Keterkaitan Pembelajaran Pembelajaran Motorik Berbasis Permainan terhadap Teknologi Pendidikan

 Strategi pembelajaran yang didorong oleh teori  Manefestasi fisik dari teknologi-perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran. Kawasan pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat kategori : a. Teknologi cetak, adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti : buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau photografis. Teknologi ini menjadi dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil teknologi ini berupa cetakan. b. Teknologi Audiovisual, merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audio- visual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran. c. Teknologi Berbasis Komputer, merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor. Teknologi ini berbeda dengan teknologi lain karena menyimpan informasi secara elektronis dalam bentuk digital bukan sebagai bahan cetakvisual dan ditampilkan melalui tayangan di layar monitor. d. Teknologi Terpadu, merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer. Komponen perangkat keras dari sistem terpadu dapat terdiri dari komputer dengan memori besar yang dapat mengakses secara acak, memiliki internal hard drive, dan sebuah monitor beresolusi tinggi. 3. Kawasan Pemanfaatan Pemanfaatan mungkin merupakan kawasan teknologi pembelajaran tertua diantara kawasan-kawasan yang lain, karena menggunakan bahan audiovisual secara teeratur mendahului meluasnya perhatian terhadap desain dan produksi media pembelajaran sistematis. Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan pemelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pemelajar agar dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pemelajar, serta memasukkannya kedalam prosedur organisasi yang berkelanjutan. 4. Kawasan Pengelolaan Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pembelajaran melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Ada empat kategori dalam kawasan pengelolaan : a. Pengelolaan proyek Pengelolaan proyek meliputi perencanaan, monitoring, dan pengendalian proyek desain dan pengembangan. Para pengelola proyek bertanggung jawab atas perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian fungsi desain pembelajaran atau jenis-jenis proyek yang lain. b. Pengelolaan Sumber Pengeloan sumber mencakup perencanaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber. Pengelolaan sumber sangat penting karena mengatur pengendalian akses. c. Pengelolaan sistem penyampaian Pengelolaan system penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan, pengendalian cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan. Hal tersebut merupakan suatu gabungan medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada pemelajar. d. Pengelolaan informasi Pengelolaan informasi meliputi perencanaan, pemantauan, dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman, pemindahan atau pemprosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar. 5. Kawasan Penilaian Dalam kawasan penilaian dibedakan pengertian antara penilaian program, penilaian proyek, dan penilaian produk. Masing-masing merupakan jenis penilaian penting untuk merancang pembelajaran, seperti halnya penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dalam kawasan penilaian terdapat empat sub kawasan, yaitu : a. Analisis masalah Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. b. Pengukuran Acuan Patokan PAP Pengukuran Acuan Patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pebelajar menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran acuan patokan, yang sering berupa tes, juga dapat disebut acuan-isi, acuan-tujuan, atau acuan-kawasan. Sebab kriteria tentang cukup tidaknya hasil belajar ditentukan oleh seberapa jauh pemelajar telah mencapai tujuan. PAP memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang berkaitan dengan tujuan. c. Penilaian Formatif dan Sumatif Penilaian formatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Sedangkan penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan. Berdasarkan kelima kawasan teknologi pendidikan penelitian ini masuk ke dalam kawasan pengembangan. Yaitu menciptakan model pelajaran motorik berbasis permainan dan modul untuk kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini dilakukan pada tingkat mikro yaitu mengembangkan model pembelajaran motorik berbasis permainan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa Tunarungu.

2.9 Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan dan relevan dengan penelitian ini. Penelitian yang relevan tersebut terdiri atas beberapa tema. Adapun penjelasan relevansi masing-masing penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Charles A Perfetti, et al. 2000 judul Reading optimal builds on spoken language: Implications for deaf readers. Journal learning research and development center university of Pittsburgh. Hasil penelitian melatih kemampuan komunikasi pada anak tunarungu. 2. Sumaryanti dkk. 2010 judul “Pengembangan model pembelajaran jasmani adaptif untuk optimalisasi otak anak Tunagrahita ” Jurnal kependidikan, volume 40, nomor 1, mei 2010, hal 29-44. Hasil penelitian yaitu tersusun draf model pembelajaran jasmani adaptif untuk optimalisasi otak anak Tunarungu, berdasarkan kajian neurosains dan terapi fisik. Model berupa gerak dan lagu senam yang dipadu dengan aktivitas circuit untuk optimalisasi otak anak Tunarungu. 2. Jumesam 2010 judul “Pengembangan Model Pembelajaran Motorik Untuk Anak SD” Tesis Pascasarjana UNY Prodi Ilmu Keolahragaan, menunjukkan bahwa langkah-langkah pembelajaran motorik dengan menggunakan pendekatan bermain untuk anak Sekolah Dasar adalah motivation memotivasi dengan kegiatan yang menarik, ask mengajukan pertanyaan, hypothesis mengajukan dugaan, investigate melakukan penyelidikan, create menciptakan pengetahuan, discuss mendiskusikan hasil penyelidikan dan reflect merefleksikan kegiatan yang telah dilakukan. 3. Rithaudin 2009 judul “Model Permainan Di Air Sebagai Pembelajaran Pendidikan Jasmani Bagi Anak Sekolah Dasar Kelas Bawah” Tesis Pascasarjana UNY Prodi Ilmu Keolahragaan, menunjukkan bahwa model permainan di air sebagai pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak sekolah dasar kelas bawah yang terdiri atas 10 model permainan. Adapun model-model permainan di air tersebut adalah: 1 permainan menjala ikan, 2 permainanlomba sentuh bolapelampung, 3 permainan perahu balap, 4 permainan menyusun puzzle, 5 permainan katak dan kutu, 6 permainan mini polo air, 7 permainan mencari permata, 8 permainan berburu kerang, 9 permainan memberi makan ikan, 10 permainan kereta luncur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah model yang disusun dinyatakan mempunyai tingkat kesesuaian dengan kurikulum di sekolah dasar 80, sesuai dengan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak 80, menggembirakan bagi anak 100, dan aman bagi anak yang melakukan 80 serta memacu kreativitas guru dalam menyiasati ketersediaan sarana dan prasarana 80.

2.10 Kerangka Pikir

Permainan merupakan kegiatan yang senang dilakukan oleh anak. Anak-anak tiada henti-hentinya dan tanpa merasa lelah selalu ingin bermain, baik secara sendirian, bersama teman-temannya atau anggota keluarganya. Dengan melakukan permainan, anak bisa mengekspresikan apa yang menjadi ide-idenya, dan bahkan dengan melakukan permainan anak-anak bisa mengungkapkan segala permasalahan yang dialaminya. Permainan bagi anak Tunarungu dapat membantu perkembangan fisik, intelektual, emosi, sosial secara optimal. Melalui aktivitas permainan dapat mengembangkan kemampuan motorik, karena dipandang sangat menguntungkan bagi perkembangan anak, maka permainan kemudian menjadi bagian dari sebuah model pembelajaran di sekolah. Dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran pendidikan jasmani terutama untuk SLB dalam muatan-muatan kurikulum tahun 2006, yaitu melakukan gerak dasar dalam permainan sederhana, meliputi: 1 melakukan gerak dasar jalan, lari, dan melompat dalam permainan sederhana, 2 melakukan gerak dasar memutar, mengayun dan menekuk dalam permainan sederhana, 3 melakukan gerak dasar melempar dan menangkap, 4 melakukan sikap tubuh posisi berdiri, 5 melakukan sikap tubuh pada posisi berjalan, 6 melakukan gerak dasar keseimbangan statis tanpa alat, dan 7 mempraktekan gerak berirama dengan musik. Dari hasil kajian teori terhadap karakteristik anak Tunarungu, anak Tunarungu pada umumnya memiliki keterampilan motorik kasar dan halus yang lebih rendah dibandingkan dengan anak normal pada umumnya, hal ini ditunjukkan dengan kesulitan dalam keseimbangan dan koordinasi keterampilan motorik pada saat melakukan gerak, karena karakteristik anak Tunarungu yang lambat dalam kemajuan perkembangan. Pendekatan melalui permainan menjadi media yang tepat bagi anak-anak khususnya anak Tunarungu untuk belajar dan mengembangkan berbagai keterampilan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengembangkan model-model pembelajaran motorik berbasis permainan pada mata pelajaran penjas anak Tunarungu.

1.11 Hipotesis

Hipotesis diartikan sebagai dugaan sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Pada tahap uji coba akan dilakukan uji efektivitas, efisiensi, daya tarik terhadap pengembangan model pembelajaran motorik berbasis permainan pada mata pelajaran pendidikan jasmani anak tunarungu di sekolah dasar luar biasa. Berdasarkan konsep hipotesis penelitian yang diajukan maka untuk menguji hipotesis tersebut, hipótesis yang akan diuji, yaitu : H : Hasil model pembelajaran motorik berbasis permainan anak tunarungu lebih kecil atau sama dengan hasil yang tidak menggunakan model pembelajaran motorik berbasis permainan anak tunarungu. H 1 : Hasil model pembelajaran motorik berbasis permainan anak tunarungu lebih besar dengan hasil yang tidak menggunakan model pembelajaran motorik berbasis permainan anak tunarungu.