Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN
dimana mereka terbiasa untuk hidup terpisah dan mempunyai kebebasan atas dirinya sendiri Matsumoto Juang, 2008.
Kesepian dapat dialami oleh siapa saja, menurut data Survey Mental Health Foundation
2013 diketahui bahwa kesepian dapat dialami oleh usia remaja, dewasa, dan lansia. Peplau dan Perlman 1982 juga menyebutkan bahwa
kesepian dapat dialami, khususnya, oleh orang lanjut usia, istri tentara, remaja bahkan anak-anak. Namun, penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa remaja
berisiko lebih tinggi mengalami kesepian Medora Woodward dalam Page, 1990. Sejalan dengan itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Parlee dalam
Taylor, Peplau, Sears, 2009 menunjukkan bahwa 79 persen orang di bawah usia 18 tahun sering mengalami kesepian.
Remaja berisiko lebih tinggi mengalami kesepian karena mereka mengalami berbagai perubahan yang signifikan di dalam hidupnya. Perubahan dan proses
perkembangan yang terjadi secara biologis, kognitif serta sosial mempengaruhi puncak pengalaman emosionalnya Brennan dalam Page, 1990 Berk, 2012.
Secara biologis, hormon pubertas remaja berada pada puncaknya. Menurut Berk 2012, tingginya hormon pubertas yang didukung oleh aktivitas negatif misalnya
kurang akrab dengan orang tua, tindakan kurang disiplin di sekolah, dan putus dari pacar berhubungan dengan perasaan murung yang terjadi pada diri remaja.
Di samping itu, remaja mengalami ketidakmatangan secara kognitif yang membuatnya berasumsi mengenai berbagai karakteristik ideal. Remaja cenderung
membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain dan berpikir bahwa orang lain mempunyai standar kualitas yang sama dengan dirinya Santrock, 2007.
Secara sosioemosional, remaja mempunyai dorongan untuk mengenal siapa dirinya dan bagaimana dirinya dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya Erikson
dalam Benner, 2011. Remaja mempunyai dorongan yang kuat untuk membangun relasi, khususnya dengan teman sebaya. Hal ini membuat remaja lebih banyak
menghabiskan waktu bersama teman sebaya dibandingkan dengan keluarga. Menurut pandangan remaja, hubungan pertemanan merupakan tempat
menemukan keintiman intimacy, pengertian, dan kesetiaan yang melibatkan keterbukaan diri Berk, 2012. Namun, relasi pertemanan remaja tidak selalu
berjalan dengan baik. Apabila pertemanan remaja dipenuhi perasaan cemburu, penolakan, dan agresi relasional, maka konsep diri, pengambilan perspektif,
identitas, dan kemampuan membangun hubungan dekat akan terganggu Berk, 2012.
Kesepian mempunyai dampak negatif bagi kehidupan remaja. Salah satunya memunculkan masalah perilaku yang mengarah pada tindakan kenakalan remaja.
Pada tahun 2001 di California, Amerika Serikat, terjadi kasus penembakan di Santana High School
yang dilakukan oleh remaja berusia 15 tahun. Remaja tersebut melakukan penembakan terhadap beberapa orang temannya. Setelah
ditelusuri ternyata remaja tersebut mengalami kesepian karena orang tuanya bercerai dan masing-masing sibuk bekerja. Selain itu, remaja ini mempunyai
pengalaman bullying yang dilakukan oleh teman-teman sekolahnya Asyhad, 2014. Sedangkan hasil wawancara dengan salah seorang guru sekolah swasta di
Yogyakarta, menjelaskan bahwa remaja yang melakukan kenakalan cenderung mencari kegiatan di luar rumah kerena merasa diabaikan oleh keluarganya.
Menurut artikel tentang tawuran remaja di Indonesia, peran keluarga saat ini telah berubah. Orang tua kurang memberikan perhatian secara emosional kepada
remaja Ikhtiyarini, 2012. Remaja yang berada di kota-kota besar mengalami disorganisasi dalam keluarga. Orang tua yang berasal dari berbagai kelas ekonomi
tidak mempunyai waktu untuk mengasuh anaknya karena sibuk mencari nafkah Soekanto, 2006.
Berdasarkan pemaparan di atas, pengabaian dari orang tua dan teman dapat memunculkan perilaku negatif. Menurut penelitian Goswick Jones 1982,
remaja Sekolah Menengah Atas SMA yang mengalami perasaan terasing, kurang diterima secara sosial, merasa inferior, mempunyai perilaku yang buruk di
sekolah, dan kurang menyatu dengan lingkungan sosialnya secara signifikan berhubungan dengan kesepian. Perasaan gagal pada kemampuan berelasi
memunculkan perasaan inferior. Perasaan tersebut mempengaruhi kondisi psikologis remaja sehingga menimbulkan kekacauan emosi dan suasana hati.
Tracy dan Robins dalam Donnellan, Trzesniewski, Robins, Moffitt, Caspi, 2005 mengatakan bahwa remaja melawan perasaan inferioritas dan malu dengan
cara externalizing blame, memusuhi, dan marah terhadap orang lain. Peplau dan Perlman 1982 juga mengatakan bahwa seseorang yang kesepian mengalami
afek-afek yang negatif, salah satunya mempunyai sikap bermusuhan terhadap orang lain. Dorongan kemarahan dan bermusuhan terhadap orang lain ini
merupakan bentuk dari externalizing problem yang mengarahkan remaja pada perilaku kenakalan.
Kenakalan remaja merupakan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, melanggar hukum, dan termasuk tindakan kriminal yang dilakukan oleh seseorang
yang berusia di bawah 18 tahun Santrock, 2002 Rice, 1996. Kenakalan remaja dapat dilakukan secara pribadi ataupun berkelompok, spontan ataupun terencana,
melawan individu atau institusi Thornburg, 1982. Sedangkan menurut Kartono 2006, kenakalan remaja dapat dipicu oleh adanya pengabaian dari lingkungan
sosial yang muncul dalam bentuk tawuran, seks bebas, dan sebagainya. Ketidakberartian sosial inilah yang mempengaruhi terjadinya kesepian pada
remaja Brennan dalam Page, 1990. Adanya perilaku menyimpang juga dipengaruhi oleh pemikiran egosentris.
Remaja menganggap dirinya tidak terkalahkan dan tidak pernah merasa menderita. Menurut Dolcini dan kawan-kawan dalam Santrock, 2007, remaja
yang mempunyai pemikiran egosentris cenderung terlibat dalam perilaku menyimpang, seperti melakukan balap mobil liar, menggunakan obat terlarang,
bunuh diri, dan melakukan hubungan seks bebas, yang mengarah pada tindakan kenakalan remaja.
Kasus kenakalan remaja di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut catatan Polda Metro Jaya 2012, pada tahun 2011 terdapat 30
kasus kenakalan remaja, sedangkan pada tahun 2012 terjadi 41 kasus atau meningkat sebesar 36,66 persen. Kemudian pada tahun 2014, 135 remaja terlibat
masalah hukum di wilayah Gunung Kidul dan Bantul. Kompol Jamila mengungkapkan kasus tersebut banyak melibatkan remaja berusia di bawah 18
tahun Rudhy, 2012. Adelina dalam Kusmiyati, 2013 juga mengungkapkan
bahwa kenakalan yang sering terjadi di Indonesia, meliputi: tawuran atau perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan narkotika, obat-obatan terlarang, dan
minuman keras, hubungan seksual pra nikah, serta perilaku yang termasuk tindak kriminal membunuh, mencuri, dan merampok.
Menurut pemaparan di atas, kesepian berkaitan dengan pengalaman menyakitkan dan ketidakbermaknaan diri karena terjadi kesenjangan relasi sosial.
Apabila remaja mengalami ketidakbermaknaan diri, maka remaja tersebut berisiko mengalami kecenderungan kenakalan remaja. Penelitian tentang kesepian ini
diharapkan dapat memberi wawasan tentang pentingnya membangun relasi intim dan bermakna dengan orang lain Peplau Perlman, 1982. Diketahui pula bahwa
penelitian ini akan mengungkapkan sisi lain dari dampak kesepian yang biasa dikaitkan dengan internalizing problem, seperti depresi, keinginan bunuh diri, dan
sebagainya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat luas bahwa kesepian dapat membawa remaja pada
perilaku kecenderungan kenakalan remaja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan kecenderungan
kenakalan remaja.