C. Hepatotoksin
Senyawa  atau  obat  yang  dapat  menyebabkan  kerusakan  hati  terbagi menjadi dua macam sebagai berikut.
1. Hepatotoksin tipe A teramalkan
Merupakan  suatu  senyawa  atau  obat  jika  diberikan  dapat  menimbulkan kerusakan  hati pada  sebagian  besar orang  yang  mengkonsumsi  senyawa tersebut
pada  dosis  pemberian  yang  mencukupi  untuk  menimbulkan  efek  toksik.  Jadi untuk  menimbulkan  ketoksikan  hepatotoksin  tipe  A  bergantung  pada  dosis.
Contoh  obat  dari  hepatotoksin  tipe  A  adalah  tetrasiklin,  parasetamol,  karbon tetraklorida, dan salisilat Forrest, 2006.
2. Hepatotoksin tipe B tak teramalkan
Merupakan senyawa atau obat yang sebenarnya tidak menimbulkan efek pada  hati  namun  jika  diberikan  kepada  orang  tertentu  akan  menimbulkan  efek
toksik.  Hepatotoksin  tipe  B  ini  tidak  bergantung  dengan  dosis  pemberian senyawa.  Kejadian  adanya  toksisitas  pada  hepatotoksin  jenis  ini  sangat  jarang,
terjadi pada 1 :  1000 orang. Contoh obat yang termasuk tipe  B adalah  isoniazid, halothane, dan chlorpromazine Forrest, 2006.
D. Karbon tetraklorida CCl
4
Gambar 2. Struktur molekul karbon tetraklorida CCl
4
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 1995
Karbon  tetraklorida  CCl
4
Gambar  2  adalah  suatu  cairan  jernih  yang mudah menguap, tidak berwarna, dan dengan bau khas. Senyawa ini memiliki BM
153,82  dan  sangat  sukar  larut  dalam  air  Direktorat  Jenderal  Pengawasan  Obat dan  Makanan,  1995.  Efek  hepatotoksik  dari  karbon  tetraklorida  telah  banyak
dipelajari  daripada  hepatotoksin  lain.  Karbon  tetraklorida  merupakan  molekul sederhana, yang jika diberikan kepada berbagai spesies, menyebabkan perlemakan
hati  steatosis  dan  nekrosis  sentrilobular  hepatik.  Pemberian  atau  pemejanan secara kronis menyebabkan sirosis hati, tumor hati dan juga kerusakan ginjal. Hati
menjadi  target  utama  dari  ketoksikan  karbon  tetraklorida  karena  ketoksikan senyawa  ini  bergantung  pada  aktivasi  metabolisme  oleh  sitokrom  P-450
CYP2E1. Dosis rendah karbon tetraklorida hanya menyebabkan perlemakan hati dan destruksi sitokrom P-450 Timbrell, 2008.
Destruksi  sitokrom  P-450  terjadi  terutama  di  sentrilobular  dan  daerah tengah  hati.  Senyawa  ini  selektif  untuk  isoenzim  tertentu,  pada  tikus  diketahui
selektif  untuk  CYP2E1,  sedangkan  pada  isoenzim  lain  seperti  CYP1A1  tidak mempengaruhi.  Destruksi  CYP2E1  tampaknya  dipengaruhi  oleh  jumlah  oksigen
yang tersedia Timbrell, 2008. Sebagai  enzim  mikrosomal  CYP2E1  akan  mempengaruhi  aktivasi
metabolit yang terbentuk, hal ini dapat meningkatkan atau mengurangi sifat toksik dari senyawa induk. Dalam metabolisme karbon tetraklorida, CYP2E1  berfungsi
sebagai  agen  pereduksi  dan  mengkatalis  adisi  elekron  yang  mengakibatkan hilangnya satu ion klorin sehingga membentuk radikal bebas triklorometil
•
CCl
3
yang  merupakan  metabolit  reaktif  Gambar  3.  Jika  ada  O
2
oksigen,  radikal
bebas  triklorometil  ini  akan  berubah  menjadi  radikal  bebas  triklorometilperoksi
•
OOCCl
3
yang lebih reaksif Gregus dan Klaaseen, 2001.
Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida Timbrell, 2008
Radikal  triklorometil  yang  dihasilkan  dapat  mengalami  suatu  reaksi. Atom hidrogen yang berasal dari metilen dapat menjembatani reaksi dengan asam
lemak  tak  jenuh  atau  protein  yang  akan  menghasilkan  ikatan  kovalen  dengan lemak  mikrosomal  dan  protein,  dan  akan  beraksi  secara  langsung  dengan
fosfolipid dan kolesterol yang bersifat toksik. Reaksi ini juga akan menghasilkan kloroform,  yang  merupakan  salah  satu  metabolit  dari  karbon  tetraklorida.  Hasil
lain  dari  reaksi  ini  adalah  radikal  lipid  yang  tidak  stabil  selanjutnya  akan
mengakibatkan  peroksidasi  lipid.  Pembentukan  peroksidasi  lipid  hasil  dari pemecahan  lemak  tak  jenuh  dapat  memberikan  senyawa  karbonil  seperti  4-
hydroxyalkenal dan hydroxynonenal lainnya. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki  efek  biokimia  seperti  menghambat  sintesis  protein  dan  menghambat
enzim glukosa-6-fosfat Timbrell, 2008. Setelah  pemejanan  karbon  tetraklorida  selama  satu  sampai  tiga  jam,
trigliserida menumpuk di hepatosit dan terlihat sebagai droplet lipid. Lipid dalam hati  yang terbentuk  ini dapat  menghambat sintesis protein sehingga  menurunkan
produksi  lipoprotein,  yang  merupakan  senyawa  yang  bertanggung  jawab  dalam transport  lipid  untuk  keluar  dari  hepatosit.  Akibat  menurunnya  produksi
lipoprotein  maka transport lipid akan terhambat sehingga  menyebabkan  steatosis Timbrell, 2008. Peroksidasi  lipid  juga dapat  menyebabkan kerusakan  membran
sel  dan  kerusakan  mitokondria.  Kerusakan  ini  berupa  gangguan  integritas membran yang menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim
ALT.  Enzim  ALT  yang  ada  di  dalam  sel  akan  keluar  dan  masuk  ke  dalam peredaran darah sehingga jumlah enzim ALT meningkat Wahyuni, 2005.
Penggunaan  karbon  tetraklorida  sebagai  senyawa  model  hepatotoksin telah  banyak  dilakukan.  Pada  penelitian  Hogade,  Patil,  Wadkar,  Mathapati,
Dhumal 2010 melaporkan bahwa aktivitas ALT dan AST serum pada tikus yang terinduksi  karbon  tetraklorida  mencapai  tiga  dan  empat  kali  nilai  normal.  Selain
itu, Iniaghe, Malomo, dan Adebayo 2008 juga melaporkan bahwa aktivitas ALT serum  pada  tikus  yang  terrinduksi  karbon  tetraklorida  melampaui  tiga  kali  nilai
normal.  Hal  ini  menegaskan  bahwa  dengan  adanya  induksi  karbon  tetraklorida dapat meningkatkan aktivitas ALT-AST serum.
Tubuh  sebenarnya  mempunyai  sistem  pertahanan  untuk  mengatasi radikal  bebas,  salah  satunya  adalah  glutation-S-transferase  GSH  sebagai
antioksidan  endogen.  Jika  terdapat  radikal  bebas  di  dalam  tubuh,  GSH  akan menangkap radikal bebas tersebut Timbrell, 2008.
E. Metode Pengujian Hepatoprotektif