Penangguhan Pengeluaran Berdasarkan Perintah Tertulis dari

Perlu dicatat bahwa walaupun pejabat DJBC adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS dalam kasus pelanggaran kepabeanan, tetapi PPNS Bea dan Cukai di bidang HaKI tidak mempunyai kewenangan ‘ex oficio’ karena jabatan, penanganan kasusnya seterusnya diserahkan kepada Kepolisian Republik Indonesia Polri atau PPNS Direktorat Jenderal HaKI, untuk proses hukum lebih lanjut. Dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan, tindakan penangguhan pengeluaran barang yang diduga melanggar HaKI oleh Bea dan Cukai dapat dilaksanakan berdasarkan dua alasan, yaitu: 1. Berdasarkan Perintah Tertulis dari Ketua Pengadilan Negeri Setempat; 58 2. Dilakukan karena jabatan ex oficio, apabila terdapat bukti yang cukup bahwa barang tersebut merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta. 59

1. Penangguhan Pengeluaran Berdasarkan Perintah Tertulis dari

Ketua Pengadilan Negeri Setempat Pengadilan Niaga Setempat Dalam Article 51 TRIPs Agreement diatur bahwa dalam hal pemilik atau pemegang hak memiliki bukti yang cukup untuk menduga adanya impor barang yang melanggar hak merek atau hak cipta, ia dapat mengajukan permintaan tertulis kepada pihak yang berwenang –administratif atau judicial- untuk dilakukannya penangguhan pengeluaran barang tersebut oleh Bea dan Cukai. 58 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No.75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 54. 59 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No.75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 54. Universitas Sumatera Utara TRIPs tidak menentukan kepada pihak mana competent authorities permintaan penangguhan ini harus diajukan, hal ini tergantung pada ketentuan yang berlaku di masing-masing negara, dengan demikian permintaan tersebut dapat diajukan kepada pihak pengadilan judicial atau kepada instansi-instansi lain administratif termasuk yang diajukan langsung kepada pihak kepabeanan. Berdasarkan Pasal 54 Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, maka di Indonesia permintaan oleh pemilik atau pemegang hak tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Setempat. Dengan dipilihnya jalur permintaan melalui pengadilan ini, maka diperlukan adanya Perintah Tertulis dari Ketua Pengadilan Negeri Setempat kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melaksanakan penangguhan pengeluaran barang. Masalahnya adalah terdapat perbedaan jurisdiksi pengadilan yang berwenang menetapkan penangguhan sementara injunction maupun memeriksa pelanggaran HaKI antara Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan menunjuk Pengadilan Negeri dengan perundang-undangan di bidang HaKI menunjuk Pengadilan Niaga. Sehingga ada kemungkinan dua alternatif yang bisa diajukan: a. Memberikan kewenangan ke Pengadilan Niaga untuk menetapkan injunction maupun untuk memutus perkara pelanggaran HaKI, dengan pertimbangan sebagai upaya penundukan diri kepada rezim HaKI sesuai adagium lex posteriori derogate lex priori undang-undang yang berlaku belakangan Universitas Sumatera Utara mengesampingkan undang-undang yang berlaku terdahulu. Sedangkan untuk mengatasi keterbatasan jumlah Pengadilan Niaga, pemegang hak dapat melakukan upaya mekanisme penangguhan karena jabatan ex oficio. b. Tetap memberikan kewenangan ke Pengadilan Negeri untuk menetapkan injunction maupun untuk memutus perkara pelanggaran HaKI, dengan pertimbangan untuk menampung ketentuan dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan serta untuk mengatasi keterbatasan jumlah Pengadilan Niaga dibandingkan Pengadilan Negeri yang terdapat hampir di semua border DBJC. Di beberapa negara, permintaan semacam ini diajukan kepada Bea dan Cukai tanpa melalui pengadilan. Prosedur pengajuan permintaan kepada Bea dan Cukai ini dalam pelaksanaannya jauh lebih efektif dibandingkan dengan pengajuan permintaan kepada Pengadilan Negeri, karena Bea dan Cukai dapat bertindak langsung berdasarkan data-data yang disampaikan pemilik atau pemegang hak dalam permohonannya. 60 Kewajiban Pejabat Bea dan Cukai atas penerimaan Perintah Tertulis dari Pengadilan Negeri adalah: 61 60 Lihat Nill Vistor, Trademark Anticounterfeiting in Asia and The Pasific, New York: International Trademark Assosiation, 2001, hal 44-46 mengenai penanganan HKI oleh Bea Cukai Amerika Serikat dan hal. 295-296 mengenai penanganan HKI oleh Bea Cukai Jepang. Lihat juga Ade Maman Suherman, “Penegakan Hukum atas Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia,” Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 23 No. 1, 2004, hal 86-91. 61 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No.75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 55. Universitas Sumatera Utara a. Memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir, atau pemilik barang mengenai adanya perintah penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspornya; b. Melaksanakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan Pabean, terhitung tanggal diterimanya Perintah Tertulis. Berdasarkan Pasal 55 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang telah diubah menjadi UU No. 17 tahun 2006 62 , maka permintaan penangguhan pengeluaran barang kepada Ketua Pengadilan Negeri Setempat, diajukan dengan disertai: a. Bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang bersangkutan; b. Bukti pemilikan merek atau hak cipta yang bersangkutan; c. Perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang dimintakan penangguhan pengeluaran barangnya agar dengan cepat dapat dikenali oleh Pejabat Bea dan Cukai; dan d. Jaminan. 62 Bandingkan dengan Article 52 the TRIPs Agreement: “Any right holder initiating the procedures under Article 51 shall be required ti provide adequate evidence to satisfy the competent authorities that, under the laws of the country of importation, there is prima facie an infringement of the right holder’s intellectual property right and to supply a sufficiently detailed description of the goods to make them readily recognizable by the customs authorities. The competent authorities shall inform the applicant within a reasonable period wheter they hava accepted the application and, where determined by the competent authorities, the period for with the customcs authorities will take action.” Universitas Sumatera Utara Contoh bukti-bukti mengenai adanya pelanggaran merek yang dapat diajukan antara lain: 63 a. Nama dan alamat importer atau eksportir dan atau penerima barang yang diduga melanggar HaKI; b. Negara asal barang yang diduga melanggar HaKI; c. Negara pembuat barang yang diduga melanggar HaKI; d. Nama dan alamat orang atau perusahaan yang terlibat dalam pembuatan dan pendistribusian barang yang diduga melanggar HaKI; e. Cara pengangkutan dan identitas alat pengangkut yang diduga melanggar HaKI; f. Perkiraan pelabuhan dimana pemberitahuan impor ekspor akan diajukan; g. Perkiraan tanggal penyerahan pemberitahuan impor ekspor kepada Bea dan Cukai; h. Nomor Tarif Pos Harmonized System dari barang yang diduga melanggar HaKI apabila diketahui. Masalahnya adalah, karena dengan belum adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai definisi “bukti yang cukup” dan besarnya jaminan yang dipertaruhkan tersebut, dapat menimbulkan masalah dilematis terutama bagi para 63 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, op.cit., hal. 11. Universitas Sumatera Utara pihak DJBC dan Ketua Pengadilan Niaga atau Negeri dalam memutuskan perkara ekspor-impor barang hasil pelanggaran HaKI tersebut. Bukti permulaan yang cukup mengenai adanya pelanggaran HaKI merupakan syarat mutlak sebelum mengambil keputusan untuk menangguhkan pengeluaran barang dari kawasan pabean, baik bagi Ketua Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri dalam passive action procedure maupun bagi pihak DJBC dalam active procedure. Sementara itu, ketentuan mengenai jaminan yang dipertaruhkan oleh pihak yang meminta penangguhan pengeluaran barang juga sangat penting dan bersifat mutlak. Hal ini untuk menghindarkan penyalahgunaan tindakan penangguhan tersebut untuk praktik dagang yang merugikan pihak lain, antara lain untuk melumpuhkan atau melemahkan saingan dagangnya. 64 Oleh karena itu, pihak yang meminta penangguhan pelanggaran barang wajib menaruh jaminan yang cukup nilainya, yang tujuannya adalah: a. Melindungi pihak yang diduga melakukan pelanggaran dari kerugian yang tidak perlu; b. Mengurangi kemungkinan berlangsungnya penyalahgunaan hak; dan c. Melindungi pejabat Bea dan Cukai dari lingkungan adanya tuntutan ganti rugi karena dilaksanakannya perintah penangguhan. 64 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, LN No. 75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Penjelesan Pasal 55. Bandingkan dengan Article 53 1 the TRIPs Agreement: “The competent authorities shall have the authority to require an applicant to provide a security or equivalent assurance sufficient to protect the defendant and the competent authorities and to prevent abuse. Such security or equivalent assurance shall not unreasonably deter recourse to these procedures”. Universitas Sumatera Utara Sehingga apabila barang yang diduga melanggar HaKI telah ditangguhkan pengeluarannya oleh Bea dan Cukai, maka pemiliki atau pemegang hak menggunakan kesemmpatan dalam jangka waktu 10 hari kerja dan mungkin diperpanjang 10 hari kerja lagi untuk melakukan langkah-langkah atau upaya-upaya hukum dalam mempertahankan haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat. 65 Kepentingan pemilik barang diabaikan, sehingga dalam keadaan tertentu misalnya kondisi atau sifat barang yang cepat rusak, importir, eksportir atau pemilik barang impor atau ekspor, dapat mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memerintahkan secara tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai agar mengakhiri penangguhan pengeluaran barang. Dalam pengajuan permintaan ini, pihak-pihak tersebut juga harus menyerahkan jaminan yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, huruf d. 65 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tantang Kepabeanan, LN No. 75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 57. Bnndingkan dengan Article 55 the TRIPs Agreement: “If, Within a period not exceeding 10 working days after applicant has been served notice of the suspension, the customs authorities have not been informed that proceedings leading to a decision on the merits of the case have been initiated by a party other than the defendant, or that duly empowered authority has taken provisional measures prolonging the suspension of the goods, the goods shall be released, provided that all other other conditions for importation or exportation have been complied with; in appropriate cases, the time- limit may be extended by another 10 working days. If preceedings leading to a decision on the merits of the case have been initiated, a review, including a right to be heard, shall take place upon request of the defendant with a view to deciding, within a reasonable period, whether these measures shall be modified, revoked or confirmed. Nothwithstanding the above, where the suspension of the release of goods is carried out or continued in accordance with a provisional judicial measure, the provisions of paragraph 6 of Article 50 shall apply.” Universitas Sumatera Utara Selanjutnya apabila hasil pemeriksaan perkara kemudian terbukti bahwa barang impor atau ekspor yang ditangguhkan ternyata tidak merupakan atau tidak berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta, pemilik barang impor atau ekspor berhak untuk memperoleh ganti rugi dari pemilikpemegang hak yang meminta penangguhan. Ganti rugi sebagaimana dimaksud diatas diatur dalam Article 56 the TRIPs Agreement Indemnification of the Importer and of the Owner of the Goods, yaitu pembayaran kompensasi yang memadai atas kerugian yang terjadi karena penangguhan yang salah. 66 Prinsip yang berlaku dalam perlindungan HaKI ialah bahwa pemilik atau pemegang hak right owner atau right holder harus aktif untuk mempertahankan hak-haknya 67 , sedangkan peranan Bea dan Cukai adalah membantu terlaksananya 66 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No. 75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 61 ayat 1 dan 2. Bandingkan dengan Article 56 the TRIPs Agreement: “Relevant authorities shall have the authority to order the applicant to pay the importer, the consignee and the owner of the goods appropriate compensation for any injury caused to them through the wrongful detention of goods or through the detention of goods released pursuant to Article 55.” 67 Lihat A. Zen Umar Purba, “Perlindungan dan Penegakan Hukum HaKI,” Makalah Disampaikan Pada Acara Pelatihan Teknis Fungsional Peningkatan Profesionalisme, Diselenggarakan Oleh Pusdiklat Mahkamah Agung RI, Makassar, 20 November, hal. 4. Dalam perubahan perundang- undangan bidang HaKI yang baru, status delik berubah dari delik biasa menjadi delik aduan dengan alas an sebagai berikut : 1. Delik aduan sesuai dengan sifat HaKI adalah hak privat walaupun kita maklum hak privat itu pada gilirannya memegang peranan penting dalam dunis usaha. 2. Hanya pemegang hak-lah yang athu ada tidaknya pelanggaran atau tindak pidana terhadap karya intelektualnya sendiri yang notabene telah mendapatkan perlindungan; dalam beberapa kasus para pihak yang bersengketa dalam kaitan dengan HaKI, kemudia berdamai; namun sementara itukasus telah dilaporkan ke polisi atas dugaan tindak pidana oleh satu pihak; pelaporan tersebut tidak dapat dicabut kembali. 3. Delik biasa dapat menjadi boomerang karena setiap pihak termasuk pihak luar sangat mengharapkan dilakukannya tindakan “pembersihan” terus menerus terhadap tindak pidana termaksud tanpa perlunya diadukan; ini merupakan boomerang bagi kita sendiri. Namun demikian pemerintah berpendapat akan tetap dipertahankannya status kejahatan biasa di bidang Hak Cipta. Universitas Sumatera Utara perlindungan HaKI. Oleh karena itulah maka dalam prosedur penangguhan berdasarkan Pasal 54 Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan ini, pemilik atau pemegang hak harus aktif untuk mengumpulkan bukti-bukti, menyiapkan persyaratan yang diperlukan, dan mengajukan permintaan penangguhan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. 68 Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam rangka identifikasi atau pencacahan untuk kepentingan pengambilan tindakan hukum atau langkah-langkah untuk mempertahankan hal. Pemeriksaan dilakukan dengan sepengetahuan Pejabat Bea dan Cukai. 69 Karena permintaan penangguhan tersebut masih berdasarkan dugaan, maka kepentingan pemilik barang juga perlu diperhatikan untuk menjaga rahasia dagang atau informasi teknologi yang dirahasiakan yang digunakan untuk memproduksi barang tersebut. Dalam hal demikian, pemeriksaan hanya diizinkan secara fisik, 68 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No. 75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 58 ayat 1 dan 2. Bandingkan dengan Article 57 the TRIPs Agreement: “Without prejudice to the protection of confidential information, Members shall provide the detained by the customs authorities inspected in order to substantiate the right holder’s claims. The competent authorities shall also have authority to give the impoter an equivalent opportunity to have any such goods inspected. Where a positive determination has been made on the merits of a case. Members may provide the competent authorities the authority to inform the right holder of the names and addresses of the consignor, the importer and the consignee and of the quantity of the goods in question.” 69 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No. 75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 58 ayat 1. Universitas Sumatera Utara sekedar untuk mengidentifikasi atau mencacah barang yang dimintakan penangguhan. 70 Sebagaimana diuraikan diatas, jangka waktu penangguhan pengeluaran barang selama sepuluh dari kerja harus digunakan oleh pihak yang meminta penangguhan untuk melakukan tindakan hukum yang diperlukan dalam mempertahankan haknya. Dalam hal tindakan hukum untuk mempertahankan hak telah mulai dilakukan dalam jangka waktu sepuluh hari pihak yang meminta penangguhan wajib secepatnya melaporkan kepada Pejabat Bea dan Cukai. 71 Apabila dalam jangka waktu sepuluh hari kerja Pejabat Bea dan Cukai tidak menerima pemberitahuan dari pihak yang meminta penangguhan bahwa tindakan hukum telah dilakukan, dan Ketua Pengadilan Negeri tidak memperpanjang secara tertulis, Pejabat Bea dan Cukai wajib mengakhiri tindakan penangguhan pengeluaran barang. Selanjutnya barang diprosesdiselesaikan sesuai ketentuan kepabeanan. 72 Dalam hal tindakan hukum telah diberitahukan dan Ketua Pengadilan Negeri tidak memperpanjang secara tertulis perintah penangguhan, Pejabat Bea dan Cukai mengakhiri tindakan penangguhan pengeluaran barang. 73 70 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No. 75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 58 ayat 2. 71 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No. 75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 59 ayat 2. 72 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No. 75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 59 ayat 1. 73 Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LN No. 75 Tahun 1995, TLN No. 3612, Pasal 59 ayat 3. Universitas Sumatera Utara

2. Penangguhan Pengeluaran Barang Karena Jabatan Ex-Officio Action