Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba di Medan

(1)

ANALISIS NYANYIAN BHAJAN PADA SEKTE

SAI BABA DI MEDAN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA: RIRI TEGAR LUBIS NIM : 110707054

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

ii

ANALISIS NYANYIAN BHAJAN PADA SEKTE

SAI BABA DI MEDAN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN OLEH

NAMA: RIRI TEGAR LUBIS NIM : 110707054

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196311161990032001 NIP 196512211991031001

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

PENGESAHAN DITERIMA OLEH:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam Bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP:

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M. Hum., Ph.D 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

3. Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. 4. Drs. Irwansyah, M.A.


(4)

iv DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M. Hum., Ph.D NIP 196512211991031001


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah digunakan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang sudah pernah di tulis atau di terbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2015

Riri Tegar Lubis NIM: 110707054


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis masih diberi kesehatan dan kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini. Semua ini atas kehendak Tuhan yang telah tertulis di lahwful mahfuz.

Skripsi yang berjudul “Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba di Medan” ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar kesarjanaan Strata-1 pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses pengerjaan skripsi ini banyak waktu, tenaga, dan pikiran yang telah penulis tuangkan semaksimal mungkin, hal ini dikarenakan kesulitan penulis dalam mencari bahan bacaan tentang Bhajan dan sekte Sai Baba. Namun, berkat dukungan dan arahan dari pembimbing skripsi, orang tua, para dosen, serta para kerabat dekat dan sahabat di sekitar penulis, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dan siap untuk diuji.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis, baik moral atau pun materiil. Tanpa kehadiran mereka, penulis tidak akan bisa berbuat apa-apa. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah, Abdul Muis Lubis, dan Mamak, Almarhumah Rumiati serta Ibu, Tien Suteti, tercinta yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, dan selalu membaluri penulis dengan doa-doa tiada henti.


(7)

2. Abang Franky Asnomo Lubis, kakak Ratih Wulandari Lubis, abang Galih Astino Lubis, kakak Ajeng Devira Lubis, adik Novi Alridho Halfawi, adik Trisna Kukuh Dwi Cipta, dan adik Putri Anggi Lubis. 3. Kakak ipar Sarah, abang ipar Syahmadhan Starda Sinaga, kakak ipar

Fifi, dan adik ipar Yuli.

4. Keponakan tersayang Alvin Al Fattah Lubis, Aura Andhini Rizqiqa Lubis, Raissa Khairunnisa Sinaga, Aufa Abiyyu Halfawi.

5. Uwak Nah, Uwak Lanang, Uwak Mutik, Uwak Butet, Om Andol, Alm. Kakek Mun, Bang Kiki, Kak Sari, Mpok Ana, Mpok Elen, Mpok Tuti, Mpok Yani, Kak Dewi, Bang Ijul, Bang Joko, Kak Era, Kak Yeti, Bu Ewi, Bu Upi, Bu Ipon, Bu Indah, Bu Ani, Om Dedi, Om Gunawan, Alm. Om Nanda, Om Sahril.

6. Seluruh keluarga besar dari Atok Alm. Iliyas Lubis dan keluarga besar Almarhumah Mamak di Kampung Pon beserta keluarga besar Ibu di Pringgan.

7. Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. selaku dosen dan pembimbing I yang telah memberikan banyak wawasan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. selaku dosen, Ketua Departemen Etnomusikologi sekaligus pembimbing II yang dengan sabar dan tulus memberi banyak masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

9. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku dosen sekaligus sekretaris departemen etnomusikologi yang banyak memberi pengetahuan kepada


(8)

viii

penulis selama di perkuliahan dan juga membantu segala keperluan administrasi penulis.

10.Prof. Drs. Mauly Purba, M.A, Ph.D. selaku dosen yang cerdas dan memberi wawasan luas kepada penulis dan mahasiswa lainnya.

11.Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si selaku dosen sekaligus penguji skripsi yang selama menjalani perkuliahan begitu hangat dan baik kepada penulis dan mahasiswa lainnya.

12.Drs. Irwansyah Harahap, M.A .selaku dosen, pembimbing akademik sekaligus penguji skripsi yang selama menjalani perkuliahan memberi inspirasi kepada penulis dan mahasiswa lainnya.

13.Drs. Fadlin, M.A. selaku dosen yang perhatian dan peduli terhadap perkembangan akademik mahasiswanya.

14.Arifni Netrirosa, S.ST, M.A. selaku dosen yang di setiap perkuliahannya membimbing mahasiswanya dengan baik.

15.Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si. selaku dosen yang di setiap perkuliahannya menularkan pemikiran luas kepada mahasiswanya. 16.Drs. Perikuten Tarigan, M.S.i selaku dosen yang punya tingkat

kesabaran tinggi saat memberi materi perkuliahan kepada mahasiswanya.

17.Drs. Kumalo Tarigan, M.A. selaku dosen yang tak bosan-bosannya menularkan pemikiran cerdas dan humoris kepada para mahasiswanya. 18.Drs. Bebas Sembiring, M.Si. selaku dosen yang memberikan materi

pelajaran yang bermanfaat dan mudah dipahami oleh para mahasiswanya.


(9)

19.Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. selaku dosen yang memberikan sisi positif kedisplinan kepada mahasiswanya saat mengikuti perkuliahan di kelas.

20.Bu Adri, Mas Pon, dan Bu Wawa selaku pegawai administrasi yang membantu penulis dengan ramah dan baik.

21.Para sahabat etnomusikologi satu stambuk 2011 ”CCB’11” yang telah banyak memberikan kesan dan cerita indah persahabatan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. Zube, Toyib, Goppaz, Topik, Tari, April, Stevani, Ardi, Aprindo, Selamet, Agri, Mona, Adji, Siti, Mahyun, David, Coy, Ryan, Agnes, Blessta, Linfia, Alfred, Lisken, Deby, Gok, Leony, Titi, Sopandu, Hary, Kawan, Zany, Ando, Egi, Riko, Trifose, Octika, Talenta, Aziz, Jose, Josua, Erwin, Juniko, Beny, Andi. I love you all.

22.Para abang dan kakak senior etnomusikologi: Sandro, Reny, Marini, Destry, Franseda, Syarifah, Ugi, Nandez, Giat, Maruli, Tety, Martin, Rendy, Fuad, Boim, Ivan, Muek, Ryan, Ayi, Woyo, Ateng, Rendy, Fery, Ucup, Surung, Beny, Boby, Jakson, Rani, Jeny, Upay, Debo, Ayu, Tita, Deby, Pretty, Ruth, Frita.

23.Para adik junior etnomusikologi: Tina, Mitha, Deni, Arnold, Paima, Ade, Yosi, Ega, Kia, Salomo, Rigina, Rizky, Audry, Inggrid, Olive, Vero, Nita, Tetty, Intan, Oda, Tika, Mia, Josua, Filbert, Albert, Pranata, Sintong, Ganda, Goppaz, Ade, Gomgom, Reno, Baron, Djarot, Fristian, Jefri, Itin, Ipo, Marimar, Rani, Dewi.

24.Para sahabat SMP dan SMA: Icha, Ifal, Mini, Randa, Novita, Irma, Ratih, Faizin, Mona, Irma Suryani, Dilla, Heri, Sukma, Dea, Jonathan,


(10)

x

Lasman, Bangun, Elman, Yudhi, Puput, Izal, Mudhi, Gobang, Faisal, Nano, Napi, Nazmudin, Dapy, Denoq, Andro, Shadan.

25.Para sahabat sastra china: Rani, Icha, Wara, Indah, Ibel, Luthfi, Kiki, Surati, Theo, Melly, Sanny, Widy, Poe, Simon, Sri, Aqa, Ema, Retta. 26.Para sahabat kost: Dilla, Efri, Dedek, Bintang, Fitri, Indah, Kiki, Fitri. 27.Para teman-teman brother: Nisa, May JK, Joly, Teguh, Gobel, Nando,

Noel, Novhy, Marsulay, Amy, Ari, Afri Tem, Sindi, Riri, Rizky Rahmadansyah, Wella, Eka, Hujai, Ainun, Ardi, Risna.

28.Para Bapak dan Ibu narasumber yang telah banyak membantu penulis memeberikan informasi ataupun masukan ke penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi: Bapak Drs. Selwa Kumar yang telah memberikan informasi kepada penulis tentang adanya Bhajan dan nyanyian pada Sai Study Group di Kumara Shanti Sai Centre Medan. Bapak Mohan Leo selaku praktisi Bhajan sekaligus ketua Sai Study Group Indonesia yang telah banyak membantu penulis memberikan informasi dan wawasan yang luas, penulis akhirnya bisa menyelesaikan skripsi. Ibu Tia Poh Hoa selaku praktisi Bhajan yang baik, yang banyak membantu penulis akhirnya bisa menyelesaikan skripsi ini, dengan memberikan informasi penting dan buku-buku tentang Bhajan. Bapak Zulkarnen Tanbrin selaku praktisi Bhajan sekaligus ketua Kumara Shanti Sai Centre, yang banyak membantu dengan memberikan infromasi penting dan wawasan yang luas kepada penulis. Bapak Ram S Galani selaku pendiri sekaligus praktisi pertama Bhajan Sai Study Group di Medan, yang telah banyak memberikan banyak informasi kepada penulis. Bapak Sanjip selaku praktisi Bhajan yang telah banyak


(11)

memberikan informasi kepada penulis. Kak Dewi selaku praktisi Bhajan yang telah baik membantu penulis memberikan informasi dan meminjamkan buku tentang Sathya Sai Baba. Bro Keshap selaku praktisi Bhajan yang telah membantu penulis memberikan informasi. 29.Seluruh Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Etnomusikologi, atas

semangat dan perhatiannya kepada penulis.

30.Rektor, Dekan, beserta staf-stafnya, yang telah menjalankan sistem pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

31.Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi teknik maupun isi tulisan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan positif dari para majelis pembaca sekalian demi perbaikan tulisan ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 13 Juli 2015 Penulis


(12)

xii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...vi DAFTAR ISI...xii ABSTRAK...xv DAFTAR PUSTAKA...xvi LAMPIRAN...xviii BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang...1

1.2 Pokok Permasalahan ...8

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian...8

1.3.1 Tujuan Penelitian...8

1.3.2 Manfaat Penelitian...8

1.4Konsep dan Teori...9

1.4.1 Konsep...9

1.4.2 Teori...11

1.5Metodologi Penelitian...13

1.5.1 Metode Penelitian Kualitatif ...13

1.5.2 Studi Kepustakaan...14

1.5.3 Penelitian Lapangan...15

1.5.3.1 Wawancara...15

1.5.3.2 Pengamatan di Lapangan...18

1.5.4 Kerja Laboratorium...19

1.6 Lokasi Penelitian...20

1.7 Pemilihan Narasumber (informan)...21

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN, SEKTE SAI BABA DAN KEBERADAANNYA DI MEDAN...23

2.1 Gambaran Umum di Kota Medan...23

2.2 Masyarakat India di Kota Medan...26

2.3 Sathya Sai Baba...28

2.4 Sekte Sai Baba (Sai Bhakta) di Kota Medan...34

BAB III DESKRIPSI BHAJAN PADA SEKTE SAI BABA DI MEDAN...43

3.1 Deskripsi Bhajan pada Masyarakat Hindu...43

3.1.1 Masuknya Bhajan di Indonesia .... ...44

3.2 Bhajan oleh Sai Bhakta di Kota Medan...47

3.2.1 Komponen Bhajan...50

3.2.1.1 Perlengkapan dan Persiapan Sebelum Bhajan...50

3.2.2.2 Pelaksanaan Bhajan...56

3.2.2.2.1 Lonceng dibunyikan pertanda dimulainya Bhajan...56

3.2.2.2.2 Pembacaan Om Karam...57

3.2.2.2.3 Mengucapkan 108 Nama Bhagawan Sri Sathya Sai Baba...58 3.2.2.2.4 Membacakan Gayatri Mantram dan Guru


(13)

Mantram...58

3.2.2.2.5 Menyanyikan ayat Veda (Veda Chanting)...59

3.2.2.2.6 Dimulainya Bhajan...60

3.2.2.2.7 Membacakan Sai Three Gayatri...64

3.2.2.2.8 Doa Sarva Dharma...65

3.2.2.2.9 Meditasi Cahaya...66

3.2.2.2.10 Dharma Wacana atau Ceramah... ...67

3.2.2.2.11 Membacakan Brahmarpanam dan nama suci Sathya Sai Baba...68

3.2.2.2.12 Aarathi sebagai penutup pelaksanaan Bhajan...68

3.2.2.2.13 Padam Namaskar...71

3.2.2.214 Pembagian Tirtha dan Vibhuti...73

BAB IV ANALISIS NYANYIAN BHAJAN PADA SAI BHAKTA DI KOTA MEDAN ...76

4.1 Analisis Nyanyian Bhajan...76

4.2 Model Notasi...77

4.3 Analisis Musikal...83

4.3.1 Tangga Nada... ...83

4.3.1.1 Tangga Nada Gaja Vadhana Gana Natha...84

4.3.1.2 Tangga Nada Narayan Narayan Bhajomana Narayan...85

4.3.2 Nada Dasar...85

4.3.3 Wilayah Nada...89

4.3.3.1 Wilayah Nada Gaja Vadhana Gana Natha...89

4.3.3.2 Wilayah Nada Narayan Narayan Bhajomana Narayan…90 4.3.4 Frekuensi Pemakaian Nada...90

4.3.4.1 Frekuensi Pemakaian Nada Gaja Vadhana Gana Natha...90

4.3.4.2 Frekuensi Pemakaian Nada Narayan Narayan Bhajomana Narayan...91

4.3.5 Jumlah Interval...92

4.3.5.1 Jumlah Interval Gaja Vadhana Gana Natha...92

4.3.5.2 Jumlah Interval Narayan Narayan Bhajomano Narayan...93

4.3.6 Pola Kadensa...94

4.3.6.1 Pola Kadensa Gaja Vadhana Gana Natha...94

4.3.6.2 Pola Kadensa Narayan Narayan Bhajomano Narayan...96

4.3.7 Formula Melodik (Bentuk, Frasa, dan Motif)...98

4.3.7.1 Analisis Bentuk, Frasa dan Motif pada Gaja Vadhana Gana Natha...99

4.3.7.2 Analisis Bentuk, Frasa dan Motif pada Narayan Narayan Bhajomano Narayan...99

4.3.8 Kontur...100

4.3.8.1 Kontur Nyanyian Gaja Vadhana Gana Natha...101 4.3.8.2 Kontur Nyanyian Narayan Narayan Bhajoman


(14)

xiv BAB V

PENUTUP ...103 5.1 Kesimpulan...103 5.2 Saran...105


(15)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba Di Medan.” Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah menganalisis nyanyian Bhajan. Bhajan adalah menyanyikan berulang-ulang nama suci Tuhan yang terdapat pada masyarakat kelompok Hindu yang kemudian diadopsi oleh Sekte Sai Baba. Dalam menyanyikan kidung suci Tuhan peserta Bhajan secara bergantian menyanyikannya, dan dari 12 (dua belas) nyanyian biasanya dibagi enam pria dan enam wanita.

Metode yang penulis gunakan dalam menganalisis nyanyian Bhajan adalah: studi pustaka, media sosial, internet, pengamatan terlibat, wawancara, perekaman data baik berupa audio, visual, maupun audio visual. Data-data lapangan kemudian diolah di laboratorium yang bersifat etnomusikologis. Teori yang penulis gunakan adalah dua teori utama. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan Bhajan, penulis menggunakan konsep[ unsur-unsur upacara dari Koentjaraningrat sedangkan untuk menganalisis nyanyian Bhajan menggunakan teori Weighted Scale dari William P.Malm.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Sai Study Group wadah para Sai Bhakta atau pengikut ajaran Sai Baba (sekte Sai Baba) mempelajari dan mengembangkan spiritualitas diri berdasarkan ajaran-ajaran Sathya Sai Baba. Sai Study Group Indonesia sdidirikan Surabaya pada tahun 1998 dan berkembang ke berbagai wilayah di Indonesia.

Bhajan bisa dilakukan secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Bhajan berakar dari tradisi agama Hindu yang kemudian diadopsi oleh sekte Sai Baba (Sai Bhakta). Bhajan sendiri bertujuan untuk menyebarkan energi positif di dalam diri dan lingkungan sekitar. Saat bernyanyi dalam Bhajan nama-nama suci Tuhan yang dilantunkan mengandung kekuatan positif yang mampu membawa peningkatan kesadaran dalam diri dan kebaikan di lingkungan sekitar. Nyanyian Bhajan yang dibahas dalam tulisan ini sebanyak dua buah, yaitu Gaja Vadhana Gaja Natha dan Narayan Narayan Bhajomana Narayan. Tangga nada Gaja Vadhana Gana Natha terdiri dua nada dengan nada terendah B dan nada tertinggi As. Nada dasar dari Gaja Vadhana Gana Natha adalah Ab (As). Gaja Vadhana Gana Natha memiliki 3 bentuk yang terdiri dari bentuk A, B, dan C. Frasa pada nyanyian Gaja Vadhana Gana Natha berjumlah 3 buah frasa. Meter dari lagu ini adalah 4/4. Tangga nada Narayan Narayan Bhajomana Narayan terdiri dari dua nada dengan nada terendah D dan nada tertinggi F sedangkan nada dasar dari Narayan Narayan Bhajomana Narayan” adalah Ab (As). Bentuk pada nyanyian Narayan Narayan Bhajomano Narayan memiliki 4 bentuk yang terdiri dari bentuk A, B, C, dan D. Frasa pada nyanyian Narayan Narayan Bhajomano berjumlah 4 buah frasa. Meter dari nyanyian ini adalah 4/4.


(16)

xv ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis Nyanyian Bhajan pada Sekte Sai Baba Di Medan.” Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah menganalisis nyanyian Bhajan. Bhajan adalah menyanyikan berulang-ulang nama suci Tuhan yang terdapat pada masyarakat kelompok Hindu yang kemudian diadopsi oleh Sekte Sai Baba. Dalam menyanyikan kidung suci Tuhan peserta Bhajan secara bergantian menyanyikannya, dan dari 12 (dua belas) nyanyian biasanya dibagi enam pria dan enam wanita.

Metode yang penulis gunakan dalam menganalisis nyanyian Bhajan adalah: studi pustaka, media sosial, internet, pengamatan terlibat, wawancara, perekaman data baik berupa audio, visual, maupun audio visual. Data-data lapangan kemudian diolah di laboratorium yang bersifat etnomusikologis. Teori yang penulis gunakan adalah dua teori utama. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan Bhajan, penulis menggunakan konsep[ unsur-unsur upacara dari Koentjaraningrat sedangkan untuk menganalisis nyanyian Bhajan menggunakan teori Weighted Scale dari William P.Malm.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa Sai Study Group wadah para Sai Bhakta atau pengikut ajaran Sai Baba (sekte Sai Baba) mempelajari dan mengembangkan spiritualitas diri berdasarkan ajaran-ajaran Sathya Sai Baba. Sai Study Group Indonesia sdidirikan Surabaya pada tahun 1998 dan berkembang ke berbagai wilayah di Indonesia.

Bhajan bisa dilakukan secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Bhajan berakar dari tradisi agama Hindu yang kemudian diadopsi oleh sekte Sai Baba (Sai Bhakta). Bhajan sendiri bertujuan untuk menyebarkan energi positif di dalam diri dan lingkungan sekitar. Saat bernyanyi dalam Bhajan nama-nama suci Tuhan yang dilantunkan mengandung kekuatan positif yang mampu membawa peningkatan kesadaran dalam diri dan kebaikan di lingkungan sekitar. Nyanyian Bhajan yang dibahas dalam tulisan ini sebanyak dua buah, yaitu Gaja Vadhana Gaja Natha dan Narayan Narayan Bhajomana Narayan. Tangga nada Gaja Vadhana Gana Natha terdiri dua nada dengan nada terendah B dan nada tertinggi As. Nada dasar dari Gaja Vadhana Gana Natha adalah Ab (As). Gaja Vadhana Gana Natha memiliki 3 bentuk yang terdiri dari bentuk A, B, dan C. Frasa pada nyanyian Gaja Vadhana Gana Natha berjumlah 3 buah frasa. Meter dari lagu ini adalah 4/4. Tangga nada Narayan Narayan Bhajomana Narayan terdiri dari dua nada dengan nada terendah D dan nada tertinggi F sedangkan nada dasar dari Narayan Narayan Bhajomana Narayan” adalah Ab (As). Bentuk pada nyanyian Narayan Narayan Bhajomano Narayan memiliki 4 bentuk yang terdiri dari bentuk A, B, C, dan D. Frasa pada nyanyian Narayan Narayan Bhajomano berjumlah 4 buah frasa. Meter dari nyanyian ini adalah 4/4.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang memiliki akal pikiran dan rasa. Di dalam kehidupan yang dijalani manusia, banyak terdapat cara hidup yang kompleks. Cara hidup tersebut dapat berupa aturan bermasyarakat, pengelolaan sistem ekonomi, penciptaan, ide, dan lain sebagainya, yang apabila sudah menjadi suatu kebiasaan hidup maka hal tersebut menjadi budaya, termasuk di dalamnya sistem religi.

Sistem religi adalah salah satu unsur kebudayaan universal, terdiri dari bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencarian hidup, sistem religi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 2005:81). Manusia percaya ada kekuatan yang lebih besar dari manusia itu sendiri di alam semesta ini. Terdapat berbagai agama di antaranya: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, dan lain sebagainya. Masing-masing dari agama tersebut mempunyai aturan, ritual, dan tata cara pemujaan Tuhan yang berbeda-beda. Namun, dari semua ajaran agama tersebut, tentu saja diharapkan membawa kedamaian dan kebaikan terhadap dunia.

Di daratan India, banyak lahir dan berkembang ajaran agama, di antaranya yang besar adalah Hindu dan Budha. Agama Hindu di India sangat berkembang pesat karena dari sanalah agama tersebut berasal. Agama Budha juga berasal dan berkembang di India, agama ini juga memiliki hubungan sejarah dan teologis dengan agama Hindu. Di Indonesia sendiri agama Hindu


(18)

2

diperkirakan berkembang sejalan dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara sesudah memasuki zaman sejarah sejak abad pertama. Perkembangan agama Hindu dari India ke Indonesia disebarkan oleh para Brahmana/Resi atau sarjana-sarjana agama Hindu (Ardhana, 2002: 23). Di Nusantara agama Hindu banyak berbaur dan bercampur dengan masyarakat dan kebudayaan setempat dimana para Resi tersebut berada dan bertempat tinggal.

Penyebaran agama Hindu di Sumatera Utara, tidak terlepas dari kedatangan bangsa India melalui jalur perdagangan dimana pantai barat Sumatera menjadi pintu masuknya. Hal ini ditandai dengan ditemukannya prasasti berbahasa Tamil yang bertarikh 1088 M bertanda Raja Chola yang ke-9. Oleh karena itu, Sumatera Utara kemungkinan besar menerima pengaruh lebih dominan dibandingkan kawasan lain di Nusantara terutama dari etnis Tamil yang datang dan menetap di kawasan ini. Bukti ini dapat dilihat dari ditemukannya 175 istilah dalam bahasa Karo yang berasal dari bahasa Tamil, di antaranya: Colia, Pandia, Meliala, Depari, Muham, Pelawi, Tukham,

Brahmana (Mahyuddin, 2014:3). Melalui hubungan perdagangan dapat

diperkirakan bahwa bangsa India yang datang ke Sumatera Utara juga membawa nilai-nilai kehidupan mereka termasuk ajaran Hindu. Ajaran tersebut kemudian diterima dan dikembangkan oleh masyarakat setempat.

Seiring perkembangan zaman, keturunan bangsa India tersebut telah bercampur dan menjadi masyarakat setempat. Begitu pula dengan kebudayaan dan ajaran Hindu yang kemudian menjadi salah satu agama yang diakui di Indonesia. Di Kota Medan sendiri banyak terdapat masyarakat yang beragama Hindu terutama dari etnis yang berasal dari tanah India antara lain Tamil, Telugu, Punjabi, Benggala, Bombay/Hindustan, dan lain-lain (Mahyuddin,


(19)

2014:28). Masyarakat tersebut hidup berdampingan dengan masyarakat lain yang berbeda baik dari sisi etnis maupun dari sisi keyakinan. Perbedaan dan ragam budaya tersebut semestinya bisa dikelola demi kebaikan dan kekayaan budaya di Kota Medan.

Dalam setiap ajaran agama terdapat tata cara, ritual, doa dan pemujaan kepada Tuhan yang memiliki kekhasan masing-masing. Begitu pula agama Hindu terdapat banyak cara dan teknik upacara pemujaan Tuhan, salah satunya adalah Bhajan. Bhajan berarti memuja, bersujud, bersembah, dalam perkembangan sampai kini, Bhajan berarti Kidung Suci dengan mengutamakan penggunaan nama-nama suci Tuhan (Pemajun, tanpa tahun:V). Pada praktiknya dalam melakukan Bhajan, penganut agama Hindu menyanyikan mantra dan nama-nama suci Tuhan secara beramai-ramai. Bhajan bisa dilakukan di kuil atau tempat khusus tertentu.

Bhajan juga dipraktikan oleh para Sai Bhakta, yaitu orang-orang yang mengikuti ajaran Sathya Sai Baba. Sathya Sai Baba adalah seorang Guru, orang yang mengabdikan hidupnya untuk perbaikan kemanusiaan, orator, pencipta lagu/puisi, dan filsuf India Selatan yang sering digambarkan sebagai orang suci, (lahir 23 November 1926 – meninggal 24 April 2011 pada umur 84 tahun) dan dilahirkan di desa terpencil Puttaparthi, Andhra Pradesh, India Selatan (Kasturi, 2009:1).

Di Kota Medan terdapat orang-orang yang menjadi Sai Bhakta. Meskipun pada umumnya mayoritas masyarakat Hindu Tamil, namun tak sedikit pula berasal dari masyarakat Tionghoa, pelaku ajaran spiritual, warga negara asing yang berkebetulan ada di Medan serta orang-orang dari berbagai latar belakang budaya dan agama pula. Sai Bhakta di kota Medan dirintis oleh


(20)

4

beberapa orang, yaitu Bapak Ram S. Galani, Bapak Mohan Leo, dan Bapak Jumbiner Shem pada tahun 1983. Mereka memulai aktivitas Bhajan di Jalan Jenggala nomor 71, yang sekarang menjadi tempat kursus belajar bernama Pinky Education Centre. Kegiatan Bhajan berjalan terus selama enam tahun pada tahun 1983-1989. Kian hari orang-orang yang mengikuti Bhajan di tempat ini semakin ramai sehingga tempatnya mulai terasa sempit. Oleh karena itu, Bapak Ram, Bapak Mohan Leo, Bapak Poa, dan Bapak Ganapathi selanjutnya membuka tempat diskusi ajaran Sai Baba dan Bhajan di Prashanti Griya Sai Centre (lantai dua Vihara Borobudur) di Jalan Imam Bonjol nomor 21 pada tanggal 23 November 1989. Sembilan tahun berikutnya, 27 September 1998, dibuka lagi sebuah tempat diskusi ajaran Sai Baba di Jalan Lobak nomor 18 Medan yang bernama Kumara Shanti Sai Centre dan disusul dengan pendirian Sai Ganesha Sai Centre di Jalan Sunggal pada tanggal 1 September 2000.1

Secara khusus, penulis mengadakan observasi terlibat dengan para Sai Bhakta yang mengadakan Bhajan di Kumara Shanti Sai Centre, Jalan Lobak nomor 18, Kecamatan Medan Baru, Medan. Di tempat ini kegiatan Bhajan telah terjadwal, yaitu setiap hari Minggu dimulai dari jam 19.00 WIB sampai dengan 20.00 WIB. Para peserta Bhajan berasal dari berbagai latar belakang antara lain etnis Tamil, Tionghoa, etnis lainnya, dan bahkan warga negara asing yang berkebetulan sedang berada di Indonesia.

Upacara Bhajan tersebut dilakukan dengan melantunkan nama suci Tuhan yang bertujuan untuk mensucikan batin dan merasakan kedekatan dengan Tuhan. Selama rentang waktu mengadakan Bhajan, para Bhakta yang

1

Wawancara dengan Bapak Ram S Galani, di Jalan Jenggala, 28 Januari 2015.


(21)

mengikuti Bhajan diharuskan menjaga kesucian diri dengan cara tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewani melainkan menjadi vegetarian. Pada upacara Bhajan, para Bhakta menyanyikan puji-pujian dan pengagungan nama-nama Tuhan, suara yang mereka keluarkan tidak hilang dan menjadi kekuatan positif yang membersihkan hal-hal negatif yang ada di bumi ini.2

Fungsi dari Bhajan ini dipercayai oleh Bhakta dapat membuat hati suci, dan mendapatakan kedamaian atau ketenangan dalam diri sendiri. Dalam menyanyikan kidung suci Tuhan peserta Bhajan secara bergantian menyanyikannya, dan dari 12 (dua belas) nyanyian biasanya dibagi enam pria dan enam wanita. Saat berjalannya Bhajan ada juga instrumen musik yang mengiringi penyanyi, yang terdiri dari: gendang tabla, harmonium, dan rebana, tidak ketinggalan juga adanya mikrofon.

Di sini yang menjadi objek penelitian penulis adalah nyanyian dalam Bhajan. Penulis ingin mengetahui dan meneliti berbagai aspek dalam Bhajan yang mencakup sejarah, proses pelaksanaan, dan struktur musik dalam nyanyian Bhajan.

Dari latar belakang keberadaan Bhajan seperti terurai di atas, maka dalam skripsi sarjana ini penulis mengkajinya dengan pendekatan etnomusikologi, sebagai bidang ilmu yang penulis tekuni selama empat tahun terakhir ini. Seperti diketahui bahwa etnomusikologi adalah studi musik di dalam kebudayaan. Tentang definisi etnomusikologi ini Merriam (1964) menyatakan bahwa disiplin ini adalah studi musik dalam kebudayaan.

2


(22)

6

Etnomusikologi adalah fusi (gabungan) dari dua disiplin ilmu yaitu antropologi (etnografi) dan musikologi. Etnomusikologi masuk ke dalam kategori disiplin ilmu sosial dan juga ilmu humaniora sekaligus. Di dalam ilmu sosial musik dipandang sebagai bahagian dari kehidupan masyarakat. Selanjutnya sebagai disiplin ilmu humaniora, musik dipandang sebagai proses kreativitas yang memiliki unsur estetik dan struktural.

Lebih jauh lagi dalam situasi masa sekarang, laman web etnomusikologi dunia yang dikelola oleh Society for Ethnomusicology (SEM) memberikan pengertian apa itu etnomusikologi sebagai berikut.

Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music. European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban son, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary—many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and history. Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices. Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music. Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Programs in Ethnomusicology.(http://webdb.iu.edu). Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa etnomusikologi adalah studi mengenai terbentuknya musik di seluruh dunia ini, dari masa lampau sampai masa sekarang. Para etnomusikolog melakukan kajian terhadap gagasan,


(23)

kegiatan, alat-alat musik dan suara dalam konteks masyarakat penghasil musik tersebut. Berbagai musik klasik Eropa dan China, tarian Cajun, musik son di Kuba, hip hop, juju di Nigeria, gamelan Jawa, ritus penyembuhan pada masyarakat Navaho Indian, nyanyian chanting masyarakat Hawaii, adalah beberapa contoh dari kajian budaya musik oleh para etnomusikolog. Etnomusikologi secara keilmuan bersifat interdisiplin, beberapa etnomusikolog berlatar belakang bukan hanya ilmuwan musik, tetapi juga berlatar belakang disiplin antropologi, folklor, tari, bahasa, psikologi, dan sejarah. Para etnomusikolog biasanya melibatkan metode etnografi di dalam penelitiannya. Mereka mendatangi informan dan masyarakat yang diteliti dalam waktu yang relatif panjang, mengamati dan mendokumentasikan apa yang terjadi, melakukan pertanyaan-pertanyaan, dan adakalanya ikut terlibat dalam memainkan musik yang sedang ditelitinya. Selanjutnya pekerjaan etnomusikolog bisa saja di arkaif, perpustakaan, dan museum terutama yang berkaitan dengan sejarah musik tradisi. Ada kalanya etnomusikolog membantu orang-orang atau masyarakat untuk mendokumentasikan dan mempromosikan praktik musik mereka. Sebahagian besar etnomusikolog bekerja sebagai profesor di berbagai universitas, mereka mengajar dan juga penelitian.

Dalam kaitannya dengan skripsi ini, Bhajan dipandang sebagai salah satu ekspresi dari gagasan dan akitivitas religius masyarakat pendukungnya, yang berakar dari ajaran-ajaran agama Hindu. Bhajan memiliki berbagai guna dan fungsi sosial budaya. Begitu pula Bhajan memiliki struktur, yang terdiri dari struktur teks dan musik.

Hal-hal di atas tersebut yang menjadi dasar penulis sehingga memilihnya menjadi tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Departemen


(24)

8

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan demikian penulis memberi judul: “Analisis Nyanyian Bhajan Pada Sekte Sai Baba di Medan.”

1.2 Pokok Permasalahan

Pokok permasalahan yang ingin penulis kaji adalah analisis nyanyian Bhajan pada sekte Sai Baba di Medan yang mencakup:

- Bagaimana struktur nyanyian Bhajan sekte Sai Baba di kota Medan, pokok masalah ini akan didukung pula oleh deskripsi tentang: sejarah, proses pelaksanaan, dan struktur musik dalam nyanyian Bhajan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui struktur musik dalam nyanyian Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

b) Untuk mengetahui sejarah Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

c) Untuk mengetahui proses pelaksanaan Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari tulisan dalam bentuk skripsi Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara ini adalah sebagai berikut :


(25)

a) Memberikan informasi kepada para pembaca tentang struktur nyanyian Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

b) Tulisan ini dapat memberi informasi dan masukan kepada para pegiat, pengamat/pemerhati, akademisi, dan masyarakat yang punya minat pada nyanyian Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan. c) Untuk memenuhi tugas akhir penelitian sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan studi strata satu dalam rangka mencapai sarjana seni di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R.Merton mendefinisikan: “Konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati; konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan hubungan empiris” (Merton dalam Koentjaraningrat, 1963: 89). Konsep berfungsi untuk menjelaskan kepada para pembaca tentang hal-hal yang akan diteliti. Selain itu, secara tidak langsung konsep mampu menjadi bingkai masalah penelitian agar tetap fokus dan tidak melebar terlalu luas.

Dalam konteks penelitian ini, penulis akan menjelaskan pengertian beberapa kata kunci yang menjadi bingkai masalah penelitian, yaitu : analisis, nyanyian, upacara, Bhajan, Sai Bhakta, dan Sai Baba. Dalam konteks penelitian ini, analisis yang dipakai adalah analisis data kualitatif, yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,


(26)

10

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2012: 248).

Upacara dalam konteks agama menurut Koentjaraningrat (1992:252) disebut sebagai kelakuan agama (perasaan cinta, hormat, bakti, tetapi juga takut, ngeri, dan lain sebagainya) yang bertujuan untuk mencari hubungan dengan dunia gaib. Bhajan berarti memuja, bersujud, bersembah, dalam perkembangan sampai kini, Bhajan berarti Kidung Suci dengan mengutamakan penggunaan nama-nama suci Tuhan (Pemajun, tanpa tahun: V).

Nyanyian dalam konteks ini adalah mantra yang dinyanyikan para peserta upacara Bhajan, nyanyian ini diambil dari berbagai mantra yang memuja Dewa-dewi dimana mantranya ada yang berbahasa Sanksekerta, Inggris dan juga Indonesia. Konsep tentang pengucapan mantra secara etnomusikologi dikategorikan sebagai musik vokal yang berpedoman pada pengertian musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 8).

Sai Bhakta merupakan penggabungan dari dua kata yaitu Sai dan Bhakta. Menurut Bapak Mohan Leo3 Sai itu bahasa Sanksekerta yang berarti Suci. Sai dalam hal ini merujuk kepada Sai Baba. Sai Baba adalah seorang Guru, orang yang mengabdikan hidupnya untuk perbaikan kemanusiaan, orator, pencipta lagu/puisi dan filsuf India Selatan yang sering digambarkan sebagai orang suci, (lahir 23 November 1926, meninggal 24 April 2011 pada

3


(27)

umur 84 tahun) dan dilahirkan di desa terpencil Puttaparthi, Andhra Pradesh, India Selatan (Kasturi N., 2009:1). Bhakta adalah orang-orang yang melakukan

Bhakti. Sekitar tahun 500 S.M. muncul beberapa kecenderungan yang

kemudian dikenal sebagai sekte Bhakti, yang menekankan pengertian “pemujaan”, pelayanan atau kebaktian yang mencakup pengertian percaya, taat dan berserah diri kepada dewa (Djam’annuri, 1988:76). Sai Bhakta adalah orang-orang yang berbakti, memuja, dan mengikuti ajaran Sai Baba yang dianggap sebagai perwujudan Dewa di muka Bumi untuk mensucikan diri.

Menurut Axel Michaels, seorang Indiolog menulis dalam bukunya tentang Hinduisme bahwa dalam konteks India kata “sekte” tidak menunjukan adanya perpecahan atau komunitas yang terasingkan, melainkan lebih pada suatu tradisi yang terorganisir yang biasanya didirikan oleh pendiri yang melakukan praktik-praktik asketik. Dan menurut Michaels, “sekte” India tidak memusatkan perhatian pada ajaran sesat, karena tidak adanya pusat yang menuntut membuat hal ini tidak mungkin. Sebaliknya, fokusnya adalah pada para penganut dan pengikutnya (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sekte, 04 Februari 2015).

1.4.2 Teori

Dalam konteks penelitian, teori digunakan sebagai arahan untuk melakukan kerja-kerja penelitian. Teori hanya sebagai acuan sementara, agar penelitian tidak melebar ke mana-mana. Teori adalah bangunan yang mapan, ada pendapat peneliti, ada simpulan awal. Itulah sebabnya teori harus dibangun terstruktur, sejalan dengan apa saja yang mungkin akan digunakan (Suwardi, 2006:107).


(28)

12

Dalam menyelesaikan tulisan ini, berpegang pada beberapa teori yang berhubungan dengan judul di atas. Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1977:30), yaitu bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori-teori yang bersangkutan. Dengan demikian teori adalah pendapat yang dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini.

Berikut ini teori-teori yang digunakan yaitu:

1. Untuk menganalisis nyanyian Bhajan penulis akan menggunakan teori weighted scale dari William P.Malm (1977:8) yang mengatakan bahwa ada beberapa karakteristik yang harus diperhatikan ketika mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) scale (tangga nada), (2) nada dasar (pitch center), (3) range (wilayah Nada), (4) frequency of notes (jumlah nada-nada), (5) prevalent Intervals (interval yang dipakai), (6) cadence patterns (pola-pola kadensa), (7) melodic formulas (formula-formula melodi), (8) contour (kontur).

2. Untuk mengkaji upacara Bhajan, penulis menggunakan konsep unsur-unsur pendukung upacara yang dikemukakan Koentjaraningrat (1985:168) bahwa upacara keagamaan terbagi atas 4 komponen, yaitu : (a) tempat upacara, (b) saat upacara, (c) benda-benda dan alat-alat upacara, (d) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.


(29)

1.5 Metodologi Penelitian

Sebagai ilmu yang mempelajari budaya, penelitian etnomusikologi tentu harus mampu melihat budaya dan manusia sebagai satu kesatuan utuh. Berhubungan karena sifat budaya yang selalu berubah-ubah seiring dengan perubahan manusianya, maka metode penelitian yang digunakan pun harus mampu menjadi acuan kerja penelitian yang jelas dan sesuai agar tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.

1.5.1 Metode Penelitian Kualitatif

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memilih metode penelitian kualitatif. Alasan memilih metode kualitatif karena penulis ingin menganalisis struktur nyanyian dan konteks upacara Bhajan pada sekte Sai Baba di kota Medan.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2012: 6).

Suwardi (2006:93-94) menyatakan ada tiga hal yang menjadi karakteristik penelitian kualitatif: 1) proposal bersifat lentur, masih dapat berubah sesuai kondisi lapangan, 2) kerjasama peneliti dan yang diteliti amat diperlukan untuk menentukan proses dan hasil penelitian, 3) memerlukan deskripsi secara induktif, tetapi tidak harus sampai membangun teori baru.


(30)

14 1.5.2 Studi Kepustakaan

Dalam tahapan ini penulis mencari informasi, teori, dan mempelajari untuk mencapai penulisan suatu ilmiah yang tidak hanya mampu memberi jawaban atas permasalahan, tetapi juga layak untuk menjadi suatu karya ilmiah karena memenuhi persyaratan keilmiahan. Penulis kemudian membaca bahan bacaan tersebut guna menambah khazanah berpikir dan sebagai salah satu sumber informasi pendukung. Penulis mengumpulkan bacaan tentang kajian sastra, kajian kebudayaan, musikologis, dan juga tulisan hasil penelitian.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis memakai beberapa hasil penelitian dalam bentuk skripsi sebagai acuan study kepustakaan. Di antaranya adalah skripsi Destri Damayanti Purba, 2011, yang menulis skripsi bertajuk Studi Deskriptif Musik Dalam Konteks Upacara Adhi Triwula Pada Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Singgamma Kali Koil Medan. Medan: USU. Skripsi ini mendeskripsikan pertunjukan musik religi yang digunakan dalam upacara adhi triwula di dalam peradaban masyarakat Hindu Tamil di Kuil Shri Singgama Kali Koil Medan. Pendekatan yang digunakan adalah secara etnomusikologis terutama pendekatan struktural musik dan upacara. Skripsi lainnya adalah Sandro Batubara, 2012, yang berjudul Studi Deskriptif Musikal Dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam pada Masyarakat Hindu Tamil di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan. Medan: USU. Di dalam skripsi ini Sandro Batubara mendeskripsikan musik yang digunakan di dalam upacara mandalabhisekam pada masyarakat Hindu Tamil di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan. Sama dengan Destri Purba, skripsi ini juga menekankan deskripsi pada pertunjukan musik religi


(31)

dalam salah satu upacara masyarakat Hindu Tamil. Pendekatan yang dilakukan juga secara etnomusikologis, terutama pada aspek teks dan musik.

1.5.3 Penelitian Lapangan

Sebagai sebuah disiplin ilmu yang mempelajari manusia dan produk budayanya, khususnya musik, displin etnomusikologi tentu tidak terlepas dari kerja lapangan. Karena budaya dan musik khususnya nyata serta jelas berada di tengah-tengah manusia yang dinamis sehingga perlu diadakan penelitian lapangan agar mampu melihat realitasnya secara objektif dan faktual. Dalam konteks ini penulis melakukan kerja lapangan yaitu wawancara dan pengamatan.

1.5.3.1 Wawancara

Untuk lebih melengkapi data penelitian, penulis juga melakukan wawancara. Wawancara adalah sebuah proses pengumpulan informasi keterangan dengan tujuan penelitian melalui tanya-jawab antara penulis dengan informan maupun responden.

Dalam hal melakukan wawancara, penulis akan berpedoman kepada metode wawancara, bentuk pertanyaan, persiapan wawancara, dan pencatatan hasil wawancara, seperti dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985 : hlm.129-155), yaitu :

a) Metode wawancara dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu : wawancara berencana dan wawancara tidak berencana. Daftar pertanyaan pada wawancara berencana telah disusun dalam daftar pertanyaan sebelum diajukan kepada para responden, sedangkan


(32)

16

pada wawancara tidak berencana tidak terdapat daftar pertanyaan sebelum dilakukan wawancara. Di dalam wawancara tidak berencana juga terdapat bentuk wawancara terfokus, yaitu wawancara terpusat pada pokok permasalahan, wawancara bebas, yaitu pertanyaan yang diajukan tidak terpusat dan dapat beralih dari satu pokok ke pokok yang lain tapi tetap mendukung informasi penelitian dan wawancara sambil lalu, pembedaanya dalam wawancara sambil lalu orang-orang yang akan diwawancarai tidak diseleksi terlebih dahulu.

b) Berdasarkan bentuk pertanyaannya wawancara terbagi atas dua, yaitu, wawancara tertutup dan wawancara terbuka. Perbedaan keduanya terletak pada jawaban yang dikehendaki dari informan. Pada wawancara tertutup, pertanyaannya dirancang sedemikian rupa agar jawaban dari informan terbatas dan sudah ditentukan sebelumnya, sedangkan pada wawancara terbuka, pertanyaannya dirancang sedemikian rupa sehingga jawaban responden atau informan tidak terbatas dalam beberapa kata atau kalimat.

c) Persiapan wawancara, ada tiga hal yang perlu diperhatikan sebelum wawancara, yaitu : 1) seleksi individu untuk diwawancara, dimana orang-orang yang akan diwawancarai harus terlebih dahulu diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu, wawancara untuk mendapatkan keterangan dan data informasi dari orang-orang yang mempunyai keahlian tentang pokok wawancara yang disebut informan dan wawancara untuk mendapatkan keterangan, data, dan pandangan terkait hal-hal tertentu sebagai bahan perbandingan dari


(33)

orang tertentu disebut responden. 2) pendekatan terhadap orang yang telah diseleksi. 3) pengembangan suasana lancar dalam wawancara. Setelah membangun hubungan emosional dan komitmen dengan orang yang akan diwawancara harus juga dipikirkan cara agar informan mampu menjawab dengan lancar, bersedia memberi informasi sebanyak-banyaknya, dan bersikap kooperatif.

d) Pencatatan hasil wawancara. Hal ini bisa dilakukan pada saat wawancara berlangsung maupun setelah wawancara selesai. Secara umum ada lima cara pencatatan hasil wawancara, yaitu: 1) pencatatan langsung, dilakukan pada saat wawancara berlangsung, 2) pencatatan dari ingatan, dilakukan setelah wawancara selesai, 3) pencatatan dengan alat perekam, pencatatan yang dilakukan dengan bantuan tape recorder, 4) pencatatan dengan angka ataukata-kata yang mempunyai nilai, pencatatan yang dilakukan berdasarkan nilai kategori jawaban, 5) pencatatan dengan kode, pencatatan yang dilakukan berdasarkan kode kategori jawaban. Mengingat penelitian yang akan penulis lakukan bersifat kualitatif, maka teknik pencatatan hasil wawancara seperti tertera pada nomor 4 (empat) dan nomor 5 (lima) di atas, tidak digunakan.

Secara teknis, selain mengacu pada cara kerja di atas, penulis juga akan mempersiapkan kelengkapan peralatan wawancara. Seperti alat tulis, kertas, tape recorder, kaset, dan keperluan lainnya yang mendukung proses wawancara tersebut.


(34)

18 1.5.3.2 Pengamatan di Lapangan

Pengamatan adalah melihat secara langsung objek penelitian di lapangan guna mendapatkan informasi dan data tambahan. Pengamatan atau observasi adalah suatu penelitian secara sistematis menggunakan kemampuan indra manusia (Suwardi, 2006:133). Meskipun indra manusia menjadi instrumen utama, pendokumentasian hal-hal tertentu di lapangan dengan menggunakan video maupun tape recorder diharapkan dapat lebih memantapkan proses pengamatan dan hasil yang diperoleh.

Sebagai bahan acuan penulis dalam melakukan pengamatan, penulis merujuk pada rangkuman Posman Simanjuntak dalam buku Berkenalan dengan Antropologi (2000:hlm.8-10) yang berisi pendapat para antropolog tentang bahan amatan, metode pengamatan berdasarkan keterlibatan, dan metode pengamatan berdasarkan cara yang dilakukan, yaitu :

a) Bahan amatan. Terbagi atas 8 (delapan) hal, yaitu: 1) pelaku atau partisipan, menyangkut siapa saja yang terlibat dalam kegiatan yang diamati, 2) kegiatan, yaitu menyangkut bentuk, bagaimana, dan apa akibat yang dihasilkan dari kegiatan yang dilakukan partisipan, 3) tujuan, menyangkut apa yang menjadi tujuan partisipan melakukan hal yang diamati, 4) perasaan, menyangkut ungkapan-ungkapan emosi partisipan, baik dalam bentuk tindakan, ucapan, ekspresi muka, atau gerak tubuh, 5) ruang atau tempat, yaitu lokasi dari peristiwa yang diamati, 6) waktu, menyangkut jangka waktu kegiatan yang diamati, 7) benda atau alat, menyangkut jenis, bentuk, bahan, dan kegunaan benda atau alat


(35)

yang dipakai, 8) peristiwa, menyangkut kejadian-kejadian lain yang terjadi secara bersamaan dengan kegiatan yang diamati.

b) Berdasarkan keterlibatan peneliti, metode pengamatan dibedakan sebagai berikut: 1) pengamatan biasa, dalam pengamatan ini peneliti tidak memiliki keterlibatan apapun dengan pelaku yang menjadi objek penelitian, 2) pengamatan terkendali, juga pengamatan yang tidak terlibat dengan objek, namun, dalam pengamatan ini peneliti mengamati objek pada lingkungan yang terbatas untuk meningkatkan ketepatan data dan informasi, 3) pengamatan terlibat, dalam pengamatan ini pengamat ikut berpartisipasi pada kegiatan yang diamati.

c) Berdasarkan cara yang dilakukan, metode pengamatan dibedakan atas: 1) pengamatan tidak berstruktur, dalam pengamatan ini tidak terdapat format pencatatan dan ketentuan yang baku, selain itu pengamatan ini bersifat eksploratif, 2) pengamatan berstruktur, dalam mengumpulkan data, peneliti berpedoman secara sistematis kepada format pencatatan dan ketentuan baku yang telah ditetapkan sebelumnya.

1.5.4 Kerja Laboratorium

Setelah mendapatkan data di lapangan, penulis akan mulai mengolah data tersebut ke dalam bentuk laporan penelitian. Data tersebut berupa catatan-catatan, rekaman hasil wawancara penulis dengan narasumber. Pada kerja laboratorium ini penulis juga akan mengambil beberapa buah sampel lagu nyanyian Bhajan.


(36)

20 1.6 Lokasi Penelitian

Untuk menentukan lokasi penelitian, paling tidak ada dua kriteria yang harus diperhatikan, yaitu: (1) menguntungkan atau tidak tempat yang dipilih untuk pengambilan data yang lengkap dan (2) apakah orang-orang yang ada di tempat itu benar-benar siap dan respek dijadikan subjek penelitian (Suwardi, 2006:108).

Merujuk pendapat diatas, penulis melihat bahwa Kumara Shanti Sai Centre yang beralamat di Jln. Lobak no.18, kelurahan Darat, kec Medan Baru, Medan. Lokasi penelitian ini ditetapkan dengan beberapa alasan yaitu :

1) Di tempat ini penulis bisa mendapat data penelitian yang lengkap dan representatif tentang Bhajan karena Bapak Mohan Leo yang juga seorang pendiri Sai Study Group tinggal di lokasi penelitian ini.

2) Di lokasi penelitian ini upacara Bhajan rutin diadakan seminggu sekali sehingga penulis bisa melakukan observasi dan pengumpulan data.

3) Di lokasi penelitian ini dapat beberapa nara sumber yang layak dan mendukung penuh penulisan karya ilmiah ini, seperti memberi bahan bacaan, dokumentasi, meluangkan waktu untuk diwawancarai, dan sebagainya.

4) Lokasi penelitian ini relatif terjangkau sehingga meningkatkan efesiensi penelitian, pendalaman materi-materi penelitian, pelibatan penulis sebagai pengamat terlibat (paticipant observer), dan hal-hal lain yang berkait.


(37)

1.7 Pemilihan Narasumber (informan)

Untuk pengumpulan data yang diperlukan, penulis memilih beberapa informasi yang dapat memberikan informasi-informasi yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Hal ini didukung oleh pendapat Koentjaraningrat (1977:163-164) mengenai informan pangkal dan informan pokok.

1) Informan pangkal adalah informan yang memberikan petunjuk kepada peneliti tentang adanya individu lain dalam masyarakat yang dapat memberikan berbagai keterangan yang diperlukan.

Untuk penelitian ini yang menjadi informan pangkal adalah:

1. Bapak Drs. Selwa Kumar yaitu yang telah memberikan informasi tentang adanya upacara Bhajan dan nyanyian pada Sai Study Group di Kumara Shanti Sai Centre Medan.

2) Informan pokok (kunci) adalah informan yang ahli tentang sektor-sektor masyarakat atau unsur-unsur kebudayaan yang ingin kita ketahui.

Dalam penelitian ini yang menjadi informan pokok adalah:

1. Bapak Mohan Leo (umur 68 tahun, praktisi Bhajan sekaligus pendiri Kumara Shanti Sai Centre Medan). Bapak Mohan Leo ini beragama Hindu.

2. Ibu Tia Poh Hoa (umur 49 tahun, praktisi Bhajan). Beliau beragama Budha.


(38)

22

3. Bapak Zulkarnen Tanbrin (umur 56 tahun, praktisi Bhajan sekaligus ketua Sai Study Group di Kumara Shanti Sai Centre Medan). Beliau juga beragama Budha.

4. Bapak Ram S. Galani (umur 75 tahun, pendiri sekaligus praktisi pertama Bhajan Sai Study Group di Medan). Beliau beragama Hindu.


(39)

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN, SEKTE SAI BABA DAN KEBERADAANNYA DI MEDAN

2.1 Gambaran Umum di Kota Medan

Kota Medan didirikan oleh Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi, berasal dari kampung Aji Jahe (terletak di Kabupaten Karo sekarang), pada tahun 1590. Berawal ketika Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi mendirikan sebuah kuta yang berarti “kampung” dalam bahasa Karo di antara pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli. Ia adalah seorang Guru Mbelin atau “dukun/tabib sakti” yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Oleh karena kemampuannya itu, ramai berdatangan orang untuk berobat kepadanya, dan setelah disembuhkan orang-orang tersebut mulai mendirikan tempat tinggal di sekitar kediaman Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi. Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah yang menetap di areal tersebut, maka daerahnya dinamai Kuta Madan (kampung penyembuhan/ kesembuhan). Lama-kelamaan pelafalan Kuta Madan menjadi Kuta Medan dan pada akhirnya kampung tersebut berkembang menjadi Kota Medan sekarang (Ginting, 2002:13).

Dibukanya perkebunan tembakau pada tahun 1863 oleh saudagar Belanda, Nienhuys, berdampak luas pada perubahan Kota Medan. Daun tembakau, dikenal dengan “tembakau Deli”, yang dihasilkan oleh perkebunan -perkebunan di Sumatera Timur punya kualitas terbaik sebagai pembalut cerutu di pasaran Eropa (Sinar, 2001:35). Keuntungan ekonomi yang diperoleh dari hasil perkebunan tembakau ini membuat pemerintah kolonial Belanda pada


(40)

24

tahun 1886 memindahkan ibukota Keresidenan Sumatera Timur dari Bengkalis (Riau) ke Kota Medan. Jalur kereta api trayek Medan-Belawan pun dibangun pada tahun 1884. Akibat dari perkembangan ini, Sumatera Timur akhirnya menjadi area perputaran bisnis yang maju pesat sehingga dijuluki sebagai The Dollar Land dan Kota Medan dijuluki sebagai Paris of Sumatera (Ginting, 2002:15).

Kota Medan dibentuk menjadi Gementee (Pemerintahan Kotapraja) pada tanggal 1 April 1909. Besluit pembentukan Gementee dikeluarkan di Bogor pada tanggal 5 Maret 1909 dan ditandatangani oleh Gubernur Jenderal Hindia Belana, J.B. van Heutsz. Kemudian terhitung sejak 21 April 1918, Gementee Medan (Kotapraja Medan) memiliki Burgemeester atau Walikota bernama D. Baron Mackay (Ginting, 2002:15). Sekarang ini, Kota Medan adalah ibukota Propinsi Sumatera Utara dan kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan terdiri atas 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Kota Medan terletak pada 3030’-3043’ Lintang Utara dan 98035’- 98044’ Bujur Timur dengan luas areal 26.510 ha. Ketinggian Kota Medan berada pada 2,5 m di bagian Utara sampai dengan 37,5 m di bagian Selatan di atas permukaan laut. Bagian Utara sampai 3 km dari pantai terdiri dari rawa-rawa yang mempunyai kedalaman 0,5 m pada waktu pasang surut dan 2,5 m pada waktu pasang naik.

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Medan sementara adalah 2.109.339 jiwa, yang terdiri atas 1.040.680 jiwa laki-laki dan 1.068.659 jiwa perempuan. Penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Medan Deli sebesar 167.192 jiwa, diikuti Kecamatan Medan Helvetia dan Kecamatan Medan Denai masing-masing sebesar 144.478


(41)

dan 141.842 jiwa. Sementara berdasarkan urutan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Medan Maimun sebesar 39.919 jiwa, diikuti Kecamatan Medan Baru dan Medan Polonia masing-masing sebesar 42.189 dan 52.552 jiwa (Biro Pusat Statistik Kota Medan, 2010).

Peta 2.1:

Persebaran kelompok Etnik di Kota Medan Sumber: Pelly (1994:93)


(42)

26 2.2 Masyarakat India di Kota Medan

Penyebaran agama Hindu di Sumatera Utara tidak terlepas dari kedatangan bangsa India melalui jalur perdagangan dimana pantai Barat Sumatera menjadi pintu masuknya. Hal ini ditandai dengan ditemukannya prasasti berbahasa Tamil yang bertarikh 1088 M bertanda Raja Chola yang ke-9. Oleh karena itu, Sumatera Utara kemungkinan besar menerima pengaruh lebih dominan dibandingkan kawasan lain di Nusantara terutama dari etnis Tamil yang datang dan menetap di kawasan ini. Bukti ini dapat dilihat dari ditemukannya 175 istilah dalam bahasa Karo yang berasal dari bahasa Tamil, di antaranya: Colia, Pandia, Meliala, Depari, Muham, Pelawi, Tukham,

Brahmana (Mahyuddin, 2014:3). Melalui hubungan perdagangan dapat

diperkirakan bahwa bangsa India yang datang ke Sumatera Utara juga membawa nilai-nilai kehidupan mereka termasuk ajaran Hindu. Ajaran tersebut kemudian diterima dan dikembangkan oleh masyarakat setempat.

Seiring perkembangan zaman, keturunan bangsa India tersebut telah bercampur dan menjadi masyarakat setempat. Begitu pula dengan kebudayaan dan ajaran Hindu yang kemudian menjadi salah satu agama yang diakui di Indonesia. Di kota Medan sendiri banyak terdapat masyarakat yang beragama Hindu terutama dari etnis yang berasal dari tanah India antara lain Tamil, Telugu, Punjabi, Benggala, Bombay/Hindustan, dan lain-lain (Mahyuddin, 2014: 28). Masyarakat tersebut hidup berdampingan dengan masyarakat lain yang berbeda baik dari sisi etnis maupun dari sisi keyakinan. Perbedaan dan ragam budaya tersebut semestinya bisa dikelola demi kebaikan dan kekayaan budaya di kota Medan.


(43)

Masuknya masyarakat asal India di kota Medan juga tak terlepas dari sejarah masuknya perkebunan Belanda di abad 19. Di kala itu, banyak pekerja kontrak asal India yang didatangkan untuk bekerja di perkebunan tembakau milik Belanda di Medan. Untuk meningkatkan produktivitasnya, para pengusaha perkebunan antara lain memperluas areal perkebunan dan mendatangkan tenaga kerja. Penduduk pribumi setempat tampaknya tak berminat untuk bekerja sebagai buruh, karena itulah diupayakan mendatangkan buruh dari luar, yaitu etnis Cina dan India/Tamil. Untuk mengatasi hal ini, pihak perkebunan berupaya mendatangkan buruh dari daerah asalnya yaitu langsung dari Cina dan India atau memanfaatkan tenaga buruh dari Jawa melalui program transmigrasi oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Sejak itulah tenaga-tenaga buruh pada umumnya terdiri dari etnis Cina, Tamil/India, dan suku Jawa (Mahyudin, 2014:4-5). Para pekerja kontrak inilah kemudian beranak-pinak dan membaur menjadi warga kota Medan sekarang ini.

Kedatangan bangsa India ke Nusantara, Medan khususnya, ini turut juga mempengaruhi keberadaan agama Hindu, Buddha, dan Sikh sampai hari ini. Hal ini dapat dilihat dari kondisi hari ini dimana mayoritas etnis Tamil tersebut banyak yang beragama Hindu dan Sikh. Di dalam agama tersebut terdapat berbagai macam ritual termasuk Bhajan (kidung suci penyebutan nama-nama Tuhan). Selain itu, termasuk juga terdapat bermacam aliran di dalamnya, salah satunya adalah sekte Sai Baba, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa Sathya Sai Baba adalah wujud inkarnasi Tuhan (avatara) di muka bumi.


(44)

28 2.3 Sathya Sai Baba

Sathya Sai Baba adalah tokoh sentral yang dianggap sebagai avatara. Avatara adalah konsep yang berasal dari India yang berarti sebagai perwujudan Tuhan di muka bumi. Menurut kepercayaan Hindu, apabila kehidupan dunia mulai kacau maka Tuhan akan menitiskan diriNya ke bumi dalam wujud manusia dan Sathya Sai Baba adalah perwujudan sekaligus dari Dewa Siwa dan pendampingnya Shakti, “Tuhan dan kekuatan Tuhan, Beliau mempunyai baik abu suci (vibhuti) maupun titik merah (kumkum)” (Kasturi, 2009:17).

Sathya Sai Baba lahir pada dini hari di tanggal 23 November 1926 di Puttaparti, suatu dukuh yang tenang di India Selatan. Nama semasa kecilnya adalah Satyanarayana dan nama ibunya adalah Ishvaramma sedangkan ayahnya bernama Pedda Venkapa. Sebelum kelahiran Sathya Sai Baba, berlangsung suatu kejadian. Pada waktu itu Puttaparti adalah dukuh kecil dan di tengah dusun itu terdapat sebuah sumur tempat penduduk mengambil air. Suatu hari Ishvaramma (ibu Sathya Sai Baba) sedang menimba air dari sumur tersebut. Tiba-tiba ia melihat sinar putih cemerlang yang timbul dari langit bagaikan kilat dan masuk kedalam rahimnya. Ada saksi mata lain bernama Subbamma yang pada waktu itu sedang berjalan keluar dari rumahnya dan melihat cahaya yang memasuki rahim Ishvaramma tersebut (Kasturi, 2009:1-10).

Satyanarayana (Sai Baba kecil) adalah cucu kesayangan dari kakeknya, Kondama Raju seorang Hindu saleh yang melewati masa hidupnya di dunia selama 110 tahun dan juga seorang ahli seni musik dan drama. Kondama Raju suka mengumpulkan cucu-cucunya di sekeliling dipan dan menceritakan kisah para dewa dan orang-orang suci. Satyanarayana adalah cucu kesayangannya


(45)

karena selain dapat bernyanyi dengan suara merdu dan menarik, cucunya ini juga tidak suka pada makanan yang tidak vegetarian semenjak kecil (Kasturi, 2009:6).

Sosok Sathya Sai Baba mempertunjukkan beberapa keajaiban sejak kecil. Hal ini semakin menguatkan pendapat masyarakat di sekitarnya bahwa ia adalah seorang avatara yang menitis di muka bumi. Ketika berusia kira-kira delapan tahun Sathya dinyatakan siap untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah dasar yang lebih tinggi di Bukkapatnam, kira-kira empat kilometer jauhnya dari Puttaparti. Dalam usia semuda itu Sai Baba sudah menjadi guru bagi anak-anak desa. Sesuai dengan julukan Brahmajnani atau ‘orang yang sudah menyadari kenyataan diri sejati’, suatu gelar yang diperoleh karena sifat tulus dan murni. Menurut Sathya Sai Baba aneka kegembiraan kecil di dunia yang fana ini sesungguhnya rendah nilainya bila dibandingkan dengan kebahagiaan tertinggi yang dapat dicapai melalui doa, pemusatan pikiran kepada Tuhan, penyangkalan diri, dan kepuasaan batin. Di tempatnya bersekolah karena Sathya Sai Baba avatara, ia sering dicari oleh orang-orang yang kehilangan barang berharga karena telah terkenal bahwa dengan intuisinya dapat melihat dan mengetahui letak segala sesuatu.


(46)

30 Gambar 2.2

Sathya Sai Baba berjalan di antara bhakta

Sumber: http://media.radiosai.org/journals/Portal/bhagavan.htm

Seiring perjalanan waktu, berita tentang keajaiban Sathya Sai Baba tersebar kemana-mana dan ia pun ramai dikunjungi orang-orang yang ingin mendapat berkah darinya. Ia duduk di atas batu dan di antara pepohonan untuk menyambut kedatangan orang-orang yang membawa bungan dan buah-buahan. Mereka secara beramai-ramai melantunkan nyanyian dari bait-bait yang diajarkan oleh Sathya Sai Baba. Puncaknya, Sathya Sai Baba menyatakan bahwa dirinya merupakan avatara pada Oktober 1940 (Pemajun, tanpa tahun:VIII). Arus pengunjung semakin meningkat, tenda para pengunjung didirikan di mana-mana sehingga terasa ada kebutuhan untuk mendirikan sebuah asrama yang memadai. Demikianlah pada tahun 1945 didirikanlah


(47)

asrama yang pertama oleh para pengikutnya yang dirancang oleh Thirumala Rao asal Bangalore serta beberapa orang lainnya.

Dari bulan ke bulan jumlah Bhakta (para pengikut) yang berkunjung terus meningkat. Asrama yang ada tidak muat lagi menampung para pengunjung yang datang. Para Bhakta pun merasa bahwa kamar Sai Baba terlalu sempit, rendah, dan selama initerpaksa tinggal justru di tengah hiruk pikuk, debu, serta kekacauan. Terutama pada perayaan hari suci tertentu, lokasi asrama penuh sesak dan dipadati para Bhakta dari berbagai penjuru. Oleh karena itu, sejumlah Bhakta memohon kepada Sathya Sai Baba menyetujui pendirian bangunan luas sebagai asrama baru. Akhirnya, di ulang tahunnya yang ke dua puluh lima, tepatnya pada tanggal 23 November 1950, diresmikanlah pembukaan lokasi dan gedung asrama yang baru yang oleh Sathya Sai Baba diberi nama Prashanti Nilayam berarti “tempat kedamaian tertinggi” terletak di Puttaparti, India bagian Selatan.


(48)

32 Gambar 2.3

Prashanti Nilayam di Puttaparti tampak dari luar

Sumber: www.iloveindia.com/spirituality/ashrams/sathya-sai-baba-ashram

Gambar 2.4

Aula bagian dalam Prashanti Nilayam

Sumber: archive.indianexpress.com/picture-gallery/in-memorium-sri- sathya-sai-baba

Apabila Sathya Sai Baba berada di Prashanti Nilayam, sepanjang waktu ia sibuk memberi berkat kepada para Bhakta, yaitu memberi mereka kesempatan untuk mendapatkan darshanatau ‘melihat’, sparshan atau


(49)

‘menyentuh kaki’, dan sambhashan atau ‘bercakap-cakap’. Sathya Sai Baba juga makan dari makanan yang dimasak oleh para Bhakta. Sathya Sai Baba tidur di atas pembaringan yang dibentangkan di mimbar sebelah barat daya ruang doa di Prashanti Nilayamam. Pada saat Bhajan (kidung suci) dilakukan, Sathya Sai Baba hadir dan memberikan darshan (karunia dapat ‘melihat’ Sathya Sai Baba) dan jua mengizinkan para Bhakta untuk menyentuh kaki (sparshan).

Secara garis besar, Sathya Sai Baba mengajarkan bahwa dalam menjalani kehidupan mesti berlandaskan pada lima aspek atau dikenal dengan istilah Panca Pilar, yaitu kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang, dan tanpa kekerasan. Setiap orang yang mengikuti ajaran Panca Pilar ini mesti hidup sebagai pribadi yang bijaksana dan penuh kasih sayang kepada sesama, dimana wacananya selalu menyampaikan kebenaran, tindakannya selalu mencerminkan kebajikan, perasaannya selalu dipenuhi kedamaian dan pandangannya selalu meyiratkan sikap tanpa kekerasan (SSGI, 2010: 49).

Gambar 2.5

Panca Pilar Sathya Sai Baba


(50)

34

Sathya Sai Baba juga mengajarkan kepada para pengikutnya untuk selalu berada di dalam kesadaran Tuhan. Menurut Sai Baba, hanya seseorang yang selalu berada dalam kesadaran Tuhan yang dapat mencapai kebebasan. Kesadaran Tuhan ini dapat dicapai dengan mengulang-ulang menyebut nama Tuhan sebelum melakukan tugas dan kewajiban dan bila sudah selesai, tutuplah dengan kata syukur dan terima kasih kepada Tuhan (SSGI, 2010: 6). Untuk mengingat kesadaran Tuhan di dalam diri para Bhakta atau pengikutnya, Sathya Sai Baba juga menjadikan Bhajan (kidung suci) sebagai pondasi dasar perjalanan spiritual untuk membersihkan batin (Pemajun, tanpa tahun: VIII).

2.4 Sekte Sai Baba (Sai Bhakta) di Kota Medan

Sekitar tahun 500 S.M. Muncul beberapa kecenderungan yang kemudian dikenal sebagai sekte Bhakti yang menekankan pengertian “pemujaan”, pelayanan atau kebaktian yang mencakup pengertian percaya, taat dan berserah diri kepada dewa (Wasim, 1988: 75). Bhakta adalah orang-orang yang melakukan Bhakti, maka Sai Bhakta adalah orang-orang yang memuja, melakukan pelayanan dan kebaktian serta percaya, taat dan berserah diri kepada Sathya Sai Baba yang dipuja sebagai avatara (inkarnasi Tuhan di muka bumi).

Para Sai Bhakta yang mempelajari dan mempraktikkan ajaran Sathya Sai Baba mengorganisir diri mereka di dalam sebuah wadah organisasi bernama Sai Study Group. Disebut Sai Study Group karena organisasi ini didirikan oleh Sathya Sai Baba sebagai wahana untuk mempelajari dan mengembangkan spiritualitas diri sebagaimana wacana Sathya Sai Baba dalam Pathway to God (SSGI, 2010: 108):


(51)

Organisasi Sai adalah forum untuk mempelajari dan mengembangkan nilai-nilai spiritualitas diri yang dipraktikkan melalui aktivitas pelayanan sosial. Tempat mengembangkan dan menyebarkan cinta kasih melalui aktivitas pelayanan pada sesama (love in action). Wahana untuk menumbuhkembangkan kesatuan (unity), kemurnian (purity) dan ketuhanan (divinity) pada diri sendiri. Wahana untuk melakukan transformasi kasih pada diri setiap orang, lingkungan, keluarga, dan masyarakat.

Secara internasional, lembaga tertinggi Sai Study Group adalah Prashanti Council Prashanti Council yang bertempat di Puttaparti, India. Di bawahnya, terdapat India Organisation (khusus wilayah India) dan Overseas Organisation (di luar India) dimana Sai Study Group Indonesia (SSGI) termasuk di zona 4 (empat) regional Indonesia, Brunai, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. SSGI sendiri terbagi ke 9 (sembilan) kordinator wilayah, yaitu wilayah I (satu) mencakup Sumatera bagian utara (Medan, Aceh, Riau, Sumatera Barat); wilayah II (dua) mencakup Sumatera bagian (Lampung, Bengkulu, Jambi); wilayah III (tiga) mencakup Jawa bagian barat (Jawa Barat, Banten dan DKI); wilayah IV (empat) mencakup Jawa bagian tengah (Semarang, Yogyakarta); wilayah V (lima) mencakup Jawa Timur; wiayah VI (enam) mencakup Kalimantan; wilayah VII (tujuh) mencakup Bali, NTB, NTT; wilayah VIII (delapan) mencakup Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara; dan wilayah IX (sembilan) mencakup Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara (SSGI, 2010: 112).

Dalam perkembangan Sai Study Group di Indonesia, terdapat kilas balik balik perjalanan Sai di Indonesia (SSGI, 2010: 12-14). Saat digelar Musyawarah Nasional ke-V (lima)Sai Study Group Indonesia di Denpasar


(52)

36

organisasi Sai di Indonesia dengan tujuan agar peserta Munas dapat melihat kembali arah perjalanannya. Musyawarah Nasional adalah ajang pertemuan tertinggi pengurus Sai Indonesia. Saat itulah arah, tujuan, aturan serta kebijakan strategis organisasi Sai Indonesia ke depan akan dirumuskan untuk selanjutnya dituangkan ke dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD & ART) serta Garis-Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) Sai Study Group Indonesia (SSGI). Perjalanan organisasi Sai di Indonesia sudah melewati empat tahapan yaitu tahap pembangunan dasar, pembangunan pilar, penggalian identitas dan transformasi Sai.

Pada masa ‘Pembangunan dasar’, ditandai dengan banyaknya tantangan yang harus dijawab berkaitan dengan keberadaan organisasi Sai di tanah air Indonesia. Hadir di tengah suasana politik yang serba terkontrol, tentu menuntut terbangunnya landasan organisasi yang secara terbuka dapat dijelaskan dan dipertanggungjawabkan. Karenanya, sesepuh Sai saat itu memandang penting untuk sesegera mungkin merumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi (saat itu masih bernama Yayasan Sathya Sai Baba Indonesia) sebagai dasar pijakan. Salah satu yang dicetuskan di dalam AD&ART tersebut adalah nama Sai Study Group. Nama ini memiliki arti strategis tersendiri dalam memposisikan organisasi Sai sebagai suatu wadah untuk mengkaji dan mempelajari nilai-nilai kebenaran, kebajikan, kasih sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan yang pada hakikatnya sudah ada dalam diri setiap orang serta menjadi intisari dari semua ajaran agama di dunia.

Tahap berikutnya adalah ‘pembangunan pilar’. Tahap ini diregulasi dalam 3 munas. Munas I (pertama) ditandai dengan terbentuknya nama Sai Study Group Indonesia (SSGI), digelar di Surabaya (16-18 Maret 1998).


(53)

Dilanjutkan dengan penyelengaraan munas II (dua) di Jakarta (15-16 Maret 2003), mengangkat tema “Menuju Peningkatan Kinerja Organisasi Sathya Sai yang lebih Dinamis, Efisien dan Efektif”. Munas III (tiga) diselenggarakan di Jogyakarta (4-5 Februari 2006) dengan mengambil tema “Revitalisasi Organisasi untuk Meningkatkan Pelayanan”. Ketiga munas tersebut kemudian disebut sebagai tahap pembangunan pilar organisasi. Tahap ini didasari oleh semangat untuk menyempurnakan kembali dasar pijakan organisasi Sai di Indonesia agar relevan dengan tuntunan jaman yang selalu mengalami perkembangan. Sebagai perwujudannya dilahirkanlah AD & ART yang telah disesuaikan dan disempurnakan dilengkapi dengan Garis-Garis Besar haluan Organisasi (GBHO) SSGI sebagai dasar kebijakan.

Berikutnya adalah tahap ‘pembangunan identitas Sai’, yang diregulasi melalui Munas IV (empat) di Bedugul Bali (22-24 Februari 2008) dengan mengambil tema: “Menyelaraskan Langkah, Mempertegas Identitas”. Tema ini dihadirkan agar semua komponen di organisasi Sai memiliki satu kesamaan pandang dalam melangkah dan menentukan sikap. Identitas dimaksud meliputi (jati diri, visi, misi, budaya, personalitas, keunikan dan posisi Sai). Identitas Sai inilah diposisikan sebagai dasar sekaligus tujuan daripada organisasi Sai Study Group Indonesia. Sampai pada akhirnya Munas V (lima) kembali digelar di Denpasar untuk melanjutkan semangat musyawarah nasional sebelumnya ke tahapan ‘Transformasi Sai’ dengan tema “Transformasi Sai: Dalam Kesatuan Pandang dan Tindakan”. Untuk saat ini, ketua Sai Study Group Indonesia (SSGI) dijabat oleh Bapak Mohan Leo, Bapak Krishnaputra sebagai penasehat, Bapak Anuarga Duarsa sebagai kordinator nasional bidang spiritual, Bapak I Nyoman Sumantra kordinator nasional bidang pendidikan, dan Bapak Usli


(54)

38

Sarli sebagai kordinator wilayah I (satu) yang mencakup Sumatera bagian utara (Medan, Aceh, Riau, Sumatera Barat).

Di kota Medan sendiri terdapat orang-orang yang menjadi Sai Bhakta. Meskipun pada umumnya mayoritas masyarakat Hindu Tamil, namun, tak sedikit pula berasal dari masyarakat Tionghoa, pelaku ajaran spiritual, warga negara asing yang berkebetulan ada di Medan serta orang-orang dari berbagai latar belakang pula. Sai Bhakta di kota Medan dirintis oleh beberapa orang, yaitu Ram S Galani, Poah, Mohan Leo, dan Jumbiner Shem pada tahun 1983. Mereka memulai aktifitas Bhajan di jalan Jenggala nomor 71, yang sekarang menjadi tempat kursus belajar bernama Pinky Education Centre. Kegiatan Bhajan berjalan terus selama enam tahun pada tahun 1983-1989. Kian hari orang-orang yang mengikuti Bhajan di tempat ini semakin ramai sehingga tempatnya mulai terasa sempit. Oleh karena itu, Bapak Ram, Bapak Mohan Leo, Bapak Poa dan Bapak Ganapathi selanjutnya membuka tempat diskusi ajaran Sai Baba dan Bhajan di Prashanti Griya Sai Centre (lantai dua Vihara Borobudur) di jalan Imam Bonjol nomor 21 pada tanggal 23 November 1989. Sembilan tahun berikutnya, 27 September 1998, dibuka lagi sebuah tempat diskusi ajaran Sai Baba di Jalan Lobak nomor 18 Medan yang bernama Kumara Shanti Sai Centre dan disusul dengan pendirian Sai Ganesha Sai Centre di Jalan Sunggal pada tanggal 1 September 2000.1

Meskipun Sai Bhakta di kota Medan dirintis semenjak tahun 1983, tetapi tahun 1989 dapat dianggap sebagai momentum berdirinya Sai Bhakta di kota Medan.2 Menurutnya, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut orang-orang

1

Wawancara dengan Bapak Ram S Galani pada tanggal 28 Januari 2015.

2


(1)

Shanti Sai Centre yang terletak di jalan Lobak nomor 18 Medan yang didirikan pada 27 September 1998, dan terakhir Sai Ganesha Sai Centre di Jalan Sunggal pada tanggal 1 September 2000. Masing-masing Sai Centre ini punya kepengurusan organisasi dan secara hirarki berada di bawah naungan Sai Study Group tingkat nasional dan internasional yang berpusat di Puttaparti, India.

Ketiga, Bhajan adalah kegiatan menyanyikan nama-nama suci dan pujian terhadap Tuhan. Bhajan bisa dilakukan secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Bhajan berakar dari tradisi agama Hindu yang kemudian diadopsi oleh sekte Sai Baba (Sai Bhakta). Di dalam sekte Sai Baba (Sai Bhakta) meskipun kebanyakan syair yang dinyanyikan dalam Bhajan berbahasa Sansekerta, namun para penganut ajarannya diperbolehkan untuk menyusun syair pujian kepada Tuhan dari berbagai bahasa. Bhajan sendiri bertujuan untuk menyebarkan energi positif di dalam diri dan lingkungan sekitar. Saat bernyanyi dalam Bhajan nama-nama suci Tuhan yang dilantunkan mengandung kekuatan positif yang mampu membawa peningkatan kesadaran dalam diri dan kebaikan di lingkungan sekitar. Oleh karena itu, para Sai Bhakta disarankan untuk melakukan Bhajan setiap harinya secara pribadi-pribadi di samping secara berkelompok yang diadakan setiap minggu sekali dan di hari-hari besar keagamaan.

Keempat, nyanyian Bhajan yang dibahas dalam tulisan ini sebanyak dua buah, yaitu Gaja Vadhana Gaja Natha dan Narayan Narayan Bhajomana Narayan. Tangga nada Gaja Vadhana Gana Natha terdiri dua


(2)

nada dengan nada terendah B dan nada tertinggi As. Nada dasar dari Gaja Vadhana Gana Natha adalah Ab (As). Gaja Vadhana Gana Natha memiliki 3 bentuk yang terdiri dari bentuk A, B, dan C. Frasa pada nyanyian Gaja Vadhana Gana Natha berjumlah 3 buah frasa. Meter dari lagu ini adalah 4/4. Tangga nada Narayan Narayan Bhajomana Narayan terdiri dari dua nada dengan nada terendah D dan nada tertinggi F sedangkan nada dasar dari Narayan Narayan Bhajomana Narayan” adalah Ab (As). Bentuk pada nyanyian Narayan Narayan Bhajomano Narayan memiliki 4 bentuk yang terdiri dari bentuk A, B, C, dan D. Frasa pada nyanyian Narayan Narayan Bhajomano berjumlah 4 buah frasa. Meter dari nyanyian ini adalah 4/4.

5.2 Saran

Sekte Sai Baba atau Sai Bhakta adalah sebuah ajaran yang masih tergolong baru di Indonesia sehingga kajian ilmiah perlu dilakukan untuk mempelajarinya. Apalagi di dalam praktik Bhajan yang dilakukan oleh Sai Bhakta banyak unsur musikal yang perlu mendapat pendalaman pengkajian lagi. Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penulisan laporan penelitian ini masih terdapat kekurangan di sana-sini. Berbekal dari pengalaman saat melakukan penelitian ini, penulis merasa kesulitan untuk mendapatkan rujukan ilmiah sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan tenang Sai Bhakta dan Sathya Sai Baba. Oleh karena itu, penulis menyarankan perlu ada penelitian lanjutan dan penerbitan laporan penelitian


(3)

agar referensi ilmiah tentang sekte Sai Baba (Sai Bhakta) tidak sulit lagi untuk didapatkan.

Penulis menyarankan kepada Sai Bhakta yang ada di Indonesia, dan di kota Medan khususnya, untuk mendukung upaya penelitian dan penulisan tentang Sai Bhakta baik yang dilakukan kalangan internal maupun eksternal agar informasi tentang Sai Bhakta tidak kabur dan samar di tengah masyarakat kita. Selain itu, penulis juga memandang bahwa alangkah baiknya bila masyarakat di luar dari komunitas Sai Bhakta bisa mengakses informasi yang terbuka dan sehat agar terjalin kebersamaan dalam keberagaman kehidupan bermasyarakat. Tercipta saling menghargai antara satu sama lain.

Penulis juga mengharapkan masukan, saran dan kritik membangun dari majelis pembaca terhadap tulisan ini agar semakin baik kualitasnya. Penulis juga mendorong para peneliti lainnya untuk mengembangkan kajian etnomusikologi dalam isu ini sehingga keberadaanya dapat terdokumentasi serta dapat menjadi satu isu keilmuan yang layak diperbincangkan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, John, 1971. Mission to the East Coast of Sumatra in 1823. Singapura: Oxford University Press.

Ardhana, I. B. Suparta. 2002. Sejarah Perkembangan Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Austin, William W. 1972. “Words and Music: Theory and Practice of 20th Century Composers”, dalam Words and Music: The Composer’s View, A Medley of Problems and Solutions. Compiled in Honor of G. Wallace Woodworth. Edited by Laurence Bermon. Cambridge, Massachusetts: Department of Music, Harvard University.

Batubara, Sandro. 2012. Study Deskriptif Musikal Dalam Konteks Upacara Mandalabhisekam Pada Masyarakat Hindu Tamil di Kuil Shri Balaji Venkateshwara Koil Medan. Medan: USU.

Becker, Howard S. And Michael M. McCall (eds.). 1990. Symbolic Interaction and Cultural Studies. Chicago and London: The University of Chicago Press. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Sleman: Pustaka Widyatama.

Feld, Steven. 1990. Sound and Sentiment: Birds, Weeping, Poetics, and Song in Kaluli Expression. 2nd ed. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.

Gillin, J.L. dan J.P. Gillin. 1954. For A Science of Social Man. New Yor: McMillan.

Herkovits, Melville J., 1948. Man and His Work. New York: Alfred A. Knopft. Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt, 1984. Sociology, edisi kelapan. Michigan

McGraw-Hill. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, 1993. Sosiologi. Terjemahan Aminuddin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kasturi. 2009. Kisah Kehidupan Bhagawan Sri Sathya Sai Baba. Jakarta: Yayasan Sri Sathya Sai Baba Indonesia.

Koentjaraningrat (Ed.). 1985. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta. Mahyuddin, Saifuddin. 2014. Anna Amartya Dharma “D. Kumarasamy

(D.K)”: Biografi. Medan: Yayasan Sai Ganesha.

Malinowski, “Teori Fungsional dan Struktural,” dalam Teori Antroplologi I Koentjaraningrat (ed.), (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1987). Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New

Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Meuraxa, Dada, 1974. Sejarah Kebudayaan Sumatera. Medan: Firma Hasmar. Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi.


(5)

Pelly, Usman, 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: LP3ES.

Pelzer, Karl J., 1978. Planters and Peasant Colonial Policy and the Agrarian Struggle in East Sumatra 1863-1847.s’Gravenhage: Martinus Nijhoff. Juga terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Karl J. Pelzer, 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947. Terjemahan J. Rumbo. Jakarta: Sinar Harapan.

Pemajun, Tjokorda Raka. Tanpa Tahun. Sathya Sai Bhajans. Jakarta: Yayasan Sri Sathya Sai Baba Indonesia.

Purba, Destri Damayanti. 2011. Studi Deskriptif Musik Dalam Konteks Upacara Adhi Triwula Pada Masyarakat Hindu Tamil Di Kuil Shri Singgamma Kali Koil Medan. Medan: USU


(6)

DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Drs. Selwa Kumar

Umur : 48 tahun Agama : Hindu Alamat : Binjai

Keterangan : Informan pangkal 2. Nama : Mohan Leo

Umur : 68 tahun Agama : Hindu

Alamat : Jalan Lobak nomor 18 Medan Keterangan : Informan kunci

3. Nama : Tia Poh Hoa Umur : 49 tahun Agama : Budha Alamat : Medan

Keterangan : Informan kunci 4. Nama : Zulkarnen Tanbrin

Umur : 56 tahun Agama : Budha Alamat : Medan

Keterangan : Informan kunci 5. Nama : Ram S Galani

Umur : 75 tahun Agama : Hindu

Alamat : Jalan Cik Ditiro Medan Keterangan : Informan kunci

6. Nama : Sanjip Umur : 43 Agama : Budha

Alamat : Jalan Pinang Baris Medan Keterangan : Informan kunci