Peningkatan aktualisasi diri remaja di Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen tahun 2014 2015 melalui bimbingan kelompok menggunakan sosiodrama
i
PENINGKATAN AKTUALISASI DIRI REMAJA
DI PANTI ASUHAN SANTO THOMAS NGAWEN
TAHUN 2014/2015
MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK
MENGGUNAKAN SOSIODRAMA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Kristituta Dwi Ambarsari NIM 101114070
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2014
(2)
(3)
(4)
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Seseorang yang paling tidak bahagia ialah mereka
yang paling takut akan
perubahan”
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Orang tuaku tercinta Drs. Suyoto dan Desi D.W. Pratiwi
Kandida Eka Selfiana dan Gregorius D.R. Kurniawan
Dan teman-teman BK angkatan 2010
(5)
(6)
(7)
vii
ABSTRAK
PENINGKATAN AKTUALISASI DIRI REMAJA DI PANTI ASUHAN SANTO THOMAS NGAWEN
TAHUN 2014/2015
MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK MENGGUNAKAN SOSIODRAMA
Kristituta Dwi Ambarsari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2014
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktualisasi diri remaja di Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen dan mengetahui seberapa tinggi peningkatan skor aktualisasi diri remaja melalui bimbingan kelompok menggunakan sosiodrama.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilakukan dalam empat tindakan. Setiap tindakan dilaksanakan dalam satu pertemuan. Subjek penelitian ini adalah remaja Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen dengan jumlah 34 anak. Data hasil penelitian diperoleh dari kuesioner aktualisasi diri remaja yang didukung oleh hasil observasi selama bimbingan kelompok berlangsung, catatan lapangan, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini adalah ada peningkatan aktualisasi diri remaja di Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen melalui bimbingan kelompok menggunakan sosiodrama. Diperoleh hasil jumlah rata-rata peningkatan dari pra tindakan ke tindakan siklus I sebesar 41,4%, peningkatan dari tindakan siklus I ke tindakan siklus II sebesar 5,8%, peningkatan dari tindakan siklus II ke tindakan siklus III sebesar 11,8%, dan peningkatan dari tindakan siklus III ke tindakan siklus III sebesar 8,9%. Dari hasil uji t dan pair pada setiap siklusnya, menunjukan bahwa ada peningkatan yang signifikan.
(8)
viii
ABSTRACT
IMPROVE TEENAGERS SELF ACTUALIZATION IN PANTI ASUHAN SANTO THOMAS NGAWEN 2014/2015
WITH GROUP GUIDANCE USING SOSIO-DRAMA
Kristituta Dwi Ambarsari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2014
This study conducted to improve teenagers self actualization in Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen. This study also conducted to know how high the self actualization score reached by teenager with group guidance using socio-drama.
This study is action research which consisted of four steps of action. Every action was done in one meeting. The respondents of this study are 34 teenagers in Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen. The data was collected by giving teenagers self actualization questionnaire. The questionnaire was supported by the observation result which was collected during the group guidance, field notes, interview, and documentation.
The result of this study is that there is an improvement in teenagers self actualization in Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen with group guidance using socio-drama. The obtained result of self actualization score as follows: 18 teenagers (52,9%) have the lowest self actualization, 5 teenagers (14,7%) have low self actualization, 6 teenagers (17,7%) have average self actualization, and 5 (14,7%) teenagers have high self actualization. On the first action it was improved as follows: 2 teenagers (5,8%) have the lowest self actualization, 6 teenagers (17,7%) have low self actualization, 7 teenagers (20,5%) have average self actualization, and 19 teenagers (56,1%) have high self actualization. On the second action it was improved as follows: 1 teenagers (2,9%) have the lowest self actualization, 2 teenagers (5,8%) have low self actualization, 10 teenagers (29,4%) have average self actualization, and 21 teenagers (61,9%) have high self actualization. On the third action it was improved as follows: 2 teenagers (5,8%) have average self actualization, 7 teenagers (20,5%) have high self actualization, and 25 teenagers (73,7%) have the highest self actualization. The fourth action proved that there was an improvement in self actualization, with the result as follows: 6 teenagers (17,6%) have high self actualization and 28 teenagers (82,6%) have the highest self actualization. From the t test result, the Ho is rejected therefore the conclusion is that there is an improvement in teenagers self actualization in Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen with group guidance using socio-drama.
(9)
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus atas berkat, rahmat, dan bimbingannya dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Peningkatan Aktualisasi Diri Remaja Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen Tahun 2014/2015 Melalui Bimbingan Kelompok Menggunakan Sosiodrama”.Dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala namun berkat bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak dan berkat dari Tuhan Yesus Kristus sehingga kendala-kendalat ersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimasih kepada:
1. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen pembimbing yang dengan sabar, tekun, dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat bermanfaat kepada penulis selama menyusun skripsi. 2. Ibu Dr. M.M Sri Hastuti, M.si; Bapak Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A; Ibu Dra.
M.J. Retno Priyani, M.Si; Ibu A. Setyandari, S.Pd, S.Psi, Psi, M.A: Ibu Ag. Krisna Indah Marheni, S.Pd, M.A; Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd; Bapak Drs. R. Budi Sarwono, M.A; Ibu Prias Hayu Purbaning Tyas, M.Pd, selaku dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling USD yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bantuan moral dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini.
(10)
x
3. Sr. M. Magda AK selaku pemimpin Panti Asuhan Santo Thomas yang telah mengizinkan dan membantu penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka penyelesaian penulisan skripsi.
4. Sr. M. Anaatasiani, AK; Sr. M. Imamculata, AK; dan Sr. M. Yose, AK selaku pengurus Panti Asuhan Santo Thomas yang telah mengizinkan dan membantu penulis untuk melakukan penelitian dalam rangka penyelesaian penulisan skripsi.
5. Remaja Panti Asuhan Santo Thomas yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data demi kelancaran dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian penulisan skripsi.
6. Orang tuaku tercinta Bapak Drs. Suyoto dan Ibu Desi Deria Wahyu Pratiwi yang sangat banyak memberikan bantuan moril, material, arahan, dan selalu mendoakan keberhasilan dan keselamatan selama menempuh pendidikan.
7. Kakakku tersayang Kandida Eka Selfiana, S.Pd yang selama ini menjadi inspirasi, memotivasi, dan mendoakan dengan tulus dalam kuliah dan penulisan skripsi.
8. Para sahabatku Yusika Dwi Martafani, Ristin Rahmawati, Fitri Naiti, Elista Tri Winahyujati, Melani Dian Pratiwi dan rekan-rekan mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angakatan 2010 yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama dalam mengikuti perkuliahan maupun penulisan skripsi.
(11)
xi
9. Gregorius Dwi Risti Kurniawan yang telah memberi bantuan, mendukung, dan selalu mendoakan keberhasilan selama kuliah dan penulisan skripsi. 10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberi dukungan dalam penyelesaian penulisan skripsi. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak kekurangan sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi.
(12)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PESENGAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Definisi Operasional... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Hakikikat Aktualisasi Diri... 7
1. Pengertian Aktualisasi Diri ... 7
2. Faktor-Faktor Aktualisasi Diri ... 9
(13)
xiii
4. Karakteristik Aktualisasi Diri ... 16
B. Aktualisasi Diri Remaja Panti Asuhan St. Thomas Ngawen ... 17
1. Panti Asuhan St. Thomas Ngawen ... 17
2. Aktualisasi Diri Remaja Panti Asuhan ... 20
C. Bimbingan Kelompok ... 22
1. Pengertian Bimbingan Kelompok ... 22
2. Fungsi Bimbingan Kelompok ... 24
3. Prinsip-Prinsip Bimbingan Kelompok ... 25
D. Sosiodrama ... 26
1. Pengertian Sosiodrama ... 26
2. Manfaat Sosiodrama... 27
3. Langkah-Langkah Sosiodrama... 29
4. Bimbingan Kelompok Menggunakan Sosiodrama 32
E. Kerangka Pikir ... 35
F. Hipotesis Tindakan ... 36
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 37
B. Setting Penelitian ... 38
C. Subjek Penelitian ... 40
D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40
E. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 40
F. Prosedur Penelitian... 41
G. Metode Pengumpulan Data ... 50
H. Instrumen Penelitian... 51
I. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 56
J. Teknik Analisis Data ... 59
K. Kriteria Keberhasilan ... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64
(14)
xiv
1. Pra Tindakan ... 64
2. Penelitian Tindakan I ... 72
3. Penelitian Tindakan II ... 82
4. Penelitian Tindakan III ... 92
5. Penelitian Tindakan IV ... 101
6. Rekapitulasi Tindakan ... 109
7. Kriteria Keberhasilan ... 110
8. Uji Hipotesis ... 110
B. Pembahasan ... 112
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 118
B. Keterbatasan Penelitian ... 118
C. Saran ... 119
DAFTAR PUSTAKA ... 121
(15)
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 40
Tabel 2 Instrumen Aktualisasi Diri ... 52
Tabel 3 Kisi-Kisi Panduan Observasi ... 54
Tabel 4 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ... 55
Tabel 5 Daftar Indeks Korelasi Realibilitas ... 59
Tabel 6 Kategori Skor Aktualisasi Diri Subjek... 60
Tabel 7 Kategori Skor Item Aktualisasi Diri ... 61
Tabel 8 Kriteria Keberhasilan ... 63
Tabel 9 Kategori Skor Item Aktualisasi Diri pada Pra Tindakan ... 68
Tabel 10 Kategori Skor Aktualisasi Diri Subjek pada Pra Tindakan ... 69
Tabel 11 Kategori Skor Item Aktualisasi Diri pada Tindakan Siklus I ... 77
Tabel 12 Kategori Skor Aktualisasi Diri Subjek pada Tindakan Siklus I ... 78
Tabel 13 Data Observasi Remaja pada Tindakan Siklus I ... 80
Tabel 14 Kategori Skor Item Aktualisasi Diri pada Tindakan Siklus II ... 87
Tabel 15 Kategori Skor Aktualisasi Diri Subjek pada Tindakan Siklus II ... 88
Tabel 16 Data Observasi Remaja pada Tindakan Siklus II... 90
Tabel 17 Kategori Skor Item Aktualisasi Diri pada Tindakan Siklus III ... 96
(16)
xvi Tabel 18 Kategori Skor Aktualisasi Diri Subjek
pada Tindakan Siklus III ... 97 Tabel 19 Data Observasi Remaja pada Tindakan Siklus III ... 98 Tabel 20 Kategori Skor Item Aktualisasi Diri
pada Tindakan Siklus IV ... 105 Tabel 21 Kategori Skor Aktualisasi Diri Subjek
pada Tindakan Siklus IV ... 106 Tabel 22 Data Observasi Remaja pada Tindakan Siklus IV ... 107 Tabel 23 Rekapitulasi Data Kategori Skor Aktualisasi
Diri Subjek ... 109 Tabel 24 Kriteria Keberhasilan ... 110 Tabel 25 Hasil Analisis Uji Hipotesis ... 110
(17)
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Garis Kontinum ... 52 Gambar 2 Grafik Skor Item Aktualisasi Diri
pada Pra Tindakan ... 68 Gambar 3 Grafik Skor Aktualisasi Diri Subjek
pada Pra Tindakan ... 69 Gambar 4 Grafik Skor Item Aktualisasi Diri
pada Tindakan Siklus I ... 78 Gamabr 5 Grafik Skor Aktualisasi Diri Subjek
pada Tindakan Siklus I ... 79 Gambar 6 Grafik Skor Item Aktualisasi Diri
pada Tindakan Siklus II ... 88 Gambar 7 Grafik Skor Aktualisasi Diri Subjek
pada Tindakan Siklus II ... 89 Gambar 8 Grafik Skor Item Aktualisasi Diri
pada Tindakan Siklus III ... 96 Gambar 9 Grafik Skor Aktualisasi Diri Subjek
pada Tindakan Siklus III ... 97 Gambar 10 Grafik Skor Item Aktualisasi Diri
pada Tindakan Siklus IV ... 105 Gambar 11 Grafik Skor Aktualisasi Diri Subjek
(18)
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Satuan Pelayanan Bimbingan ... 125
Lampiran 2. Instrumen Penelitian ... 155
Lampiran 3. Tabulasi Data Skor Aktualisasi Diri ... 158
Lampiran 4. Hasil Uji Reliabilitas, Validitas, dan T-test ... 163
Lampiran 6. Foto-Foto Penelitian ... 167
Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian ... 171
(19)
1
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Aktualisasi diri merupakan puncak dari hirarki kebutuhan menurut Masllow, aktualisasi diri merupakan proses individu menjadi diri sendiri dan menggunakan segala potensi yang dimiliki. Proses individu menuju aktualisasi terkadang mengalami hambatan, dimana terkadang disebabkan dari proses belajar atau pengalaman. Dalam proses belajar atau pengala-man individu mengalami masalah, dipengala-mana ada tingkatan kebutuhan sebe-lum tingkatan aktualisasi diri kebutuhan tersebut besebe-lum terpenuhi, misal-nya kebutuhan akan cinta, rasa aman, dan lain-lain.
Berdasarkan pengalaman peneliti memberikan bimbingan ke-lompok di salah satu panti asuhan di Yogyakarta, peneliti melihat sebagian besar anak-anak tidak dapat mengaktualisasikan diri mereka secara maksimal. Dari 20 anak yang diberikan bimbingan kelompok hanya 7 anak yang menunjukan hasil yang telah mereka kerjakan atau buat. 13 anak menyembunyikan hasil pekerjaan mereka saat peneliti mendekati un-tuk melihat hasil karya mereka. Terlihat ada perubahan saat peneliti datang untuk hari kedua, mereka berani menunjukan segala hasil karya mereka. Dari hal tersebut peneliti melihat bahwa perasaan nyaman dan diterima
(20)
membuat mereka mau membuka diri untuk orang lain dan melihat-kan hasil karya atau keahlian mereka.
Menunjukkan hasil karya dan bakat atau keahlian mereka adalah bentuk aktualisasi diri anak usia 12-17 tahun (masa remaja). Masa remaja merupakan masa yang paling penting dalam perkembangan individu. Pada masa remaja, individu mengalami masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Individu juga mengalami perubahan secara fisik dan secara psikis, dimana perubahan tersebut menyebabkan masalah pada remaja. Perubahan yang terjadi pada masa remaja sangat memerlukan bimbingan atau pendampingan, oleh keluarga, sekolah, dan kelompok-kelompok masyarakat.
Keluarga memiliki peran penting dalam pendampingan masa rema-ja, sebagai wujud penerimaan akan perubahan yang terjadi. Penerimaan yang didapat dari lingkungan sekitar, membuat remaja merasa dicintai dan dihargai. Memiliki penerimaan diri yang baik, harga diri, hubungan inter-personal yang baik, dan pengembangan kreativitas dengan baik. Hal-hal tersebut merupakan tahapan atau proses individu mencapai pada aktuali-sasi diri. Pada masa remaja banyak terjadi kendala atau masalah, dimana individu tidak mampu menerima perubahan yang terjadi. Masalah atau kendala ini sering terjadi pada anak-anak yang keluarganya bermasalah atau yatim piatu, peran keluarga sangatlah kurang dalam pendampingan.
Pada remaja di Panti Asuhan (PA) Santo Thomas Ngawen, menurut data yang diperoleh dari pihak panti asuhan, dari 34 remaja hanya
(21)
5 remaja yang berani untuk mengaktualisasikan diri. Data yang ada juga didukung oleh hasil observasi dan wawancara peneliti. Remaja di PA San-to Thomas Ngawen belum dapat menerima keberadaan mereka di sana, mereka juga merasa bahwa diri mereka lebih rendah dari remaja yang tinggal bersama keluarga. Hal tersebut menyebabkan remaja di panti asuhan memiliki rasa rendah diri, dan kurang percaya diri. Perasaan-perasaan tersebut dapat menghambat proses remaja menjadi dirinya sendiri dan mengambangkan segala potensi yang dimiliki. Masalah-masalah ter-sebut dapat ditanggulangi atau dicegah dengan melakukan bimbingan.
Bimbingan yang diberikan bersifat bimbingan kelompok, bukan sekedar pemberiaan materi menggunakan metode ceramah, melainkan melibatkan anak untuk bersosiodrama. Bimbingan kelompok memiliki Da-lam metode sosiodrama anak diajak untuk mengaktualisasikan dirinya da-lam bentuk sebuah drama yang mengangkat masalah sosial yang terjadi langsung dalam bimbingan tersebut. Sosiodrama digunakan dalam penelitian ini, dikarenakan memiliki beberapa kelebihan seperti: berkesan dan tahan lama dalam ingatan, menarik sehingga peserta antusias mengi-kuti bimbingan, memberikan kesempatan peserta untuk mengembangkan kreativitas, dan memberikan kesempatan untuk berpendapat. Dengan demikian, anak dapat mengaktualisasikan diri secara total.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam upaya mencapai tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan aktualisasi diri remaja panti asuhan. Penulis melakukan penelitian tindakan bimbingan dan konseling
(22)
dengan judul “Peningkatan Aktualisasi Diri Remaja Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen Tahun 2014/2015 Melalui Bimbingan Kelompok Menggunakan Sosiodrama”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, masala-masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah aktualisasi diri remaja panti asuhan Santo Thomas Ngawen dapat ditingkatkan melalui bimbingan kelompok dengan menggunakan sosiodrama?
2. Seberapa tinggi peningkatan aktualisasi diri remaja panti asuhan Santo Thomas Ngawen melalui bimbingan kelompok dengan menggunakan sosiodrama untuk setiap siklus?
3. Apakah terdapat peningkatan aktualisasi diri yang signifikan pada remaja Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen antar siklus?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Meningkatkan aktualisasi diri remaja Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen melalui bimbingan kelompok dengan menggunakan sosio-drama.
(23)
2. Mengukur dan membandingkan peningkatan aktualisasi diri remaja Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen melalui bimbingan kelompok dengan menggunakan sosiodrama pada setiap siklus.
3. Mengukur dan membandingkan peningkatan aktualisasi diri yang sig-nifikan pada remaja Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen pada setiap siklusnya.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bidang bimbingan dan konseling, khususnya tentang upaya-upaya peningkatan aktualisasi diri pada remaja Panti Asuhan melalui bimbingan kelompok dengan menggunakan sosiodrama. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pembimbing Panti Asuhan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk upaya pen-ingkatan aktualisasi diri anak panti asuhan atau siswa di sekolah melalui layanan bimbingan kelompok.
b. Bagi anak panti asuhan
Anak panti asuhan dapat meningkatkan aktualisasi dirinya sehing-ga dapat mencapai perkembansehing-gan kearah yang lebih baik.
(24)
c. Bagi peneliti
Penelitian ini merupakan kesempatan untuk berlatih dan men-gaplikasikan ilmu yang telah didapat dalam kuliah dan kelak berguna sebagai bekal untuk menunjang kompetensi yang di-harapakan dari guru BK di sekolah maupun di luar sekolah.
E. Definisi Operasional
1. Aktualisasi diri adalah suatu proses menjadi diri sendiri pada remaja dengan mengembangkan potensi mereka dan keunikannya yang ada untuk menjadi pribadi yang utuh.
2. Bimbingan kelompok adalah usaha bantuan pendampingan yang diberikan secara keseluruhan pada sekelompok remaja yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah.
3. Sosiodrama adalah suatu metode yang digunakan dalam bimbingan ke-lompok diberikan pada remaja di Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen, bertujuan untuk meningkatkan aktualisasi diri berupa drama yang dimainkan sekelompok remaja panti asuhan dengan berbagai peran.
(25)
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini dipaparkan aktualisasi diri, bimbingan kelompok, akutualisasi diri remaja panti asuhan, dan sosiodrama.
A. Hakikat Aktualisasi Diri
1. Pengertian Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah pertumbuhan diri individu terhadap perkembangan dan pemenuhan potensi diri yang mereka miliki, (Bernard, 1997: 126). Aktualisasi diri menurut Rogers (Schultz, 1991: 46) adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat serta potensi-potensi yang unik. Aktualisasi diri dipengaruhi oleh biologis, lingkungan, pengalaman, dan belajar.
Aktualisasi diri juga diartikan sebagai proses perkembangan individu atau penemuan jati diri dan berkembangnya potensi yang ada maupun yang terpendam dalam diri individu (Frank, 1987: 51). Potensi yang ada dalam diri individu dapat berkembang bila setiap kebutuhan dasar dari individu terpenuhi.
Kebutuhan dasar merupakan hal yang alami ada dalam diri individu yang harus dipenuhi, kebutuhan dasar tersebut oleh Maslow disusun dalam hirarki kebutuhan. Hirarki kebutuhan tersusun dari kebutuhan terendah yaitu kebutuhan jasmani hingga kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri. Ada lima tingkatan dalam hirarki kebutuhan Maslow, yaitu: (Bernard, 1997: 128)
(26)
a. Kebutuhan jasmani
Kebutuhan jasmani meliputi kebutuhan akan pangan, pakaian, dan tempat tinggal maupun kebutuhan biologis.
b. Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan rasa aman meliputi kebutuhan akan keamanan beraktivitas, kemerdekaan dari rasa takut ataupun tekanan, keamanan dari kejadian atau lingkungan yang mengancam. c. Kebutuhan cinta dan rasa memiliki
Kebutuhan cinta dan rasa memiliki meliputi kebutuhan akan persahabatan, berkeluarga, berkelompok, interaksi dan kasih sayang.
d. Kebutuhan harga diri
Kebutuhan harga diri meliputi kebutuhan akan harga diri, status, prestise, respek, dan penghargaan dari pihak lain.
e. Aktualisasi diri
Kebutuhan aktualisasi diri meliputi kebutuhan akan memenuhi keberadaan diri melalui mengembangkan kemampuan dan potensi diri.
Berdasarkan bahasan aktualisasi diri menurut beberapa ahli seperti paparan di depan, maka dapat disimpulkan bahwa aktualisasi diri merupakan suatu proses menjadi diri sendiri dengan mengembangkan potensi individu sesuai dengan keunikannya yang ada untuk menjadi seseorang dengan kepribadian yang utuh dan penuh.
(27)
2. Faktor-faktor Aktualisasi Diri
Menurut Rogers (Boeree, 2004: 321) ada 3 faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri, yaitu:
a. Perhatian Positif Kondisional
Kecenderungan individu untuk menilai diri sendiri sesuai dengan standar yang diberikan orang lain dan bukan karena usaha sendiri. Dimana individu akan memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri setelah menerima sikap positif dari orang lain. Misalnya individu akan mendapatkan perhatian atau pujian dari orang lain di saat individu tersebut mampu menunjukkan kebaikan dan kelebihan yang dimiliki.
b. Ketidak sebidangan
Terdapat 2 pertimbangan diri, yaitu: diri riil dan diri ideal. Diri riil adalah individu sebagaimana adanya jika segala sesuatu berjalan dengan baik, sedangkan diri ideal adalah sesuatu yang tidak nyata. Ketidaksebidangan inilah yang disebut sebagai neurosis yaitu ketidakselarasan dengan diri sendiri antara “saya sebagai adanya” dengan “saya sebagaimana seharusnya”.
c. Pertahanan
Ketiaksebidangan yang terjadi pada individu akan memberikan akibat situasi terancam atau tidak nyaman. Situasi tersebut akan menimbulkan kecemasan, hal tersebut
(28)
menandakan ada sebuah masalah yang dihadapi oleh individu tersebut. Kecenderungan individu untuk menghindari masalah dengan membuat pertahanan diri. Pertahanan diri ini digunakan untuk membebaskan diri dari situasi yang mengancam atau tidak nyaman, misalnya individu akan menyalahkan orang lain atau mencoba melupakan kenangan atau pengalaman yang buruk.
3. Aspek-aspek Aktualisasi Diri
Individu yang telah mencapai aktualisasi diri dengan optimal akan memiliki kepribadian yang berbeda dengan individu pada umumnya. Menurut Maslow 1970 (Feist & Gregory, 2010: 345-352) ada 13 aspek yang menunjukkan individu sudah mencapai tingkat aktualisasi diri, sebagai berikut:
a. Persepsi yang efesien terhadap kenyataan
Orang yang mengkatualisasikan diri dapat lebih mudah mengenali kepalsuan pada orang lain. Mereka dapat membedakan antara ketulusan dan kepalsuan yang terdapat pada orang tetapi juga pada tulisan, karya seni, dan musik. b. Penerimaan akan diri, orang lain, dan hal-hal alamiah
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri dapat menerima diri mereka seperti apa adanya. Mereka tidak bersifat defensife, berpura-pura, dan tidak mempunyai perasaan bersalah yang mengganggu diri, tidak terlalu mengkritik kekurangan sendiri,
(29)
dan tidak terbeban oleh kecemasan atau rasa malu yang berlebihan.
c. Spontanitas, kesederhanaan, dan kewajaran
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri merupakan orang-orang yang spontan, sederhana, dan alami. Mereka tidak konvensional, tetapi tidak melakukannya secara komplusif. Mereka sangat etis (mengikuti aturan), walau terkadang terlihat tidak mengikuti aturan.
d. Berpusat pada masalah
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri menunjukan ketertarikan mereka pada masalah-masalah di luar diri mereka. e. Memiliki kemandirian
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri mempunyai kepercayaan diri dan kemandirian yang besar. Memungkinkan mereka tidak khawatir terhadap kritik dan tidak bergerak oleh pujian. Kemandirian memberikan mereka rasa damai dan tenang.
f. Penghargaan yang selalu baru/ memiliki semangat
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri adalah mereka yang mengahrgai apa yang mereka miliki dan tidak menghabiskan waktu untuk mengeluh tentang kehidupan.
(30)
g. Pengalaman puncak
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri mampu menemukan hal-hal yang tak terduga dimana orang-orang ini mengalami pengalaman-pengalaman yang sulit dijelaskan dan memberi mereka perasaan yang hebat.
h. Memiliki minat sosial
Orang yang mengaktualisasikan diri memiliki minat sosial. Maslow (Feist & Gregory, 2010: 347) menemukan orang-orang yang mengaktualisasikan diri adalah menyayangi orang lain. Mereka memahami orang lain dan keinginan tulus untuk membantu orang lain, baik teman ataupun orang asing.
i. Hubungan interpersonal yang kuat
Orang yang mengaktualisasikan diri mempunyai perasaan sayang terhadap orang pada umumnya, tetapi teman dekat mereka jumlahnya terbatas.
j. Memiliki karakter demokratis
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri memiliki nilai-nilai demokratis. Mereka bersikap ramah dan perhatian terhadap orang lain tanpa memandang kelas sosial, warna kulit, ataupun jenis kelamin.
k. Mampu membedakan antara cara dan tujuan
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri mengetahui dengan jelas antara perbuatan yang benar dan salah. Mereka melihat
(31)
tujuan daripada cara dan mempunyai kemampuan yang tidak biasa dalam membedakan antara keduanya.
l. Rasa jenaka
Pengaktualisasidiri memiliki rasa humor yang filosofis dan tidak menyerang orang lain. Mereka dapat melemparkan lelucon tentang diri sendiri, tetapi tidak pernah membuat lelucon yang tidak menyenangkan diri sendiri ataupun orang lain. lelucon terjadi secara alamiah bedasarkan situasi yang ada dan tidak dibuat-buat.
m. Kreativitas
Tidak semua orang yang mengaktualisasikan diri kreatif dalam bidang seni, tetapi mereka kreatif sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Mereka mengembangkan potensi, minat dan bakat, mencoba hal-hal yang baru dan membuat inovasi baru. Aspek-aspek yang dipaparkan di atas tidak digunakan untuk melihat aktualisasi diri remaja dalam penelitian ini. Dikarenakan disesuaikan dengan tugas perkembangan remaja. Tugas perkembangan remaja dalam Achdiyat Maman (1981: 24-33) sebagai berikut:
a. Mencapai hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin.
b. Menerima fisik dan mempergunakan secara efektif.
c. Mengembangkan keterampilan intelektual dan potensi yang dimiliki.
(32)
d. Memperoleh nilai-nilai dan etika sebagai pedoman tingkah laku.
e. Peran social sebagai pria atau sebagai wanita.
Apibila disesuaikan dengan tugas perkembangan masa remaja di atas, dari 13 aspek tersebut terdapat 5 aspek yang sesuai. Dalam hal ini peneliti menggunakan 5 aspek untuk melihat aktualisasi diri dalam masa remaja, yaitu:
a. Penerimaan diri
Individu yang sudah mencapai tingkat aktualisasi diri dapat menerima dirinya sendiri dengan apa adanya, individu tidak berpura-pura dan individu tidak menyalahkan diri sendiri terhadap segala kegagalan, kekurangan, dan tidak terbebani rasa cemas atau rasa malu yang berlebihan. Individu yang sudah mencapai tingkat aktualisasi diri juga dapat menerima orang lain dengan menerima kekurangan dan tidak merasa terancam akan kelebihan orang lain.
b. Penghargaan
Pengharagaan yang ada dalam diri individu yang sudah mencapai tingkat aktualisasi diri dapat berupa adanya rasa bersyukur terhadap apa yang mereka miliki seperti: pengalaman yang buruk maupun baik, potensi yang individu miliki, dan berkah yang didapatkan.
(33)
c. Humor
Humor yang dilakukan oleh individu yang sudah mencapai tingkat aktualisasi diri adalah lelucon yang bertujuan untuk membuat orang lain tertawa dan memberi informasi. Lelucon yang individu buat juga bukan untuk menertawakan terhadap kekurangan atau menyakiti orang lain, terkadang juga menjadikan dirinya untuk bahan lelucon. Lelucon juga tidak dibuat-buat, bersifat spontan, dan tidak direncanakan.
d. Hubungan antar individu
Individu yang sudah mencapai tingkatan aktualisasi diri memiliki rasa sayang pada orang-orang disekitarnya, individu juga memiliki perasaan yang tulus untuk membantu orang yang sudah dikenal dekat maupun kenalan jauh.
e. Kreativitas
Kreativitas pada individu yang sudah mencapai tingkat aktualisasi diri tidak semua ditunjukkan dalam bidang seni, tetapi mereka mengembangkan potensi yang dimiliki dalam diri individu.
Aspek-aspek yang disebutkan di atas merupakan cerminan orang (remaja) yang berada pada pencapaian kehidupan yang dapat mengaktualisasikan dirinya. Konsekuensinya ia akan merasakan bersyukur pada Tuhan, orang tua, orang lain, alam, dan segala sesuatu yang menyebabkan keberuntungan tersebut
(34)
4. Karakteritik Aktualisasi Diri
Menurut Maslow (Bernard, 1997: 127), pribadi yang sudah mencapai tingkat aktualisasi diri adalah pribadi yang sudah memenuhi tingkat kebutuhan, bukan seseorang yang sempurna. Ada beberapa karakteristik orang yang sudah mencapai tingkat aktualisasi diri adalah sebagai berikut:
a. Persepsi yang efektif: individu maupun melihat dunia dan dirinya sendiri sesuai dengan realita.
b. Menjadi diri sendiri: mengekspresikan pikiran dan emosi yang ada dalam diri individu atau dengan kata lain tidak menutupi kekurangan yang ada dalam dirinya.
c. Tidak menghindari emosi yang ada dalam diri individu.
Dalam (Feist & Gregory 2010: 343) dijelaskan juga beberapa karakteristik orang yang sudah mencapai tingkat aktualisasi diri, sebagai berikut:
a. Individu yang bebas dari gangguan psikologis.
b. Individu yang sudah memenuhi tingkatan pada hirarki kebutuhan.
c. Individu yang menjujung nilai-nilai kehidupan.
d. Individu yang sudah menggunakan dan mengembangkan potensi yang dimiliki.
(35)
B. Aktualisasi Diri Remaja di Panti Asuhan St. Thomas Ngawen
1. Panti Asuhan St. Thomas Ngawen
Panti asuhan menurut etimologi berasal dari dua kata yaitu: “panti” yang berarti suatu lembaga atau satuan kerja yang merupakan prasarana dan sarana yang memberikan layanan sosial, dan “asuhan” yang mempunyai arti berbagai upaya yang diberikan kepada anak yang mengalami masalah kelakuan, yang bersifat sementara sebagai pengganti orang tua atau keluarga agar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.
Panti asuhan adalah lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar serta melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar melalui pelayanan pengganti atau perwakilan anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat, dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian generasi cita-cita bangsa dan sebagai insan yang turut serta aktif dalam bidang pembangunan nasional (Departemen Sosial RI, 1995)
Panti asuhan anak (BKPA: pedoman panti asuhan, 1979) adalah proyek pelayanan dan penyantunan terhadap anak-anak yatim, piatu, yatim-piatu, keluarga retak (bercerai), dan anak terlantar dengan cara
(36)
memenuhi segala kebutuhan, baik berupa material maupun spiritual, meliputi: sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Beberapa keadaan tertentu dapat membuat keluarga tidak mampu menjalankan fungsi dengan baik dalam pemenuhan kebutuhan anak, yang kemudian menyebabkan ketelentaran pada anak. Beberapa penyebab ketelantaran pada anak, antara lain:
a. Orang tua meninggal atau tidak ada sanak keluarga yang merawatnya, sehingga anak menjadi yatim piatu.
b. Orang tua tidak mampu (sangat miskin), sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan minimal anak-anaknya.
c. Orang tua tidak dapat dan tidak sanggup melaksanakan fungsinya dengan baik atau dengan wajar dalam waktu relatif lama, misalnya: menderita penyakit kronis dan lain-lain. Menurut Bab 1, pasal 1 UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, definisi anak terlantar adalah “Anak terlantar adalah anak yang karena sesuatu sebab, orang tua tidak dapat menjalankan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial”
Ciri-ciri anak terlantar menurut BPAS (1986: 111) adalah sebagai berikut:
a. Kurang kasih sayang dan bimbingan dari orang tua. b. Lingkungan keluarga kurang membantu perkembangan c. Kurang pendidikan dan pengetahuan
(37)
d. Kurang bermain
e. Kurang adanya kepastian tentang hari esok dan lain-lain.
Keterlantaran anak yang disebabkan fungsi keluarga tidak berjalan menjalankan secara baik tersebut dapat diatasi, salah satunya oleh panti asuhan. Panti asuhan memiliki fungsi sebagai sarana pembinaan dan pengentasan anak terlantar. Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia panti asuhan memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial anak. Panti asuhan berfungsi sebagai pemulihan, perlindungan, pengembangan, dan pencegahaan.
b. Sebagai pusat data dan informasi serta konsultasi kesejahteraan sosial anak.
c. Sebagai pusat pengembangan keterampilan (yang merupakan fungsi penunjang).
d. Panti asuhan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi keluarga dan masyarakat dalam perkembangan dan kepribadian anak-anak remaja.
Panti Asuhan St. Thomas Ngawen merupakan lembaga yang bernaung di bawah Yayasan Santa Maria yang dikelola oleh suster-suster Abdi Kristus. Panti Asuhan St. Thomas Ngawen berdiri tahun 1940. Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen menampung 35 anak yang terdiri 7 laki-laki dan 28 perempuan, anak yang berada di Panti Asuhan Santo Thomas berusia sekitar 12-19 tahun (remaja).
(38)
Panti Asuhan St. Thomas Ngawen memiliki fungsi yang sama dengan panti asuhan yang lain. Beberapa fungsi panti asuhan St. Thomas Ngawen:
a. Memberikan pelayanan kesejahteraan sosial anak yang terlihat dalam memberikan pemulihan sekolah anak yang terputus karena keluarga yang ekonomi kurang.
b. Sebagai pusat pengembangan keterampilan, terlihat dari para remaja yang berada di sana dibimbing dalam keterampilan bidang musik, kerajinan tangan dari manik-manik yang dibuat tas cantik, kalung, rosario, gelang, dan sebagainya. Remaja di sana juga diajarkan dalam pembuatan bio gas yang berasal dari kotoran sapi, dan remaja juga diajarkan dalam berkebun dan beternak.
c. Sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi keluarga dan masyarakat dalam perkembangan dan kepribadian anak-anak remaja.
Panti Asuhan St. Thomas Ngawen menjalankan segala fungsi yang tertera di atas melalui tenaga pengasuh. Tenaga pengasuh Panti Asuhan St. Thomas Ngawen terdiri dari 4 suster dan 2 remaja panti yang telah lulus dari jenjang SMK.
2. Aktualisasi Diri Remaja di Panti Asuhan
Remaja merupakan suatu masa perubahan yang dialami oleh individu. Perubahan yang terjadi ada 2 bagian yaitu perubahan yang
(39)
terjadi di dalam diri dan perubahan yang di luar diri. Perubahan yang terjadi dalam diri misalnya: fisik, sikap, nilai, dan minat, sedangkan perubahan yang terjadi di luar dirinya misalnya: perubahan sikap orang tua atau anggota keluarga, sikap guru-guru di sekolah, hubungan dengan teman sebaya dan masyarakat luas.
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti luas yang mencakup kematangan mental, emosional-sosial, dan fisik (Hurlock, 1992). Santrock (2003 : 26) mendefinisikan bahwa adolensence sebagai masa perkembangan dari masa anak ke masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari, remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan pada semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa. Remaja dapat diartikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, di mana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik pematangan fisik maupun psikologis.
Remaja mengalami masalah akan perubahan tersebut, karena terkadang ada proses belajar atau pengalaman dalam masa kanak-kanak yang belum terselesaikan secara tuntas. Masalah juga dapat terjadi karena kurang pendampingan dari orangtua atau seseorang yang lebih tahu.
(40)
Pendampingan dari orang tua adalah bentuk penerimaan dari orang lain terhadap perubahan yang terjadi dalam diri remaja. Pendampingan tersebut didapatkan oleh anak yang berada di tengah-tengah keluarga, namun itu tidak di dapat oleh remaja panti asuhan St. Thomas Ngawen. Remaja di panti asuhan St. Thomas Ngawen hanya mendapatkan pendampingan dari para suster dan pengasuh. Pengasuh tidak dapat mendampingi remaja secara total dikarenakan pengasuh hanya 1 atau 2 orang. Sebab itu remaja kurang dapat menerima perubahan yang ada dalam dirinya, akhirnya remaja memiliki penerimaan diri yang rendah. Penerimaan diri yang rendah dapat mengakibatkan penghargaan akan dirinya rendah, humor remaja yang tidak baik, mengganggu hubungan interpersonal remaja terhadap orang tua atau teman sebaya, dan menghambat kreativitas remaja. Semua itu maka mengakibatkan remaja untuk beraktualisasi diri, di mana remaja dapat menjadi diri sendiri dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya.
C. Bimbingan Kelompok
1. Pengertian Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno, H, & Erman Amti (1994: 99) Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa; agar orang yang kita dibimbing dapat
(41)
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Bimbingan kelompok juga diartikan sebagai pengalaman pengajaran pada sebuah kelompok, kelompok yang ada adalah sekelompok anak yang memiliki masalah yang sama (Winkel dan Sri Hastuti 2004: 564).
Bimbingan kelompok digunakan dalam penelitian ini dikarenakan memiliki kelebihan yang mendukung peningkatan aktualisasi diri. Bimbingan kelompok memiliki beberapa kelebihan seperti berikut: a. Anak bermasalah dapat mengenal dirinya melalui teman-teman
kelompok. Anak dibantu yang lain dalam menemukan dirinya dan sebaliknya, anak juga dapat membantu temanya untuk menemukan dirinya.
b. Sikap-sikap positif anak dapat dikembangkan seperti toleransi, saling menghargai, kerjasama, tanggungjawab, kreativitas, dan sikap-sikap kelompok lainnya.
c. Menghilangkan beban moril seperti malu, penakut, dan sifat egois, agresif, manja, dan sebagainya.
Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan pada individu secara keseluruhan di dalam kelompok yang memiliki kebutuhan dan masalah yang sama, bimbingan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang ada. Bimbingan juga membuat individu yang berada dalam kelompok dapat
(42)
berkembang secara mandiri dan optimal sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kelompok. Bimbingan juga dapat menggunakan berbagai macam metode dalam pelaksanaannya, metode tersebut seperti: sosiodrama, role playing, dan psikodrama.
2. Fungsi Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno, H. & Erman Amti (1994: 196-217) fungsi bimbingan ditinjau dari keguanaan dan manfaat, ataupun keuntungan-keuntungan apa yang akan diperoleh melalui pelayanan tersebut. Fungsi-fungsi itu banyak dan dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi, yaitu :
a. Fungsi pemahaman
Pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien dan oleh pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman tentang lingkungan klien oleh klien.
b. Fungsi pencegahan
Pencegahan adalah proses menghindari timbulnya atau meningkatnya kondisi bermasalah pada diri klien.
c. Fungsi pengentasan
Pengentasan adalah upaya untuk menyelesaikan masalah yang dialami klien. Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan, sebab setiap masalah adalah unik.
(43)
d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
Memelihara segala sesuatu yang baik pada diri individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan (hasil belajar) yang telah dicapai selama ini.
3. Prinsip-Prinsip Bimbingan Kelompok
Prinsip merupakan panduan atau pedoman dalam pelaksanaan bimbingan. Beberapa prinsip bimbingan kelompok yang dikemukakan Van Hoose (Prayitno, H, & Erman Amti 1994: 218), yaitu :
a. Bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak terkandung kebaikan-kebaikan; setiap pribadi mempunyai potensi dan pendidikan hendaklah mampu membantu anak memanfaatkan potensinya.
b. Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik, seseorang anak berbeda dari yang lain.
c. Bimbingan merupakan bantuan pada anak-anak dan pemuda dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi pribadi-pribadi yang sehat.
d. Bimbingan merupakan usaha membantu mereka yang memerlukan untuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan umumnya.
e. Bimbingan adalah pelayanan yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan latihan-latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan bimbingan diperlukan minat pribadi khusus pula.
(44)
Prinsip-prinsip tersebut memiliki keterkaitan dengan sasaran pelayanan, masalah individu, program, dan penyelenggaraan pelayanan bimbingan. Konselor atau guru BK terikat oleh prinsip-prinsip tersebut, di sekolah maupun di luar sekolah.
D. Sosiodrama
1. Pengertian Sosiodrama
Drama dalam pendidikan adalah sebuah cara mamberikan keseimbangan pada pendidikan moral dan pendidikan budipekertti. Sandiwara juga membantu bermacam-macam kepandaian dan pengetahuan, seperti: kesastraan, berbicara dengan irama, menghafalkan, menghilangkan sifat malu, menyesuaikan kata dengan pikiran, perasaan, dan kemampuan serta kemauan (Brahim, 1968:155). Pendidikan yang menggunakan sandiwara dalam sebuah pelajaran disebut sosiodrama.
Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya (Wina Sanjaya, 2006: 160-161).
Sosiodrama adalah permainan peranan yang membahas konflik-konflik sosial dan pribadi yang masih dalam batas normal (Romlah, 1989: 36). Winkel &Sri Hastuti (2004: 571) menjelaskan sosiodrama
(45)
merupakan dramatisasi atau kegiatan drama dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan, termasuk masalah yang sering dialami dalam pergaulan sosial.
Berdasarkan pengertian dari berbagai para ahli tentang sosiodrama di atas, maka ditarik kesimpulan pengertian sosiodrama adalah metode yang digunakan untuk memberikan bantuan (bimbingan) secara kelompok, dan membantu memecahkan masalah sosial yang ada di lingkungan sekitar. Sosiodrama dalam penelitian ini sebagai suatu teknik atau cara yang digunakan bimbingan kelompok, dimana guru pembimbing memberikan kesempatan kepada peserta untuk memerankan suatu lakon tertentu yang terdapat di masalah-masalah sosial yang menghambat atau menyebabkan aktualisasi diri rendah. Sosiodrama digunakan dalam penelitian ini dikarenakan peserta mampu melihat keadaan dirinya, kemampuan yang dimiliki serta memahami dirinya. Sosiodrma dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran yang akan dimainkan, sehingga peserta tidak merasa terpaksa.
2. Manfaat Sosiodrama
Sosiodrama yang dilakukan dalam sebuah bimbingan pasti memiliki manfaat, manfaat tersebut seperti berikut:
a. Memberi kesempatan kepada anak untuk melahirkan daya kreasi masing-masing. Dalam sosiodrama, anak diajak untuk
(46)
menyusun skenario yang akan dimainkan. Dengan menyusun skenario maka anak akan memunculkan kreasi mereka.
b. Mengembangkan emosi yang sehat pada anak-anak. Sosiodrama juga mengajak untuk berperan yang tidak sesuai dengan keadaan emosi pada dirinya. Dari sosiodrama tersebut anak belajar untuk mengembangkan emosi yang baik.
c. Menghilangkan sifat malu, gugup, tegang, dan takut. Dalam sosiodrama anak-anak bebas mengekspresikan diri tanpa ada peraturan yang ketat. Mereka boleh mengimprofisasi segala peran yang didapat.
d. Anak dapat menerapkan makna-makna sosial yang di dalamnya norma dan nilai. Drama yang dimainkan adalah drama yang mengangkat masalah-masalah sosial yang mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat.
e. Anak termotivasi dari dalam dirinya dari pengalaman yang didapat. Ada motivasi untuk berubah kearah yang lebih baik setelah memahami tentang peran tersebut.
Menurut (Wina Sanjaya, 2006: 160) sosiodrama memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Sosiodrama dapat menjadi bekal bagi anak dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja.
(47)
b. Sosiodrama dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui sosiodrama anak diberi kesempatan untuk memainkan peran sesuai dengan topik yang dipilih.
c. Sosiodrama dapat memupuk keberanian dan percaya diri anak. d. Memperluas pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi yang problematis.
e. Sosiodrama dapat meningkatkan gairah anak dalam proses pembelajaran.
Bedasarkan manfaat yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan manfaat sosiodrama adalah mengembangkan segala potensi yang dimiliki atau terpendam dalam bentuk kreativitas dan mengembangkan sifat-sifat positif yang ada dalam dirinya.
3. Langkah-langkah Sosiodrama
Menurut Wina Sanjaya (2006: 161-162) ada beberapa langkah dalam penggunaan sosiodrama, langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
a. Persiapan Sosiodrama
1) Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh sosiodrama.
2) Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disosiodramakan.
(48)
3) Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam sosiodrama, peran yang akan dimainkan oleh pemeran, serta waktu yang akan disediakan.
4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi. b. Pelaksanaan simulasi
1) Sosiodrama mulai dimainkan oleh kelompok pemeran. 2) Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
3) Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat kesulitan.
4) Sosiodrama hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang disosiodramakan.
c. Penutup
1) Melakukan diskusi atau evaluasi tentang jalannya sosiodrama maupun materi cerita yang disosiodramakan. Guru harus mendorong siswa agar dapat memberikan tanggapan terhadap pelaksanaan sosiodrama.
2) Merumuskan kesimpulan dari semua proses jalannya sosiodrama.
Langkah-langkah lain dalam menerapkan metode sosiodrama antara lain:
(49)
a. Bila metode sosiodrama baru diterapkan dalam bimbingan, maka hendaknya pembimbing menerangkan terlebih dahulu teknik pelaksanaannya, dan menentukan di antara anak yang tepat untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu, kemudian secara sederhana dimainkan di depan kelas.
b. Menerapkan situasi dan masalah yang akan dimainkan dan perlu juga diceritakan jalannya peristiwa dan latar belakang cerita yang akan diperankan tersebut sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
c. Pengaturan adegan dan kesiapan mental dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga benar-benar bisa membangun interaksi yang lebih menarik.
d. Setelah sosiodrama itu dalam puncak klimaks, maka pembimbing dapat menghentikan jalannya drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat diselesaikan secara umum, sehingga penonton (anak yang mengamati) ada kesempatan untuk berpendapat dan menilai sosiodrama yang dimainkan. Sosiodrama dapat pula dihentikan bila menemui jalan buntu.
e. Anak diberikan kesempatan untuk memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan kesesuaian jalannya sosiodrama dengan materi yang sedang dibicarakan.
(50)
f. Pembimbing menerima semua masukan dari anak dan memberikan simpulan yang tepat dari pengilustrasian materi melalui metode sosiodrama tersebut.
g. Menyelaraskan pemahaman konsep yang dijelaskan dalam pemecahan masalah/soal yang berkaitan dengan materi bimbingan.
Sebelum menerapkan metode Sosiodrama, pembimbing hendaknya menyusun skenario sesuai kebutuhan, mengacu pada Rencana Satuan Pelayanan Bimbingan yang telah disusun. Hal ini perlu agar kegiatan bimbingan dapat berjalan menarik, mencapai tujuan, sasaran dan tidak melebihi alokasi waktu yang ditentukan.
4. Bimbingan Kelompok Menggunakan Sosiodrama
Menurut Prayitno, H. & Erman Amti (1994) bahwa tujuan bimbingan kelompok terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum bimbingan kelompok bertujuan untuk membantu para siswa yang mengalami masalah melalaui prosedur kelompok. Selain itu mengembangkan pribadi anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan, baik suasana yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Tujuan khusus bimbingan kelompok sebagai berikut:
a. Melatih anak untuk berani mengemukakan pendapat di hadapan orang lain
(51)
c. Melatih anak untuk dapat membina kearaban bersama teman-teman dalam kelompok khusus dan teman di luar kelompok pada umumnya.
d. Melatih anak untuk dapat mengandalikan diri dalam kegiatan kelompok
e. Melatih anak untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain.
f. Melatih anak memperoleh keterampilan sosial.
g. Membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam hubungan dengan orang lain.
Menurut Winkel & Sri Hastuti (2004: 547) tujuan bimbingan kelompok adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-masing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok. Bimbingan memiliki tujuan dalam setiap pelaksanaan dari beberapa ahli sebagaimana dikutip Prayitno (1994: 113-114), yaitu:
a. Agar individu dapat membuat pilihan-pilihan, membuat penyesuaian, dan membuat interpretasi.
b. Membantu orang agar menjadi insane yang berguna. c. Bimbingan memiliki tujuan, yaitu:
1) Memberi dukungan
2) Memberi wawasan, pandangan, pemahaman, keterampilan, dan alternative baru.
(52)
3) Mengatasi permasalahan yang dihadapi.
d. Mengadakan perubahan tingkah laku secara positif, melakukan pemacahan masalah, melakukan pengambilan keputusan; pengembangan kesadaran; dan pengembangan kepribadian, mengembangkan penerimaan diri, memberi pengukuhan. e. Membantu individu untuk perkembangan dirinya, dalam arti
mengadakan perubahan-perubahan positif pada diri individu. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan bimbingan adalah membantu individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan mengembangkan kemampuan atau bakat yang dimiliki dalam berbagai latar belakang (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, dan status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungan sekitar.
Melihat tujuan bimbingan tersebut, maka pada penelitian tindakan ini dipilih bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode sosiodrama. Sosiodrama digunakan dalam penelitian ini dikarenakan manfaat dari sosiodrama dengan tujuan bimbingan kelompok sama, salah satu manfaat sosiodrama menurut Wina (2006) adalah mengembangkan kreativitas, memupuk keberanian dan percaya diri , memperluas pengetahuan, mengembangkan sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi yang problematis. Setiap dilakukan
(53)
bimbingan kelompok akan menggunakan sosiodrama untuk menjelaskan materi yang disampaikan. Materi akan dibuat naskah tentang masalah-masalah kehidupan sehari-hari yang menyangkut aspek-aspek aktualisasi diri. Naskah akan dimainkan dengan sukarela oleh peserta dan pembimbing ikut serta dalam drama tersebut.
E. Kerangka Pikir
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dengan mengembangkan potensi individu sesuai dengan keunikannya yang ada untuk menjadi seseorang dengan kepribadian utuh dan penuh. Aktualisasi diri dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu fisik, pengalaman belajar, dan lingkungan keluarga. Kenyataan dalam perjalanan hidup, tidak semua orang (remaja) beruntung dapat memiliki fisik, pengalaman belajar, dan lingkungan keluarga yang ideal.
Banyak remaja yang mengalami kenyataan pahit dalam hidupnya. Perubahan fisik yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, pengalaman belajar yang tidak menyenangkan dari luar atau pun dalam dirinya. Pengaruh yang sangat besar dalam aktualisasi diri adalah keadaan keluarga tidak harmonis, kematian atau perceraian orang tua, kemiskinan, keluarga berantakan, keadaan ini dapat menyebabkan hilang fungsi keluarga. Akibatnya anak tidak mendapat kasih sayang orang tua, terkadang harus menjalani kehidupan yang keras sendiri. Kondisi inilah dapat menyebabkan seseorang berada pada sebuah lembaga bernama panti
(54)
asuhan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap aktualisasi diri remaja panti asuhan.
Perlu dilakukan upaya yang dapat meningkatkan aktualisasi diri remaja, salah satunya melalui bimbingan kelompok menggunakan sosiodrama. Menurut Wina (2006) manfaat dari sosiodrama adalah mengembangkan kreativitas, memupuk keberanian dan percaya diri, memperluas pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam menghadapi berbagai situasi yang problematis dengan memainkan suatu drama tentang masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan salah satu proses dari aktualisasi diri.
Remaja yang telah berani bermain sosiodrama diharapkan dapat menerima dan menghargai perubahan yang terjadi dalam dirinya, membawa pada rasa humor dan hubungan interpersonal yang baik, dan dapat juga berkreativitas untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Hal-hal ini mengakibatkan aktualisasi diri meningkat.
F. Hipotesis Tindakan
Sesuai dengan kajian teori, maka dalam penelitian tindakan ini diajukan hipotesis sebagai berikut: Aktualisasi diri remaja Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen tahun 2014/2015 dapat ditingkatkan melalui bimbingan kelompok menggunakan sosiodrama.
(55)
37
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini dipaparkan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, prosedur penelitian, metode analisis data, dan kriteria keberhasilan.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan. Penelitian tindakan berasal dari bahasa Inggris action research.Mertler (Dede Rahmat, 2011) menegaskan action research sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari suatu masalah, mencari solusi, serta melakukan perbaikan atas suatu program sekolah atau kelas khusus.Penelitian tindakan menurut Bodgan dan Biklen, (Burns, 1999:30) Penelitian tindakan adalah pengumpulan informasi yang sistematik yang dirancang untuk menghasilkan perubahan sosial. Menurut Elliot (1982), penelitian tindakan adalah kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan melalui proses diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan mempelajari pengaruh yang ditimbulkan.
Penelitian tindakan merupakan bentuk suatu kajian yang bersifat reflektif dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi. Penelitian ini dapat dilaksanakan jika pembimbing sejak awal menyadari adanya persoalan yang terkait dengan proses layanan bimbingan kelompok yang dihadapi di panti asuhan.Penelitian tindakan juga merupakan upaya peneliti untuk perbaikan suatu perilaku atau kondisi dalam situasi sosial.
(56)
Tindakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan atau memperbaiki aktualisasi diri remaja panti asuhan Santo Thomas Ngawen melalui bimbingan kelompok dengan menggunakan sosiodrama.
B. Setting Penelitian
Penelitian ini menggunakan setting di aula Panti Asuhan. Data diperoleh pada saat proses bimbingan kelompok yang dilakukan di aula Panti Asuhan.
1. Partisipan dan Penelitian
Pada pelaksanaan penelitian, peneliti dibantu oleh mitra kolaboratif yaitu:
Nama : Sr. M. Magda AK
Jabatan : Pembimbing Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen 2. Topik Bimbingan
Upaya perbaikan akan dilaksanakan selama empat tindakan. Masing-masing tindakan pada tiap siklusnya selama 120 menit. Topik bimbingan setiap siklusnya disesuaikan dengan aspek-aspek aktualisasi diri yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun topik bimbingan pada siklus-siklus perbaikan sebagai berikut:
a. Siklus Tindakan I
1) Fokus Penelitian : Meningkatkan aktualisasi diri remaja. 2) Topik Bahasan : Penerimaan Diri
3) Hari/Tanggal : Jumat, 8 Agustus 2014 4) Waktu : 17.30-18.30 WIB
(57)
5) Tempat : Aula Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen 6) Jumlah Peserta : 34 anak
b. Siklus Tindakan II
1) Fokus Penelitian : Meningkat aktualisasi diri remaja 2) Topik Bahasan : Penghargaan Diri
3) Hari/Tanggal : Senin, 11 Agustus 2014 4) Waktu : 17.30-18.30 WIB
5) Tempat : Aula Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen 6) Jumlah Peserta : 34 anak
c. Siklus Tindakan III
1) Fokus Penelitian : Meningkatkan aktualisasi diri remaja 2) Topik Bahasan : Humor dan Hubungan Interpesonal 3) Hari/Tanggal : Rabu, 13 Agustus 2014
4) Waktu : 17.30-18.30 WIB
5) Tempat : Aula Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen 6) Jumlah Peserta : 34 anak
d. Siklus Tindakan IV
1) Fokus Penelitian : Meningkatkan aktualisasi diri remaja 2) Topik Bahasan : Kreativitas
3) Hari/Tanggal : Jumat, 15 Agustus 2014 4) Waktu : 17.30-18.30 WIB
5) Tempat : Aula Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen 6) Jumlah Peserta : 34 anak
(58)
C. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen. Partisipan dalam penelitian ini adalah semua anak asuh Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen tahun 2014/2015. Anak asuh terdiri dari kelas VII SMP sampai XII SMK berjumlah 34 anak dengan 6 remaja laki-laki dan 28 remaja perempuan.
D. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan tanggal 4 Agustus 2014 – 18 Agustus 2014 pada jam17.00-19.00 WIB, setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Tempat penelitian adalah aula Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen.
E. Jadwal Kegiatan Penelitian
Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan
Bulan
Juni Juli Agustus September 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Penyusunan
Proposal √ √ √ √
2 Persiapan
Penelitian
√ √ √ √ 3 Pelaksanaan
Penelitian
√ √ √ 4 Penyusunan
Laporan
√
(59)
F. Prosedur Penelitian
Prosedur kerja dalam penelitian tindakan ini meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini, dilaksanakan dalam empat siklus. Sebelum masuk ke siklus pertama, peneliti melakukan observasi dan wawancara terlebih dahulu untuk mengetahui situasi panti asuhan dan aktualisasi diri anak panti asuhan dalam mengikuti bimbingan kelompok.Indentifikasi berguna untuk mendapatkan data awal yang terjadi pada remaja panti asuhan tersebut, setelah itu peneliti merancang suatu tindakan dengan berpedoman dari permasalahan yang ada.
Setelah melakukan observasi dan telah menentukan anak asuh yang akan diajak penelitian, selanjutnya secara rinci prosedur penelitian tindakan tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1. Tindakan Siklus I
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
1) Mempersiapkan Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) beserta materi yang mendukung kegiatan bimbingan. Materi berjudul “Penerimaan Diri”
2) Mempersiapkan instrument penelitian berupa angket “Aktualisasi Diri” , lembar observasi, dan panduan untuk wawancara.
(60)
3) Mempersiapkan alat dokumentasi di aula Panti Asuhan Santo Thomas.
b. Pelaksanaan
Setelah peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam usaha perbaikan rencana bersifat fleksibel dan siap dilakukan perubahan sesuai apa yang terjadi didalam proses pelaksanaan di lapangan.
1) Pembukaan
a) Peneliti memeberikan salam pembuka, menjelaskan tentang tema dan tujuan bimbingan.
b) Pemberian Ice breaking yang sesuai dengan tema dan tujuan bimbingan.
c) Inti kegiatan
(1) Pemberian materi tentang “penerimaan diri”
(2) Bersosidrama dengan naskah yang telah dibuat peneliti (3) Tanya jawab tentang naskah dan drama yang telah
dimainkan. (4) Permainan
(a) Peneliti membagikan sepotong kertas pada peserta, kemudian meminta peserta untuk menuliskan kekurangannya.
(61)
(b) Selesai menuliskan kekurangan, peneliti meminta peserta untuk menempelkan kertas tersebut di punggung mereka.
(c) Setelah hal tersebut peserta mencari teman sebanyak-banyaknya untuk menuliskan 1 kelebihan yang dimiliki. (d) Berdiskusi tentang sosiodrama dan permainan yang
telah dilakukan.
(5) Refleksi dari bimbingan kelompok.
(6) Menarik kesimpulan yang dilakukan oleh salah satu peserta.
(7) Memberikan kesimpulan dan penguatan. 2) Penutup
a) Pemberian dan pengisian angket b) Menutup kegiatan dengan berdoa. c. Pengamatan
Tahap ini mitra kolaboratif dan pengamat mengamati proses jalannya bimbingan klasikal. Pengamatan dilakukan guna mendapatkan rekam data mengenai bimbingan kelompok yang telah dilaksanakan.
d. Refleksi
Tahap ini peneliti, mitra kolaboratif, dan pengamat lain berdiskusi mengenai proses jalannya bimbingan kelompok yang telah dilaksanakan. Hasil data observasi akan dipaparkan data untuk mendukung skala aktualisasi diri. Diskusi tersebut
(62)
diharapkan peneliti mendapatkan umpan balik sehingga akan didapatkan hasil refleksi yang akan digunakan sebagai upaya perbaikan siklus selanjutnya.
2. Tindakan Siklus II
Tindakan siklus II dilakukan sebagai upaya perbaikan pada tindakan siklus I. Perencanaan pada tindakan siklus II bedasarkan refleksi yang dilakukan peneliti dari tindakan siklus I. Tindakan siklus II meliputi:
a. Perencanaan
1) Mempersiapkan Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) beserta materi yang mendukung kegiatan bimbingan. Materi berjudul “Penghargaan Diri”
2) Mempersiakan naskah drama yang akan diberikan pada tindakan siklus II.
3) Mempersiapkan instrumen penelitian berupa angket, lembar observasi, dan panduan wawancara.
4) Mempersiapkan peralatan untuk dokumentasi di aula. b. Pelaksanaan
Usaha perbaikan rencana bersifat fleksibel dan siap dilakukan perubahan sesuai apa yang terjadi didalam proses pelaksanaan di lapangan. Pelaksanaan tindakan siklus II berlangsung sebagai berikut:
(63)
1) Pembukaan
(a) Peneliti memberikan salam pembuka, menjelaskan tentang tema dan tujuan bimbingan.
(b) Permainan
(1) Peserta dibagi menjadi empat kelompok, satu kelompok terdiri dari 8 (delapan) orang.
(2) Peserta diberi 2 potong kertas yang terdiri bentuk hati berwarna merah muda, dan pesergi panjang berwarna merah.
(3) Peserta menempel kertas yang berbentuk hati pada bagian tubuh yang disenangi dan menempel kertas berbentuk pesergi panjang pada bagian tubuh yang tidak disenangi.
(4) Peserta menempelkan bagian tubuh yang disukai ke bagian tubuh yang tidak disukai milik teman kelompoknya. Mereka harus berjalan bersama ke tempat yang telah ditentukan.
2) Inti kegiatan
a) Pemberian materi tentang “Penghargaan Diri” b) Bersosiodrama
c) Tanya jawab tentang naskah drama dan permainan yang telah dimainkan.
(64)
3) Penutup
a) Pemberian dan pengisian angket b) Menutup kegiatan dengan berdoa. c. Pengamatan
Tahap ini, mitra kolaboratif dan pengamat lain mengamati proses jalannya kegiatan bimbingan kelompok. Pengamatan berguna untuk mendapatkan rekam data bimbingan kelompok yang telah dilaksanakan.
d. Refleksi
Seperti upaya perbaikan tindakan siklus II, peneliti bersama mitra kolaboratif dan pengamat lain melakukan diskusi untuk mendapatkan umpan balik dari upaya perbaikan yang telah dilaksanakan.
3. Tindakan Siklus III
Menurut Rochiati Wiriaatmadja (2005 : 103) apabila perubahan yang bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran atau bimbingan telah tercapai, atau apa yang telah diteliti telah menunjukkan keberhasilan, tindakan dapat diakhiri. Tindakan ini dilakukan bedasarkan temuan dari tindakan sebelumnya, dan diharapkan dapat mencapai tahap yang optimal, sehingga tindakan dapat berakhir di tindakan siklus III. Tindakan siklus III sebagai berikut:
(65)
a. Perencanaan
1) Mempersiapkan Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) beserta materi dukungan kegiatan bimbingan. Materi berjudul “Humor Membuat Hubungan pada Sesama Baik”
2) Mempersiapkan naskah drama yang akan diberikan pada tindakan siklus III.
3) Mempersiapkan instrumen penelitian berupa angket, lembar observasi, dan panduan untuk wawancara.
4) Mempersiapkan peralatan dokumentasi di aula. b. Pelaksanaan
1) Pembukaan
a) Peneliti memberikan salam pembuka dan menjelaskan tentang tema dan tujuan bimbingan.
b) Pemberian Ice breaking untuk penyemangat kegiatan 2) Inti Kegiatan
a) Menceritakan beberapa kisah yang terjadi pada remaja yang berakibat fatal akibat dari humor yang tidak baik.
b) Bersosiodrama.
c) Berdiskusi di kelompok kecil tentang isi naskah dan drama yang telah dimainkan.
d) Memberikan materi tentang humor baik dan hubungan interpersonal yang baik.
e) Menarik kesimpulan. f) Memberikan penguatan
(66)
3) Penutup
a) Mengisi angket b) Menutup kegiatan. c. Pengamatan
Tahap ini, mitra kolaboratif dan pengamat lain mengamati proses jalannya kegiatan bimbingan kelompok. Pengamatan berguna untuk mendapatkan rekam data bimbingan kelompok yang telah dilaksanakan.
d. Refleksi
Seperti upaya perbaikan tindakan siklus III, peneliti bersama mitra kolaboratif dan pengamat lain melakukan diskusi untuk mendapatkan umpan balik dari upaya perbaikan yang telah dilaksanakan.
4. Tindakan Siklus IV
a. Perencanaan
1) Mempersiapkan Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) beserta materi yang mendukung kegiatan bimbingan. Materi yang diberikan pada tindakan siklus IV berjudul “tunjukan aktualisasi diri dengan kreativitas dan potensi”
2) Mempersiapkan naskah drama yang akan digunakan pada tindakan siklus IV.
3) Mempersiapkan instrumen penelitian berupa angket, lembar observasi, dan panduan untuk wawancara.
(67)
b. Pelaksanaan
Penelitian tindakan siklus IV berlangsung sebagai berikut: 1) Pembukaan
a) Peneliti memberikan salam pembuka, menjelaskan tentang tema dan tujuan bimbingan.
b) Melihat dua kreativitas dari para peserta. 2) Inti kegiatan
a) Tanya jawab dengan peserta tentang perasaan mereka setelah menampilkan kreativitasnya.
b) Pemberian materi tentang “kreativitas” c) Bersosiodrama
d) Tanya jawab tentang naskah dan drama yang telah dimainkan.
e) Melihat 2 kelompok yang menunjukan kreativitasnya. f) Menarik kesimpulan dan penguatan.
3) Penutup
a) Pemberian dan pengisian angket
b) Menutup kegiatan dengan berdoa dan melihat kreativitas dari 2 kelompok lainnya.
c. Pengamatan
` Tahap ini, peneliti, mitra kolaboratif, dan pengamatan lainnya melakukan pengamatan dalam bimbingan kelompok yang telah dilaksanakan.Pengamatan pada tindakan siklus IV ini digunakan sebagai data akhir dan melihat bahwa upaya
(68)
peningkatan aktualisasi diri melalui bimbingan kelompok menggunakan sosiodrama berhasil.
d. Refleksi
Tahap ini, peneliti dan mitra kolaboratif melakukan diskusi agar mendapat umpan balik sebagai data akhir.
Topik bimbingan dalam kegiatan setiap tindakan, disusun dalam Satuan Pelayanan Bimbingan (SPB) terdapat dalam lampiran 1.
G. Metode Pengumpulan Data 1. Skala/ angket
Skala atau angket dalam penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dalam teori aktualiasai diri.Jenis skala yang diberikan adalah skala perbedaan semantik. Pada skala ini responden diminta untuk memberikan nilai dengan cara melingkari pada rentang skor 1-5, semakin tinggi nilai yang diberikan maka semakin positif.
2. Observasi
Observasi dilakukan oleh satu teman kolaborator yang mengamati selama proses bimbingan kelompok dilaksanakan dalam tiap tindakan. Observasi dilakukan dengan bantuan lembar panduan observasi yang disusun oleh peneliti. Observer memberikan peneliti sesuai dengan lembar observasi, serta menuliskan apa saja yang terjadi pada tiap tindakan, sebagai catatan untuk peneliti dalam refleksi serta merencanakan tindakan selanjutnya.
(69)
3. Wawancara
Wawancara dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data dengan menggunakan bahasa lisan baik secara tatap muka ataupun melalui saluran media tertentu.Wawancara dilakukan setelah kegiatan bimbingan kelompok dilaksanakan, dilakukan oleh peneliti kepada beberapa remaja Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen.
Wawancara dilakukan bedasarkan hasil observasi pada remaja yang terlihat tidak mengikuti bimbingan dengan baik seperti bicara sendiri, tidak berpartisipasi dalam bimbingan, mengganggu teman, tidak berpendapat, dan lain-lain.Wawancara juga dilakukan pada remaja yang tidak menunjukan peningkatan aktualisasi diri yang signifikan dari hasil olah data kuesioner.
H. Instrumen Penelitian
1. Skala/Angket Aktualisasi Diri
Sukardi (2003;194) menjelaskan bahwa penelitian dapat dilakukan dengan menggunakan satu alat atau lebih. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala/angket.Skala yang disusun peneliti mengacu pada prinsip-prinsip skala semantic defferensial. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positif” terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya
(70)
skala ini digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang (Sugiyono 2012: 140). Berikut contoh garis kontinum:
1 2 3 4 5
Gambar 1 Garis Kontinum
Skala ini disusun oleh peneliti bedasarkan aspek-aspek Menurut Maslow 1970 (Gregory dan Jess, 2010: 351) yaitu penerimaan diri, penghargaan, humor, hubungan interpersonal, dan kreativitas. Berikut ini adalah kisi-kisi skala aktualisasi diri:
Tabel 2
Instrument Aktualisasi Diri
No Aspek Indikator Nomor Item Jumlah Positif Negatif
1 Penerimaan Diri
1.1 Menerima Kelebihan 1 2 2 1.2 Menerima Kekurangan 3 4 2 2 Penghargaan
2.1 Penghargaan akan diri
sendiri 5,6,7 3
2.2 Penghargaan akan orang
lain 8,9 10 3
3 Humor
3.1 Humor Sebagai informasi 11,
12, 13 3 3.2 Diri sendiri menjadi
bahan humor 14, 15 2
4 Hubungan Interpersonal
4.1 Hubungan dengan keluarga (orang yang lebih tua
16,
17, 18 3 4.2 Hubungan dengan teman
sebaya
19,
20, 21 3 5 Kreativitas 5.1 Mengenali potensi
22,
23, 24 3 5.2 Mengembangkan potensi 25 26 2
(71)
2. Pedoman Observasi
Observasi yang digunakan yaitu observasi partisipan. Observasi partisipan merupakan peneliti terlibat dengan kegiatan bimbingan kelompok dan melakukan pengamatan atau observasi kegiatan bimbingan kelompok di Panti Asuhan. Peneliti dibantu bersama mitra kolaboratif yang telah ditentukan.
Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi aktualisasi diri, lembar observasi aktualisasi diri merupakan lembar yang berisikan pedoman dalam melaksanakan pengamatan aktivitas observer saat bimbingan kelompok. Lembar observasi ini dibuat oleh peneliti dan diisi oleh mitra kolaboratif selama pelaksanaan kegiatan. Berikut ini lembar observasi:
(72)
Tabel 3
Kisi-kisi Panduan Observasi
No Indikator Hal yang Diamti
1 Peserta yang beraktualisasi diri melalui sosiodrama.
1. Peserta tidak hanya melihat teks saat bersosiodrama
2. Peserta dapat melakukan inprofisasi dalam sosidrama.
2 Peserta berperan dalam sosiodrama atas keinginan sendiri.
1. Tidak perlu disruh untuk berperan dalam sosiodrama.
3 Peserta yang menunjukan kreativitasnya melalui sosiodrama.
1. Saat dalam naskah terdapat adegan bernyayi, menari, atau hal lain. Peserta memerankan dengan sungguh-sungguh.
2. Mengembangkan naskh drama yang diberikan atau tema yang diberikan. 3. Suara yang lantang dalam bermain
sosiodrama. 4 Peserta malu dalam
menunjukan aktualisasi diri melalui sosiodrama.
1. Berada di belakang teman saat bermain sosiodrama.
2. Suara yang kecil dalam bermain sosiodrama.
5 Peserta berperan dalam sosiodrama atas suruhan.
1. Peserta berperan dalam sosiodrama atas suruhan pembimbing.
2. Peserta berperan dalam sosiodrama atas suruhan teman-teman.
6 Peserta sibuk dengan aktivitas yang lain
1. Peserta mengobrol dengan teman disebelahnya.
2. Peserta tidak memperhatikan teman yang sedang bersosiodrama.
3. Peserta menjahili temannya. 7 Peserta memiliki antusias
tinggi terhadap bimbingan kelompok menggunakan sosiodrama
1. Peserta datang tepat waktu. 2. Peserta tidak pernah absen.
8 Peserta yang pasif dalam bimbingan kelompok
1.Peserta tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pembimbing. 2.Peserta harus disuruh oleh
pembimbing untuk bersosiodrama. 9 Peserta yang aktif dalam
bimbingan kelompok.
1. Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan pembimbing.
2. Peserta melakukan perintah pembimbing dengan cepat.
(73)
3. Pedoman Wawancara
Wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas, di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara tersusun secara sistematik dan lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono 2012: 197). Alasan penelitian ini menggunakan wawancara tidak terstruktur agar wawancara berjalan tidak terlalu formal dan jawaban yang diberikan dapat mendalam dan luas. Berikut ini pedoman wawancara yang digunakan peneliti:
Tabel 4
Kisi-kisi Pedoman Wawancara
No Aspek Pertanyaan
1. Aktualisasi Diri 1. Bagaimana menurutmu tentang aktualisasi diri yang ada dalam dirimu?
2. Ceritakan hambatan yang terjadi dalam dirimu sehingga sulit untuk beraktualisasi diri? 3. Setelah mengikuti kegiatan tadi apa yang
kamu rasakan tentang aktualisasi diri? 2. Bimbingan
Kelompok
1. Bimbingan kelompok ini membantu kamu dalam beraktualisasi diri?
2. Dalam hal apa saja bimbingan kelompok ini membantumu?
3. Apa yang kurang dalam bimbingan kelompok yang telah dilaksanakan?
4. Hambatan apa yang membuat kamu tidak antusias mengikuti bimbingan kelompok. 3. Sosiodrama 1. Tema yang diangkat dalam sosiodrama
apakah membantumu untuk beraktualisasi diri?
2. Dari sosiodrama tersebut apa yang membuatmu sadar dan ingin merubahnya agar dapat beraktualisasi diri dengan baik?
(74)
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu teknik untuk memperoleh gambaran visualisasi mengenai aktivitas remaja selama proses bimbingan kelompok berlangsung. Dokumentasi selama kegiatan berlangsung serta foto-foto kegiatan yang dilakukan selama bimbingan kelompok dengan menggunakan media kamera. Dokumentasi dilakukan untuk melihat catatan-catatan yang dilakukan dalam penelitian.
I. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
1. Validitas
Validitas bebrarti proses untuk mengetahui instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2012: 173).
a. Validitas Konstruk
Untuk menguji validitas konstruk, dapat digunakan pendapat dari ahli (judgment experts) (Sugiyono, 2012: 177).Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini telah diuji oleh ahli yaitu Dr. Gendon Barus, M.Si.Dari hasil yang diperoleh melalui uji ahli tersebut dilakukan perbaikan pada butir-butir kuesioner agar setiap butir menggunakan kalimat yang efektif sehingga mudah dipahami dan memiliki keterkaitan dengan aspek-aspek dalam kisi-kisi kuesioner.
(75)
Sugiyono (2012: 188) item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3. Bilamana korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen dinyatakan tidak valid.
Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:
r
xy = N∑
xy
-
∑
x
∑
y
√(
N∑X2–(∑x)2)(N∑y2–(∑y)2)
Keterangan :
rxy = koefisien validitas butir
x = skor masing-masing butir y = skor total semua siswa N = jumlah siswa
Setelah memperoleh harga dengan rumus korelasi product moment di atas kemudian dikonsultasikan dengan tabel harga kritik rxy product moment dengan menentukan taraf
signifikannya lebih dahulu, jika rxy ≥ rtabel, maka item tersebut
dikatakan valid sebaliknya jika rxy< rtabel, maka item tersebut
(76)
Peneliti menggunakan SPSS 16 untuk melihat valitidas dari kuesioner.Uji validitas menggunakan formula korelasi product-moment dengan jumlah subjek (n) sebanyak 34 remaja. Pada SPSS 16 dapat dilihat pada Corrected Item Total Correlation.
2. Reliabilitas
Reliabitas mengukur sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Bila dilakukan pengukuran di waktu yang berbeda pada kelompok subjek yang sama diperileh hasil yang relatif sama. Perhitungan reliabilitas kuesioner pada penelitian ini menggunakan teknik belah dua dari Spearman Brown (Spilt Half) dengan formula sebagai berikut:
ri = 2 rb Sugiyono, 2012: 185
1 + rb
Keterangan :
ri = realibilitas internal seluruh instrument
rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan
kedua
Kemudian ditentutan derajat reliabitas dengan berpedoman dengan daftar indeks kerelasi reliabitas (Masijdo, 1995: 209) seperti yang disajikan sebagai berikut:
(1)
167
DOKUMENTASI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
(3)
169
TUNJUKAN KREATIVITASMU
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
(5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)