Perkembangan Hukum Kepabeanan di Indonesia

Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, padahal nilai program dalam microsoft tersebut relatif berarti. Berdasarkan uraian diatas terbukti bahwa sumber penerimaan negara masih bisa diekstensifikasi melalui peraturan perundang-undangan. Dalam konteks penerimaan negara dan pengawasan keamanan negara, penyempurnaan pengertian kepabeanan harus diperluas sehingga mencakup kemungkinan obyek penerimaan yang lain.

2. Perkembangan Hukum Kepabeanan di Indonesia

Hukum Kepabeanan atau Douane Bahasa Prancis atau Customs Bahasa Inggris dewasa ini yang berlaku di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Sejak Indonesia merdeka, undang-undang tentang kepabeanan belum dapat dibentuk sehingga berdasarkan pasal I Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang berbunyi: ”Segala Badan Negara dan Peraturan yang masih ada langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang- Undang Dasar ini.” 80 maka ketentuan-ketentuan kepabeanan peninggalan kolonial Belanda, yaitu: Undang-Undang Tarief Indonesia Indsche Tarief Wet Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35, Ordonasi Bea Rechten Ordonnantie Staatsblad Tahun 1882 Nomor 240, dan Ordonasi Tarief Tarief Ordonnantie Staatsblad Tahun 1910 Nomor 628 tetap berlaku. 80 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945hasil amandemen IV, Pasal I Aturan Peralihan. Universitas Sumatera Utara Karena perkembangan politik yang tidak memungkinkan terciptanya Undang- Undang Kepabeanan produk bangsa sendiri maka produk kolonial Belanda tersebut di atas tetap berlaku dengan beberapa perubahan yang bersifat parsial sesuai dengan perkembangan ekonomi dan politik. Perubahan pertama pada tahun 1949, yaitu bea keluar berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Tarief Indonesia Lampiran B dicabut dengan Ordonasi Bea Keluar Umum 1949 Staatsblad Nomor 39, dimana jenis barang yang dikenakan bea keluar semula jumlah 10, tinggal menjadi 2 yaitu timah putih dan biji timah putih. Berdasarkan Keputusan Dewan Moneter tanggal 18 Juli 1957 Nomor 30, Ordonasi Bea Keluar Umum 1949 juga dicabut. Perubahan berikutnya pada tahun 1952 adalah penambahan Pasal 3 ayat 2 sub d Undang-Undang Tarief Indonesia tentang pembebasan bea masuk atas barang pindahan yang sudah dipakai dan penambahan Pasal 3 ayat 2 sub e tentang pembebasan bea masuk atas barang-barang yang dikirim sebagai hadiah untuk tujuan kesejahteraan rohani penduduk, maksud amal umum, dan kebudayaan. Kelesuan ekonomi dengan turunnya harga minyak dan gas bumi di pasaran internasional sekitar tahun 1980-an, memaksa pemerintah mencari jalan untuk menyelamatkan perekonomian nasional. Kebijaksanaan yang diadakan adalah melakukan deregulasi dan debirokratisasi untuk menunjang kegiatan ekspor non migas. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan instansi yang terkait erat dengan ekspor-impor dan dianggap sebagai salah satu penyebab timbulnya biaya Universitas Sumatera Utara ekonomi tinggi sehingga dregulasi dan debirokratisasi terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus dilakukan. 81 Atas dasar pemikiran tersebut pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi, yang menangguhkan sebagian besar ordonasi- ordonasi kepabeanan yang berlaku dan memangkas kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam mengawasi lalu lintas ekspor-impor. Dampak dari Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 1985 yang ditindaklanjuiti dengan Keputusan Presiden Nomor 45 tahun 1985 tanggal 11 April 1985 adalah bergesernya tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dari fungsi fiskal menjadi fungsi pengawasan dan pelayanan untuk mendorong kelancaran arus barang. Peraturan yang ditangguhkan oleh Keputusan Presiden tersebut antara lain: bab V pasal 19 Ordonasi Bea tentang kewenangan Menteri Keuangan untuk menetapkan daftar harga yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung bea masuk dan bea keluar, Reglement A pasal 48 tentang Aangifte van inlanding AVI atau surat pemberitahuan muat barang antar pulau, dan Reglement A pasal 58 tentang surat keterangan muatan kapal. Pemeriksaan barang impor dikontrakkan oleh pemerintah kepada PT Surveyor Indonesia PT SI. PT SI selanjutnya melakukan sub kontrak dengan Surveyor asing SGS yang melakukan pemeriksaan barang di negara asal barang tersebut yang 81 Awidya Mahadewi, Dinamika Hukum Kepabeanan di Indonesia, www.google.com , diakses tanggal 20 Juli 2010 Universitas Sumatera Utara dikenal dengan sistem pemeriksaan pra pengapalan preshipment inspection, sedangkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai hanya berwenang memerika barang yang tidak dilengkapi Laporan Pemeriksaan Surveyor LPS dengan nilai pabean dibawah Free on Board FOB US 5.000, sedangkan untuk barang ekspor yang telah mendapat sertifikasi ekspor dilakukan pemeriksaan di tempat tujuan ekspor oleh Surveyor yang ditunjuk oleh Pemerintah SGS. Pengecualian dari ketentuan ini hanya dalam hal Direktur Jenderal Bea dan Cukai menginstruksikan secara tertulis kepada petugas di lapangan untuk melakukan pemeriksaan barang dengan alasan adanya kerugian tentang larangan atau batasan ekspor-impor serta pelarian pajak ekspor-impor. 82 Ketika itu terjadi permasalahan hukum, bahwa dari perspektif yuridis formal Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 telah menyimpang dari hirarki peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia menurut Ketetapan MPRS Nomor XXMPRS1966, karena Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1985 tanggal 11 April 1985 telah menangguhkan beberapa ketentuan Ordonansi Kepabeanan. Diketahui bahwa ordonansi adalah setingkat dengan Undang-Undang sedangkan Keputusan Presiden adalah peraturan pelaksana dari Undang-Undang, oleh karena itu berdasarkan salah satu asas dalam hukum: ”Suatu peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya, dan suatu 82 Ibid Universitas Sumatera Utara peraturan perundang-undangan hanya boleh diubah, diganti atau dicabut dengan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sederajat”, 83 Produk hukum berupa Instruksi Presiden tersebut adalah cacat hukum, permasalahan dari perspektif ekonomis adalah bahwa surveyor SGS yang secara tidak langsung dikontrak oleh pemerintah harus dibayar sebanyak 400 milyar rupiah per tahun. Jumlah ini cukup banyak bagi suatu negara berkembang seperti Indonesia jika dibandingkan dengan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan salah satu program pemerintah tentang Inpres Desa Tertinggal yang hanya 100 milyar rupiah per tahun. 84 Volume perdagangan antar negara yang meningkat pesat baik jumlah maupun jenisnya, penggunaan sarana transportasi cepat dalam rangka memenuhi kebutuhan baik bahan baku untuk industri maupun barang konsumsi dan telekomunikasi yang semakin canggih menciptakan pola-pola baru dalam dunia perdagangan dan transaksi internasional. Peningkatan perdagangan internasional yang pesat tersebut tidak dapat dipisahkan dari peranan DJBC dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari yang memainkan peranan kunci dalam kegiatan tersebut, karena dalam setiap transaksi perdagangan internasional selalu melibatkan paling sedikit dua intervensi institusi DJBC, satu pada saat ekspor dan satu lagi pada saat impor. 83 C.S.T Kansil, Praktek Hukum Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia, Jakarta, Erlangga, 1983, hal. 15. 84 Suhardjo, WCO Sarankan Sistem Pre Shipment Inspection Diganti Post Audit, “Media Indonesia, 11 Juli 1997, hal. 7. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu langkah-langkah pembaharuan regulasi berupa pengamanan keuangan negara, kemudahan administrasi, dan kepastian hukum serta antisipasi terhadap praktik penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional, sudah merupakan suatu kebutuhan yang mendesak. Dalam hal ini pemerintah pada tanggal 30 Desember 1995 menetapkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan yang berlaku efektif mulai 1 April 1997, meningkatkan peranan instansi DJBC dalam pelaksanaannya. Dan saat ini UU tersebut telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No.10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Harapan pemerintah atas pelayanan DJBC mengalami pergeseran terhadap tingkat dan lingkupnya. Sentra-sentra pelayanan yang beraneka ragam seperti perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual, aturan yang bersifat internasional seperti antidumping, antisubsidi, sistem penyampaian dokumen dengan prinsip pemberitahuan sendiri self assesment, serta penyampaian pemberitahuan tentang impor dan ekspor melalui media elektronik electronic data interchange. Hal-hal tersebut memperlihatkan adanya pergeseran titik berat peran DJBC yang signifikan yaitu dari perannya sebagai pengumpul dana dari cukai, pajak impor dan pajak ekspor revenue collection dan sebagai penegak aturan hukum atas ancaman masuknya barang maupun informasi yang dapat merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara law enforcement, menjadi pemberi fasilitas dan penyokong bagi kelancaran perdagangan internasional trade facilitator tanpa melupakan perannya seperti yang telah diuraikan diatas. Universitas Sumatera Utara Di satu sisi diharapkan DJBC mampu mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat usaha dan disisi yang lain harus mampu meningkatkan pengawasan atas tindakan-tindakan yang dapat merugikan bangsa dan negara. Hal ini menuntut institusi DJBC memiliki sistem pelayanan yang sederhana, efisien dan efektif serta sistem pengawasan yang dapat memenuhi segala tuntutan tanpa harus menghambat perdagangan itu sendiri. Kombinasi sistem yang dapat menjamin kelancaran arus barang dan dokumen yang di lain pihak dapat menjamin kelancaran arus barang dan dokumen yang dilain pihak dapat menjamin pengamanan hak atas keuangan negara yang bermuara pada pencapaian pelayanan prima, yaitu kombinasi dari sistem self assesment, risk management dan post audit. 85 Prinsip self assesment dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, yaitu: 86 ”Peran serta anggota masyarakat untuk bertanggung jawab atas pembayaran bea masuk melelui sistem menghitung sendiri bea masuk yang terhutang self assesment, dengan tetap memperhatikan pelaksanaan ketentuan larangan atau pembatasan yang berkaitan dengan impor dan ekspor.” Artinya masyarakat pengguna jasa kepabeanan diberikan kewenangan untuk mengisi pemberitahuan pabean yang meliputi jenis, kualitas, kuantitas barang yang 85 Permana Agung, “Implementasi dan Pasca Undang-Undang No. 10 Tahun 1995”, Makalah Disampaikan Pada Seminar tentang Sistem Dan Prosedur Ekspor-Impor Era Undang-Undang No.10 Tahun 1995, Jakarta, 9 Januari 1997, hal. 1. 86 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No. 75 Tahun 1995, TLN No. 3612 dalam Penjelasan Umumnya. Universitas Sumatera Utara diimpor dan atau ekspor, menetapkan klasifikasi tarif serta menghitung sendiri beanya dan membayar bea masuk dan pajak impor atau ekspor lainnya ke Bank tanpa campur tangan Aparat Bea dan Cukai. Selain itu pengguna jasa kepabeanan juga diberi keleluasaan untuk memilih alternatif dalam melakukan proses penyampaian pemberitahuan melalui PIB Pemberitahuan Impor Barang Disket maupun secara elektronik melaui sistem EDI Electronic Data Interchange. Konsep risk management menekankan bahwa pemeriksaan fisik barang di Kawasan Pabean diupayakan seminimal mungkin secara selektif menggunakan manajemen resiko dan kriteria-kriteria tertentu itupun dengan sangat selektif tanpa pretensi untuk menghambat kelancaran arus barang. Sistem post audit lebih ditekankan pada pemeriksaan pembukuan, catatan, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan transaksi impor dan ekspor yang diselenggarakan oleh para pelaku ekonomi, juga barang-barang yang berkaitan dengan impor dan ekspor milik mereka yang telah berada ditempat kedudukannya. 87 Dari uraian tersebut jelas bahwa audit kepabeanan dan cukai dilakukan setelah barang dikeluarkan dari Kawasan Pabean. Hal tersebut bukan berarti esensi pengawasan menjadi tidak penting, tetapi waktu dan lokasi pemeriksaan bahkan lingkup pemeriksaan digeser setelah barang meninggalkan area pelabuhan dalam hal ini jelas peran trade facilitator dapat terwujud. 87 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No. 75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 49. Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa buku, catatan, surat menyurat yang bertalian dengan impor dan ekspor, dan sediaan barang dari importir, eksportir, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan atau pengusaha pengangkutan untuk kepentingan audit di bidang Kepabeanan. Universitas Sumatera Utara

B. Peranan Kepabeanan dalam Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual