Hukum Perdata PENGATURAN KEGIATAN PERIKLANAN DALAM BERBAGAI

Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 98 Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa peraturan perlindungan konsumen sudah ada, namun terpencar di sana sini dan tidak merupakan satu konsep utuh. Berikut merupakan pengaturan kegiatan periklanan di Indonesia, antara lain :

1. Hukum Perdata

Apabila merujuk kepada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD, keduanya tidak memberikan pengertian maupun memuat kaidah-kaidah tentang periklanan secara khusus. Hal ini dapat dipahami karena kegiatan periklanan baru berkembang dengan sangat pesat setelah distribusi barang danatau jasa dari berbagai negara dapat dengan bebas masuk ke pasar Indonesia dengan mengusung tema era perdagangan bebas. 65 Di antara ketentuan-ketentuan yang termuat dalam KUH Perdata yang dapat dipergunakan untuk mengatur kegiatan periklanan adalah ketentuan tentang perbuatan melanggar atau melawan hukum Pasal 1365 KUH Perdata, serta ketentuan tentang ingkar janji wanprestasi, yaitu sepanjang iklan tertentu menimbulkan kerugian pada pihak lain. 66 Untuk meminta pertanggungjawaban para pihak dalam kegiatan periklanan yang tidak dilandasi adanya hubungan kontraktual maka ketentuan tentang perbuatan melawan hukum onrechtmatigedaad memberikan manfaat yang besar. Sedangkan ketentuan tentang ingkar janji wanprestasi dapat dipergunakan oleh 65 Erman Rajaguk-guk, “Pentingnya Perlindungan Komsumen Dalam Era Perdagangan Bebas”,dalam Husni Syawali, Neni Sri Imanyani Pen, “Hukum Perlindungan Konsumen”, Bandung : PT Mandar Maju, 2000. Hal. 3. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 99 para pihak dalam kegiatan periklanan apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi terhadap hal-hal yang disepakati dalam perjanjian. Bagi kebanyakan konsumen periklanan, hubungan dengan pelaku usaha periklanan tentu tidak dilandasi oleh adanya kontrak secara tertulis. Pada umumnya konsumen memperoleh informasi produk melalui media elektronik seperti radio, internet atau televisi, tanpa ada bukti tertulisnya. Sebagian konsumen lainnya memperoleh informasi dengan membaca iklan cetak di koran, majalah, maupun brosur yang diterbitkan pelaku usaha periklanan. Tentu timbul pertanyaan apakah iklan di media cetak atau elektronik tersebut mempunyai kekuatan sebagai suatu kontrak. Dari hal tersebut dapat kita lihat bahwa tidak ada hubungan langsung antara produsen dengan konsumen, namun itu bukanlah suatu alasan konsumen yang merasa dirugikan tidak dapat menuntut ganti rugi kepada produsen penjual. Penjualan produk telah dipromosikan lewat iklan pada media massa langsung kepada konsumen, dan karenanya produsen tidak dapat menggunakan alasan tentang tidak adanya hubungan langsung apabila konsumen menanggapi ilklan itu. Pada sistem hukum perdata kita sistem BW dimungkinkan gugatan ganti rugi atas dasar tidak adanya hubungan kontraktual diantara keduanya dengan menggunakan dasar perbuatan melawan hukum. 67 66 Badan Pembinaan Hukum Nasional 1 , op.cit, hal. 58. Oleh karena itu, konsumen dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada produsen atas adanya informasi yang menyesatkan, walaupun antar produsen dan konsumen tersebut tidak ada hubungan secara langsung, dengan dasar hukum perbuatan melawan hukum Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 100 Pasal 1365. Dan kalaupun ada hubungan langsung diantara keduanya, misalnya antara pembeli dan penjual, maka dasar gugatan untuk meminta ganti rugi adalah dengan mengajukan gugatan wanprestasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1243, 1320 dan 1338 KUH Perdata. Dalam kesempatan lain berkaitan dengan Pasal-Pasal KUH Perdata tersebut, A.Z.Nasution mengemukakan pendapatnya, bahwa iklan atau periklanan sangat erat kaitannya dengan kegiatan penawaran barang danatau jasa untuk dijual atau digunakan oleh konsumen. Dalam pesan iklan barang danatau jasa, tidak jarang secara tegas dinyatakan “janji” akan memberikan suatu hadiah berupa barang atau jasa lain, perjalanan ke luar negeri, ibadah haji, atau adanya potongan harga yang tentunya akan menarik konsumen apabila tawaran iklan tersebut dipenuhi dan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pelaku usaha. Pernyataan-pernyataan yang dibuat dalam bentuk iklan ini tentu saja dibuat dengan sengaja dan mempunyai tujuan tertentu. Pernyataan demikian dapat disimpulkan sebagai suatu pernyataan kehendak untuk membuat kesepakatan, yang apabila pernyataan itu ditanggapi dan disepakati oleh konsumen yang berminat, maka akan terjadilah suatu persetujuan atau perjanjian. Perbuatan-perbuatan penawaran untuk menjual barangatau jasa yang merupakan pernyataan kehendak dan syarat yang dikaitkan pada penawaran tersebut, termasuk kegiatan perdata yang merupakan objek pengaturan dalam 67 Sabarudin Juni, Op.cit., hal. 58. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 101 buku ke-3 tiga KUH Perdata tentang Perikatan, khususnya periklanan yang timbul dari perjanjian atau persetujuan. Selain Pasal 1320, 1338 dan 1365 KUH Perdata, masih terdapat beberapa Pasal lainnya yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk menanggulangi masalah iklan, diantaranya Pasal 1233, 1234, 1321, 1328, 1367, 1372-1380, 1473, 1474, 1491, 1501, 1504, 1601, 1602, dan Pasal 1603 KUH Perdata. Buku ke III tiga KUH Perdata mengenai Perikatan, sebagai dasar tuntutan untuk meminta pertanggungjawaban pelaku usaha periklanan.

2. Hukum Pidana.