Penetapan dosis infusa daun M. tanarius Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan kadar air dilakukan dengan cara memanaskan serbuk pada suhu 110 C selama 15 menit. Digunakan suhu 110 C dimaksudkan kandungan air dalam serbuk telah menguap dan waktu 15 menit dianggap bahwa kadar air telah memenuhi parameter standarisasi non spesifik. Hasil pengujian didapatkan bahwa kandungan air dari serbuk kering daun M. tanarius sebesar 7,59. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa serbuk kering daun M. tanarius telah memenuhi persyaratan serbuk simplisia yang baik.

B. Uji Pendahuluan

1. Penetapan dosis infusa daun M. tanarius

Penetapan dosis infusa daun M. tanarius dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dosis infusa daun M. tanarius yang digunakan dalam penelitian ini. Penentuan dosis infusa daun M. tanarius didasarkan pada konsentrasi maksimal yang dapat dibuat dan volume maksimal infusa daun M. tanarius yang dapat dipejankan pada tikus secara peroral. Mahendra dan Hendra 2011 melaporkan bahwa dosis maksimal yang dapat dibuat dan dapat dipejankan secara peroral adalah 10 gkgBB. Terdapat tiga peringkat dosis infusa M. tanarius yang dapat mempunyai pengaruh untuk menurunkan aktivitas serum ALT-AST pada tikus yang telah dilaporkan Mahendra dan Hendra 2011, yaitu 2,5; 5; dan 10 gkgBB. Oleh sebab itu, pada penelitian ini dosis infusa M. tanarius yang digunakan mengacu pada penelitian tersebut.

2. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Tujuan dari penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida adalah untuk menentukan dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan hati steatosis pada tikus. Pada kerusakan ringan berupa steatosis kadar ALT- serum mencapai tiga kali nilai normal dan AST-serum meningkat sampai empat kali nilai normal Zimmerman, 1999. Pada penelitian ini dosis karbon tetraklorida yang digunakan diperoleh dari hasil penelitian Janakat dan Al-Merie 2002 mengenai optimasi dosis, rute pemberian dan karakteristik waktu pemberian karbon tetraklorida untuk menginduksi hepatotoksisitas pada tikus. Dari hasil penelitian tersebut didapat dosis karbon tetraklorida yang paling optimum dalam menaikan aktivitas ALT dan AST adalah 2 mlkgBB tikus.

3. Penetapan waktu pencuplikan darah

Tujuan dari penetapan waktu cuplikan darah ini adalah untuk mengetahui waktu dimana kehepatotoksikan dari karbon tetraklorida dosis 2 mlkgBB mencapai efek mekasimal. Hal ini ditunjukan oleh aktivitas ALT-AST serum tertinggi pada selang waktu tertentu. Pada penelitian ini karbon tetraklorida dengan dosis 2 mlkgB diujikan pada selang waktu pengambilan sampel darah pada selang waktu jam ke-0, 24, dan 48. Hasil penetapan berupa aktivitas ALT- AST serum dapat dilihat pada tabel IV dan gambar 5 serta gambar 6 di bawah ini. Tabel IV. Purata aktivitas ALT-AST serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mlkgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah n=5 Selang Waktu jam Purata Aktivitas ALT-serum + SE UL Purata Aktivitas AST-serum + SE UL 72,2 + 12,9 151,2 + 14,3 24 246,4 + 17,0 596,2 + 25,3 48 102,0 + 14,6 188,6 + 3,3 Ket : SE= Standar error of mean Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas ALT-serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mlkgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas AST-serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mlkgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah Hasil analisis variansi satu arah dari data ALT-serum yang diperoleh, didapat nilai probabilitasnya 0,000 0,005. Hasil ini menunjukan bahwa di antara ketiga kelompok terdapat perbedaan hasil. Untuk mengetahui kebermaknaan dari perbedaan antar ketiga kelompok tersebut, maka dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil analisisnya dapat dilihat di tabel V. Tabel V. Hasil uji Scheff aktivitas ALT-serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mlkgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah Selang Waktu jam 24 48 - B TB 24 B - B 48 TB B - Keterangan : B = Berbeda bermakna p 0,05 TB = Berbeda tidak bermakna p 0,05 Data nilai AST-serum yang didapat dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov ternyata diketahui bahwa distribusinya tidak normal p0,05, oleh karena itu analisis dilanjutkan menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk mengatahui ada tidaknya perbedaan antar ketiga kelompok. Hasil analisis didapat nilai p adalah 0,03 0,05 berarti antar ketiga kelompok terdapat perbedaan. Untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok maka kemudian data dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Hasil dari keberbedaan antar kelompok dapat dilihat di tabel VI berikut ini. Tabel VI. Hasil uji Mann-Whitney aktivitas AST-serum tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mlkgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah Selang Waktu jam 24 48 - B B 24 B - B 48 B B - Keterangan : B = Berbeda bermakna p 0,05 TB = Berbeda tidak bermakna p 0,05 Hastuti cit. Pilichoe, dkk, 2004 melaporkan bahwa nilai ALT-serum dan AST-serum normal pada tikus putih adalah 29,8-77,0 UL dan 19,3-68,9 UL. Pada tabel IV terlihat bahwa aktivitas ALT paling tinggi mencapai 246,4 + 17,0 UL pada selang waktu 24 jam. Hal ini juga diikuti dengan adanya aktivitas AST tertinggi pada selang waktu 24 jam dengan nilai AST-serum 596,2 + 25,3. Nilai ALT-AST serum pada selang waktu ke-24 jam ini menunjukkan nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai normal dari kedua enzim tersebut. Hal ini berarti pada selang waktu ke-24 telah terjadi gangguan pada hati. Hasil ini pun didukung pada gambar 5 dan 6, terlihat bahwa terjadi peningkatan aktivitas ALT dan AST pada selang waktu 24 jam secara signifkan. Pada tabel V. dan VI. juga menunjukkan keberbedaan antara aktivitas ALT-AST serum antara selang waktu 24 jam terhadap selang ke 0 jam dan 48 jam menunjukkan hasil yang bermakna. Dari hasil uji tersebut, di penelitian ini menggunakan waktu pencuplikan darah pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mlkgBB.

4. Penetapan lama praperlakuan infusa daun M. tanarius

Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif jangka pendek infusa biji atung (Parinarium glaberimum Hassk) pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 68

Efek hepatoprotektif jangka panjang infusa biji atung (Parinarum glaberimum Hassk.) pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 65

Efek hepatoprotektif jangka waktu enam jam ekstrak etanol daun macaranga tanarius L. terhadap ALT-AST pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 111

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka panjang.

0 1 109

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius L. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida : kajian terhadap praperlakuan jangka pendek.

0 1 111

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 106

Efek hepatoprotektif infusa daun Macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi parasetamol - USD Repository

0 0 86

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 104

Efek hepatoprotektif infusa daun macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 106

Efek hepatoprotektif infusa daun swietenia mahagoni (l.) jacq. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 113