TAFSIR AYAT-AYAT EKONOMI AL-QUR’AN Sisi lain yang menarik dari ayat di atas adalah kesan yang ditimbul-

66 TAFSIR AYAT-AYAT EKONOMI AL-QUR’AN Sisi lain yang menarik dari ayat di atas adalah kesan yang ditimbul-

  kannya bahwa sebagai individu, manusia diperkenankan untuk mencari dan mengumpulkan harta. Di samping itu, manusia juga diperbolehkan untuk memanfaatkan harta tersebut demi kesenangan hidupnya secara individu. Sampai di sini, “nilai-nilai kapitalisme Islam” itu sebenarnya memberi ruang kepada kita untuk menggunakan harta yang kita miliki untuk kesenangan diri sendiri. Agama membolehkan kita untuk menikmati harta dan bersenang-senang dengannya. Norma yang mestinya harus tetap dijaga adalah, kesadaran teologis bahwasanya harta tersebut merupakan rizqi dari Allah SWT yang harus senantiasa disyukuri. Di samping itu, dalam memanfaatkan harta kita diingatkan untuk tidak berprilaku mubazir, boros dan berlebih-lebihan.

  Tidak kalah pentingnya, setelah terpenuhinya kebutuhan pribadi, harta juga harus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga dan kepentingan sosial, terlebih lagi orang-orang yang sedang berada dalam kesulitan. Dengan kata lain, harta yang kita miliki juga memiliki fungsi sosial. Dengan kata lain, sejatinya, harta yang kita miliki tidak sepenuhnya milik kita. Di dalamnya ada hak orang lain yang harus ditunaikan. Perintah ini ditemukan pada Q.S.al-Isra’17:26

  ∩⊄∉∪ ·ƒÉ‹ö7s? ö‘Éj‹t7è? Ÿωuρ È≅‹Î6¡¡9 t⎦ø⌠uρ t⎦⎫Å3ó¡Ïϑø9uρ …çμ¤)ym 4’n1öà)ø9 sŒ ÏNu™uρ

  Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan harta .

  Ketika menjelaskan ayat di atas, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa, Allah menjadikan hal-hal di atas indah bagi manusia secara naluriah dan fitriah karena Allah menugaskan makhluk sempurna ini membangun dan memakmurkan bumi. Untuk melaksanakan tugas kekhalifahan itu, manusia harus memiliki naluri mempertahankan hidup di tengah aneka makhluk, baik dari jenisnya maupun dari jenis makhluk hidup lainnya, yang memiliki naluri yang sama. Naluri inilah yang merupakan pendorong utama bagi segala aktifitas manusia. Dorongan ini mencakup dua hal, yaitu (1) memelihara diri dan (2) memelihara jenis. Dari keduanya lahir aneka dorongan seperti memenuhi kebutuhan

  TAFSIR AYAT-AYAT EKONOMI AL-QUR’AN

  sandang, pangan, papan, keinginan untuk memiliki dan hasrat untuk menonjol. Semuanya berhubungan erat dengan dorongan fitrah memelihara diri. Adapun dorongan seksual berkaitan dengan upaya manusia memelihara jenisnya. 3

  Pada bagian akhir ayat ada pernyataan (dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga). Penggalan akhir ayat di atas seolah-olah mengingatkan manusia yaitu memanfaatkan harta hendaklah sejalan dengan petunjuk-petunjuk Allah SWT. Namun demikian, ada makna yang lebih dalam lagi. Jika manusia seperti yang diisyaratkan pada pangkal ayat, selalu berusaha keras untuk memperoleh apa yang menye- nangkannya, perempuan dan anak laki-laki, sekedar menyebut contoh, pada akhir ayat Allah mengingatkan seharusnya manusia lebih keras lagi berusaha untuk memperoleh apa yang ada pada sisi Allah.

  Berkaitan dengan hal ini, M. Quraish Shihab menyatakan, ungkapan di sisi Allah terdapat kesudahan yang baik, menegaskan bahwa sejatinya pandangan seseorang haruslah melampaui batas masa kini dan masa depannya yang dekat, menuju masa depan yang jauh. Visi masa depan yang jauh merupakan etika pertama dan utama dalam setiap aktivitas, sehingga pelakunya tidak sekedar mengejar keuntungan sementara atau sesuatu yang bersifat temporer karena segera habis. Al-Qur’an juga meng-ingatkan, sukses yang diperoleh mereka yang berpandangan dekat bisa saja melahirkan penyesalan di akhir kelak.

  Berkaitan dengan ini, firman Allah berikut ini layak untuk direnungkan, sebagaimana terdapat pada QS. Al-Isra’ Ayat 18-19.

  tΛ©⎝yγy_ …çμs9 oΨù=yèy_ ¢ΟèO ߉ƒÌœΡ ⎯yϑÏ9 â™!t±nΣ tΒ yγŠÏù …çμs9 uΖù=¤ftã s'sÅ_yèø9 ߉ƒÌムtβx. ⎯¨Β Ö⎯ÏΒ÷σãΒ uθèδuρ yγuŠ÷èy™ oλm; 4©tëy™uρ nοtÅzFψ yŠu‘r ô⎯tΒuρ ∩⊇∇∪ Y‘θãmô‰¨Β YΒθãΒõ‹tΒ yγ8n=óÁtƒ ∩⊇®∪ Y‘θä3ô±¨Β Οßγã‹÷èy™ tβŸ2 y7Íׯ≈s9'ρé'sù