli lain Atwater (Desmita, 2011) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Menurut (Tim musyawarah guru BK Provinsi DKI jakarta, 2010) dikatakan bahwa konsep diri bukan sesuatu yang bersifat mati dan statis. Konsep diri terbentuk dan berubah karena interaksi dengan lingkungan dan wawasan yang dimilikinya. Apabila individu berinteraksi dengan lingkungan secara positif dan berwawasan positif, maka hal itu akan membentuk konsep diri secara positif, demikian pula sebaliknya. Konsep diri memiliki 3 unsur yaitu :

a. Pengetahuan terhadap diri sendiri adalah wawasan terhadap dirinya, kelebihan, dan kekurangannya dalam segala aspek. Contoh : nama saya Hani, tinggi badan 167 cm, saya senang bermain musik, menyukai bahasa Inggris dan pemalu.

b. Penghargaan terhadap diri sendiri (diri ideal) ialah harapan terhadap diri secara ideal di masa yang akan datang. Contohnya, saya ingin menjadi orang yang jujur, takwa, dan menjadi pengusaha.

c. Penilaian terhadap diri sendiri. Disadari atau tidak, setiap saat kita menilai diri sendiri. Contohnya saya sangat senang dengan pelajaran biologi dan nilai saya selalu bagus dan saya bercita-cita menjadi dokter, tetapi bahasa Inggris saya kurang bagus.


(28)

2. Faktor-faktor pembentuk Konsep Diri a. Orang tua

Orang penting bagi seorang anak adalah orang tua dan saudara-saudaranya yang tinggal serumah. Mereka adalah orang-orang yang pertama-tama menanggapi perilaku anak, sehingga secara perlahan-lahan terbentuklah konsep diri anak. Segala sanjungan, senyuman, pujian, dan penghargaan akan menyebabkan penilaian positif terhadap diri seseorang. Sedangkan ejekan, cemoohan, dan hardikan akan menyebabkan penilaian yang negatif terhadap dirinya.

Konsep diri yang tinggi pada anak dapat tercipta apabila kondisi keluarga ditandai dengan adanya integrasi dan tenggang rasa yang tinggi antar anggota keluarga. Kondisi keluarga yang demikian dapat membuat anak menjadi lebih percaya dalam membentuk seluruh aspek dalam dirinya, karena ia memiliki model yang dapat dipercaya. Dari sana individu belajar menjadi tegas dan efektif dalam memecahkan masalah, tingkat kecemasan mereka menjadi berkurang dan menjadi lebih bersikap positif serta realistis dalam memandang lingkungan dan dirinya.

b. Peranan Faktor Sosial

Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi seseorang dengan orang-orang di sekitarnya. Apa yang dipersepsi tentang dirinya, tidak terlepas dari struktur, peran dan status sosial yang disandang orang tersebut. Struktur, peran dan status sosial yang menyertai seluruh


(29)

individu dipengaruhi oleh faktor sosial. Adanya pengaruh faktor sosial terhadap perkembangan konsep diri individu telah dibuktikan oleh Rosenberg (Pudjijogyanti, 1998).

Dijelaskan bahwa perkembangan konsep diri tidak terlepas dari pengaruh status sosial, agama dan ras. Dijelaskan bahwa individu yang berstatus sosial tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang berstatus sosial rendah.

c. Belajar

Konsep diri merupakan produk belajar. Proses belajar ini terjadi setiap hari dan umumnya tidak disadari oleh individu. Belajar di sini diartikan sebagai perubahan psikologis yang relatif permanen yang terjadi sebagai konsekuensi dari pengalaman (Hilgard dan Bower, dalam Calhoun, 1990). Seorang anak yang pendek, melalui pengalamannya dipanggil “udang” oleh teman-temannya, akan tahu bahwa pendek bukanlah sifat yang dihargai (paling tidak bagi anak laki-laki) dan oleh karena itu meragukan harga dirinya

3. Aspek-aspek Konsep Diri

Agustiani (2006: 139-141), membagi konsep diri dalam beberapa aspek-aspek seperti berikut ini :

a. Aspek Fisik

Aspek fisik meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu mengenai penampilan, kesesuaian dengan jenis kelamin, arti


(30)

pentingnya tubuh, dan perasaan gengsi di hadapan orang lain yang disebabkan oleh keadaan fisiknya.

b. Aspek Psikologis

Aspek ini meliputi penilaian individu terhadap keadaan psikis dirinya, seperti perasaan mengenai kemampuan atau ketidakmampuannya. Peranan tersebut akan berpengaruh terhadap rasa percaya diri dan harga dirinya.

c. Aspek Moral

Aspek moral merupakan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah dalam kehidupan individu atau seseorang dalam memandang nilai etika moral bagi dirinya, seperti kejujuran, tanggungjawab atas kegagalan yang dialaminya, religiusitas serta perilakunya (nilai-nilai hidup yang dijalaninya).

d. Aspek Sosial

Aspek ini meliputi kemampuan individu dalam berhubungan dengan dunia diluar dirinya seperti perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain secara umum, yaitu mencakup hubungan antara individu dengan keluarga dan individu dengan lingkungan.

4. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konsep Diri Positif

Konsep diri seseorang dapat bergerak di dalam kesatuan dari positif ke negatif (Burns, 1979). Hal ini berkaitan langsung dengan respon lingkungan sosial individu, terutama orang-orang penting terdekatnya,


(31)

terhadap diri individu. Respon di sini adalah persepsi orang tua atau orang-orang terdekat dalam memandang diri seseorang-orang. Jika seorang-orang anak memperoleh perlakuan yang positif, maka ia akan mengembangkan konsep diri yang positif pula. Individu juga tidak akan ragu untuk dapat membuka diri dan menerima masukan dari luar sehingga konsep dirinya menjadi lebih dekat pada kenyataan.

Suatu konsep diri yang positif sama dengan penghargaan diri dan penerimaan diri yang positif. Coopersmith (dalam Partosuwido, 1992) mengemukakan karakteristik remaja dengan konsep diri positif, yaitu bebas mengemukakan pendapat, cenderung memiliki motivasi tinggi untuk mencapai prestasi, mampu mengaktualisasikan potensinya, dan mampu menyeleraskan diri dengan lingkungannya. Pendapat-pendapat tersebut sejalan dengan ungkapan Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 1996) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat, serta mampu memperbaiki diri dengan mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha merubahnya. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif akan menyukai dirinya sendiri dan cukup mampu menghadapi dunia. Ia mampu mencapai prestasi tinggi


(32)

dan menjalani kehidupan secara efektif, baik untuk keberadaan dirinya maupun orang-orang lain di sekitarnya.

B. Panti Asuhan

Remaja di panti asuhan berarti semua anak asuh yang tergolong dalam masa remaja yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah tempat

pelayanan sosial yang memberikan perlindungan dan pembinaan

kesejahteraan sosial bagi anak yatim, anak dari keluarga kurang mampu dan terlantar, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, bakat, dan kemampuan serta ketrampilan.

Panti asuhan adalah suatu Lembaga Usaha Kesejahteraan Sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai yang diharapkan sebagai bagian generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional.

Kenyataan di lapangan masih terdapat diskriminasi pada komunitas anak yang tidak beruntung dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya dalam potret banyaknya anak yang hidup terlantar. Dalam beberapa keadaan tertentu,


(33)

keluarga tak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dalam pemenuhan kebutuhan anak, yang kemudian menyebabkan keterlantaran pada anak. Beberapa penyebab keterlantaran anak, antara lain:

1. Orang tua meninggal dan atau tidak ada sanak keluarga yang merawatnya sehingga anak menjadi yatim piatu.

2. Orang tua tidak mampu (sangat miskin) sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan minimal anak-anaknya.

3. Orang tua tidak dapat dan tidak sanggup melaksanakan fungsinya dengan baik atau dengan wajar dalam waktu relatif lama misalnya menderita penyakit kronis dan lain-lain.” (BKPA: Pedoman Panti Asuhan, 1979). Menurut Bab 1, pasal 1 undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, definisi anak terlantar adalah sebagai berikut:

”Anak terlantar adalah anak yang karena sesuatu sebab orang tuanya tidak dapat menjalankan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial”.

Ciri-ciri anak terlantar adalah: Pertama, kurang kasih sayang dan bimbingan dari orang tua; kedua, lingkungan keluarga kurang membantu perkembangannya, ketiga, kurang pendidikan dan pengetahuan; keempat kurang bermain; kelima, kurang adanya kepastian tentang hari esok dan lain-lain (BPAS, 1986: 111).

Keterlantaran anak yang terjadi karena fungsi keluarga yang tidak dapat dijalankan secara baik tersebut kemudian diatasi, salah satunya oleh panti asuhan. Panti asuhan mencoba untuk menggantikan keluarga dalam


(34)

menggantikan fungsi keluarga guna pemenuhan kebutuhan anak, baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Panti asuhan adalah rumah, tempat untuk memelihara, merawat, mengasuh anak-anak yang berasal dari latar belakang status sosial bermasalah (yatim, piatu, yatim piatu, terlantar, miskin, keluarga retak dan orang tua sakit).

Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan panti asuhan bukan hanya menyantuni, akan tetapi juga berfungsi sebagai pengganti orang tua yang tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya. Selain itu, panti asuhan juga memberikan pelayanan dengan cara membantu dan membimbing mereka ke arah pengembangan pribadi yang wajar dan kemampuan ketrampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat. Umumnya anak-anak yang tinggal di panti asuhan adalah:

1. Anak yatim, piatu dan yatim piatu terlantar.

2. Anak terlantar yang keluarganya mengalami perpecahan, sehingga tidak memungkinkan anak dapat berkembang secara wajar baik jasmani, rohani, maupun sosial.

3. Anak terlantar yang keluarganya dalam waktu relatif lama tidak mampu melaksanakan fungsi dan peranan sosialnya secara wajar.

Panti asuhan memberikan pelayanan pemeliharaan, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Namun secara lebih lanjut, kondisi mental dan sosial anak asuh menjadi perhatian khusus. Visinya yang ingin membentuk manusia


(35)

secara utuh dengan cara memanusiakan manusia, panti asuhan melalui para pengasuh mencoba untuk membentuk anak asuhnya dalam menghadapi pendapat masyarakat yang memandang bahwa anak panti asuhan memiliki kelas yang lebih rendah dan minder. Peranan seorang pengasuh, mencerminkan tanggung jawab pengasuh untuk menghidupkan seluruh sumber daya yang ada di panti asuhan. Pada umumnya panti asuhan memberikan penanaman nilai-nilai kepercayaan diri agar bisa menerima kondisi dirinya dan mengatasi rasa minder dan rendah dirinya. (Pusat Penelitian Kependudukan, UNS. 2009).

C. Konsep Diri Remaja di Panti Asuhan

Konsep diri yang dikembangkan oleh remaja panti asuhan dapat berupa konsep diri positif dan negatif. Mereka yang memiliki konsep diri positif maka akan dapat mengenal dirinya dengan baik, sehingga secara otomatis mereka dapat mengenali segala kelemahan dan keunggulan yang dimilikinya dan nantinya akan membuat mereka dapat menentukan cara yang tepat untuk mengatasi dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini yang akan menyebabkan penilaian diri yang positif. Semua itu akan membuat mereka mampu menghargai dirinya dan hidupnya sehingga akan menjadikan hidupnya lebih berguna, baik untuk dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Bagi mereka yang memiliki konsep diri negatif menunjukkan bahwa mereka tidak dapat mengenali dirinya dengan baik sehingga tidak menyadari akan kelemahan dan keunggulannya, dan akhirnya tidak dapat


(36)

mengembangkan potensi dirinya. Hal ini dikarenakan adanya perasaan tidak mampu dan berharga dalam diri, serta memandang negatif terhadap diri dan hidupnya. Kesemuanya itu akan menyebabkan tidak tercapainya makna hidup.

Juriana (2000) mengemukakan, adanya konsep diri dalam kenyataannya penting diperlukan dalam memaknai kehidupan, memberikan pemahaman bahwa untuk menghargai diri sendiri, hal yang paling utama yang harus dilakukan yaitu seseorang harus dapat lebih mengenal dirinya, baik mengenai kekurangan dan kelebihan diri, serta keunikan diri sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Setelah seseorang mengenal dirinya dengan baik, orang tersebut akan dapat menentukan cara yang tepat untuk mengatasi dan mengembangkan potensi dirinya. Potensi diri seseorang apabila dikembangkan akan dapat meraih kesuksesan.

Manusia termasuk remaja panti asuhan memiliki keinginan dasar untuk berhasil menjadi yang terbaik dalam hidupnya. Guna mewujudkan semua itu mereka dituntut untuk menerima segala bentuk keadaan dirinya (Napitupulu dkk, 2006). Bila remaja panti asuhan ini, sulit menerima keadaan dirinya yang mencakup segala kelebihan maupun kekurangannya maka harapan-harapan untuk memperoleh kehidupan yang berarti bagi dirinya tidak akan terpenuhi dengan sendirinya. Bagi mereka yang beranggapan bahwa dengan tinggal di panti asuhan menjadikan suatu beban atau keadaan yang kurang menguntungkan, akan lebih banyak berpikir bahwa hidupnya kurang beruntung. Cara berpikir negatif akan melemahkan semangat untuk maju,


(37)

mencapai apa yang semula mereka cita-citakan, sehingga pada akhirnya mereka akan kehilangan kebermaknaan hidupnya.

Menemukan dan memperoleh kebermaknaan hidup bagi remaja di panti asuhan sangatlah penting. Hal ini diharapkan dapat memberikan kebahagiaan dan arahan ketika menghadapi segala kesulitan hidup. Frankl (Bastaman, 2007) mengartikan makna hidup yaitu hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan utama dalam kehidupan. Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia.

D. Bimbingan Kelompok

1. Pengertian Bimbingan Kelompok

Dalam bimbingan dan konseling terdapat berbagai teknik yang dapat digunakan konselor dalam membantu perkembangan individu. Bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri (Winkel & Sri Hastuti, 2004: 565).

Winkel (1991: 145), bimbingan kelompok adalah bukan suatu himpunan individu-individu yang karena satu atau lain alasan tergantung bersama, melainkan suatu satuan orang-orang yang mempunyai tujuan yang ingin dicapai bersama, berinteraksi, dan berkomunikasi secara


(38)

intensif satu sama lain. Pada waktu berkumpul, saling tergantung dalam proses bekerja sama, dan mendapat kepuasan pribadi dari interaksi psikologis dengan anggota-anggota yang tergabung dalam satuan itu. Menurut Juntika (2006: 23), bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial. Bimbingan kelompok dilaksanakan dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kecil (2-6 orang), kelompok sedang (7-12 orang), dan kelompok besar (13-20 orang) ataupun kelas (20-40 orang). Pemberian informasi dalam bimbingan kelompok terutama dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang kenyataan, aturan-aturan dalam kehidupan, dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk menyelsaikan tugas, serta meraih masa depan dalam studi, akrier, ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok diarahkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri, serta pengembangan diri.

Pada umumnya, aktivitas kelompok menggunakan prinsip dan proses dinamika kelompok, seperti dalam kegiatan diskusi, sosiodrama, bermain peran, simulasi, dan lain-lain. Bimbingan melalui aktivitas kelompok lebih efektif karena selain peran individu lebih aktif, juga memungkinkan terjadinya pertukaran pemikiran, pengalaman, rencana, dan penyelesaian masalah. Menurut Hartinah (2009: 12), bimbingan kelompok merupakan salah satu bentuk usaha pemberian bantuan kepada orang-orang yang


(39)

mengalami masalah. Suasana kelompok, yaitu antarhubungan dari semua orang yang terlibat dalam kelompok, dapat menjadi wahana dimana masing-masing anggota kelompok tersebut secara perseorangan dapat

memanfaatkan informasi, tanggapan kepentingan dirinya yang

bersangkutan dengan masalahnya tersebut. Dari segi lain, kesempatan mengemukakan pendapat, tanggapan, dan berbagai reaksi juga dapat menjadi peluang yang sangat berharga bagi perorangan yang bersangkutan. Perkembangan yang akan timbul didalam kelompok itulah yang nantinya akan menjadi isi dan mewarnai kehidupan kelompok tersebut.

Sementara itu, Sukardi (2008: 64) menyatakan bahwa bimbingan adalah layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/ konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan pemaparan tersebut, definisi bimbingan kelompok disimpulkan sebagai salah satu teknik dalam bimbingan konseling untuk memberikan bantuan kepada peserta didik/siswa yang dilakukan oleh seorang pembimbing/konselor melalui kegiatan kelompok yang dapat berguna untuk mencegah berkembangnya masalah-masalah yang dihadapi anak.


(40)

2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Kelompok

Tujuan bimbingan kelompok menurut Winkel & Sri Hastuti (2004: 547) adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-masing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan. Selain itu, bimbingan kelompok bertujuan untuk merespon kebutuhan dan minat peserta didik. Menurut Prayitno dan Amti (1994) bahwa tujuan bimbingan kelompok terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum bimbingan kelompok betujuan untuk membantu para siswa yang mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga menembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan itu, baik suasana yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Secara khusus bimbingan kelompok bertujuan untuk :

1. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat di hadapan teman-temannya.

2. Melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok.

3. Melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama temanteman dalam kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada umumnya.

4. Melatih siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok.


(41)

6. Melatih siswa memperoleh keterampilan sosial.

7. Membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam

hubungannya dengan orang lain.

Tujuan bimbingan kelompok seperti yang dikemukakan oleh (Prayitno, 1995: 178) adalah:

1. Mampu berbicara di depan orang banyak.

2. Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan, dan lain sebagainya kepada orang banyak.

3. Belajar menghargai pendapat orang lain.

4. Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya.

5. Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang

bersifat negatif).

6. Dapat bertenggang rasa.

7. Menjadi akrab satu sama lainnya.

8. Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi

kepentingan bersama.

Winkel (1991: 110) fungsi dari layanan bimbingan kelompok diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Memberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan memberikan tanggapan tentang berbagai hal yang terjadi di lingkungan sekitar.

2. Mempunyai pemahaman yang efektif, objektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal tentang apa yang mereka bicarakan.


(42)

3. Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan sendiri dan lingkungan mereka yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok.

4. Menyusun progran-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan

terhadap sesuatu hal yang buruk dan memberikan dukungan terhadap sesuatu hal yang baik.

5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang nyata dan langsung untuk

membuahkan hasil sebagaimana apa yang mereka programkan semula. 3. Asas-asas Bimbingan Kelompok

Asas-asas yang ada dalam layanan bimbingan kelompok diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Asas kerahasiaan : para anggota harus menyimpan dan merahasiakan

informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak diketahui orang lain.

b. Asas keterbukaan : para anggota bebas dan terbuka mengemukakan pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu.

c. Asas kesukarelaan : semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atu pemimpin kelompok.

d. Asas kenormatifan : semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak boleh bertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku.


(43)

4. Keuntungan-keuntungan Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok memiliki beberapa keuntungan seperti pada berikut ini :

a. Anak bermasalah dapat mengenal dirinya melalui teman-teman

kelompok. Anak dibantu yang lain dalam menemukan dirinya dan sebaliknya, anak dapat membantu kawannya untuk menemukan dirinya. b. Sikap-sikap positif anak dapat dikembangkan seperti toleransi, saling menghargai, kerjasama, tanggungjawab, disiplin, kreativitas, dan sikap-sikap kelompok lainnya.

c. Dapat menghilangkan beban-beban moril seperti malu, penakut dan sifat-sifat egoistis, agresif, manja, dan sebagainya.

d. Dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan emosi, konflik-konflik, kekecewaan-kekecewaan, curiga-mencurigai, iri hati, dan sebagainya. e. Dapat mengembangkan gairah hidup dalam melakukan tugas, suka

menolong, disiplin, dan sikap-sikap lainnya.

E. Metode Sosiodrama

1. Pengertian Metode Sosiodrama

Sosiodrama terdiri dari dua suku kata “sosio” yang artinya masyarakat, dan “drama” yang artinya keadaan seseorang atau peristiwa yang dialami orang, sifat dan tingkah lakunya, hubungan seseorang, hubungan seseorang dengan orang lain dan sebagainya.


(44)

Wina (2006: 160) mengatakan bahwa sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia, seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.

Winkel (1991: 107), sosiodrama adalah salah satu problem yang

kerap dihadapi oleh murid dalam pergaulan sehari-hari

diperankan/dimainkan oleh beberapa murid dengan tujuan untuk

bersama-sama mencari penyelsaiannya. Sosiodrama dapat

diselenggarakan dalam pelajaran bimbingan atau dalam home room, semua murid dilibatkan secara aktif dengan mendiskusikan masalahanya atau dengan memegang salah satu peran dalam drama (role playing).

Kegiatan sosiodrama merupakan suatu dramatisasi dari konflik-konflik yang biasanya timbul dalam pergaulan sehari-hari, melalui dramatisasi ini para pemain memproyeksikan sikap, perasaan, dan tingkah laku yang diperankan. Dengan demikian mereka menjadi lebih sadar akan “bagaimanakah perasaan orang lain”.

Metode sosiodrama adalah suatu metode mengajar dimana guru atau pembimbing memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan memainkan peran tertentu seperti yang terdapat dalam


(45)

kehidupan masyarakat sosial. Sosiodrama adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial.

Metode sosiodrama dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai suatu teknik bimbingan dan konseling dimana guru pembimbing memberikan kesempatan keapada siswa untuk melakukan kegiatan memerankan peranan tertentu seperti yang terdapat dalam masalah-masalah sosial yang menghambat atau yang menyebabkan konsep diri menjadi rendah. Selain itu dengan menggunakan metode sosiodrama siswa mampu melihat keadaan dirinya, kemampuan yang dimilikinya serta memahami dirinya. Metode sosiodrama merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga siswa bisa mengenali tokohnya.

Engkoswara (1984: 60-62) menyatakan langkah-langkah sosiodrama adalah sebagai berikut :

a. Persiapan

Persiapan sosiodrama terdiri dari menentukan pokok atau masalah sosial yang akan disosiodramakan, mempersiapkan pemilihan pelaku, mempersiapkan para pelaku dan penonton.

b. Pelaksanaaan

Para pemain yang telah dipersiapkan dipersilahkan untuk mendramatisasikan suatu peristiwa/kejadian menurut kemampuan


(46)

yang dimilikinya. Pembimbing mengawasi dan memberikan kebebasan para pemain dan menjaga ketertiban. Pelaksanaan sosiodrama tidak perlu selesai. Hal ini bermanfaat untuk kemudian diteruskan untuk dipikirkan kemungkinannya oleh anak-anak lainnya.

c. Tindak lanjut

Sosiodrama sebagai metode mengajar tidak berakhir pada pelaksanaan dramatisasi melainkan ada tindak lanjut berupa tanya jawab, diskusi, untuk memecahkan masalah. Bahkan siswa lain bisa disuruh untuk memainkan kembali jika dramatisasi dirasa kurang baik.

Jadi diketahui bahwa dalam melaksanakan sosiodrama perlu memperhatikan suasana kelompok dan langkah-langkah yang akan dilakukan agar diskusi kelompok dapat berjalan secara efektif. 2. Unsur-unsur Drama

Brahim (1968: 59-73) menyatakan bahwa unsur-unsur yang ada dalam drama adalah sebagai berikut :

a. Lakon Drama

Lakon drama disusun menurut teknik yang berbeda dari novel atau roman, karena lakon drama harus disusun dibawah syarat-syarat pertunjukan panggung. Pada penulis drama, bahasanya harus berupa campuran antara sifat subyektif dan sifat obyektif.


(47)

b. Laku (Action)

Plot adalah situasi, insiden, dan laku. Situasi adalah suatu keadaan dari suatu peristiwa. Tiap-tiap momen dalam drama adalah situasi-situasi. Situasi dapat menjadi suatu insiden jika ada gerakan. Jadi insiden itu terjadi karena ada gerakan, adanya tindakan di dalam situasi yaitu laku.

c. Pelaku

Suatu lakon selalu berhubungan dengan manusia-manusia yang ikut berkepentingan di dalam lakon, yaitu pelaku-pelaku. Pelaku-pelaku dalam sebuah lakon adalah manusia-manusia yang diciptakan oleh pengarang.

d. Wawankata (dialog)

Disamping dengan laku, plot drama juga tumbuh berkembang, malah sebagian besar dalam wawankata. Wawankata merupakan pencerta utama bagi laku, bahkan keduanya saling berhubungan. Laku dan wawankata bersama-sama mengembangkan plot, bahkan laku akan menjadi jelas jika bersama-sama ditampilkan dengan kata-kata yang diucapkan oleh pelaku yang bersangkutan.

e. Bagian-bagian plot

Drama selalu menggambarkan pertentangan-pertentangan. Mungkin pertikaian antara pribadi-pribadi yang berlawanan, pertentangan antar manusia dengan keadaan sekelilingnya, antara kemauan-kemauan yang berlawanan, pertentangan antar perasaan. Yang


(48)

umum adalah pertentangan antara tokoh dalam perilaku. Pertentangan itu merupakan bahan dan tulang punggung drama. 3. Tujuan Metode Sosiodrama

Tujuan menggunakan metode sosiodrama ini adalah :

a. Siswa berani mengungkapkan pendapatnya secara lisan.

Tidak sedikit remaja yang tinggal di panti asuhan masih ragu untuk mengungkapkan pendapatnya secarta lisan. Remaja bisa menjadi pasif dalam segala kegiatan yang diadakan oleh panti asuhan sendiri. Remaja cenderung diam dan tidak berani mengungkapkan pendapatnya jika tidak dipancing terlebih dahulu, untuk itu melalui permainan peran ini diharapkan remaja sudah berani untuk mengungkapkan pendapatnya secara lisan.

b. Memupuk kerjasama diantara para siswa

Kerja sama yang terjalin antar remaja yang tinggal di panti asuhan diharapkan mampu membuat hubungan antar remaja itu menjadi baik sehingga perilaku mereka juga bisa menjadi semakin lebih baik. c. Siswa menunjukkan sikap berani dalam memerankan tokoh yang

diperankan.

Remaja tidak lagi malu untuk berani tampil dalam memerankan tokoh yang akan dijalankannya. Siswa berani mengekspresikan segala sesuatu yang diperankannya.

d. Siswa memberikan tanggapan terhadap pelaksanaan jalannya


(49)

Siswa atau remaja mampu memberikan tanggapannya dalam jalannya sosiodrama ini. Karena melalui sosiodrama inilah peneliti mampu melihat kemampuan siswa dalam mengekspresikan segala sesuatu yang menghambat dirinya, seperti rasa malu dan kurang percaya diri. Sehingga di akhir lakon dimana remaja memerankan tokoh yang sesuai dengan karakternya, remaja mampu memberikan tanggapan yang positif.

e. Melatih berinteraksi dengan orang lain.

Remaja diharapkan mampu melatih kemampuan dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Siswa mampu menjalin hubungan yang baik, siswa tidak lagi malu dalam bergaul dan minder untuk bergaul dengan banyak orang.

4. Kekuatan-kekuatan Sosiodrama sebagai Strategi Peningkatan Konsep Diri Remaja

Berikut ini merupakan kelebihan dari metode pembelajaran sosiodrama : a. Berkesan dan tahan lama dalam ingatan siswa (peserta layanan). b. Sangat menarik bagi peserta layanan sehingga keadaan aula panti

asuhan menjadi dinamis dan antusias.

c. Mengembangkan kreativitas peserta layanan (dengan peran yang dimainkan anak dapat berfantasi).

d. Memupuk kerjasama antar peserta layanan.

e. Menumbuhkan bakat peserta layanan dalam seni drama.


(50)

5. Langkah-langkah Penggunaan Sosiodrama dalam Pelayanan Bimbingan Kelompok

Winkel (2004: 571), sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang-orang lain, termasuk konflik yang sering dialami dalam pergaulan sosial. Sosiodrama bersifat kegiatan pedagogik dan bertujuan membantu baik pihak peran maupun para penyaksi untuk lebih menyadari seluk beluk pergaulan sosial dan membantu mereka meningkatkan kemampuan bergaul dengan orang lain secara wajar dan sehat. Oleh karena itu, sosiodrama merupakan kegiatan yang dapat sangat cocok untuk membantu banyak orang muda dalam meningkatkan perkembangan sosialnya. Untuk menggunakan sosiodrama dalam kegiatan bimbingan kelompok, seorang konselor harus berpegang pada pola prosedural yang pada dasarnya adalah sebagai berikut :

a. Mengkaji persoalan sehingga dapat diuraikan dalam situasi naskah. Situasi itu harus cocok untuk disandiwarakan dan mudah dipahami. b. Mempersiapkan beberapa adegan dalam naskah drama yang akan

dibawakan oleh pemain.

c. Menentukan pemain yang akan membawakan adegan dalam drama

dan membagikan naskah drama yang telah selesai dibuat.

d. Adegan dalam drama dimainkan secara serius oleh para pemeran drama. Adegan dimainkan seolah-olah sungguh terjadi seperti dalam naskah.


(51)

e. Setelah drama selesai, para pemain berkumpul untuk mendiskusikan apa yang dirasa kurang dan apa yang dirasakan selama bermain drama.

F. Kerangka Pikir

Konsep diri adalah gambaran tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Lingkungan keluarga juga berpengaruh terhadap konsep diri remaja berupa perhatian yang cukup, namun pada kenyataannnya tidak semua manusia (remaja) dalam perjalanan hidupnya beruntung dapat memiliki keluarga yang ideal. Banyak anak yang mengalami kenyataan pahit dalam hidupnya. Kematian atau perceraian orang tua, kemiskinan, keluarga tidak harmonis, keluarga broken dan sebagainya dapat menyebabkan hilangnya fungsi keluarga, sehingga anak harus rela terlepas dari rengkuhan kasih sayang orang tua atau kadang harus menjalani kerasnya kehidupan sendiri tanpa keluarga. Salah satu kondisi tertentu inilah yang dapat menyebabkan seseorang berada dalam sebuah lembaga yang bernama panti asuhan. Hal ini juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri pada remaja. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan konsep diri remaja, salah satunya melalui sosiodrama. Menurut Sukardi (2002) mengatakan bahwa salah satu manfaat sosiodrama adalah membantu anak belajar mengungkapkan, menggambarkan, mengekspresikan suatu sikap, penghayatan tentang sesuatu yang didramakan untuk memecahkan masalah


(52)

sosial dalam pergaulan sehari-hari, hal ini merupakan salah satu proses dari pembentukan konsep diri anak. Melalui layanan bimbingan kelompok dapat menjadi dasar untuk bisa mengembangkan konsep diri peserta layanan yang tinggal di panti asuhan dengan menggunakan metode sosiodrama.

Remaja yang telah bermain sosiodrama diharapkan dapat lebih terbuka dalam mengungkapkan pikiran atau pandangan mengenai permasalahan sosial yang dihadapi, misalnya kesenjangan sosial dan rendahnya konsep diri, dapat pula mengungkapkan perasaan sedih, senang, marah atau bahagia, dapat berbagi pengalaman dengan remaja lain tanpa malu sehingga mampu meningkatkan konsep diri mereka menjadi lebih baik.

G. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Konsep diri remaja Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyakarta dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan metode sosiodrama.


(53)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan jenis penelitian, subjek dan obyek penelitian, setting penelitian, jadwal kegiatan, prosedur penelitian, teknik pengumpulan dan instrumen penelitian, uji coba, teknik analisis data, dan indikator keberhasilan.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling (PTBK). Penelitian tindakan bimbingan dan konseling merupakan bentuk suatu kajian yang bersifat reflektif dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi praktik pembelajaran/bimbingan yang telah dilakukan. Penelitian ini dapat dilaksanakan jika pembimbing sejak awal memang menyadari adanya persoalan yang terkait dengan proses layanan bimbingan kelompok yang dihadapi di kelas.

Tindakan yang direncanakan dalam penelitian ini berupa layanan bimbingan kelompok dengan menerapkan metode sosiodrama sebagai upaya untuk meningkatkan konsep diri siswa remaja panti asuhan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan bimbingan konseling sehingga prosedur dan langkah-langkah pelaksanaan ini mengikuti prinsip-prinsip dasar yang berlaku dalam penelitian tindakan. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan penelitian tindakan (action research) yang didalamnya meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi Kemmis & Mc Taggart (Arikunto 2006: 97).


(54)

B. Subjek dan Obyek Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah remaja SMP usia 11-14 tahun Panti Asuhan Ghifari yang terdiri dari 7 laki-laki dan 10 perempuan. Obyek dalam penelitian ini adalah peningkatan konsep diri melalui pelaksanaan proses dan hasil layanan bimbingan kelompok dengan metode sosiodrama.

C. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Asuhan Ghifari yang beralamatkan di Relokasi Pelem Girikerto Turi Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian tahun 2013 dimulai bulan Mei 2013 sampai dengan bulan Juni 2013.

3. Konteks Penelitian

Pada penelitian ini, situasi yang diharapkan terjadi dalam tindakan bimbingan dan konseling yaitu anak mampu mempraktekkan drama yang telah diberikan oleh peneliti. Anak mampu bekerjasama satu sama lain, mengekspresikan perasaan marah, senang dan juga kecewa. Anak yang konsep dirinya rendah seperti malu-malu dan tidak berani mengungkapkan pendapatnya, dalam memainkan drama disini, anak dilatih untuk berani berkomunikasi dengan lawan mainnya, menatap lawan bicaranya, anak juga dilatih untuk lebih percaya diri agar


(55)

konsep diri yang dimiliki anak tersebut bisa meningkat dan tidak lagi malu-malu. Peran mitra kolaboratif juga sangat diperlukan dikarenakan mitra kolaboratif yang akan menjadi observer untuk mengamati gerak gerik para lakon (peserta layanan) dalam drama.

D. Jadwal Kegiatan

Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1

Jadwal Kegiatan Penelitian

E. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian tindakan ini dilakukan sebanyak 2 siklus pada materi layanan bimbingan kelompok. Siklus pertama menyampaikan layanan bimbingan yang bertujuan membangkitkan konsep diri remaja dengan menggunakan metode sosiodrama, siklus kedua menggunakan

No Kegiatan Bulan

Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1. Penyusunan

Proposal √ √ √ √ √ √ √ 2. Persiapan

Penelitian (SPB, Instrumen Penelitian, Naskah Drama)

√ √ √

3. Pelaksanaan

Penelitian √ √ √ √ √ √

4. Penyusunan


(56)

metode sosiodrama yang lebih meningkatkan dan membangkitkan konsep diri remaja panti asuhan.

Prosedur kerja dalam penelitian tindakan ini meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Tahap-tahap penelitian tersebut dimunculkan dalam setiap siklus. Sebelum masuk ke siklus I, peneliti melakukan observasi terlebih dahulu.

Setelah melakukan observasi dan telah menentukan subyek yang akan diteliti, peneliti melakukan 2 kali pertemuan pada setiap siklusnya agar peforma pementasan sosiodrama yang dihasilkan dapat maksmial. Selanjutnya secara rinci prosedur penelitian tindakan bimbingan dan konseling ini dijabarkan sebagai berikut.

Siklus I

1. Perencanaan (Planing)

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) dengan topik Percaya Diri.

b. Mempersiapkan lembar observasi kegiatan bimbingan,

lembar catatan lapangan yang akan digunakan untuk mengetahui dan sebagai catatan aktivitas siswa selama proses bimbingan berlangsung. (lembar observasi terlampir) c. Menyiapkan lembar evaluasi untuk evaluasi siklus I.


(57)

d. Menyusun dan mempersiapkan angket/skala untuk mengukur capaian skor konsep diri remaja panti asuhan dalam proses bimbingan ketika menggunakan metode sosiodrama.(lembar angket/skala terlampir).

2. Pelaksanaan tindakan (Action)

Pada tahap ini, peneliti melaksanakan kegiatan bimbingan kelompok dengan metode sosiodrama sesuai dengan rencana bimbingan yang telah dipersiapkan. Sebelum proses tindakan

bimbingan dengan menggunakan metode sosiodrama

dilakukan, siswa diberikan suatu angket untuk mengukur konsep diri awal subjek atau partisipan.

3. Observasi

Observasi dilakukan ketika peneliti melaksanakan

tindakan. Peneliti juga sebagai observer melakukan

pengamatan terhadap tindakan yang diterapkan peneliti. Peneliti mengamati respon remaja terhadap penerapan bimbingan siklus I. Observasi dilaksanakan bersama dengan kegiatan bimbingan di panti asuhan (di aula).

Peran mitra kolaboratif juga penting karena yang diamati adalah masing-masing anak yang nantinya akan memainkan drama. Catatan-catatan yang diberikan oleh mitra kolaboratif juga menjadi penting untuk dianalisis.


(58)

4. Refleksi

Refleksi merupakan tahap pengolahan batin dan pengalaman, kejadian-kejadian positif dan negatif, perasaan-perasaan puas dan tidak puas yang dialami selama berlangsungnya proses tindakan bimbingan dan konseling. Refleksi pada siklus I dilengkapi dengan panduan hasil analisis data dan masukan-masukan yang diberikan mitra kolaboratif atau pengamat.

Siklus II

Pelaksanaan tindakan pada siklus II merupakan perbaikan atas kekurangan-kekurangan yang terjadi tindakan bimbingan pada siklus I. 1. Perencanaan (Planing)

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) dengan topik Tanggung Jawab.

b. Mempersiapkan lembar observasi kegiatan bimbingan dan lembar catatan lapangan.

c. Menyiapkan lembar evaluasi untuk evaluasi siklus II.

d. Menyusun dan mempersiapkan angket/skala untuk mengukur

capaian skor konsep diri remaja panti asuhan dalam proses bimbingan ketika menggunakan metode sosiodrama.


(59)

2. Pelaksanaan (Action)

Pada tahap ini, peneliti melaksanakan kegiatan bimbingan kelompok dengan metode sosiodrama sesuai dengan rencana bimbingan yang telah dipersiapkan. Pada Pelaksanaan siklus II ini, anak-anak sudah mulai mengerti dan memahami cara mempraktekkan drama yang diberikan oleh peneliti. Bahkan pada hasil angketnya menunjukkan peningkatan konsep diri yang baik pada masing-masing anak.

3. Observasi

Observasi dilakukan ketika peneliti melaksanakan tindakan. Pada observasi di siklus II ini terjadi peningkatan hasil observasi yang telah peneliti analisi. Adanya peningkatan yang terjadi pada setiap observasi yang dilakukan oleh mitra kolaboratif, yang kemudian di analisis oleh peneliti.

4. Refleksi

Refleksi yang dilakukan pada siklus II ini berguna untuk melihat bagaimana perkembangan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan selama kegiatan berlangsung. Masing-masing anak membuat refleksi mengenai perasaan puas dan tidak puas mereka..


(60)

F. Teknik Pengumpulan dan Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa : 1. Lembar observasi kegiatan bimbingan

Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui

keterlaksanaan bimbingan sebelum dilakukan tindakan bimbingan, dan juga observasi dilakukan di setiap siklus, di mana peneliti melakukan pengamatan langsung di dalam kelas (khususnya di panti asuhan). Observasi tersebut dilakukan dengan melihat dan mengamati sendiri proses bimbingan kelompok dengan menggunakan metode sosiodrama. Berikut ini adalah lembar observasi yang digunakan :

Tabel 2

Panduan Observasi Indikator Siswa

No Situasi yang diamati Nama-nama siswa yang diamati

R Y A A K S I T N M S L S E A R S

A. Respon Siswa

1 Mendengarkan arahan materi yang

disampaikan

2 Berani mengungkapkan pendapatnya

3 Mampu berbaur dengan

teman-temannya

4 Tampil percaya diri

5 Terampil dalam berdiskusi

B. Situasi Dalam Sosiodrama

6 Memerankan peran sesuai dengan

karakter tokoh dalam naskah

7 Adanya interaksi antar siswa

8 Kerjasama antar anggota

9 Antusias dalam mengikuti sosiodrama

10 Keaktifan dalam berdiskusi


(61)

Keterangan mengenai kualifikasi penilaian masing-masing anak yang diamati sebagai berikut ini :

Baik : 3

Cukup : 2

Kurang : 1

2. Angket/kuesioner

Angket/kuesioner adalah instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data secara tertulis yang berisi daftar pertanyaan secara khusus dan digunakan untuk menggali keterangan atau informasi sebagaimana dibutuhkan. Angket/kuesioner yang digunakan ini untuk mengukur capaian skor konsep diri setiap kali selesai tindakan bimbingan dengan menggunakan metode sosiodrama yang diterapkan di panti asuhan. Angket disusun dalam bentuk skala berjumlah 20 butir pernyataan. Masing-masing pernyataan terdapat 3 pilihan respon dan pedoman penskoran butir, yaitu Setuju (S) = 3, Kurang Setuju (KS) = 2, dan Tidak Setuju (TS) = 1. Siswa mengisi angket dengan memberikan tanda √ (check list) sesuai kondisi yang dialami siswa terhadap setiap pernyataan.

Kisi-kisi yang dikonstruk sebagai pedoman untuk menyusun pernyataan dalam angket konsep diri remaja memuat empat aspek yang diamati adalah sebagai berikut :


(62)

Tabel 3

Kisi-kisi Angket Konsep Diri

No Aspek Konsep

Diri Indikator

No item

Jumlah Positif Negatif

1. Aspek Fisik 1.1 Siswa mampu menerima

penampilan fisik yang ada di dalam dirinya (gemuk, tinggi, kurus, pendek)

1.2 Siswa mampu menjaga penampilan dirinya di hadapan teman-temannya. 1 2 3 4 2 2

2. Aspek

Psikologis

2.1 Siswa mampu

menghargai diri sendiri maupun orang lain 2.2 Siswa memiliki rasa

percaya diri yang baik di dalam kelompok

2.3 Siswa mampu mengeksplorasi atau mengaktualisasikan kemampuan/potensi yang dimiliki 5 7 6, 10 8 9 - 2 2 2

3. Aspek Moral 3.1 Siswa memiliki

tanggung jawab atas diri pribadinya

3.2 Keadaaan pribadi siswa dalam hubungannya dengan Tuhan 11, 13 15 - 16 2 2

4. Aspek Sosial 4.1 Siswa mampu

berinteraksi dengan individu lain didalam kelompok

4.2 Siswa dapat menilai diri apakah diterima/ditolak dalam lingkungan sekitar

4.3 Siswa mampu

menghargai pendapat individu lain didalam kelompok 12 20 17 14 18 19 2 2 2


(63)

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk memperkuat data yang diperoleh dari hasil observasi, angket, dan wawancara. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian berupa hasil kerja siswa selama kegiatan berlangsung serta foto-foto kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan proses bimbingan. Dokumentasi dilakukan untuk melihat catatan-catatan yang dilakukan dalam penelitian. Dokumen yang digunakan berupa SPB, daftar nama siswa, foto-foto kegiatan dan skrip atau naskah sosiodrama.

4. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara disusun untuk menelusuri lebih lanjut tentang hal-hal yang tidak dapat diketahui melalui observasi dan angket. Selain itu, penggunaan pedoman wawancara juga dapat mempermudah peneliti dalam melakukan tanya jawab tentang bagaimana respon siswa terhadap bimbingan kelompok dengan menggunakan media sosiodrama. Pedoman wawancara diberikan kepada anak panti dan pembina panti.


(64)

Tabel 4

Pedoman Wawancara Pembina Panti dan Siswa Siswa

1. Bagaimana perasaan anda dengan bimbingan hari ini ?

2. Apakah Anda mengalami kesulitan selama bimbingan

berlangsung ?

3. Bagaimana tanggapan Anda mengenai angket yang harus

Anda isi setelah selesai bimbingan dilaksanakan ? 4. Manfaat apa saja yang Anda peroleh selama bimbingan

menggunakan metode sosiodrama ini ?

5. Apakah penting dengan diadakannya bimbingan dengan

menggunakan metode sosiodrama ini ?

Pembina Panti Asuhan Ghifari

1. Menurut bapak, bagaimana tanggapan bapak terhadap bimbingan yang dilaksanakan setiap hari rabu ini ? 2. Bagaimana kondisi anak-anak, saat peneliti memberikan

bimbingan menggunakan metode sosiodrama ?

3. Menurut bapak, anak-anak yang mengikuti bimbingan menggunakan metode sosiodrama apakah ada peningkatan rasa (lebih percaya diri, berani, dan tidak malu)

4. Apa saja yang harus diperbaiki untuk peneliti melakukan tindakan berikutnya saat bimbingan?

5. Menurut bapak, bagaimana reaksi anak-anak saat diberikan bimbingan menggunakan metode sosiodrama ?

5. Catatan lapangan

Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang dilihat, didengar, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data. Catatan lapangan digunakan untuk mencatat hal-hal yang tejadi selama proses bimbingan kelompok berlangsung.

G. Uji Coba

Uji coba instrumen dilakukan untuk menguji keandalan instrumen dan untuk menguji ketepatan dari segi teknik. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel (Suharsimi


(65)

Arikunto, 2002: 143). Baik tidaknya alat ukur yang digunakan harus dianalisis setelah uji coba instrumen, untuk mengetahui validitas dan reliabilitas data.

1. Validitas butir atau item

Sugiyono (2004: 121), valid berarti dapat digunakan untuk mengukur yang sebenarnya diukur. Validitas item memiliki pengertian bahwa sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Dengan kata lain sebuah item memiliki validitas yang tinggi sjika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total ( Suharsimi Arikunto, 2006: 168).

Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut.

r

xy= N

XY

- ∑

X

Y

√(

N∑X2 – (∑X)2)(N∑Y2 – (∑Y)2

)

Keterangan :

rxy = koefisien validitas butir

x = skor masing-masing butir

y = skor total semua siswa

N = jumlah siswa

Setelah memperoleh harga dengan rumus korelasi product moment di atas kemudian dikonsultasikan dengan tabel harga kritik rxy


(66)

jika rxy ≥ rtabel, maka item tersebut dikatakan valid sebaliknya jika rxy

< rtabel, maka item tersebut dikatakan tidak valid.

2. Reliabilitas

Reliabilitas berarti alat ukur yang menunjuk pada ketepatan dan kemantapan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap suatu subyek penelitian. Suatu intrument dikatakan reliabel jika instrumen tersebut mempunyai ketepatan hasil walaupun digunakan berulang-ulang. Maksudnya intrument tersebut akan memberikan hasil yang sama. Cara mencari relibilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0 misalnya angket atau soal bentuk uraian (Suharsimi Arikunto, 2006: 196) adalah hanya menghitung reliabilitas menggunakan rumus alpha, yaitu :

r

ii =

[

n

]

(

1

- )

n-1

di mana : r ii = koefisien reliabilitas

n = banyaknya item yang valid

= jumlah varians skor item = jumlah varians skor total

H. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul berupa hasil observasi, hasil wawancara, angket, catatan lapangan, dan dokumentasi bimbingan. Data yang

∑ѳ1 2

∑ѳ1 2

∑ѳ1 2

∑ѳ1 2


(67)

diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui pelaksanaan dan hambatan-hambatan yang terjadi selama bimbingan kelompok. Analisis data dilakukan sejak data diperoleh dari hasil observasi. Hal ini bermanfaat untuk bahan pertimbangan dalam membuat rencana perbaikan bimbingan pada siklus berikutnya. Lebih rinci, analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Analisis Data Kuesioner

Analisis data kuesioner dilakukan untuk mengukur capaian skor konsep diri remaja Panti Asuhan Ghifari Turi Yogyarakta tahun 2013. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik pengkategorisasian jenjang ordinal dengan norma

pengkategorisasian menurut Azwar (2011: 108). Terdapat lima kategorisasi yang digunakan untuk mengelompokkan capaian skor konsep diri dalam penelitian ini yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Kategorisasi dapat dilihat pada tabel berikut :


(1)

(2)

(3)

Lampiran 5.1

Validitas dan Realibilitas

No. Item Parameter Uji Hasil Hitung Keputusan

Correlation Coefficient 0,501996016 Sig. (2-tailed) 0,473656566

N 17

Correlation Coefficient 0,150487503 Sig. (2-tailed) 0,313665087

N 17

Correlation Coefficient 0,265711133 Sig. (2-tailed) 0,286269499

N 17

Correlation Coefficient 0,3304093 valid Sig. (2-tailed) 0,272467518

N 17

Correlation Coefficient 0,283132056 valid Sig. (2-tailed) 0,415300546

N 17

Correlation Coefficient 0,32081568 valid Sig. (2-tailed) 0,310604862

N 17

Correlation Coefficient -0,021122916 gugur

Sig. (2-tailed) 0,365544381

N 17

Correlation Coefficient 0,471241923 valid Sig. (2-tailed) 0,221263867

N 17

Correlation Coefficient -0,01759009 gugur

Sig. (2-tailed) 0,355631953

N 17

Correlation Coefficient -0,115083871 gugur

Sig. (2-tailed) 0,387420768

N 17

Correlation Coefficient 0,339510757 valid Sig. (2-tailed) 0,260598504

N 17

Correlation Coefficient 0,302619484 valid Sig. (2-tailed) 0,347044709

N 17

Correlation Coefficient 0,269402045 valid Sig. (2-tailed) 0,293741713

N 17

Correlation Coefficient 0,266608588 valid Sig. (2-tailed) 0,286731495

N 17

Correlation Coefficient 0,477462445 valid Sig. (2-tailed) 0,486798283

N 17

Correlation Coefficient 0,391395501 valid Sig. (2-tailed) 0,310770248

N 17

Correlation Coefficient 0,621653295 valid Sig. (2-tailed) 0,16417119

N 17

Correlation Coefficient 0,49035627 valid Sig. (2-tailed) 0,233316396

N 17

Correlation Coefficient 0,274489013 valid Sig. (2-tailed) 0,305915638

N 17

Correlation Coefficient 0,058471468 valid Sig. (2-tailed) 0,379069432

N 17 1 valid 2 gugur 13 3 valid 4 5 6 7 8 9 10 11 12 20 14 15 16 17 18 19


(4)

(5)

(6)