63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1. Sejarah Singkat Propinsi Bali
Bali dengan masyarakat dan budaya yang unik dipastikan bukanlah satu wilayah migrasi yang baru tumbuh. Keseharian masyarakat
Bali dengan budaya yang senantiasa menampilkan warna budaya lokal menunjukkan bahwa perjalanan Bali telah melewati alur sejarah yang
panjang. Berbagai temuan arkeologi di berbagai wilayah Bali membuktikan perjalanan panjang Pulau Bali berbarengan dengan wilayah dan negara lain.
Sebagaimana dengan wilayah lain di Nusantara, masa-masa awal kehidupan bermasyarakat di Bali dikelompokkan sebagai jaman pra
sejarah. Pada masa pra sejarah ini tidak ditemukan catatan-catatan yang menggambarkan tatanan kehidupan bermasyarakat. Yang menjadi acuan
adalah temuan berbagai peralatan yang dipergunakan sebagai sarana menopang kelangsungan hidup manusia Bali ketika itu.
Dari berbagai temuan masa pra sejarah itu, jaman pra sejarah Bali - sebagaimana dengan kebanyakan wilayah lain - meliputi tiga babak
tingkatan budaya. Lapis pertama adalah masa kehidupan yang bertumpu pada budaya berburu. Secara alamiah, berburu adalah cara
mempertahankan kelangsungan hidup yang amat jelas dan mudah dilakukan. Dengan alat-alat sederhana dari bahan batu, yang
peninggalannya ditemukan di daerah Sembiran di Bali utara dan wilayah Batur, manusia Bali diperkirakan mampu bertahan hidup. Peninggalan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
64
peralatan sejenis yang lebih baik, dengan menggunakan bahan tulang, ditemukan pula di gua Selonding di daerah Bulit, Badung Selatan. Ini
menunjukkan bahwa masa berburu melewati masa cukup panjang disertai dengan peningkatan pola pikir yang makin baik.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
65
Masih berdasar pada temuan benda-benda purbakala, tergambar bahwa Bali mulai meninggalkan masa berburu dan masuk pada masa
bercocok tanam. Kendati sudah memasuki tatanan hidup yang lebih terpola pada masa bertanam, kelompok manusia Bali pada masa itu dipastikan
hidup secara berpindah. Berbagai peninggalan sejenis ditemukan sebagai temuan lepas di berbagai wilayah Bali barat, Bali utara, dan Bali selatan.
Tatatan hidup dengan permukiman diyakini sebagai peralihan tatanan hidup manusia Bali dari jaman pra sejarah ke jaman sejarah. Peninggalan
purbakala berupa nekara perunggu dan berbagai barang dari bahan logam di daerah Pejeng Gianyar, membuktikan bahwa kala itu telah terbentuk
tatanan masyarakat yang lebih terstruktur. Berbarengan dengan peralihan jaman pra sejarah ke jaman
sejarah, pengaruh Hindu dari India yang masuk ke Indonesia diperkirakan memberi dorongan kuat pada lompatan budaya di Bali. Masa peralihan ini,
yang lazim disebut sebagai masa Bali Kuno antara abad 8 hingga abad 13, dengan amat jelas mengalami perubahan lagi akibat pengaruh Majapahit
yang berniat menyatukan Nusantara lewat Sumpah Palapa Gajah Mada di awal abad 13. Tatanan pemerintahan dan struktur masyarakat mengalami
penyesuaian mengikuti pola pemerintahan Majapahit. Benturan budaya lokal Bali Kuno dan budaya Hindu Jawa dari Majapahit dalam bentuk
penolakan penduduk Bali menimbulkan berbagai perlawanan di berbagai daerah di Bali. Secara perlahan dan pasti, dengan upaya penyesuaian dan
percampuran kedua belah pihak, Bali berhasil menemukan pola budaya yang sesuai dengan pola pikir masyarakat dan keadaan alam Bali.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
66
Model penyesuaian ini kiranya yang kemudian membentuk masyarakat dan budaya Bali yang diwarisi kini menjadi unik dan khas,
menyerap unsur Hindu dan Jawa Majapahit namun kental dengan warna lokal.
Pola perkembangan budaya Bali di masa-masa berikutnya, jaman penjajahan dan jaman kemerdekaan, secara alamiah mengikuti alur yang
sama yaitu menerima pengaruh luar yang lebur ke dalam warna budaya
lokal. 4.1.2.
Letak Geografis, Batas Administrasi, dan Luas Wilayah Propinsi Bali
Secara geografis Propinsi Bali terletak pada 8°340 - 8°5048 Lintang Selatan dan 114°2553 - 115°4240 Bujur Timur. Relief dan
topografi Pulau Bali di tengah-tengah terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur.
Propinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Batas fisiknya adalah sebagai berikut:
Utara : Laut Bali
Timur : Selat Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat
Selatan : Samudera Indonesia
Barat : Selat Bali Propinsi Jawa Timur
Secara administrasi, Propinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung,
Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota Propinsi. Selain Pulau Bali Propinsi Bali juga
terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
67
Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng. Luas total wilayah Propinsi Bali adalah 5.634,40 ha dengan
panjang pantai mencapai 529 km. Tabel 4.1: Luas Wilayah Tiap Kabupaten di Propinsi Bali
KabupatenKota Ibukota Luas
km² Persentase
Jembrana Negara 841,80
14,94 Tabanan Tabanan
839,30 14,90
Badung Badung 420,09
7,43 Denpasar Denpasar
123,98 2,20
Gianyar Gianyar 368,00
6,53 Klungkung Semarapura
315,00 5,59
Bangli Bangli 520,81
9,25 Karangasem Amlapura
839,54 14,90
Buleleng Singaraja 1.365,88
24,25 Jumlah 5.634,40
100,00
Sumber: Master Plan Penunjang Investasi Propinsi Bali Tahun 2006-2010
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian