Gestur Mimik Kebahasaan Bercerita

Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1 38

3. Lafal

Lafal berkaitan dengan artikulasi atau kejelasan pengucapan kata. Setiap kata memiliki lafal yang berbeda dengan muatan makna yang berbeda pula. Gunakan lafal yang jelas saat bercerita. Lafal yang tidak jelas dapat menimbulkan tanggapan yang berbeda bagi pendengar.

4. Intonasi

Intonasi berkaitan dengan nada, penekanan ucapan, serta penjedaan dalam suatu kalimat. Penggunaan intonasi yang tepat sangat memengaruhi pemaknaan kalimat yang diucapkan. Dapat saja terjadi bahwa satu kalimat yang sama jika diucapkan dengan intonasi yang berbeda dapat menimbulkan makna yang berbeda pula. Perhatikan contoh penjedaan berikut a. Musang makan belalang mati. Artinya: Musang makan belalang yang sudah mati. b. Musang makan belalang mati. Artinya: Saat musang makan, belalang mati. c. Musang makan belalang mati. Artinya: Musang makan belalang lalu mati. Selain penjedaan, intonasi dalam bercerita harus sesuai dengan suasana yang dikisahkan atau peristiwanya. Misalnya, saat menceritakan suatu keributan harus dengan nada yang tinggi dan cepat atau saat menceritakan suasana sedih dengan nada sendu dan lambat. Perlu kalian ingat bahwa nada cerita yang monoton dan tidak bervariasi akan menjadikan jemu bagi pendengar.

5. Gestur

Gestur berkaitan dengan ekspresi dan gerak tubuh saat bercerita. Gestur meliputi seluruh anggota tubuh dari kepala, tangan, sampai kaki. Penggunaan gestur yang bagus dalam bercerita akan sangat memengaruhi kemenarikan sebuah penceritaan. Misalnya, saat menceritakan tokoh yang ketakutan dan meminta ampun atas sebuah hukuman disertai gerakan bersimpuh dengan tangan menengadah ataupun dengan tubuh menggigil.

6. Mimik

Mimik berarti roman atau bentuk raut wajah. Mimik dalam bercerita berkaitan dengan ekspresi wajah saat menyampaikan suatu peristiwa, suasana, atau dialog dalam cerita. Misalnya, saat menirukan dialog tokoh yang marah dengan wajah yang berkerut dan mata melotot atau saat menirukan tokoh yang sedang bergembira dengan wajah ceria dan tersenyum. Selintas Makna Karangan narasi adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha mengisahkan perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu. Karangan narasi memiliki dua macam sifat, yaitu narasi faktual dan narasi sugestif. Narasi faktual bertujuan memberikan informasi kepada pembaca atau pendengarnya agar pengetahuannya bertambah. Misalnya: kisah perjalanan, autobiografi, kisah perampokan, dan cerita tentang peristiwa pembunuhan. Narasi sugestif diharapkan mampu menimbulkan daya khayal bagi pembaca atau pendengar. Dengan daya khayal inilah, pengarang atau penulis mampu menyampaikan maksud ceritanya. Misalnya: cerpen, roman, dan novel. Di unduh dari : Bukupaket.com Pelajaran 2 Pendidikan 39

7. Kebahasaan

Kebahasaan berkaitan dengan penggunaan kalimat yang efektif, pemilihan diksi atau pilihan kata, kesantunan bahasa, serta komunikatif. Seorang pencerita yang baik dapat menjadikan pendengar terbawa dalam suasana cerita yang disampaikan. Dapatkah kalian menjadi seorang pencerita yang andal? Berlatihlah untuk menjadi pencerita yang andal. Ini dikarenakan menjadi pencerita yang andal dapat memberikan banyak keuntungan bagi kalian. Seperti yang dilakukan oleh tukang cerita-tukang cerita di televisi atau radio. Selain mereka dapat menghibur orang lain, mereka juga men- dapatkan imbalan uang. Guna memahami materi ini lebih lanjut, perhatikan petikan cerita berikut beserta uraiannya sebagai bahan pembelajaran kalian. Hari-hari terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap pagi dan sore, Mande Ru- bayah memandang ke laut. Ia bertanya-tanya dalam hati, sampai di manakah anaknya ki- ni? Jika ada ombak dan badai besar menghem- pas ke pantai, dadanya berdebar-debar. Ia menengadahkan kedua tangannya ke atas sembari berdoa agar anaknya selamat dalam pelayaran. Jika ada kapal yang datang merapat, ia selalu mena- nyakan kabar tentang anaknya. Tetapi semua awak kapal atau nakhoda tidak pernah membe- rikan jawaban yang memuaskan. Malin tidak pernah menitipkan barang atau pesan apa pun kepada ibunya. Itulah yang dilakukan Mande Rubayah setiap hari selama bertahun-tahun. Tubuhnya makin tua dimakan usia. “Ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang ...?” rintih Mande Rubayah setiap malam. Setelah berbulan-bulan semenjak ia menerima kabar, Malin belum juga datang menengok- nya. Namun, ia yakin bahwa pada suatu saat Malin pasti akan kembali. Harapannya terka- bul. Pada suatu hari yang cerah, dari kejauhan tampak sebuah kapal yang indah berlayar menuju pantai. Kapal itu megah dan ber- tingkat-tingkat. Orang kampung mengira ka- pal itu milik seorang sultan atau seorang pa- ngeran. Mereka me- nyambutnya dengan gembira. Ketika kapal itu mulai merapat, tampak sepasang muda-mudi di anjungan. Pakaian mereka berkilauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum. Mereka tampak bahagia karena disambut dengan meriah. Mande Rubayah ikut berdesakan melihat dan mendekati kapal. Jantungnya berdebaran keras. Dia sangat yakin sekali bahwa lelaki muda itu adalah anak kesayangannya – si Malin Kundang. Belum lagi tetua desa setempat me- nyambut, ibu Malin terlebih dahulu meng- hampiri Malin. Ia langsung memeluk Malin erat-erat seolah takut kehilangan anaknya lagi. “Malin, anakku,” katanya menahan isak tangis karena gembira. “Mengapa begitu lamanya kau tidak memberi kabar?” Di unduh dari : Bukupaket.com Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1 40 Malin terpana karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang-camping itu. Ia tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Seingat Malin, ibunya adalah seorang wanita berbadan tegar yang kuat menggen- dongnya ke mana saja. Sebelum ia sempat berpikir dengan tenang, istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata, “Cuih Wanita buruk inikah ibumu? Mengapa kau membo- hongi aku?” Mendengar kata-kata istrinya, Malin Kundang mendorong wanita itu hingga terguling ke pasir. Mande Rubayah hampir tidak percaya pada perlakuan anaknya. Ia jatuh terduduk sambil berkata, “Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak” Malin Kundang tidak menghiraukan perkataan ibunya. Pikirannya kacau karena ucapan istrinya. Seandainya wanita itu benar ibunya, dia tidak akan mengakuinya. Ia malu kepada istrinya. Melihat wanita itu beringsut hendak memeluk kakinya, Malin menendang- nya sambil berkata, “Hai, Perempuan tua Ibuku tidak seperti engkau Melarat dan dekil” Wanita tua itu terkapar di pasir. Orang banyak terpana dan kemudian pulang ke rumah masing-masing. Tak disangka Malin yang dulu sangat disayangi tega berbuat demikian. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika sadar, Pantai Air Manis sudah sepi. Di laut dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Hatinya perih seperti ditusuk-tusuk. Tangannya ditengadahkan ke langit. Ia kemudian berseru dengan hatinya yang pilu, “Ya Allah Yang Mahakuasa, kalau dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku, Malin Kundang, aku mohon keadilan-Mu, ya Tuhan ...” Sumber: Buku Pintar Mendongeng Se-Nusantara, 2003 Berdasarkan petikan cerita di atas, contoh penggunaan unsur- unsur penceritaan adalah berikut. 1. Penggunaan intonasi yang bernada sedih dan lambat dengan ekspresi mimik yang sendu dapat digunakan saat menceritakan suasana pada paragraf satu hingga awal paragraf dua. 2. Penggunaan intonasi yang bernada haru dan gembira dengan ekspresi ceria tapi haru atau tangis kegembiraan dapat digu- nakan saat menceritakan suasana pada paragraf dua per- tengahan hingga paragraf enam. 3. Penggunaan intonasi yang bernada angkuh dan marah dengan ekspresi mimik yang congkak dan pongah dapat digunakan saat menceritakan suasana paragraf tujuh hingga paragraf sembilan. 4. Penggunaan intonasi yang bernada kesedihan mendalam, merintih, dan kekecewaan dengan ekspresi mimik yang sangat sedih dapat digunakan saat menceritakan suasana pada paragraf terakhir. Intonasi dan ekspresi dari suasana tersebut dapat disertai dengan gestur bentuk ratapan sedih dan kekecewaan. Di unduh dari : Bukupaket.com Pelajaran 2 Pendidikan 41 Uji Kemampuan 2 Pahamilah petikan cerita berikut dengan saksama Mencari Batu Benih Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur Di suatu pagi yang cerah seorang petani memeriksa kebunnya. Namun, betapa terkejutnya petani itu ketika melihat kebunnya telah diobrak-abrik kawanan babi hutan. Yang membuat petani itu merasa heran, pagar kokoh dan tinggi yang melindungi kebun itu tak mengalami kerusakan apa pun. Hal itu membuat hati petani penasaran. Ia belum merasa yakin bahwa kawanan babi yang merusak kebunnya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menjaga kebunnya secara serius. Sejak malam itu, ia tinggal di kebunnya. Ia mengawasi dari atas pohon. Petani itu membawa senjata tombak sakti yang bernama Numbu Ranggata dan sebilah parang yang sangat tajam. Pada malam ketiga, dari kejauhan petani itu mendengar suara kawanan babi yang datang menuju kebunnya. Ketika kawanan babi itu mulai memakan umbi-umbi keladi persis di bawah pohon yang ia tempati, dengan hati-hati petani itu melemparkan tombaknya dan tepat mengenai babi yang paling besar. Tombak itu mengenai sisi perut sebelah kanan dan tetap tertancap bersama menghilangnya kawanan babi itu. Pagi harinya petani itu menyusuri jejak darah yang tercecer sampai ke tepi pantai. Ternyata ceceran darah itu hilang sampai di ujung air laut. Timbul keresahan dalam hati petani itu. Tombak keramat yang ia gunakan untuk menikam babi itu adalah milik pamannya. Sementara itu, ia merasa heran mengapa babi-babi itu seolah menghilang di tepi pantai. Pada saat petani itu masih termangu-mangu, muncullah dari dalam air laut seekor penyu raksasa. “Mengapa kau termenung, Saudaraku …?” tanya penyu itu dalam bahasa manusia. Petani itu menjadi terkejut, namun kemudian ia menjawab, “Aku menghadapi suatu masalah. Antara terus menelusuri jejak percikan darah babi yang kutombak, atau kembali dengan risiko dikutuk leluhur karena tombakku hilang bersama babi yang tertikam.” “Oo, demikian persoalannya. Jika be- gitu, kau harus memperoleh keduanya. Babi dan tombakmu,” kata penyu. Si petani pun kemudian meminta ban- tuan penyu untuk mencari babi yang terluka itu. Penyu pun bersedia membantu. Dengan menunggang punggung penyu, petani itu menyeberang laut. Setelah dua hari dua ma- lam, mereka akhirnya sampai di daratan pulau seberang. Sebelum berpisah, si penyu berpesan, “Aku tetap setia pada persahabatan kita ini. Kapan saja kalian memerlukan pertolongan, dengan ikhlas hati aku akan menolongmu.” Di pantai yang baru, si petani itu menemukan sebuah pondok. Dalam pondok itu tinggallah seorang nenek. Dari keterangan nenek itu, ia mengetahui bahwa babi yang dicari sesungguhnya adalah jelmaan manusia yang memiliki ilmu gaib dan mempunyai tiga buah batu ajaib yang bernama Watu Wala- dong. Dari batu-batu itulah sumber kekuatan untuk menciptakan air dan menghasilkan tiga jenis bahan makanan berupa padi, jagung, dan jewawut. Dengan berbekal latihan dan nasihat dari sang nenek serta meminta restu dari paman yang memiliki tombak pusaka, akhirnya si petani bermaksud meminta batu keramat yang dimiliki oleh kepala suku para babi jelmaan manusia. Pertempuran pun tidak terelakkan lagi. Pada hari yang ditentukan, dengan diterangi oleh api unggun di empat penjuru mata angin, terjadilah pertarungan sakti antara si petani dan panglima perang dari suku itu. Panglima perang langsung mengeluarkan jurus pamungkasnya, yaitu jurus mengguncang bumi. Si petani langsung menjatuhkan tubuh- Di unduh dari : Bukupaket.com Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1 42 nya ke bumi. Setelah guncangan bumi mulai melemah, si petani langsung menunjukkan kesaktiannya yang berupa guntur-kilat. Tiba- tiba terdengar teriakan memilukan dari lawannya. Lawannya hangus. Sesuai kesepakatan, si petani berhak membawa Watu Waladong itu secara resmi. Kepala suku berkata, “Batu ini ada tiga buah. Dua buah berjenis kelamin pria, yang akan mencurahkan sumber makanan berupa padi dan jagung. Satunya berjenis kelamin wanita, yang akan mencurahkan sumber makanan berupa jewawut. Ketiga batu ini dapat ber- gerak sendiri. Ia akan mengikuti kepada siapa yang ia layani. Kemunculannya di atas permu- kaan tanah Sumba kelak, akan menyemburkan sumber air tanah yang tak akan pernah ber- kesudahan.” Atas permintaan si petani, ketiga batu segera menjelajahi wilayah baru itu untuk pengadaan sumber air. Mata air pertama adalah mata air Nyura Lele di wilayah Tam- bolaka. Mata air kedua adalah mata air Wee- tebula di wilayah Weetebula, kemudian mata air Wee Muu yang dewasa ini terletak di perbatasan daerah Wewewa Barat dan Wewewa Timur. Mata air yang keempat adalah air Weekello Sawah di wilayah Wewewa Timur, yang muncul dari dalam gua alam yang bentuknya bagaikan mulut seekor ular naga. Semburan air yang jernih itu bagaikan juluran lidah yang bercahaya. Si petani sakti itu merasa cukup untuk pengadaan sumber air. Ia pun meminta ketiga batu untuk kembali. Ketiga batu itu kemudian menelusuri Pegunungan Yawilla kembali ke Wewewa Barat melalui Sungai Paerdawa yang bersumber dari mata air Weekello Sawah dan bermuara di Tanjung Karoso di daerah Bondo Kodi. Di daerah ini, ketiga batu itu melepas lelah. Ketiga batu itu memilih untuk menetap di wilayah ini. Batu yang menganugerahkan bibit jagung tinggal di darat, sedangkan dua batu yang lain, yang menganugerahkan bibit padi dan jewawut memilih tinggal di Samudra Hindia. Sumber: Buku Pintar Mendongeng Se-Nusantara, 2003 Kerjakanlah perintah soal berikut dengan cermat dan teliti 1. Ceritakanlah petikan cerita di atas tanpa menggunakan teks dengan urutan yang baik, serta suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat 2. Mintalah tanggapan teman-temanmu berkenaan dengan keutuhan cerita dan kemenarikan berceritamu 3. Diskusikan bersama temanmu berkaitan dengan unsur-unsur penceritaan lisan dari kegiatan berceritamu 4. Pahamilah kelebihan dan kekurangan cara berceritamu, kemu- dian ulangilah penceritaanmu dengan menutupi kekurangan yang ada 1. Carilah sebuah cerita dari buku yang ada di perpustakaan 2. Pahamilah isi cerita tersebut 3. Ceritakanlah cerita tersebut secara tertulis, kemudian lisankan Portofolio Di unduh dari : Bukupaket.com Pelajaran 2 Pendidikan 43

C. Membaca Memindai untuk Menemukan Makna Kata Tertentu dalam Kamus