Pengolahan Sampah Teknologi Pengomposan

2.2. Pengolahan Sampah

Azwar 1990 mengatakan bahwa sampah adalah sebagian dari suatu yang tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, umumnya berasal dari kegiatan manusia dan bersifat padat. Definisi lain dikemukakan oleh Hadiwijoto 1983, sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi. Murtadho dan Gumbira 1998 membedakan sampah atas sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik meliputi limbah padat semi basah berupa bahan- bahan organik yang umumnya berasal dari limbah hasil pertanian memiliki sifat mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk. Sampah organik meliputi kotoran limbah peternakan, limbah pabrik gula, sisa makanan, daun, kertas, kulit buah – buahan, potongan sayuran dll. Pada dasarnya sampah organik merupakan bahan yang berasal makhluk hidup. Sampah organik inilah yang bisa dijadikan kompos.

2.3. Teknologi Pengomposan

Dalam pengertian modern, pengkomposan diartikan sebagai proses dekomposisi materi organik secara biologis menjadi material seperti humus dalam kondisi aerobik yang terkendali. Menurut Crawford 2003 kompos didefinisikan sebagai hasil dekomposisi parsialtidak lengkap, dipercepat secara artifisial dari campuran bahan-bahan organik oleh populasi berbagai macam mikroba dalam Universitas Sumatera Utara kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik. Pengomposan dengan bahan baku sampah organik merupakan teknologi yang ramah lingkungan, sederhana dan menghasilkan produk akhir yang sangat berguna bagi kesuburan tanah atau tanah penutup bagi landfill. Sedangkan Christopher J. Starbuck, seorang ahli holtikultura dari University of Missouri menjelaskan bahwa kompos merupakan bahan organik yang telah membusuk beberapa bagian partially decomposed sehingga warna gelap, mudah hancur crumbled, dan memiliki aroma seperti tanah earthy. Kompos dibuat melalui proses biologi, yaitu seperti penguraian pada jaringan tumbuhan oleh organisme yang ada dalam tanah soil. Ketika proses pembusukan selesai, kompos akan berwarna coklat kehitaman dan menjadi materi bubuk bernama humus. Proses yang terjadi dalam pembuatan kompos ini tidak jauh berbeda dengan proses pada penguraian tersebut, maka pembuatan kompos sering dianggap sebagai seni dalam merubah kematian menjadi kehidupan the of turning death into life. Sementara National Organic Gardening Centre yang berada di kota Coventry, Inggris dalam publikasinya menjelaskan, pembuatan kompos pada dasarnya adalah membuat suatu kondisi yang mendukung favourable condition bagi pertumbuhan populasi mikroorganisme dalam proses pembusukan untuk membuat material humus yang sangat penting bagi tanah. Pembusukan dalam pembuatan kompos akan lebih cepat speeded up dibandingkan dengan pembusukan yang terjadi pada proses alami. Universitas Sumatera Utara Komposisi sampah di Indonesia sebagian besar terdiri atas sampah organik, sekitar 50 sampai 60 dapat dibuat kompos. Apabila sampah organik ini dapat diolah menjadi kompos, maka akan diperoleh keuntungan sebagai berikut: 1. Memperpanjang umur tempat pembuangan akhir TPA, karena semakin banyak sampah organik diolah menjadi kompos, sehingga semakin sedikit sampah yang dikelola 2. Meningkatkan efisien biaya pengangkutan sampah, disebabkan jumlah sampah yang diangkut ke TPA semakin berkurang 3. Meningkatkan kondisi sanitasi di perkotaan 4. Dari segi sosial kemasyarakatan, pengomposan dapat meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengeolaan sampah kota dan meningkatkan pendapatan keluarga 5. Pengomposan berpotensi mengurangi pencemaran lingkungan perkotaan, karena jumlah sampah yang dibakar atau dibuang ke sungai menjadi berkurang. Selain itu aplikasi kompos pada lahan pertanian berarti mencegah pencemaran karena berkurangnya kebutuhan pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang berlebihan 6. Membantu melestarikan sumber daya alam. Pada dasarnya teknologi pengomposan yang selama ini diterapkan manusia meniru proses terbentuknya humus oleh alam dengan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme ada dua jenis, yaitu mikroorganisme yang membutuhkan oksigen Universitas Sumatera Utara tinggi aerob dan mikroorganisme yang bekerja pada kadar oksigen rendah anaerob. Pengomposan konvensionalwindrow adalah pengomposan yang biasa dilakukan oleh orang, dimana sampah organik ditumpuk diatas lantai sambil dibalik. Pengomposan dengan EM4 Effective Microorganism adalah model pengomposan dengan menambahkan suatu unsur untuk proses terjadinya pengomposan. Unsur tersebut salah satunya adalah EM4. Pengomposan merupakan salah satu solusi teknis yang baik bagi negara berkembang dalam rangka mereduksi sampah domestik, terutama bagi negara-negara dengan iklim tropis dan mempunyai masalah dengan tanah yang kurang subur. WHO World Health Organization menyatakan bahwa agar pengomposan dengan bahan baku sampah domestik dapat berjalan dengan baik, maka harus dapat dicapai beberapa persyaratan sebagai berikut : 1. Jenis sampah sesuai untuk pengomposan 2. Pangsa pasar untuk kompos maksimal berjarak 25 km dari kota 3. Dukungan dari instansi yang terkait dengan pertanian 4. Harga kompos terjangkau oleh para petani. Berdasarkan ada tidaknya asupan udara, pembuatan kompos dibedakan menjadi pengomposan secara aerobik dan pengomposan anerobik. Pengomposan aerobik, adanya udara dapat mempercepat proses pembusukan oleh mikroorganisme aerobik. Proses berlangsung cepat dan tidak menimbulkan bau. Sebaliknya oksigen tidak diperlukan dalam pengomposan anerobik. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan kebutuhan oksigen untuk pengomposan aerobik antara lain : 1. Pengomposan sistem windrow, merupakan metode yang paling sederhana dan sudah sejak lama dilakukan. Untuk mendapatkan aerasi dan pencampuran, biasanya tumpukan sampah organik tersebut dibalik diaduk. Hal ini dapat menghambat bau yang mungkin timbul. Pembalikan dapat dilakukan secara manual atau mekanis. Sistem windrow sudah berkembang di Indonesia untuk sekala kecil. 2. Pengomposan aerated static pile composting, udara dimasukkan melalui pipa statis ke dalam tumpukan sampah organik. Untuk mencegah bau yang timbul, pipa dilengkapi dengan exhaust fan. 3. In-veseel composting system, pengomposan dilakukan di dalam kontainer atau tangki tertutup. Proses ini berlangsung secara mekanik, untuk mencegah bau disuntikkan udara. 4. Vermicomposting, merupakan langkah pengembangan pengomposan secara aerobik dengan memanfaatkan cacing tanah sebagai perombak utama. Cacing tanah dilakukan pada saat kondisi material organik sudah siap menjadi media tumbuh kompos setengah matang. Dikenal 4 marga cacing tanah yang sudah dibudidayakan yaitu eisenia, lumbricus, perethima dan peryonix Yayasan Kirai Indonesia, 1996. 5. Effective Microorganisms EM4, merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman yang dapat diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi Universitas Sumatera Utara a. Bakteri Fotosintetik b. Bakteri Asam Laktat c. Ragi d. Actinomcetes e. Jamur Fermentasi Setiap jenis EM4 mempunyai fungsi masing-masing dalam proses fermentasi bahan organik, namun bakteri fotosintetik adalah pelaksana kegiatan EM4 yang paling utama. Bakteri ini mendukung kegiatan mikroorganisme lain dan di lain pihak bakteri ini memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme lain. Universitas Sumatera Utara

2.4 . Bahan Yang Dapat Dikomposkan