DEVELOPMENT OF MOTOR LEARNING MODEL IN GAMES BASED ON SPORT EDUCATION SUBJECT AT DEAF CHILDREN IN EXTRAORDINARY BASIC SCHOOL PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MOTORIK BERBASIS PERMAINAN PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ANAK TUNARUNGU DI SEKOLAH DASAR

(1)

DEVELOPMENT OF MOTOR LEARNING MODEL IN GAMES BASED ON SPORT EDUCATION SUBJECT AT DEAF CHILDREN

IN EXTRAORDINARY BASIC SCHOOL

By

DIDIK APRIYANTO

The aims of reseach are to (1) describe potency and condition of motor learning model in games based at deaf children extraordinary basic school, (2) produc motor learning model in games based at deaf children extraordinary basic school, (3) evaluate the effectiveness usage degree of motor learning model in games based at deaf children, (4) evaluate the efficient usage degree of motor learning model in games based at deaf children, (5) evaluate the interesting usage degree of motor learning model in games based at deaf children.

The type of reseach is development reseach. Subject of research are the student of extra ordinary school Tulang Bawang and student of extra ordinary school Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Bandar Lampung. To collecting the data used scoring range at motor learning model in games based and it was analyzed by quantitative descriptive.

The result of research shown that (1) extraordinary basic school has potency to develop motor learning model in games based at deaf children, (2) motor learning based in games based at deaf children was validate by experts of content, design and media, (3) effective product was used as motor learning model in games based by 98% average score(very effective), (4) efficient of product was shown at efficient degree 1,5 is higher that 1, and (5) this product has interesting average score was 3,34 (very interesting).


(2)

P E N G E M B A N G A N M O D E L P E M B E L A J A R A N M O T O R I K B E R B A S I S P E R M A I N A N P A D A M A T A P E L A J A R A N

P E N D I D I K A N J A S M A N I A N A K T U N A R U N G U D I S E K O L A H D A S A R L U A R B I A S A

Oleh

DIDIK APRIYANTO

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan potensi dan kondisi pengembangan model pembelajaran motorik berbasis permainan anak tunarungu di sekolah dasar luar biasa, (2) menghasilkan model pembelajaran motorik berbasis permainan anak tunarungu, (3) menguji tingkat efektivitas penggunaan model pembelajaran motorik berbasis permainan anak tunarungu, (4) menguji tingkat efisiensi penggunaan model pembelajaran motorik berbasis permainan anak tunarungu, dan (5) menguji tingkat daya tarik penggunaan Model pembelajaran motorik berbasis permainan anak tunarungu.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Tempat penelitian di Sekolah Luar Biasa Negeri Tulang Bawang dan Sekolah Luar Biasa Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Bandar Lampung. Data dikumpulkan menggunakan skala penilaian model pembelajaran motorik berbasis permainan dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) SDLB berpotensi untuk dikembangkan model Pembelajaran motorik berbasis permainan untuk anak tunarungu, (2) model pembelajaran motorik berbasis permainan untuk anak tunarungu divalidasi oleh ahli konten, desain, dan media, (3) produk efektif digunakan sebagai model pembelajaran motorik berbasis permainan dengan rata-rata skor yaitu 98% (sangat efektif), (4) produk efisiensi digunakan ditunjukkan pada tingkat efisiensi sebesar 1,5 lebih besar dari 1, dan (5) produk ini memiliki daya tarik dengan skor rata-rata 3,34 (sangat menarik).


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Marga Kencana, pada tanggal 5 Februari 1989, anak pertama dari dua bersaudara buah hati Bapak Kawit S.Pd dan Ibu Rantiyem S.Pd. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri 1 Marga Kencana di selesaikan tahun 2001, SMP Negeri 1 Tulang Bawang Udik di selesaikan pada tahun 2004, dan SMA Negeri 1 Tumijajar yang di selesaikan tahun 2007.

Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Pada bulan maret 2011, penulis menyelesaikan kuliah dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Pada bulan juli 2011 penulis telah mengabdi sebagai guru Pendidikan jasmani di SMA Negeri 2 Tulang Bawang Tengah. Serta pada tahun 2012 penulis juga menerima tawaran mengajar di SMA Negeri 2 Tulang Bawang Udik. Penulis mengabdi di dua sekolah itu sampai sekarang. Pada tahun 2012 penulis meneruskan Studi di Pascasarjana mengambil jurusan Magister Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(8)

v

Dengan ilmu kehidupan menjadi mudah, dengan seni kehidupan menjadi indah, dengan agama kehidupan menjadi terarah dan bermakna

(Prof. dr. A.Mukti Ali)

Ngelmu iku kelakone kanthi laku, jer basuki mawa beya.

(Jika ingin pandai belajar keras, keberhasilan diperoleh dari pengorbanan) (NN)

Kesombongan akan membunuhmu, tetapi kerendahan hati akan membuat hidup kita lebih berarti, “ojo dumeh”.

(Didik Apriyanto)

Jika kita pernah merasakan kepahitan dalam hidup,

kita juga akan merasakan nikmatnya manis yang luar biasa dalam kehidupan (Didik Apriyanto)


(9)

Karya yang sederhana ini, ku persembahkan kepada :

1. Orang tua tercinta.

Ayahanda Kawit dan Ibunda Rantiyem terima kasih atas do’a dan perhatian yang tiada habisnya terucap mengiringi perjalananku hingga saat ini.

2. Adikku.

Adinda Resti Windarsih terima kasih karena selalu menberikan dukungan dan membantu mas dalam hal apapun.

3. Noviana anjar hastuti, yang telah memberikan dukungan dan perhatian dalam bentuk apapun.


(10)

SANWACANA

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul:

”Pengembangan Model Pembelajaran Motorik Berbasis Permainan Pada Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Anak Tunarungu Di Sekolah Dasar Luar Biasa”.

Tesis ini ditulis sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Pendidikan pada Program Pascasarjana Magister Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat di selesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung memberikan konstribusi dalam penyelesaian tesis ini. Secara khusus pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :


(11)

M.S.

3. Dr. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. Ketua Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Lampung dan Dosen Penguji II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan tesis ini dari awal hingga tesis ini dapat diselesaikan.

5. Dr. Herpratiwi, M.Pd. Sekretaris Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Lampung dan sekaligus Dosen Pembimbing I dalam penyusunan tesis ini.

6. Drs. Sudirman Husin, M.Pd. Dosen Pembimbing II yang telah membimbing, sebagai konsultan dan evaluator ahli materi produk penelitian ini dan mengarahkan penulis selama penyusunan tesis ini dari awal hingga tesis ini dapat diselesaikan.

7. Dr. Sulton Djasmi, M.Pd. Dosen Penguji I dalam penyusunan tesis ini. 8. Seluruh Dosen Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan FKIP

Universitas Lampung berikut staf administrasinya.

9. Galih Dwi Pradipta, M.Or. sebagai konsultan dan evaluator ahli materi produk penelitian ini dan Dosen Perguruan Tinggi Ikip Veteran Semarang. 10.Bapak Rumantono, S.Psi.MMPd Kepala SLBN Tulang bawang yang telah

berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan bantuan referensi serta bahan-bahan penelitian hingga penulis terinspirasi.


(12)

untuk melakukan penelitian.

12.Semua rekan seperjuangan mahasiswa, khususnya Angkatan 2012 Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Lampung. Terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.

13.Kedua orang tuaku yang tercinta Ayahanda Kawit, S.Pd dan Ibunda Rantiyem, S.Pd. yang tak henti-hentinya menyayangiku, memberikan do’a, dukungan, semangat serta menantikan keberhasilanku.

14.Adikku tersayang: Adinda Resti Windarsih, S.St terima kasih atas doa dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

15.Orang yang spesial, Noviana Anjar Hastuti, S.Pd terima kasih atas doa, dukungan dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis.

16.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Tidak sedikit kekurangan dan kelemahan yang ada didalamnya. Penulis berharap mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bandar Lampung, 2014 Penulis

DIDIK APRIYANTO NPM 1223011009


(13)

iii

Halaman

DAFTAR ISI ... i

Daftar Tabel ... iv

Daftar Gambar ... v

Daftar Lampiran ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi masalah ... 9

1.3 Pembatasan Masalah ... 10

1.4 Perumusan Masalah ... 10

1.5 Tujuan Pengembangan... 11

1.6 Manfaat Penelitian ... 12

1.7 Spesifikasi produk ... 13

II. KAJIAN TEORITIK ... 15

2.1 Hakikat Anak Tunarungu ... 15

2.1.1 Konsep Anak Tunarungu ... 15

2.1.2 Keadaan intelegensi, bahasa dan bicara, dan emosi dan sosial... 16

2.1.3 Klasifikasi Anak Tunarungu ... 18

2.1.4 Karakteristik Anak Tunarungu ... 20

2.2 Permainan ... 25

2.2.1 Definisi Permainan ... 25

2.2.2 Teori Permainan ... 27

2.2.3 Manfaat Permainan ... 29

2.2.4 Model Pengembangan Motorik ... 31

2.3 Perkembangan Motorik ... 32

2.3.1 Prinsip Perkembangan Motorik ... 33

2.3.2 Karakteristik Perkembangan fisik Motorik ... 35

2.3.3 Gangguan Perkembangan Motorik ... 36

2.3.4 Definisi Keterampilan Motorik ... 37

2.3.5 Faktor-Faktor Penentu Keterampilan Motorik ... 38

2.3.6 Keterampilan Motorik Anak Tunarungu ... 39

2.4 Konsep Dasar Pembelajaran ... 40

2.5 Landasan Teori Belajar dan Pembelajaran ... 45

2.5.1 Teori Belajar ... 45

2.5.2 Teori Pembelajaran ... 48

2.6 Desain pengembngan model pembelajaran ... 52

2.6.1 Tujuan dan Asumsi ... 52

2.6.2 Sintakmatik ... 54


(14)

iii

2.7.1 Psikologi Abnormal ……….. 63

2.7.2 Pendidikan Jasmani Adaftif ... 66

2.7.3 Program Pendidikan Jasmani Adaptif ... 66

2.7.4 SK dan KD untuk anak Tunarungu ... 70

2.7.5 Pelaksanaan Pendidikan Jasmani Adaptif untuk Pengembangan Motorik anak Tunarungu ... 72

2.8 Keterkaitan Pembelajaran Motorik Berbasis permainan Terhadap TP ... 73

2.9 Penelitian yang Relevan ... 81

2.10 Kerangka Berpikir ... 83

2.11 Hipotesis ... 84

III. METODE PENELITIAN ... 86

3.1 Pendekatan Penelitian ... 86

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 91

3.3 Populasi dan Sampling ... 91

3.4 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan konseptual ... 92

3.4.1 Variabel Penelitian ………... 92

3.4.1 Definisi Operasional ... 93

3.4.2 Definisi Konseptual ... 93

3.5 Subjek Penelitian ... 95

3.5.1 Subjek Penelitian Analisis Kebutuhan ... 95

3.5.2 Subjek Uji Coba Satu-Satu ... 95

3.5.3 Subjek Uji Coba Kelompok Kecil ... 96

3.5.4 Subjek Uji Coba Terbatas Kelas ... 96

3.5.5 Subjek Uji Lapangan ... 97

3.6 Uji coba ahir ... 98

3.7 Instrumen Penelitian ... 102

3.7.1 Validitas Istrumen ... 106

3.7.2 Hasil Uji Validitas ... 107

3.8 Teknik analisis data ... 110

3.9 Uji Efektifitas, Efisiensi, Dan Daya tarik ... 111

3.9.1 Uji Efektifitas ... 111

3.9.2 Uji Efisiensi ... 112

3.9.3 Uji Daya tarik ... 112

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 115

4.1 Potensi pengembangan ... 115

4.2 Hasil analisis kebutuhan ... 115

4.3 Perencanaan ... 118

4.4 Pengembangan motorik berbasis permainan ... 119

4.5 Draf model pengembangan ... 124


(15)

iii

4.6.5 Hasil Uji Coba Terbatas Kelas ... 151

4.6.6 Hasil Uji Lapangan ... 156

4.6 Efektivitas Penggunaan pembelajaran motorik berbasis permainan ……… 162

4.7 Efisiensi Penggunaan pembelajaran motorik berbasis permainan ……….. 163

4.9 Daya Tarik Produk ……….. 163

4.10 Pembahasan ………. 164

4.11 Keunggulan dan Keterbatasan Produk Hasil Pengembangan …. 169

4.12 Keterbatasan Penelitian ……….. 171

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 172

5.1 Kesimpulan ... 172

5.2 Implikasi ... 173

5.3 Saran ... 175

DAFTAR PUSTAKA ... 176

LAMPIRAN ... 180


(16)

vi

Tabel 2.2 Standar kompetensi dan kompetensi dasar ……… 71

Tabel 3.1 Kisi-kisi angket ahli konten ………... 103

Tabel 3.2 kisi-kisi angket ahli desain dan media ……….. 104

Tabel 3.3 Kisi-kisi penilaian permainan menyusun puzzle ……….. 104

Tabel 3.4 Kisi-kisi penilaian permainan melempar bola ke simpai ………. 105

Tabel 3.5 Kisi-kisi penilaian permainan menendang bola kegawang …….. 105

Tabel 3.6 Kisi-kisi penilaian permainan memasukkan urutan lingkaran …. 105

Tabel 3.7 Kisi-kisi penilaian permainan senam gerak dikombinasi ketukan 106 Tabel 3.8 Pedoman konversi nilai ………. 111

Tabel 3.9 Skor penilaian terhadap pilihan jawaban ……….. 113

Tabel 3.10 Klasifikasi daya tarik ……….. 114

Tabel 4.1 Sintak pembelajaran motorik berbasis permainan ……… 121

Tabel 4.2 Skala penilaian ahli desain dan media ………. 139

Tabel 4.3 Skala penilaian ahli konten ……….. 140

Tabel 4.4 Data hasil uji satu-satu permainan menyusun puzzle ………….. 141

Tabel 4.5 Data hasil uji satu-satu permainan melempar bola ke simpai ….. 142

Tabel 4.6 Data hasil uji satu-satu permainan menendang bola kegawang … 143 Tabel 4.7 Data hasil uji satu-satu permainan memasukkan urutan lingkaran.. 144

Tabel 4.8 Data hasil uji satu-satu permainan senam gerak ……… 145

Tabel 4.9 Data hasil uji skala kecil permainan menyusun puzzle …………. 146

Tabel 4.10 Data hasil uji skala kecil permainan melempar bola ke simpai .. 147

Tabel 4.11 Data hasil uji skala kecil permainan menendang bola kegawang . 148 Tabel 4.12 Data hasil uji skala kecil permainan memasukkan urutan lingkaran ……….……… 149

Tabel 4.13 Data hasil uji skala kecil permainan senam gerak ……… 150

Tabel 4.14 Data hasil uji terbatas kelas permainan menyusun puzzle ……… 151

Tabel 4.15 Data hasil uji terbatas kelas permainan melempar bola ke simpai ………. 152

Tabel 4.16 Data hasil uji terbatas kelas permainan menendang bola kegawang 153 Tabel 4.17 Data hasil uji terbatas kelas permainan memasukkan urutan lingkaran ……….. 154

Tabel 4.18 Data hasil uji terbatas kelas permainan senam gerak ……… 155

Tabel 4.19 Data hasil uji lapangan permainan menyusun puzzle ……… 157

Tabel 4.20 Data hasil uji lapangan permainan melempar bola ke simpai …... 158

Tabel 4.21 Data hasil uji lapangan permainan menendang bola kegawang … 159 Tabel 4.22 Data hasil uji lapangan permainan memasukkan urutan lingkaran 160 Tabel 4.23 Data hasil uji lapangan permainan senam gerak ………... 161

Tabel 4.24 Efektifitas pembelajaran motoric berbasi permainan …………... 162


(17)

vi Daftar Gambar

Halaman Gambar 2.1 Proses komunikasi anak tunarungu ………... 23 Gambar 2.2 Komponen komponen perencanaan pembelajaran ………….... 42 Gambar 2.3 Alur Proses pembelajaran ………. 50 Gambar 3.1 Alur pengembangan pembelajaran motorik berbasis permainan 90


(18)

vi

Daftar Lampiran

Halaman

Lampiran 1. Uji validasi ahli desain dan media .………... 180

Lampiran 2. Uji validasi ahli konten ……….... 183

Lampiran 3. Instrumen kemenarikan ...………. 186

Lampiran 3. Surat keterangan penelitian ……….. 189

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ……… 191


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, tanpa terkecuali termasuk di dalamnya anak berkebutuhan khusus mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan, hal tersebut dijamin oleh UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa ”Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.

Pada tahun 2013 indonesia telah mengadopsi kurikulum 2013, namun di Sekolah luar biasa dalam pelaksanaanya masih menggunakan kurikulum KTSP. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mengacu pada standar nasional pendidikan dimaksudkan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan. Empat dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, dan Standar Penilaian merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Didalam sekolah banyak sekali gejolak yang terjadi yang


(20)

dialami siswa. Untuk memenuhi amanat Undang-undang/Peraturan Pemerintah tersebut di atas, dan guna mencapai tujuan pendidikan nasional.

Setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak termasuk anak berkebutuhan khusus. Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 32 (1), menyatakan bahwa: ”Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Bahasa bagi manusia memiliki peranan penting dalam menempuh kehidupannya, antara lain untuk berusaha mengembangkan diri, menyesuaikan diri, dan kontak sosial dalam memenuhi kehidupan serta proses belajarnya. Anak berkebutuhan khusus tunarungu mengalami hambatan dalam proses bicara dan bahasanya yang disebabkan oleh kelainan pendengarannya. Sebagai akibat dari terhambatnya perkembangan bicara dan bahasanya, anak tunarungu akan mengalami kelambatan dan kesulitan dalam hal-hal yang berhubungan dengan komunikasi. Hambatan utama dari tunarungu dalam proses komunikasi adalah karena miskin kosa kata dan tidak lancar dalam proses bicara (Haenudin, 2013: 2). Hal ini disebabkan oleh alat-alat yang penting untuk memahami bahasa, yaitu indra pendengarannya tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) bersekolah di sekolah-sekolah khusus seperti Sekolah Luar Biasa (SLB), untuk membantu siswa mencapai perkembangan yang


(21)

optimal sesuai dengan tingkat dan jenis keluarbiasaanya (Delpie, 2007: 16). Mata pelajaran yang diajarkan di SLB sama seperti yang biasa diajarkan di sekolah-sekolah pada umumnya, salah satunya yaitu mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan. Pelayanan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanat yang tidak bisa disia-siakan, seperti yang termaktub dalam Undang undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa “ Tiap tiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Hal ini berarti pendidikan harus dapat melayani semua warga negara termasuk anak luar biasa, atau berkebutuhan khusus sehingga dapat dicapai perkembangan yang optimal.

Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang direncanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan di Sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada Siswa untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani. Standar kompetensi dan kompetensi dasar bagi Tunarungu disesuaikan dengan kondisi anak yang berkebutuhan khusus.

Anak yang bersekolah di sekolah dasar luar biasa adalah anak-anak yang memiliki kelainan dengan anak normal seusianya, sehingga anak-anak tersebut tidak dapat berperilaku secara wajar, baik mengenai fisik, maupun psikisnya. Anak-anak luar


(22)

biasa pada dasarnya mempunyai beberapa organ tubuh yang tidak dapat bekerja dengan wajar. Dalam kebutuhan hidupnya juga membutuhkan makan, minum, dan bermain dengan teman-teman, tidak berbeda dengan anak normal. Seperti seorang anak normal lainnya anak luar biasa juga sangat membutuhkan bermain, berolahraga, pendidikan, dan hak perlakuan yang sama. Bermain dengan teman seusianya dapat menimbulkan rasa senang, gembira, ceria, tertawa, terjalin juga suatu keakraban, kekeluargaan, dan anak tersebut secara tidak langsung dapat melatih motorik yang dimilikinya, sehingga seorang anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Munurut Haenudin (2013: 9) di lihat dari jenis kecacatannya anak luar biasa dapat digolongkan menjadi beberapa jenis: tunanetra (jenis kecacatan yang memiliki hambatan dalam penglihatan), tunarungu (jenis kecacatan pada individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen), tunagrahita (jenis kecacatan pada individu yang mengacu pada intelegensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul pada masa perkembangan), tunadaksa (jenis kecacatan pada individu yang memiliki gangguan dan keterbatasan gerak yang disebabkan oleh kelainan pada otot, persendian, dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit, atau akibat kecelakaan), tunalaras (jenis kecacatan pada individu yang mengalami hambatan dalam pengendalian emosi dan kontrol sosial), serta tunaganda (jenis kecacatan pada individu yang merupakan kombinasi dari kelemahan dan kerusakan beberapa fungsi, misal; kombinasi tunanetra dengan tunadaksa, tunarungu dengan tunagrahita).


(23)

Menurut Haenudin (2013: 53) istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran, orang dikatakan tunarungu apa bila tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya tetapi ketika diajak berkomunikasi barulah diketahui bahwa mereka tunarungu.

Menurut Tati hernawati dalam Haenudin (2013: 56) bahwa tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang terutama melalui indra pendengaran. Menurut M. Hide yang dikutip Elly sari Melinda (2013: 25) tunarungu dikelompokan menjadi 4 kelompok yaitu, tunarungu ringan (20-40 dB), tunarungu sedang (40-65 dB), tunarungu berat (65-95 dB), dan tunarungu berat sekali (95 dB keatas)

Pembelajaran anak Tunarungu di SLB khususnya pembelajaran pendidikan jasmani, siswa terlihat kurang bersemangat. Dalam pembelajaran itu guru hanya monoton, sehingga siswa kurang aktif. Sehingga dengan adanya model pembelajaran motorik berbasis permainan maka diharapkan siswa akan aktif, sehingga model pembelajaran itu sangat diperlukan siswa SLB khususnya anak Tunarungu.

Pada anak normal perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh bertambahnya usia anak. Motorik itu sendiri terdiri dari motorik kasar dan halus, motorik kasar adalah kemampuan anak dalam melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot besar yang merupakan area terbesar pada masa perkembangan, diawali dengan kemampuan berjalan, kemudian lari, lompat dan lempar. Motorik halus adalah kemampuan anak dalam melakukan gerakan yang


(24)

melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis.

Keterampilan gerak sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal ini berkaitan dengan kemampuan setiap individu dalam bergerak sehari-hari. Keterampilan gerak adalah kemampuan untuk melakukan gerakan secara efektif dan efisien. Keterampilan gerak merupakan perwujudan dari kualitas koordinasi dan kontrol atas bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam gerakan. Keterampilan gerak diperoleh melalui proses belajar, yaitu dengan cara memahami gerakan dan melakukan gerakan berulang-ulang yang disertai dengan kesadaran fikir akan benar atau tidaknya gerak yang telah dilakukan. Untuk mencapai tingkat keterampilan tertentu, lamanya waktu yang di peroleh oleh setiap individu berbeda-beda. Ada yang hanya memerlukan waktu yang singkat, dan ada yang memerlukan waktu yang cukup lama walaupun prosedur dan intensitas belajarnya sama. Hal ini disebabkan karena faktor bakat. Setiap individu memiliki bakat yang berbeda-beda. Ada yang memiliki bakat olahraga dan ada yang tidak. Individu yang berbakat olahraga akan mampu menguasai keterampilan gerak dalam waktu yang lebih singkat.

Kemampuan intelektual Tunarungu berada sama atau di bawah rata-rata anak normal, oleh karena itu kemampuan belajarnya berbeda dengan anak normal. Akibatnya anak Tunarungu sangat sulit untuk dapat mengikuti pendidikan di sekolah biasa bersama dengan anak normal. Di samping kemampuan intelektualnya di bawah rata-rata, anak Tunarungu juga mengalami kesulitan dalam penyesuaian terhadap lingkungan, di mana kondisi perkembangan kecerdasan yang tidak sempurna (di bawah rata-rata)


(25)

secara cukup bermakna disertai dengan tingkah laku yang kurang sesuai terjadi pada masa perkembangan.

Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang terkena disfungsi otak. Disfungsi otak merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyatakan akibat dari adanya cedera atau kerusakan, kelainan perkembangan gangguan keseimbangan biokimiawi atau gangguan aktifitas listrik dalam otak. Dengan terkena disfungsi otak maka gerak-geriknya kaku dan kasar, kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan ke mulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini aktivitas bermain sangat diperlukan sekali untuk melatih keterampilan gerak anak berkebutuhan khusus untuk melatih mempergunakan otot-otot halus dan otot-otot-otot-otot besarnya dengan benar sehingga anak berkebutuhan khusus dapat mandiri dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Tunarungu mengacu pada ketidak berfungsian pendengaran yang disertai ketidakmampuan adaptasi perilaku dan terjadi selama masa perkembangan. Menyadari arti penting aktivitas gerak untuk anak Tunarungu peneliti melakukan observasi pelaksanaan pembelajaran penjas di SLB Negeri Tulang Bawang dan melakukan kajian terhadap muatan kurikulum, observasi dilakukan pada hari senin Januari 2014, hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana muatan-muatan kurikulum tahun 2006 yang terdapat didalam standar kompetensi dan kompetensi dasar sudah sesuai atau belum dengan keadaan sebenarnya pada proses pembelajaran penjas dilapangan. Observasi dilakukan pada anak SDLB tunarungu kelas atas, karena kemampuan kognitifnya sudah sedikit berkembang.


(26)

Berdasarkan kajian awal terhadap muatan kurikulum SLB dalam standard kompetensi yaitu melakukan gerak dasar dalam permainan sederhana, meliputi: (1) Melakukan gerak dasar jalan, lari, dan melompat dalam permainan sederhana, (2) melakukan gerak dasar memutar, mengayun dan menekuk dalam permainan sederhana, (3) melakukan gerak dasar melempar dan menangkap, (4) melakukan sikap tubuh posisi berdiri, (5) melakukan sikap tubuh pada posisi berjalan, (6) melakukan gerak dasar keseimbangan statis tanpa alat, dan (7) mempraktekan gerak berirama dengan musik. Diketahui bahwa dari hasil observasi pelaksanaan pembelajaran penjas di lapangan, guru penjas di SLB Negeri Tulang Bawang kurang melakukan variasi-variasi model pembelajaran didalam pelaksanaan pembelajaran penjas dan pembelajarannya klasikal.

Dari proses analisis terhadap hasil observasi, untuk meningkatkan prestasi belajar dan untuk meningkatkan keterampilan anak tunarungu maka dibutuhkan suatu model pembelajaran berbasis permainan yang dapat menjadi jalan keluar permasalahan-permasalahan yang ada. Mengingat pentingnya aktivitas motorik untuk melatih keterampilan motorik kasar dan motorik halus anak Tunarungu. Pendapat dari sebagian besar guru SLB di Lampung memang memerlukan suatu strategi pembelajaran motorik berbasis permainan, sebagian dari mereka mendukung dilakukannya pengembangan model pembelajaran motorik berbasis permainan. Model ini dibuat karena melatih keterampilan motorik anak tunarungu baik motorik kasar dan motorik halus yang disesuaikan dan dalam porsi yang seimbang. Untuk meningkatkan prestasi belajar yang belum maksimal untuk anak tunarungu maka perlu dibantu dengan menggunakan model ini, Pada model ini pembelajaran motorik


(27)

disertakan dengan permaianan agar anak tunarungu tertarik dan menyenangkan dalam proses belajar dan tercapailah tujuan belajar. Oleh karena itu, peneliti ingin mengembangkan model-model pembelajaran motorik berbasis permainan pada mata pelajaran pendidikan jasmani anak Tunarungu, yang dapat digunakan guru SLB sebagai salah satu bentuk pembelajaran. Selain itu model permainan juga berisi materi pelajaran yang terdapat dalam kurikulum, yaitu: (1) materi kognitif, (2) materi afektif (sosial, emosional, dan kemandirian), dan (3) materi psikomotorik (fisik/motorik). Menurut Mumpuniarti (2007: 106), penerapan pembelajaran untuk anak Tunarungu dengan pendekatan pembelajaran, karena karakteristik anak Tunarungu yang lambat dalam kemajuan perkembangan. Pendekatan melalui permainan menjadi media yang tepat bagi anak-anak khususnya anak Tunarungu untuk belajar dan mengembangkan berbagai keterampilan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengembangkan model-model pembelajaran motorik berbasis permainan pada mata pelajaran penjas anak tunarungu.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka diperoleh beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan, antara lain:

1. Kurangnya model bermain aktivitas motorik (fisik) anak Tunarungu.

2. Kurangnya pengetahuan guru tentang pola perkembangan anak yang masih rendah di SDLB khususnya tingkat dasar.

3. Terbatasnya jumlah guru olahraga yang memiliki kompetensi dalam bidang kemampuan motorik di SDLB khususnya tingkat dasar.


(28)

4. Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung untuk dilaksanakannya aktivitas bermain. Dari hasil observasi alat yang ada hanya bola sesungguhnya tanpa dimodifikasi.

1.3Pembatasan Masalah

Permasalahan yang muncul dalam identifikasi, dibatasi yaitu belum dikembangkannya Model Pembelajaran Motorik Berbasis Permainan Pada Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Anak Tunarungu.

1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana potensi dan kondisi SLB untuk dikembangkan model pembelajaran motorik berbasis permainan pada mata pelajaran pendidikan jasmani anak Tunarungu?

2. Bagaimana proses pengembangan motorik berbasis permainan pada mata pelajaran pendidikan jasmani anak Tunarungu?

3. Bagaimana produk pengembangan model pembelajaran motorik berbasis permainan pada mata pelajaran pendidikan jasmani anak Tunarungu?

4. Bagaimana peningkatan efektifitas gerak motorik anak Tunarungu dengan menggunakan model pembelajaran motorik berbasis permainan?


(29)

5. Bagaimana efisiensi penggunaan model pembelajaran motorik berbasis permainan?

6. Apakah ada daya tarik dari pengembangan pembelajaran motorik berbasis permainan pada anak Tunarungu terhadap kegiatan belajar yang dilaksanakan dikelas?

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penilitian ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan potensi dan kondisi SLB untuk dikembangkan model pembelajaran pendidikan jasmani untuk anak Tunarungu yang sudah dimanfaatkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani.

2. Mendeskripsikan proses pengembangan motorik berbasis permainan pada mata pelajaran pendidikan jasmani anak Tunarungu.

3. Menghasilkan model pembelajaran motorik berbasis permainan mata pelajaran pendidikan jasmani anak Tunarungu yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.

4. Menganalisis peningkatan efektifitas gerak motorik dengan menggunakan model pembelajaran motorik berbasis permainan pada mata pelajaran pendidikan jasmani anak Tunarungu.

5. Menganalisis peningkatan efisiensi belajar pendidikan jasmani anak Tunarungu dengan menggunakan model pembelajaran motorik berbasis permainan.

6. Menganalisis apakah ada daya tarik penggunaan model pembelajaran motorik berbasis permaianan pada pendidikan jasmani anak Tunarungu.


(30)

1.6Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek, yaitu manfaat teoritik dan manfaat praktik, sebagai berikut:

1. Manfaat teoritik

Secara teoritik, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan konsep, teori, prinsip dan prosedur Teknologi pendidikan pada kawasan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan evaluasi pembelajaran pendidikan jasmani untuk anak Tunarungu.

2. Manfaat praktik a. Bagi sekolah

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan program kegiatan pendidikan jasmani disekolah. Hasil penelitian dapat dipertimbangkan untuk memilih aktivitas bermain yang sesuai bagi anak Tunarungu, terutama bagi para orangtua dan pendidik.

b. Bagi guru penjas

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menggugah untuk terlibat dalam upaya pelaksanaan dan terselenggarakannya pendidikan jasmani menjadi lebih menyenangkan dengan aktivitas bermain anak Tunarungu di SLB.

c. Bagi siswa

Dapat membuat pelajaran Penjasorkes menjadi lebih menyenangkan dengan aktivitas bermain bagi anak Tunarungu.


(31)

1.7Spesifikasi Produk

1.7.1 Produk model pembelajaran motorik berbasis permainan anak tunarungu Model pembelajaran motorik dalah sebuah model pembelajaran yang berisikan tentang cara pembelajaran motorik (motorik kasar dan motorik halus) yang disesuaikan dengan keadaan anak tunarungu. Model pembelajaran ini dikombinasikan dengan permainan agar anak menjadi senang dan tercapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran motorik dibangun dengan bentuk pembelajaran berbasis permainan dengan menggunakan alat dan media yang dibuat menarik. Model pembelajaran motorik terdiri dari 5 permainan yaitu : (1) Model pembelajaran motorik berbasis permainan memasang puzzle sesuai bentuk, (2) Model pembelajaran motorik berbasis permainan melempar bola ke simpai yang dihias, (3) Model pembelajaran motorik berbasis permainan menendang bola kegawang yang dihias, (4) Model pembelajaran motorik berbasis permainan memasukkan urutan lingkaran dari yang terbesar sampai terkecil (5) Model pembelajaran motorik berbasis permainan senam gerak yang dikombinasikan ketukan.

Melalui model pembelajaran motorik sebagai pembelajaran dalam pendidikan jasmani diharapkan akan tercipta berbagai hal yang positif di lingkungan sekolah, beberapa contoh antara lain:

a. Mempermudah guru dalam melaksanakan pembelajaran.

b. Siswa dapat belajar disesuaikan dengan karakteristik anak tunarungu. c. Siswa dapat belajar secara menyenangkan karena ada unsur permainannya.


(32)

d. Siswa akan senang mengikuti pembelajaran karena media yang diginakan sangat menarik.

e. Waktu yang dibutuhkan sangat efisien.

1.7.2 Pentingnya Pengembangan model pembelajaran motorik berbasis permainan.

Melalui pengembangan Model pembelajaran motorik, akan membantu guru pendidikan jasmani dalam melaksanakan pembelajaran motorik secara efektif dan efisien sebagai model pegangan guru untuk mempermudah dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran motorik


(33)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

2.1Hakikat Anak Tunarungu 2.1.1 Konsep Anak Tunarungu

Bahasa bagi manusia mempunyai peranan penting dalam menempuh hidupnya, antara lain untuk berusaha mengembangkan diri, menyesuaikan diri, dan kontak sosial dalam memenuhi kehidupan serta proses belajarnya. Anak berkebutuhan khusus tunarungu mengalami hambatan dalam proses bicara dan bahasanya yang disebabkan oleh kelainan pendengaranya (Haenudin, 2013: 1). Sebagai akibat dari terhambatnya perkembangan bicara dan bahasanya, anak tunarungu akan mengalami kelambatan dan kesulitan dalam hal-hal yang berhubungan dengan komunikasi.

Tunarungu adalah suatu kondisi dimana anak atau orang dewasa tidak dapat memfungsikan fungsi dengarnya untuk mempersepsi bunyi dan menggunakannya dalam berkomunikasi, hal ini diakibatkan karena adanya gangguan dalam fungsi dengar baik dalam kondisi ringan, sedang, berat dan berat sekali. Menurut Bcothroyd dalam Melinda (2013: 10) Memberikan batasan untuk tiga istilah Tunarungu berdasarkan seberapa jauh seseorang dapat memanfaatkan sisa pendengaran dengan atau tanpa bantuan amplifikasi oleh alat bantu mendengar sebagai berikut.


(34)

a) Kurang dengar, namun masih bisa menggunakannya sebagai sarana/modalitas utama untuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicara.

b) Tuli (Deaf) adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara, namun masih dapat difungsikan sebagai suplemen pada penglihatan dan perabaan.

c) Tuli total (Totally Deaf) adalah mereka yang sudah sama sekali tidak memiliki pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimak atau mempersepsi dan mengembangkan bicara.

2.1.2 Keadaan intelegensi, bahasa dan bicara, dan emosi dan sosial

Anak Tunarungu apabila dilihat dari segi fisiknya tidak ada perbedaan dengan anak pada umumnya, tetapi sebagai dampak dari ketunarunguan mereka memiliki karakteristik yang khas. Menurut Haenudin (2013: 66) karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, serta emosi dan sosial.

2.1.2.1 Karakteristik dalam segi intelegensi

Karakteristik dalam segi intelegensi secara potensial anak tunarungu tidak berbeda dengan intelegensi anak normal pada umumnya, ada yang pandai, sedang, da nada yang kurang pandai. Namun demikian secara fungsional intelegensi mereka berada dibawah anak normal, hal ini disebabkan oleh kesulitan anak tunarungu dalam memahami bahasa.


(35)

Perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan anak yang mendengar, karena anak yang mendengar belajar banyak dari apa yang meraka dengar, dalam hal tersebut merupakan proses dari latihan berpikir. Keadaan tersebut tidak terjadi pada anak tunarungu, karena anak tunarungu memahami sesuatu lebih banyak dari apa yang mereka lihat, bukan dari apa yang mereka dengar. Oleh sebab itu sering kali anak tunarungu disebut sebagai “insan permata”. Dengan kondisi seperti itu anak tunarungu lebih banyak memerlukan waktu dalam proses pembelajarannya terutama untuk mata pelajaran yang diverbalisasikan.

Rendahnya prestasi belajar anak tunarungu bukan berasal dari kemampuan intelektual yang rendah, tetapi pada umumnya disebabkan oleh intelegensinya yang tidak mendapat kesempatan untuk berkembang secara optimal. Tidak semua aspek intelegensi anak tunarungu terhambat, yang mengalami hambatan hanya yang bersifat verbal, misalnya dalam merumuskan pengertian, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian. Aspek yang bersumber dari penglihatan, dan yang berupa motorik tidak banyak mengalami hambatan, bahkan dalam perkembangan sangat cepat.

2.1.2.2 Karakteristik dalam segi bahasa dan bicara

Anak Tunarungu dalam segi bicara dan bahasa mengalami hambatan, hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses peniruan sehingga anak tunarungu dalam segi bahasa memiliki ciri yang khas,


(36)

yaitu sangat terbatas dalam pemilihan kosa kata, sulit mengartikan arti kiasan dan kata-kata yang bersifat abstrak.

2.1.2.3 Karakteristik dalam segi emosi dan sosial

Keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi pada anak tunarungu mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Anak tunarungu mampu melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu memahami dan mengikutinya secara menyeluruh sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga, dan kurang percaya diri. Dalam pergaulan cenderung memisahkan diri terutama dengan anak normal, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan untuk melakukan komunikasi secara lisan. Berikut dilihat dari segi emosi dan sosial anak tunarungu :

a) Egosentrisme yang melebihi anak normal.

b) Memiliki persaan takut akan lingkungan yang lebih luas. c) Ketergantungan terhadap orang lain.

d) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.

e) Umumnya anak tunarungu memiliki sifat yang polos, sederhana, dan tidak banyak masalah.

f) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

2.1.3 Klasifikasi Anak Tunarungu

Untuk keperluan layanan pendidikan khusus, para ahli berpendapat klasifikasi mutlak diperlukan. Hal ini sangat menentukan dalam pemilihan alat bantu mendengar yang sesuai dengan sisa pendengarannya dan menunjang pembelajaran yang efektif. Dengan menentukan tingkat kehilangan pendengaran


(37)

dan pemilihan alat bantu dengar serta layanan khusus yang tepat, akan menghasilkan akselerasi secara optimal dalam mempersepsi bunyi bahasa dan wicara. Klasifikasi ketunarunguan sangat bervariasi menurut Boothroyd dalam Melinda (2013: 20) seperti pada gambar Klasifikasi dan karakteristik ketunarunguan di bawah ini didasarkan pada

a. Kelompok I : Kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.

b. Kelompok II : Kehilangan 31-60 dB, moderate hearing losses atau ketunarunguan atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara percakapan manusia hanya sebagaian.

c. Kelompok III : Kehilangan 61-90 dB: severe hearing losses atau ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada. d. Kelompok IV : Kehilangan 91-120 dB: profound hearing losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara percakapan manusia tidak ada sama sekali.


(38)

Menurut Melinda (2013: 22) anak tunarungu dibedakan menjadi 4, seperti yang terdapat pada tabel 2.1.

Tabel 2. 1 Klasifikasi anak tunarungu

Rata-rata kehilangan pendengaran Tingkat ketunarunguan Kemampuan memahami percakapan 20 – 40 Db Ringan (mildly)  Tidak selalu bereaksi bila disapa

 Mengalami kesulitan dalam melangsungkan percakapan

40 – 65 dB Sedang (moderat)  Mengalami kesulitan dalam melangsungkan percakapan bila tidak menatap wajah

 Kesulitan untuk menangkap suara pada jarak yang jauh

 Mengalami kesukaran mendengar dalam lingkungan yang bising

 Sebaiknya memakai alat bantu dengar

65 – 95 Db Berat (severe)  Akan sedikit memahami percakapan bila dengan suara keras

 Sulit untuk menyimak percakapan sehari-hari secara wajar

95 – ke atas Berat sekali (profoundly)

a) Tak mungkin melangsungkan percakapan wajar sehari-hari b) Pemakaian APM masih

bermanfaat

c) Ketergantungan pada visual sangat tinggi

2.1.4. Karakteristik Anak Tunarungu

Menurut Melinda (2013: 20) karakteristik anak tunarungu adalah: 1. Tidak mampu mendengar

2. Terlambat didalam perkembangan bahasanya. 3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi


(39)

4. Kurang atau tidak tanggap bila diajak bicara 5. Ucapan kata tidak jelas

6. Kualitas suara monoton dan kurang baik

7. Sering memiringkan suara untuk mencari sumber bunyi 8. Banyak perhatian terhadap getaran

9. Cepat tersinggung kadang introvert

10.Irama bahasa dan irama gerak kurang baik 11.Sulit untuk memahami bahasa yang abstrak

Perkembangan fisik anak tunarungu tidak mengalami hambatan, dapat melakukan aktifitas gerak dengan baik hanya keseimbangannya kurang baik, hal ini karena pengaruh struktur anatomis pada labyrinth. Pada aktivitas sehari-hari yang yang sangat terlihat sekali pada tunarungu adalah dalam kegiatan bicara dan bahasa. Mereka sangat sulit untuk untuk melakukan bicara reseptif dan ekspresif, semuanya perlu adanya adanya latihan, bimbingan dan binaan yang efektif melakukan proses pembelajaran.

Menurut Suparno dalam Melinda (2013: 40), karakteristik anak tunarungu yang umumnya dimikili oleh anak tunarungu di antara lain adalah sebagai berikuti: a. Segi fisik/motorik

1) Cara berjalannya agak kaku dan cenderung membentuk. 2) Pernapasannya pendek.

3) Gerakan matanya cepat dan beringas. 4) Gerakan tangan dan kakinya.


(40)

b. Segi bahasa

1) Miskin kosa kata

2) Sulit mengartikan ungkapan-ungkapan dan kata-kata yang abstrak (idiematik) 3) Sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kalimat panjang tentu

bentuk kiasan-kiasan.

4) Kurang menguasai irama dan gaya bahasa. ciri-ciri anak tunarungu adalah sebagai berikut:

a. Sering memiringkan kepalanya dalam usaha mendengar b. Banyak pehatian terhadap getaran

c. Terlambat dalam pengembangan bahasa d. Tidak ada reaksi terhadap bunyi atau suara e. Terlambat pengembangan bahasa

f. Sering mengunakan isyarat dalam berkomunikasi g. Kurang atau tidak tangap dalam diajak bicara h. Ucapan tidak jelas, kualitas suara aneh/monoton.

Kebanyakan anak tunarungu tidak berbeda dengan anak pada umumnya tepi mereka memerlukan perhatian kusus ketika pembelajaran antara lain:

a. Berbicara dengan anak harus berhadapan, tidak mengajak bicara dengan cara membelakanginya.

b. Bicara sejajar di sekolah inklusif maka anak hendaknya didudukan paling depan, sehingga lebih mudah untuk membaca ujaran guru

c. Bicara dengan jelas dan melodis d. Bicara wajar dan tidak dibuat-buat


(41)

e. Mulut jangan tertutup benda lain, misal rokok, permen, cadar, dan lainnya ketika bicara

f. Bicara jangan terlalu cepat atau terlalu lambat g. Bicara sejajar dan berhadapan

h. Bila memakai isyarat, lakukan dengan jelas dan simultan

Proses komunikasi anak tunarungu

Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi dapat dilihat pada skema dibawah ini.

Gambar 2.1 Proses komunikasi anak tunarungu (Melinda, 2013: 49)

1. Pengirim pesan dan isi pesan atau materi

Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami mnlfi orang yang menerima peran sesuai dengan yang dimaksudkannya. Peran adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspesikan oleh pengirim pesan. Materi pesan dapat berupa:

a. Informasi b. ajakan Pengirim

pesan

Simbol/ isyarat

Media (saluran)

balikan Penerima


(42)

c. Rencana kerja

d. Pertanyaan dan lain sebagainya. 2. Simbol isyarat

Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau symbol sehingga pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya seseorang manager menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan. Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, prilaku atau menunjukan arah tertentu.

3. Media/ penghubung

Adalah alat untuk menyampaikan pesan sepeti: tv, radio, surat kabar, papan pengumuman, telepon dan lainnya. Pemilihan media ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan, jumlah penerima pesan, situasi, dsb.

4. Mengartikan kode/ isyarat

Setelah pesan diterima melalui indra (telinga, mata, dan seterusnya) maka si penerima pesan harus dapat mengartikan simbo/ kode dari pesan tersebut, sehingga dapat dimengerti.

5. penerima pesan

Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari si pengirim meskipun dalam bentuk kode/ isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh pengirim.

6. Balikan

Balikan adalah isyarat atau tanggapa yang berisi kesan dari penerima pesan dalam bentuk verbal maupun non verbal. Tanpa balikan seseorang pengirim


(43)

pesan tidak akan tahu dampak pesannya terhadap si penerima pesan. Hal ini penting bagi manajer atau bagi pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan penahanan yang benar dan tepat. Balikan dapat disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang bukan penerima pesan. Balikan yang disampaikan oleh penerima pesan pada umumnya merupakan balikan langsung yang mengandung pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak. Balikan yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan pemberi balikan terhadap perilaku maupun ucapan penerima pesan. Pemberi balikan menggambarkan perilaku penerima pesan sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya.

2.2. Permainan

2.2.1 Definisi Permainan

Menurut Pontjopoetro (1999: 3) permainan termasuk bergerak, gerakan bukan hanya gerakan jasmani saja tetapi juga gerakan didalam jiwa. Permaianan pada awalnya belum mendapat perhatian khusus dari para ahli ilmu jiwa, karena terbatasnya pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak dan kurangnya perhatian mereka terhadap perkembangan anak. Permainan merupakan suatu alat yang digunakan anak Tunarungu, bisa berbentuk puzzle atau benda-benda lain yang dianggap dapat dimainkan. Bila kita lihat dari perkembangan anak, hal yang sering dilakukan adalah kegiatan bermain. Banyak cara untuk bermain dan banyak aneka ragamnya permainan yang dapat digunakan dan dimainkan anak Tunarungu.


(44)

Pada anak Tunarungu permainan yang dimainkan lebih kepada kesenangan terhadap dirinya sendiri, karena pada saat bermain dia ingin permainannya tidak diganggu oleh siapapun dan dia ingin bereksplorasi pada permainan yang dia dapatkan. Menurut Pontjopoetro (1999: 9) permainan memiliki arti dan manfaat dilihat dari beberapa sudut pandang yang berbeda, yaitu:

1) Dipandang dari sudut kesehatan

Manfaat permainan dari sudut kesehatan yaitu gerakan dari tubuh yang ditimbulkan dalam permainan mempunyai pengaruh sangat baik sekali untuk organ-organ dalam tubuh sehingga

mendorong pertumbuhan. 2) Dipandang dari sudut pendidikan

Manfaat permainan dari sudut pendidikan yaitu anak-anak senang bermain, sehingga pada saat melakukan permainan anak merasa gembira dan segala sesuatu yang diajarkan dengan model permainan maka akan dapat dengan mudah dimengerti oleh anak. Menurut Montessori dalam Pontjopoetro (1999: 11), menganjurkan bahwa permainan menjadi alat pendidikan yang utama untuk pertumbuhan jasmani dan rohani.

3) Dipandang dari sudut perkembangan pribadi

Manfaat permainan dari sudut perkembangan pribadi yaitu dengan bermacam-macam kegiatan yang ada didalam olahraga permainan di sekolah, banyak fungsi-fungsi kejiwaan dan kepribadian yang dapat dikembangkan, misalnya: keseimbangan mental, kecepatan proses berfikir, kemampuan konsentrasi, dan jiwa kepemimpinan. Fungsi-fungsi kejiwaan dari kepribadian dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain karena dengan bermain banyak


(45)

kejadian-kejadian melibatkan keaktifan kejiwaan dan kepribadian masing-masing pemain.

Dapat disimpulkan bahwa dengan permainan anak akan mencapai kemajuan-kemajuan dalam jasmani, sosial, dan intelektual.

2.2.2 Teori permainan

Menurut Montessori dalam Pontjopoetro (1999: 13) manfaat permainan bagi anak dapat menjadi alat pendidikan yang utama, berikut kegunaan permainan yaitu:

a) Permainan merupakan alat penting untuk menumbuhkan sifat sosial untuk hidup bermasyarakat, karena dengan bermain anak dapat mengenal bermacam-macam aturan dan tingkah laku.

b) Permainan merupakan alat untuk mengembangkan bakat dan kreasi. c) Permainan dapat menimbulkan berbagai macam perasaan, antara lain:

perasaan senang melakukan permainan.

d) Permainan dilakukan bersama dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan disiplin karena anak harus mentaati peraturan.

Permainan untuk Anak Tunarungu, Menurut Astuti dalam Mumpuniarti (2000: 118), permainan sebagai usaha untuk membantu anak Tunarungu agar dapat berkembang aspek fisik, intelektual, emosi dan sosialnya secara optimal.

Pendidikan Jasmani untuk anak Tunarungu harus lebih menekankan kepada aspek permainan dari pada aspek cabang olahraganya, karena bermain adalah kebutuhan


(46)

yang harus dipenuhi oleh setiap manusia pada umumnya dan siswa Tunarungu khususnya. Bermain merupakan aktifitas yang dapat membantu mereka dalam meningkatkan kebugaran jasmani, membentuk kepribadian dan penemuan diri bagi siswa. Penekanan metode pembelajaran motorik berbasis permainan akan menjadikan mata pelajaran Pendidikan Jasmani sesuatu yang sangat menyenangkan dan sangat menarik bagi siswa. Permainan juga akan membuat siswa lebih akti bergerak tanpa paksaan sehingga siswa akan melakukan aktifitas gerak dengan sungguh-sungguh.

Menurut Hurlock dalam Metzler (2000:78) kegiatan bermain menurut jenisnya terdiri atas bermain bermain aktif dan bermain pasif, secara umum bermain aktif banyak dimainkan pada masa awal anak-anak (prasekolah) sedangkan bermain pasif dilakukan diahir usia anak-anak (menjelang remaja). Kedua kegiatan tersebut akan selalu dimainkan anak, terutama pada anak Tunarungu. Bermain bagi setiap individu merupakan suatu kebutuhan, bermain dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan dorongan dalam dirinya. Melalui bermain anak Tunarungu memperoleh kesempatan menyalurkan perasaan yang tertekan dan menyalurkan dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya.

Menurut Mutohir (2005: 8) pembelajaran Pendidikan jasmani disekolah bukan hanya untuk mengejar prestasi (aspek skill), tetapi menyalurkan dorongan-dorongan untuk aktif bermain. Pendidikan untuk anak Tunarungu harus lebih menekankan kepada aspek permainan dari pada teknik cabang olahraganya, karena bermain adalah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap manusia pada umumnya dan pada anak Tunarungu pada khususnya. Bermain merupakan


(47)

aktifitas yang dapat membantu mereka dalam meningkatkan kebugaran jasmani, membentuk kepribadian dan penemuan diri bagi siswa. Penekanan metode pembelajaran denagn bermain akan menjadikan mata pembelajaran Pendidikan jasmani sesuatu yang sangat menyenangkan dan sangat menarik bagi siswa.

Permainan memiliki dampak dalam proses pembelajaran, seperti : 1) Dapat meningkatkan kegembiraan dan kepuasan pada diri siswa dalam melakukan gerakan-gerakanuntuk bermain dalam rangka mencapai kebugaran jasmaninya. 2) Memungkinkan siswa yang kurang terampil berolahraga dan kurang menyenangi aktifitas gerak akan menyenangi kegiatan jasmani dan olahraga. 3) Mendorong siswa untuk belajar mengambil keputusan sendiri dalam waktu yang relatif sangat singkat. 4) Memberi peluang bukan hanya pada siswa putra tetapi juga siswa putri untuk dapat melakukan berbagai bentuk keterampilan dalam bermain atau berolahraga.

2.2.3 Manfaat Permainan

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh para penulis yang tergabung dalan AsianBrain.com yang menyatakan bahwa permainan perlu dilakukan dalam pembelajaran karena alasan-alasan sebagai berikut :

1) Belajar dari permainan

Permainan seharusnya memiliki nilai seimbang dengan belajar. Anak dapat belajar melalui permainan. Banyak hal yang dapat anak pelajari dengan mempengaruhi perkembangan psikologi anak. Seperti kata Reamon O Donnchadha dalam bukunya The Confident Child yang menyatakan bahwa


(48)

permainan akan memberi kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar memecahkan masalah.

2) Permainan mengembangkan otak kanan

Melalui permainan anak akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan otak kanan yang mungkin kurang terasah dirumah atau dalam kehidupan sehari-hari.

3) Permainan mengembangkan pola sosialisasi dan emosi anak

Dalam permainan kelompok, anak akan belajar tentang sosialisasi menempatkan dirinya sebagai mahluk sosial. Anak mempelajari nilai keberhasilan pribadi ketika berhasil memasuki suatu kelompok. Ketika anak

memainkan peran “baik atau buruk”, membuat anak kaya akan pengalaman

emosi, anak akan memahami perasaan yang terkait dari ketakutan dan penolakan dari situasi yang dia hadapi.

Pendekatan bermain merupakan bentuk pembelajaran yang mengaplikasikan teknik ke dalam suatu permainan. Tidak menutup kemungkinan teknik yang buruk atau rendah mengakibatkan permainan kurang menarik. Untuk itu seorang guru harus mampu mengatasinya. Suherman (2000: 35) menyatakan, manakala guru menyadari bahwa rendahnya kualitas permainan disebabkan oleh rendahnya kemampuan skill, maka guru mempunyai beberapa pilihan sebagai berikut:

1) Guru dapat terus melanjutkan aktivitas permainan untuk beberapa lama sehingga siswa menangkap gagasan umum permainan yang dilakukannya.


(49)

2) Guru dapat kembali pada tahapan belajar yang lebih rendah dan membiarkan siswa berlatih mengkombinasikan keterampilan tanpa tekanan untuk menguasai strategi.

3) Guru dapat merubah keterampilan pada level yang lebih simpel dan lebih dikuasai sehingga siswa dapat konsentrasi belajar strategi bermain.

Petunjuk seperti di atas harus dipahami dan dimengerti oleh seorang guru. Jika dalam pelaksanaan permainan kurang menarik karena teknik yang masih rendah, maka seorang guru harus dengan segera mampu mengatasinya. Selama pembelajaran berlangsung seorang guru harus mencermati kegiatan pembelajaran sebaik mungkin. Kesalahan-kesalahan yang dibiarkan selama pembelajaran berlangsung akan mengakibatkan tujuan pembelajaran tidak tercapai.

2.2.4 Model Pembelajaran Motorik

Model pembelajaran motorik merupakan merupakan cara atau teknik penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. Menurut Trianto (2010: 21) model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan suatu hal. Model sangat penting peranannya dalam pembelajaran, karena melalui pemilihan model yang tepat dapat mengarahkan guru pada kualitas pembelajaran yang efektif. Menurut Soekamto dalam Trianto (2010: 22) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukis prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuanbelajar tertentu. Pengembangan motorik dapat diartikan sebagai cara, contoh, maupun pola, yang mempunyai tujuan penyajian pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami


(50)

yaitu dengan cara membuat suatu pola atatu contoh dengan bahan-bahan yang dipilih oleh guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi didalam kelas. Suatu model pengembangan motorik akan memiliki ciri-ciri tertentu dilihat dari faktor-faktor yang melengkapi. Pengembangan motorik ini disesuaikan dengan kemampuan gerak anak tunarungu.

2.3 Perkembangan Motorik

Gerak merupakan unsur utama dalam pengembangan motorik anak. Oleh sebab itu, perkembangan kemampuan motorik anak akan dapat terlihat secara jelas melalui berbagai gerakan dan permainan yang dapat mereka lakukan. Prinsip perkembangan motorik adalah adanya suatu perubahan baik fisik maupun psikis sesuai dengan masa pertumbuhannya. Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh gizi, status kesehatan, dan perlakuan gerak yang sesuai dengan masa perkembangannya.Bagi anak Tunarungu memperoleh kemempuan bergerak secara berurutan mengalami kemajuan dari mulai gerak sederhana hingga gerak yang lebih komplek dan keterampilan gerak yang terkoordinasi. Proses perkembangan motorik cenderung bersifat terus-menerus dari mulai kepala sampai ke kaki.

Menurut Gustiana (2005: 192), kemampuan motorik terbagi dua yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar adalah aktivitas dengan menggunakan otot-otot besar yang meliputi gerak dasar lokomotor, non lokomotor, dan manipulative, sedangkan yang dimaksud dengan motorik halus adalah kemampuan anak prasekolah beraktivitas menggunakan otot-otot halus (otot kecil) seperti menulis dan menggambar. Menurut Magill (2007: 83), tujuan penting dari teori perilaku


(51)

motorik berbasis kontrol adalah untuk mengatur perilaku motor dikoordinasikan manusia. Sebuah teori untuk menjelaskan mekanisme saraf atau interaksi mekanisme saraf yang menjelaskan bagaimana system saraf yang terlibat dalam prinsip-prinsip perilaku.

2.3.1 Prinsip Perkembangan Motorik

Pada prinsipnya rangkaian perkembangan motorik yang terkoordinasi sangat ditentukan oleh keadaan dan kemauan individu itu sendiri. Perkembangan motoric biasanya menunjukkan pola yang khas. Di masa-masa awal, kemajuan yang diperoleh biasanya berlangsung pesat tetapi dimasa-masa berikutnya kemajuan hanya bergerak secara bertahap. Ini merupakan gejala umum dalam setiap proses perkembangan motorik.

Menurut Hurlock dalam Abdurrahman (2003: 148) prinsip perkembangan motorik secara garis besar terdiri dari lima katagori, yaitu:

1. Perkembangan motorik bergantung pada kematangan otot dan syaraf Perkembangan bentuk kegiatan motorik yang berbeda sejalan dengan perkembangan daerah (areas) sistem syaraf yang berbeda. Karena perkembangan pusat syaraf yang lebih rendah, yang bertempat dalam urat syaraf tulang belakang, pada waktu lahir berkembangnya lebih baik ketimbang pusat syaraf yang lebih tinggi yang berada dalam otak, maka gerak reflek pada waktu lahir lebih baik dikembangkan dengan sengaja ketimbang dibiarkan berkembang sendiri.


(52)

2. Belajar keterampilan motorik tidak terjadi sebelum anak matang

Sebelum sistem syaraf dan otot berkembang dengan baik, upaya untuk mengajarkan gerakan terampil bagi anak akan sia-sia. Sama juga halnya apabila upaya tersebut diprakarsai oleh anak sendiri. Pelatihan seperti itu mungkin menghasilkan beberapa keuntungan sementara, tetapi dalam jangka panjang pengaruhnya tidak akan berarti.

3. Perkembangan motorik mengikuti pola yang dapat diramalkan Perkembangan motorik dapat diramalkan ditunjukkan dengan bukti bahwa usia ketika anak mulai berjalan konsisten dengan laju perkembangan keseluruhannya.

4. Menentukan norma perkembangan motorik

Perkembangan motorik mengikuti pola yang dapat diramalkan, berdasarkan umur rata-rata dimungkinkan untuk menentukan norma untuk bentuk kegiatan motorik. Norma tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk yang memungkinkan orang tua dan orang lain untuk mengetahui apa yang dapat diharapkan dan pada umur berapa hal itu dapat diharapkan dari anak.

5. Perbedaan individu dalam laju perkembangan motorik

Perkembangan motorik mengikuti pola yang serupa untuk semua orang, dalam rincian pola tersebut terjadi perbedaan individu. Umur mempengaruhi pada waktu perbedaan individu tersebut mencapai tahap yang berbeda.


(53)

Nilai yang didapat dari perkembangan motorik pada anak Tunarungu antara lain mendapat hal-hal sebagai berikut: 1) pengalaman yang berarti,artinya anak akan dapat berbagai pengalaman gerak yang dibutuhkan selama hidupnya dan dapat mendukung terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan dirinya. 2) hak dan kesempatan beraktifitas, artinya anak memperoleh kesempatan yang banyak untuk melakukan berbagai aktifitas yang disukainya. 3) keseimbangan jiwa dan raga, artinya proses perkembangan yang sesuai dengan usianya akan melahirkan keseimbangan antara jiwa dan raga. 4) mampu berperan menjadi dirinya sendiri, artinya dengan perkembangan motorik mampu memerankan dirinya sendiri.

2.3.2 Karakteristik Perkembangan Fisik Motorik 1) Motorik kasar

Menurut Depdiknas (2007: 5) karakteristik perkembangan yang berhubungan dengan motorik kasar, yaitu: berdiri diatas salah satu kaki, menaiki dan menuruni tangga dengan berpegangan dan berganti-ganti kaki, berjalan pada garis lurus, berjalan dengan berjinjit, dan berjalan mundur dan melompat di tempat.

2) Motorik halus

Menurut Depdiknas (2007: 6) karakteristik perkembangan yang berhubungan dengan motorik halus, yaitu: dapat mengoles mentega dengan roti, dapat mengikat tali sepatu, memegang krayon, dan melipat kertas.


(54)

2.3.3 Gangguan Perkembangan Motorik

Menurut Lerner dalam Abdurrahman (2003: 144) gangguan perkembangan motorik sering diperlihatkan dalam bentuk adanya gerakan melimpah (overflow movements) ( ketika anak ingin menggerakkan tangan kanan, tangan kiri ikut bergerak tanpa sengaja), kurang koordinasi dalam aktivitas motorik, kesulitan dalam koordinasi motorik halus (fine-motor), kurang dalam penghayatan tubuh (bodyimage), kekurangan pemahaman dalam hubungan keruangan atau arah, dan bingung lateralitas (confused laterality). Berbagai gejala gangguan perkembangan motorik tersebut sering dengan mudah dapat dikenali pada saat anak berolahraga, menari, atau belajar menulis. Gangguan perkembangan motorik dapat menyebabkan kesulitan belajar.

Sensorimotor adalah gabungan antara masukan sensasi (input of sensations) dengan keluaran aktivitas motorik (output of motor activity). Menurut Myers dalam Abdurrahman (2003: 144), sensasi (sensation) adalah proses dirasakan dan dialaminya energi rangsangan tertentu oleh indra kita. Adanya sensasi tersebut menunjukkan adanya suatu proses yang terjadi di dalam sistem syaraf pusat. Manusia memiliki enam indra sebagai saluran penerima data kasar dari lingkungannya, yaitu penglihatan (visual), pendengaran (auditory), perabaan (tactile), kinestetik (knesthetic), penciuman (olfactory), dan pengecap (gustatory). Menurut Lerner dalam Abdurrahman (2003: 144) perseptual motor merupakan interaksi dari berbagai macam saluran persepsi dengan aktivitas motorik. Dalam proses belajar motorik, beberapa saluran sensasi atau persepsi terintegrasi satu sama lain dan terkait dengan aktivitas motorik, yang


(55)

pada gilirannya menyediakan informasi balikan untuk mengoreksi persepsi. Dengan demikian, misalnya anak dapat merasakan lantai yang miring, memiliki kesadaran tubuh untuk mengubah posisi dan keseimbangan, dan melihat lantai dan kaitannya dengan objek-objek yang lain berubah posisi. Cratty dalam Abdurrahman (2003: 145) berpendapat bahwa, Pentingnya permainan gerak dalam membantu anak yang memiliki masalah belajar dan aktivitas gerakan dapat memberikan suatu pengalaman sensoris yang dapat meningkatkan prestasi belajar anak secara umum di kelas. Cratty dalam Abdurrahman (2003: 145) memberikan beberapa contoh tentang pendidikan jasmani dapat dikaitkan dengan belajar di kelas. Sebagai contoh, perhatian anak dapat diperpanjang melalui berbagai permainan dan aktivitas jasmani dengan harapan meningkatkan perhatian anak terhadap pelajaran akademik.

Menurut Cratty dalam Abdurrahman (2003: 145) kemampuan memainkan suatu jenis permainan dapat meningkatkan konsep diri, kepenerimaan sosial oleh teman, dan kinerja akademik. Aktivitas motorik seperti bersepeda, memainkan suatu jenis permainan, dan menari, menandai kemunculan berbagai taraf perkembangan.

2.3.4 Definisi Keterampilan Motorik

Menurut Abdurrahman (2003: 147) keterampilan motorik bertujuan untuk menampilkan suatu perbuatan khas atau menyelesaikan suatu tujuan tertentu.


(56)

Kegunaan pola motorik lebih luas, tidak hanya untuk penampilan, tetapi juga menyediakan umpan balik dan informasi yang lebih banyak kepada individu.

Kephart dalam Abdurrahman (2003: 147) memberikan contoh keterampilan terpecah tersebut dengan seorang anak yang dipaksa belajar menulis meskipun ia belum memiliki kesiapan fisiologis untuk melakukan pekerjaan tersebut. Anak dapat memperoleh suatu keterampilan terpecah yang memungkinkan ia dapat menulis namanya sendiri dengan menghafalkan urutan gerakan-gerakan jari halus (fine finger movements) yang tidak terkait dengan pergelangan tangan atau bagian tubuh yang lain. Contoh lain adalah tentang anak yang menari dengan keterampilan terpecah, yang gerakan kaki atau tangannya tampak tidak terkait dengan bagian-bagian tubuhnya yang lain.

2.3.5 Faktor-faktor penentu keterampilan motorik

Menurut Mahendra dalam MS. Sumantri (2005: 110) faktor-faktor penentu keterampilan motorik dibedakan menjadi tiga faktor utama yaitu faktor proses belajar, faktor pribadi, dan factor situasional (lingkungan).

1) Faktor proses belajar (Learning proces)

Prose belajar dalam hal pembelajaran motorik harus dilakukan berdasarkan tahapn-tahapan yang digariskan oleh teori belajar yang diyakini kebenarannya serta dipilih berdasarkan nilai manfaatnya, berbagai tanda serta langkah yang bisa menimbulkan berbagai perubahan dalam prilaku anak ketika sedang belajar gerak motorik harus terlihat.


(57)

2) Faktor Pribadi (Personal Factor)

Setiap orang (pribadi) merupakan individu yang berbeda-beda, baik dalam fisik, mental sosial, maupun kemampuan-kemampuannya. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut, anak yang mempelajari kemampuan motorik dengan baik maka membuktikan bahwa faktor pribadi merupakan sesuatu yang mempengaruhi penguasaan keterampilan motorik.

3) Faktor situasional (Situational Factors)

Faktor situasional termasuk faktor-faktor seperti tugas yang diberikan, peralatan yang digunakan termasuk media kegiatan pembelajaran, dan kondisi sekitar saat pembelajaran berlangsung. Faktor-faktor ini pada pelaksanaannya akan mempengaruhi proses pembelajaran dan kondisi pribadi anak, yang semuanya saling menunjang dan melemahkan.

2.3.6 Keterampilan motorik anak Tunarungu

Menurut Doyle dalam Pitcher (2003: 526) “fine motor ability in children with ADHD is linked to the fact that fine motor skills make greater demands for sustained attention and effortful activity”. Artinya, kemampuan motorik halus yang lemah pada anak dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder ) dihubungkan dengan fakta bahwa keterampilan motorik halus adalah aktifitas yang membutuhkan usaha keras dan perhatian lebih.

Menurut Missiuna (2003: 2) “Development Coordination Disorder (DCD) (APA, 2000) occurs when a delay in the development of motor skills, or difficulty coordinating movements, result in a child being unable to perform


(58)

everyday tasks”. Artinya, Gangguan Perkembangan Koordinasi, Development Coordination Disorder (DCD) (APA, 2000) terjadi ketika seorang anak mengalami keterlambatan dalam perkembangan keterampilan motorik, atau mengalami kesulitan dalam koordinasi gerakan, sehingga seorang anak tidak mampu melakukan tugas sehari-hari.

Menurut Abdurrahman (2003: 147) keterampilan motorik bertujuan untuk menampilkan suatu perbuatan khas atau menyelesaikan suatu tujuan tertentu. Kegunaan pola motorik lebih luas, tidak hanya untuk penampilan, tetapi juga menyediakan umpan balik dan informasi yang lebih banyak kepada individu. Anak dapat memperoleh suatu keterampilan terpecah yang memungkinkan ia dapat menulis namanya sendiri dengan menghafalkan urutan gerakan-gerakan jari halus (fine finger movements) yang tidak terkait dengan pergelangan tangan atau bagian tubuh yang lain. Contoh lain adalah tentang anak yang menari dengan irama.

2.4 Konsep Dasar Pembelajaran

Pembelajaran merupakan pengkondisian siswa berproses belajar untuk meningkatkan kemampuan dibidang kognitif, afektif, dan psikomotor (Mumpuniarti, 2007: 37). Beberapa model kurikulum telah terbukti berhasil dalam memberikan pengalaman pendidikan jasmani yang bermutu untuk individu-individu berkebutuhan khusus. Ketika digunakan sebagai panduan, model-model ini dapat membantu meningkatkan proses dan memastikan bahwa para siswa dengan kebutuhan unik diajar secara efisien dan efektif. Anak Tunarungu


(59)

memerlukan suatu model pembelajaran yang bersifat khusus. Suatu pola gerak yang bervariasi diyakini dapat meningkatkan potensi peserta didik dengan kebutuhan khusus dalam kegiatan pembelajaran atau berkaitan dengan pembentukan fisik, emosi, sosialisasi dan daya nalar (Bandi Delphie, 2007: 3).

Program perencanaan pembelajaran bagi anak Tunarungu adalah sebuah rancangan (persiapan) yang dibuat oleh pengajar dalam pembelajaran untuk anak Tunarungu. Menurut Mumpuniarti (2007: 73), prinsip yang digunakan dalam perencanaan pembelajaran yaitu sebagai berikut:

1) Pembelajaran yang disiapkan secara cermat dan sistematis akan dapat membantu perkembangan peserta didik secara optimal.

2) Perencanaan yang cermat dan sistematis dikembangkan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti teori belajar dan karakteristik peserta didik. Karakteristik Tunarungu memerlukan cara-cara belajar yang khusus.

3) Perencanaan pembelajaran mengarah untuk membantu proses belajar peserta didik secara individual.

4) Perencanaan pembelajaran dikembangkan dengan pendekatan sistem. 5) Perencanaan pembelajaran harus mempertimbangkan pemanfaatan berbagai

sumber dan alat bantu belajar.

Komponen-komponen Perencanaan Pembelajaran Mumpuniarti (2007: 74), komponen perencanaan pembelajaran yaitu komponen yang saling berinteraksi dan


(60)

terkait, sehingga komponen satu dan lainnya saling mempengaruhi, keterkaitan antar komponen dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.2 Komponen-komponen perencanaan pembelajaran (Mumpuniarti: 2007)

Menurut Mumpuniarti (2007: 74), mengembangkan komponenkomponen perencanaan pembelajaran diuraikan secara singkat sebagai berikut:

1) Tujuan

Pada dasarnya tujuan yang perlu dikembangkan oleh pengajar adalah tujuan khusus. Dalam analisis kebutuhan siswa sangat menentukan mampu atau tidak siswa untuk mencapai tujuan yang dirancang. Hal ini sangat tergantung dari kemampuan awal serta kondisi keTunarunguan. Batasanbatasan yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan tujuan khusus sebagai berikut:

Tujuan

Penilaian

Metode Materi


(61)

a) Dirumuskan dalam batas-batas kemampuan siswa untuk mencapainya, yaitu mencakup potensi dan keterbatasan siswa Tunarungu.

b) Tujuan yang diprioritaskan untuk dicapai ialah kemampuan yang praktis dan fungsional.

c) Tujuan harus sesuai dengan usia kronologis siswa.

d) Tujuan harus dirumuskan dengan kata-kata operasional yang menggambarkan prilaku yang diinginkan secara spesifik, dengan berbagai kondisinya.

e) Komponen ABCD (Audience, Behavior, Condition, dan Degree) dapat dipedomani dalam menyusun tujuan khusus.

2) Materi

Pokok-pokok materi yang akan diajarkan dapat diambil dari silabus kurikulum sekolah yang bersangkutan, batasan-batasan yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi yang diajarkan adalah sebagai berikut:

a) Materi yang disajikan harus mendukung tercapainya tujuan khusus yang telah ditetapkan.

b) Materi yang disajikan harus berada dalam batas-batas kemampuan siswa untuk mempelajarinya.

c) Materi yang disajikan haruslah bermanfaat bagi kehidupan siswa berkelainan.

d) Materi harus disusun dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang kompleks, dan dari yang konkret ke yang abstrak.


(62)

3) Metode atau Strategi

Pemilihan dan pengembangan dalam metode penyampaian merupakan satu rangkaian dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran. Keefektifan dari metode yang digunakan tergantung dari tahap belajar, yaitu sebagai beikut: a) Tahap memperoleh kemampuan baru (acquisition)

b) Tahap memperlancar (fluency)

c) Tahap memelihara (memantapkan) (maintenance)

d) Tahap generalisasi, yaitu menerapkan kemampuan baru dalam situasi lain.

4) Penilaian

Penilaian dirancang untuk menilai tingkat ketercapainya tujuan dan sekaligus dapat mencerminkan tingkat keberhasilan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Prosedur dan alat penilaian dikebangkan dari acuan tujuan khusus. Tujuan khusus yang dirumuskan secara jelas dan operasional akan memudahkan guru mengembangkan alat penilaian. Berikut ini batasan-batasan untuk menilai pencapaian tujuan khusus siswa Tunarungu, yaitu:

a) Alat ukur yang bersifat informal dianggap sesuai untuk mengukur kualitas perilaku yang harus ditampilkan oleh siswa Tunarungu.

b) Alat penilaian yang dikembangkan haruslah mampu menilai tentang kemampuan yang akan dinilai.

c) Kemampuan belajar seumur hidup merupakan target pada siswa Tunarungu, maka alat ukur yang dikembangkan selain berfokus pada penilaian hasil pembelajaran yang bersifat langsung, tetapi juga pada hasil pembelajaran yang akan terbentuk dalam jangka panjang.


(1)

174

4. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat perbedaan tingkat efisiensi setelah menggunakan Pembelajaran motorik berbasis permainan sebagai pembelajaran.

5. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat perbedaan tingkat daya tarik guru Pendidikan jasmani setelah menggunakan Pembelajaran motorik berbasis permainan sebagai pembelajaran.

5.2.2 Implikasi Teoritis

Berdasarkan pengembangan Pembelajaran motorik berbasis permainan menciptakan perubahan keterampilan guru Pendidikan jasmani, yaitu berawal dari pembelajaran motorik yang menutamakan gerak anak Tunarungu maka dengan adanya model pembelajaran Pembelajaran motorik berbasis permainan maka siswa bisa gerak dengan menyenangkan dan terwujud kesegaran jasmani siswa dan tercapailah pembelajaran untuk anak Tunarungu.

Subjek dalam penelitian pengembangan ini adalah guru anak Tunarungu, yaitu anak yang bersekolah di Sekolah dasar luar biasa dan memiliki kemampuan rendah. Dikarenakan anak Tunarungu senang sekali melakukan pembelajaran yang disisipkan suatu permainan dalam pembelajaran.

Sesuai dengan hasil penelitian ini, peristiwa belajar yang terjadi adalah guru Pendidikan jasmani akan melatih dirinya sesuai dengan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki dalam pembelajaran sehingga memperoleh keterampilan yang dikuasai dalam penggunaan Pembelajaran motorik berbasis permainan.


(2)

5.3 Saran

1. Bagi guru pendidikan jasmani di sekolah hendaknya dapat menggunakan model permainan motorik ini di sekolah, sebagai materi pembelajaran agar lebih bervariasi.

2. Bagi guru pendidikan jasmani di sekolah hendaknya juga dapat mengembangkan model ini sesuai dengan kreativitas masing-masing yang tentunya berdasar pada karakteristik anak Tunarungu serta lingkungan masyarakat pendukungnya.

3. Bagi siswa, dengan adanya model pembelajaran ini maka akan lebih aktif dalam bergerak dan tanpa paksaan sehingga akan tercapai tujuan pembelajaran dan kebugaran jasmani.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulah, Arma. dkk. 1999. Dasar-dasar Pendidikan Jasmani. Jakarta : Depdikbud. Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:

Rinekacipta.

Borg and Gall. 2003. Educational Research: An Introduction. London: Longman, Inc.

Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rinekacipta .

Carpenter, Eric J. 2010. The Tactical Games Model Sport Experience: an Examination of Student Motivadition and Game Performance During an Ultimate Frisbee Unit (Dissertation). University of Massachusetts- Amherst Charles A Perfetti, et al. 2000 judul Reading Optimal Builds on Spoken Language:

Implications for Deaf Readers. Journal learning research and development center university of Pittsburgh.

Degeng, Nyoman S. 2013. Ilmu Pembelajaran Klasifikasi Variabel untuk Pengmbangan Teori dan Penelitian. Bandung: Kalam Hidup.

Delphie, Bandi. 2007. Pembelajaran Untuk Anak dengan Kebutuhan Khusus. Jakarta: Depdiknas.

Depdikbud. 2006. Terapi Okupasi, Bermain, dan Musik untuk Anak Tunagrahita. Jakarta: Depdikbud.

Depdikbud. 2006. Penelitian bagi Guru Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud. Depdiknas. 2007. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Fisik Motorik di

Taman Kanak-kanak. Jakarta: Depdiknas.

Dick and Carey. 2005. The Systematic Design of Instuction. New York: Longman.. Dimyati dkk. 2006. Belajar dan Pembelajaran cetakan ke-3. Jakarta : Rineka Cipta. Dirgunarsa, Singgih. 1999. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK


(4)

Ditjen Olahragara Masyarakat. 2002. Model Pengembangan Motorik Anak Prasekolah. Jakarta: Depdiknas.

Efendi, Mohammmad. 2006. Pengantar Psikologi Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Fergus P. Hughes. 2010. Children, Play, and Development (4thed). London: SAGE Publication.

Gustiana, Asep Deni. 2005. Pengaruh Permainan Modifikasi terhadap Kemampuan Motorik Kasar dan Kognitif Anak Usia Dini. Jurnal Kependidikan. Agustus no. 2 hal. 192. Bandung: UPI.

Haenudin. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu.Jakarta: Luxima metro media

Hasyim, Adelina, dkk. 2012. Panduan Penulisan Tesis Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Lampung. Lampung : PPs TP Unila. Joyce, Bruce. 2009. Model of Teaching. USA : Pearson

Jumesam. 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Motorik untuk Anak SD. Tesis magister, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Kartono, Kartini. 2000. Patologi Sosial 3: Gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Kosasih, Engkos. 1994. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SLTP Jilid 1. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Magill, Richard A. 2007. Motor Learning and Control Concepts and Application (8thed). New York: McGraw-Hill.

Melinda, Elly Sari. 2013. Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama. Jakarta: Luxima metro media

Metzler, M. 2000. Instructional Model for Physical Education. Boston: Allyn & Bacon

Miarso, Yusuf Hadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Missiuna, Cheryl. 2003. Children with Developmental Coordination Disorder.

Diambil pada tanggal 29 juni 2011, dari www. fhs.memaster.ca/canchild. CH. MS. Sumantri. 2005. Model Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia Dini.


(5)

Mumpuniarti. 2007. Penanganan Anak Tunagrahita (Kajian dari Segi Pendidikan, Sosial - Psikologis dan Tindak Lanjut Usia Dewasa). Yogyakarta: FIP UNY. ---. 2000. Ortodidaktik Tunagrahita. Yogyakarta: FIP UNY.

---. 2007. Pembelajaran Akademik Bagi Tunagrahita. Yogyakarta: FIP UNY.

Mutohir, Toho Cholik. 2005. Gagasan-gagasan Tentang Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Unesa Unversitas Press: Surabaya

Pitcher. et al. 2003. Fine and Gross Motor Ability in Males with ADHD. Proquest Science Journals, Vol. 45, 2003.Di ambil pada tanggal 4 mei 2011, dari http://proquest.com.

Pontjopoetro, Soetoto dkk. 1999. Permainan Anak, Tradisional dan Aktivitas ritmik. Jakarta: Depdikbud.

Prawiradilaga, dkk. 2008. Prinsip Disain Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Rithaudin, Ahmad. 2009. Model Permainan di Air sebagai Pembelajaran Pendidikan Jasmani bagi Anak Sekolah Dasar Kelas Bawah (Tesis), Yogyakarta, UNY. (tidak diterbitkan).

Reigeluth. Et al. 2007. Instructional Design Theories and Models. Newyork: Routledge.

Siti Chalidah, Ellah. 2005. Terapi Permainan bagi Anak yang Memerlukan Layanan Pendidikan Khusus. Jakarta: Depdiknas.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatir, R & D. Bandung: Alfabeta.

Sriwidati dkk. 2007. Pendidikan Jasmani dan Olahraga Adaptif. Jakarta: Depdiknas. Suherman, Adang. 2000. Dasar-dasar Penjaskes. Jakrta: Depdiknas

Sumaryanti, dkk. 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Jasmani Adaptif untuk Optimalisasi Otak Anak Tunagrahita. Jurnal Kependidikan. Mei no. 1 hal. 29. Yogyakarta: FIK UNY.

Sutjihati Somantri. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa, cetakan ke 2. Bandung: Refika Aditama.


(6)

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

---. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Bandung: Bumi Aksara. Wirjasantosa, Ratal. 1984. Supervisi Pendidikan Olahraga. Jakarta: UI Press