85
4.4.1. Implikasi Penelitian
Dari hasil Uji F diperoleh nilai F
hitung
sebesar 14,936 dengan Sig 0,000 0,05 yang artinya secara bersama-sama perubahan tiga variable
bebas, yaitu Realisasi Pendapatan Asli Daerah X
1
, Realisasi Anggaran Belanja Modal X
2
, dan Realisasi Anggaran Belanja Rutin X
3
berpengaruh secara signifikan terhadap variable terikat, yaitu Pertumbuhan
Ekonomi Y. 4.4.2.
Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Menurut UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 4 dan 5 menyebutkan
bahwa penyelenggaraan urusan dan kegiatanaktivitas kepemerintahan dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah didanai
APBD yang bersumber dari pemerintahan daerah, meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Secara teori, perubahan jumlah pajak yang mempresentasikan jumlah pendapatan atau penerimaan daerah mempunyai dampak terhadap
permintaan agregat dari barang dan jasa di dalam perekonomian Nanga, 2005: 90 dan 95. Pengertian permintaan agregat atau istilah lainnya adalah
PDRB merupakan jumlah barang dan jasa akhir final goods and services yang dihasilkan di dalam perekonomian yang diminta pada berbagai tingkat
harga Nanga, 2005: 138. Sehingga permintaan agregat atau PDRB yang dihasilkan oleh suatu negara selama kurun waktu tertentu, biasanya 1
tahun, menunjukkan tahap pertumbuhan perekonomian suatu daerah Nanga, 2005: 13.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
86
Selain itu, menurut teori pengeluaran pemerintah yang didasarkan pada Hukum Wagner, menurut Musgrave, dinyatakan bahwa
pengeluaran pemerintah bersifat relatif, sehingga hukum Wagner adalah “bila dalam perekonomian, pendapatan per kapita meningkat, secara relatif
pengeluaran pemerintah pun akan meningkat”. Teori Wagner tersebut disempurnakan oleh Peacock dan Wiseman yang mengemukakan sebuah
teori bahwa “perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan
meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal,
meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar
pula” Mangkoesoebroto, 1993: 173. Indikator kinerja perekonomian dan keberhasilan suatu daerah
dalam pelaksanaan otonomi daerah ditunjukkan dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomiPDRB riil Nanga, 2005: 13; Bastian,
2006: 342. Suatu daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang positif akan meningkatkan pendapatan daerah tersebut, dengan kata lain PAD
merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi Saragih, 2003: 55-58. Pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan PDRB.
Berdasarkan analisis elastisitas PAD terhadap PDRB yang dilakukan oleh Bappenas 2003 pada pemerintah propinsi di Indonesia, 12 propinsi
41,37 mempunyai nilai elastisitas ≥ 1 lebih atau sama dengan satu, hal
ini menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan pada PDRB akan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
87
memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap perubahan PAD Adi, 2006: 6.
Temuan empiris Bappenas tersebut didukung oleh penelitian Yuliati 2001: 22 yang menyimpulkan bahwa PAD berpengaruh signifikan
dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, hasil penelitian ini bertolak belakang dengan uraian-
uraian tersebut di atas, jika dilihat dari nilai koefisien regresi pada variabel realisasi anggaran pendapatan asli daerah bahwa realisasi anggaran
pendapatan asli daerah cenderung memiliki pola hubungan yang negatif
dengan pertumbuhan ekonomi, terbukti dari kurva berikut ini: Gambar 4.5: Kurva PAD dan Pertumbuhan Ekonomi Jembrana
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
88
Gambar 4.5 di atas menunjukkan bahwa anggaran Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Jembrana tahun 2002 mengalami peningkatan,
tetapi pertumbuhan ekonominya mengalami penurunan. Begitu juga dengan tahun 2006 dan 2008, anggaran Pendapatan Asli Daerah mengalami
peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, tetapi pertumbuhan ekonominya malah turun. Turunnya pertumbuhan ekonomi dapat disebabkan karena
perlambatan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang cukup tinggi.
Berdasarkan data-data PAD dan PDRB KabupatenKota di Propinsi Bali, sebagian besar menunjukkan bahwa tingginya anggaran
Pendapatan Asli Daerah, berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi. Namun turunya pertumbuhan ekonomi tersebut tidaklah signifikan, dilihat
dari hasil analisis regresi linier berganda terutama uji t, yaitu nilai t
hitung
pada variabel realisasi anggaran pendapatan asli daerah adalah -0,023 dengan tingkat signifikan lebih dari 5 yaitu sebesar 0,982 yang berarti
realisasi anggaran pendapatan asli daerah secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Hamzah 2007 yang menyimpulkan bahwa pendapatan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi, malah studi yang lebih spesifik dilakukan Ardani, dkk 2009 bahwa secara statistic memberikan hasil penerimaan pajak tidak
berpengaruh secara signifikan namun positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dimungkinkan karena pajak bersifat kontraproduktif
terhadap komponen pertumbuhan ekonomi, sehingga disinyalir penerimaan pajak tidak memberikan dampak terhadap peningkatan pertumbuhan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
89
ekonomi secara langsung dalam jangka pendek, tetapi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung namun dalam jangka
panjang ketika diinvestasikan dalam pengeluaran anggaran belanja modal sebagai penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur public yang dapat
membantu masyarakat dalam beraktivitas dan nantinya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, selain itu mengapa peneerimaan pajak tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan pajak bersifat kontraproduktif, yang aritnya ketika pendapatan masyarakat digunakan
untuk membayar pajakpungutan yang dikenakan kepada masyarakat berdasarkan undang-undang, secara bersamaan di sisi lain kemampuan
masyarakat untuk konsumsi akan menurun sehingga kondisi inilah yang disinyalir mengapa penerimaan pajak tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi. Dari sini dapat dilihat kemungkinan bahwa pendapatan asli
daerah yang didaperoleh dari pajak mengurangi kemampuan masyarakat untuk membelanjakan dananya di sector lain yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, misalnya untuk konsumsi dan investasi. Selain itu dapat dimungkinkan pula bahwa pendapatan asli daerah oleh pemerintah
dalam hal ini sebagian besar hanya difokuskan untuk membiayai belanja
modal dan rutin saja. 4.4.3.
Pengaruh Realisasi Anggaran Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Kaum Klasik Adam Smith, David Ricardo, Thomas Malthus, dan John Stuart Mill,
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi bersumber utama dari modal
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
90
Suryana, 2000: 59. Sependapat dengan Ekonom Kaum Klasik, Walt Whitman Rostow dalam bukunya “The Stages of Economic” 1960
mengemukakan teori 5 tahapan proses pertumbuhan ekonomi untuk menuntut alur proses pertumbuhan atau pembangunan ekonomi suatu
negara yang salah satu tahapannya untuk mencapai tahap lepas landas take off adalah berlakunya kenaikan laju investsipenanaman modal yang
produktif kurang lebih 5-10 dari pendapatan nasional atau produk nasional netto Jhingan, 1990: 182; Suryana, 2000: 62. Selain itu, model
pertumbuhan ekonomi Harrod Domar tentang Teori Pertumbuhan Mantap steady growth theory adalah pengembangan analisis Keynes yang
menekankan atau memberikan peranan kunci tentang perlunya penanaman modal dalam proses penciptaan pertumbuhan ekonomi Jhingan, 1990: 291;
2000: 66. Akumulasi modal merupakan keharusan bagi pembangunan ekonomi negara yang sedang berkembang untuk menjadi negara yang lebih
maju, sehingga semakin besar modal yang tersedia maka akan mempercepat pembangunan ekonomi Suryana, 2000: 72. Oleh karena itu
Malthus berpendapat, untuk adanya perkembangan ekonomi diperlukan adanya kenaikan jumlah kapital untuk investasi yang terus menerus Irawan
dan Suparmoko, 2002: 27. Menurut model pembangunan tentang perkembangan
pengeluaran pemerintah yang dikembangkan W.W. Rostow dengan menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah seiring tahap-
tahap pembangunan ekonomi, pada tahap awal perkembangan ekonomi pemerintah membutuhkan investasi yang besar. Teori ini lebih dikenal
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
91
dengan teori “dorongan kuat” big push theory Mangkoesoebroto, 1993: 170.
Teori pengeluaran yang dikemukakan oleh Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran dan kegiatan pemerintah yang semakin
meningkat telah lama dirasakan, tendensi makin meningkatnya pengeluaran pemerintah oleh Wagner dinamakan “Gesetz der wachsenden Ausdenhnung
den Staatstatigkeiten” atau hukum selalu makin meningkatnya kegitan- kegitan negara law of ever increasing state activities. Sehingga hukum
Wagner tersebut oleh R.A Musgrave disebut hukum “growing public expenditure” atau hukum makin meningkatnya pengeluaran-pengeluaran
pemerintah Soetrisno, 1984: 364. Selain itu, teori pengeluaran pemerintah lainnya yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman menyatakan
kaitannya bahwa meningkatnya penerimaan daerah menyebabkan meningkatnya pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, dalam keadaan
normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar Mengkoesoebroto, 1993: 173.
Penelitian Yuliati 2001: 22 menyimpulkan bahwa pengeluaran pembangunan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Namun, hasil penelitian ini bertolak belakang dengan uraian-
uraian tersebut di atas, jika dilihat dari nilai koefisien regresi pada variabel realisasi anggaran belanja modal bahwa realisasi anggaran belanja modal
cenderung memiliki pola hubungan yang negatif dengan pertumbuhan
ekonomi, terbukti dari kurva berikut ini: Gambar 4.6: Kurva Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Tabanan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
92
Gambar 4.6 di atas menunjukkan bahwa anggaran belanja modal di Kabupaten Tabanan tahun 2002 mengalami peningkatan, tetapi
pertumbuhan ekonominya mengalami penurunan. Begitu juga dengan tahun 2006 dan 2008, anggaran belanja modal mengalami peningkatan dari
tahun-tahun sebelumnya, tetapi pertumbuhan ekonominya malah turun. Turunnya pertumbuhan ekonomi dapat disebabkan karena perlambatan
pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang cukup tinggi.
Berdasarkan data-data anggaran belanja modal dan PDRB KabupatenKota di Propinsi Bali, sebagian besar menunjukkan bahwa
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
93
tingginya anggaran Pendapatan Asli Daerah, berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi. Namun turunya pertumbuhan ekonomi tersebut
tidaklah signifikan, dilihat dari hasil analisis regresi linier berganda terutama uji t, yaitu nilai t
hitung
pada variabel realisasi anggaran belanja modal adalah -1,296 dengan tingkat signifikan lebih dari 5 yaitu sebesar
0,200 yang berarti realisasi anggaran belanja modal secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil ini mendukung penelitian Hamzah 2007 bahwa pengeluaranbelanja tanpa pengkategorian atas belanja pembangunan
modal atau belanja rutin tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan Harianto dan Adi 2007 menyimpulkan bahwa belanja modal
berpengaruh signifikan namun negative terhadap pertumbuhan ekonomi, bahkan secara spesifik penelitian ini mendukung studi yang diolakukan
oleh Ardani, dkk 2009 bahwa belanja modal tidak berpengaruh secara signifikan negative terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, menurut Ardani 2009: 141 dalam penelitiannya bahwa dampak alokasi anggaran belanja modal pada tahun 2004 dan 2005
tidak nampak pada pertumbuhan ekonomi karena dipengaruhi factor makro, yaitu krisis global yang memperlambat pertumbuhan ekonomi
negara pada umumnya dan pada daerah pada khususnya sehingga efek anggaran belanja modal kurang nampak, karena bersifat jangka panjang,
sedangkan anggaran belanja rutin akan lebih memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi karena bersifat jangka pendek, contohnya
anggaran subsidi, untuk melindungi daya beli masyarakat dari krisis global yang memberikan kontraksi negative pada pertumbuhan ekonomi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
94
Dari sini dapat dilihat kemungkinan bahwa belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi karena krisis global
yang sedang terjadi pada masa periode penelitian sehingga perekonomian global memang sedang lesu, di samping itu bahwa kepercayaan dunia
internasional terhadap keamanan di Bali sedang mengalami krisis pula sebagai dampak persitiwa ledakan bom teroris, sehingga gairah turis
potensial juga semakin enggan untuk membelanjakan uangnya berwisata di Bali, padahal pariwisata merupakan penyokong terbesar perekonomian di
Bali saat ini. 4.4.4.
Pengaruh Realisasi Anggaran Belanja Rutin terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi bahwa pada tahap awal pemerintah lebih ditekankan pengeluarannya di bidang barang modal,
padahal di sisi lain membutuhkan penggerak untuk barang modal dalam rangka mewujudkan pelayanan publik, yaitu tenaga kerja. Tenaga kerja di
pemerintahan yang dimaksud adalah pegawai negeri sipil atau PNS, hal ini mengindikasikan bahwa realisasi anggaran belanja rutin, berupa dana yang
dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kegiatan kepemerintahan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, menurut Hukum Wagner yang berbunyi “kegiatan pemerintah selalu meningkat, baik kegiatan rutin yang terprogram maupun
yang tidak, akan memiliki pengaruh pada laju pertumbuhan ekonomi Mangkoesoebroto, 1993: 173; Soetrisno, 1984: 364. Peningkatan kegiatan
pemerintah ini dalam rangka meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Teori tersebut didukung oleh penelitian Kurniawan 2008
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
95
yang menyimpulkan bahwa realisasi anggaran belanja rutin berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian ini sependapat dengan uraian-uraian tersebut di atas, jika dilihat dari nilai koefisien regresi pada variabel realisasi anggaran
belanja rutin bahwa realisasi anggaran belanja rutin cenderung memiliki pola hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi, terbukti dari
kurva berikut ini: Gambar 4.7: Kurva Belanja Rutin dan Pertumbuhan Ekonomi Gianyar
Gambar 4.7 di atas menunjukkan bahwa anggaran belanja rutin di Kabupaten Gianyar tahun 2002 mengalami peningkatan, dan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
96
pertumbuhan ekonominya mengalami peningkatan. Begitu juga dengan tahun 2004, 2005, 2007 dan 2008, anggaran belanja rutin mengalami
peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, dan pertumbuhan ekonominya meningkat.
Berdasarkan data-data anggaran belanja rutin dan PDRB KabupatenKota di Propinsi Bali, sebagian besar menunjukkan bahwa
tingginya anggaran belanja rutin, berdampak pada naiknya pertumbuhan ekonomi, dan kenaikan pertumbuhan ekonomi tersebut signifikan, dilihat
dari hasil analisis regresi linier berganda terutama uji t, yaitu nilai t
hitung
pada variabel realisasi anggaran belanja modal adalah 5,806 dengan tingkat signifikan kurang dari 5 yaitu sebesar 0,000 yang berarti realisasi
anggaran belanja rutin secara parsial berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
4.4.5. Perbedaan Hasil Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu