sampel + 5 g sampel dan menimbang bobot simplisia sebagai bobot sebelum pemanasan bobot a. Kemudian alat dipanaskan pada suhu 110
C selama 15 menit, dan setelah menimbang bobot simplisia setelah pemanasan bobot b.
Selisih bobot a dan b merupakan kadar air dari simplisia yang diselidiki.
5. Pembuatan infusa daun M. tanarius
Untuk membuat infusa daun M. tanarius dengan konsentrasi 100 dimulai dengan mengambil 50,0 g serbuk kering daun M. tanarius ditambahkan
200,0 ml air. Campuran kemudian dipanaskan di atas heater dengan suhu 90 C
selama 15 menit. Waktu 15 menit dihitung ketika suhu telah mencapai 90 C, lalu
disaring menggunakan kain flanel untuk memisahkan infusa dan ampasnya. Kemudian infusa diuapkan di atas waterbath sampai diperoleh bobot infusa sama
dengan bobot serbuk kering daun M. tanarius yang digunakan untuk membuat infus.
6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida 50
Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie 2002, larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50 dalam pelarut olive oil. Larutan karbon
tetraklorida dalam olive oil dibuat dengan cara mencampurkan karbon tetraklorida dan olive oil dengan perbandingan volume 1:1.
7. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis infusa daun M. tanarius
Penetapan dosis pemberian infusa daun M. tanarius mengacu pada penelitian Mahendra dan Hendra 2011 yang menyatakan dosis M. tanarius yang
diberikan adalah 2,5; 5; dan 10 gkg.
b. Penetapan dosis hepatotoksin CCl
4
Penetapan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida mampu menyebabkan kerusakan hati tikus yang
ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT dan AST-serum paling tinggi. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian
Janakat dan Al-Merie 2002, bahwa dosis 2 mlkg BB pada konsentrasi 50 telah terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT-AST serum pada tikus bila
diberikan secara intraperitonial i.p. c.
Penetapan waktu cuplikan darah Penelitian Janakat dan Al-Merie 2002 mengenai optimasi dosis, rute
pemberian, dan karakteristik waktu pemberian karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin menunjukkan bahwa aktivitas ALT-AST serum tikus terinduksi
karbon tetraklorida 2 mlkgBB mencapai maksimal pada jam ke-24 setelah pemberiannya, kemudian pada jam ke-48 berangsur-angsur menurun. Untuk
mendapatkan waktu cuplikan darah paling optimum dilakukan orientasi dengan cara membagi tikus dalam tiga kelompok masing-masing lima ekor dengan
waktu cuplikan 0, 24 dan 48 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida kemudian diukur aktivitas ALT-AST serumnya.
8. Pengelompokan hewan uji
Sebanyak tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan masing-masing kelompok lima ekor tikus. Kelompok I
kontrol negatif diberi olive oil dengan dosis 2 mlkgBB secara intraperitonial i.p. Kelompok II kontrol hepatotoksin diberi larutan karbon tetraklorida 50 2
mlkgBB secara i.p. Kelompok III kontrol infusa diberi infusa daun M. tanarius dosis 10 gkgBB secara peroral. Kelompok IV-VI berturut-turut diberi infusa daun
M. tanarius secara oral dengan dosis berturut-turut 2,5; 5; dan 10 gkgBB sekali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari ke tujuh diberi larutan
karbon tetraklorida 50 dosis 2 mlkgBB secara i.p. Kemudian kelompok I-VI diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata sesuai hasil orientasi waktu
penetapan pencuplikan darah, lalu diukur aktivitas ALT dan AST-nya.
9. Pembuatan serum