TAFSIR AYAT-AYAT EKONOMI AL-QUR’AN menyatakan, khitab ayat di atas ditujukan kepada seluruh manusia

54 TAFSIR AYAT-AYAT EKONOMI AL-QUR’AN menyatakan, khitab ayat di atas ditujukan kepada seluruh manusia

  (li al-nasi ‘umuman) dan bukan khusus untuk para wali. 2

  Selanjutnya yang disebut dengan al-safih adalah anak-anak (shabiy), perempuan dan setiap orang yang berprilaku mubazir. Dalam pengertian lain, Muhammad Rawas Qal’aji dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha menjelaskan safih atau sufaha adalah orang yang tingkat kecerdasannya masih rendah (khiffah al-‘aql) dan tidak mampu mengurus harta (su’u tasharruf). Menurut Prof. Amiur Nuruddin, kapasitas pribadi pengelolaan harta menjadi perhatian utama dalam ekonomi syari’ah, sehingga kepada anak-anak yatim yang masih di bawah umur juga tidak diberi peluang untuk mengurus hartanya, dan kepada walinya terpikul tanggung jawab untuk mengelola dan mengembangkan harta itu. 3

  Selanjutnya, Thabari menyatakan yang dimaksud dengan al- sufaha’ mereka anak kecil (yatama) atau anak perempuan, atau anak perempuan kecil yang yatim. Bisa juga dipakai makna yang lebih umum bahwa tunjukan ayat tersebut adalah setiap orang yang berprilaku mubazir dan membutuhkan perlidungan dan pengawalan. Adalah menarik mencermati pendapat Muhammad Abduh yang mengatakan, makna al-safih mencakup anak kecil atau dewasa, laki-laki atau perempuan. Inilah yang menurutnya ahsan al-qaul. 4

  Lepas dari ragam penafsiran tentang safih, kita dapat melakukan indetifikasi bahwa esensi dari al-safih itu adalah perilaku mubazir, apakah dalam konteks mentasarrufkan (mengelola) harta atau bodoh dalam mentasarrufkan (mendayagunakan) keuntungan yang diperolehnya. Dengan kata lain, safih adalah siapa saja yang tidak memiliki kecerdasan finansial.

  Agaknya yang lebih mudah untuk memahami kata safih adalah

  2 Rafiq Muhammad Yunus, Al-Ijaz al-Iqtishadi Li Al-Qur’an Al-Karim, Damasyqus, Dar Al-Qalam,2005, h. 33-34

  3 Amiur Nuruddin, Dari Mana Sumber Hartamu, Jakarta, Erlangga, 2011, h. 349-340

  4 Rafiq Muhammad Yunus, Al-Ijaz Al-Iqtishad ,h. 33-34,

  TAFSIR AYAT-AYAT EKONOMI AL-QUR’AN

  dengan mengkaji lawan katanya, al-rusyd. Kata rusyd menurut jumhur ulama ushul dan fiqh adalah salah al-mal (orang yang sadar dalam melakukan perbuatan baik berdasarkan rasionalitas), bahkan Imam Syafi’i mengatakan makna rusyd adalah salah al-mal dan al-din ma’an. Salah al-mal dapat diterjemahkan orang yang mampu mengelola hartanya sehingga melahirkan kebaikan untuk dirinya dan bagi orang lain. Salah al-mal juga bermakna orang yang mampu memproduktifkan hartanya, menumbuhkannya dan mengembangkannya.

  Menyerahkan harta kepada orang yang tidak mampu mengelolanya dipahami sebagai orang yang tidak menjadikan hartanya sebagai qiyaman atau pokok kehidupan, baik dalam konteks individu ataupun sosial. M. Quraish Shihab di dalam Tafsirnya mengutip pendapat Ibn Asyur dengan mengatakan,” Apabila harta berkurang dalam satu masyarakat, maka kebutuhan hidup mereka pasti serba kekurangann pula. Jika anggaran belanja dan pendapatan satu negara rendah, pastilah pendapatan perkapitanya pun rendah, demikian pula sebaliknya, dan ketika itu kemiskinan akan melanda mereka, dan ini pada gilirannya menjadikan mereka tergantung pada masyarakat atau bangsa lain yang tidak mustahil akan merendahkan martabat bangsa itu, bahkan menjajahnya. Itulah sebabnya mengapa ayat ini menyatakan amwalikum (harta kamu), yaitu kamu wahai seluruh manusia.

  M. Quraish Shihab juga menyatakan pada ayat berikutnya Allah SWT menggunakan kata “warzuquhum fiha” bukan “minha, sesungguhnya menunjukkan bahwa ajaran Al-Qur’an pada ayat ini adalah, harta yang dimiliki seorang wali, sejatinya harus dikembangkan atau diproduktifkan. Apakah akan dijadikannya sebagai modal atau menambah modal usahanya sendiri. Harta tersebut mestilah dikembangkan dan tidak boleh dibiarkan begitu saja. Dalam konteks pemeliharaan anak yatim, harta yang dikembangkan ini tidak saja berguna bagi keluarga tetapi juga sangat berguna bagi anak yatim tersebut. Biaya kehidupan wali dan anak yatim dapat diambil dari keuntungan harta yang diberdayakan tersebut. Namun jika kata yang dipakai adalah, warzuqukum minha, itu artinya biaya hidup anak yatim bahkan bisa jadi walinya, dapat diambil dari harta yang ditinggalkan tersebut.