Pengajuan Keberatan Terhadap Keputusan Badan Penyelesaian

Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 131 Kredit Pemilikan Rumah KPR menjadi tanggung jawab konsumen”. Kerancuan dalam kalimat inilah yang menjadi dasar Ny. Dewi untuk menggugat karena tidak jelas apakah KPR tersebut menjadi tanggung jawab Pembeli atau Pihak Developer karena terbukti PT. Putra Alvita Pratama melakukan kelalaian dalam Surat Perjanjian Jual Beli. Dalam surat tersebut syarat utama untuk mendapatkan KPR dari lembaga perbankan pada umumnya dan di dalam brosurpun tidak ada salah satu isi atau keterangan yang mewajibkan bagi Ny. Dewi sebagai pembeli rumah dan tanahnya untuk mendapatkan sendiri bank selaku penanggung KPR bagi pembelian rumah tersebut. Ny. Dewi mengajukan gugatan untuk meminta pertanggungjawaban dan ganti rugi dari PT. Putra Alvita Pratama. Setelah kasus ini brosur yang dinyatakan salah cetak oleh pihak PT. Putra Alvita Pratama tidak pernah diedarkan lagi.

c. Pengajuan Keberatan Terhadap Keputusan Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen BPSK. BPSK tugasnya adalah sebagai media penyelesaian sengketa konsumen. BPSK ini akan melahirkan putusan yang dibatasi hanya pada 3 tiga alternatif, yaitu : “1. Putusan perdamaian; 2. Gugatan ditolak, atau; 3. Gugatan dikabulkan”. Jika gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, yang dapat berupa : Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 132 1. Ganti rugi atas kerusakan, pencemaran danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa memanfaatkan jasa yang dapat berupa : a. Pengembalian uang; b. Penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya; atau c. Penawaran kesehatan danatau pemberian santunan. 2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi maksimal RP. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah. Pada dasarnya putusan yang dijatuhkan Majelis BPSK bersifat final dan mengikat, artinya tidak terdapat upaya hukum bagi para pihak untuk mengajukan banding maupun kasasi terhadap putusan Majelis BPSK tersebut. Sampai disini dapat dikatakan ketentuan ini telah memenuhi ciri Undang-Undang Arbitrase modern yang dapat membawa putusan arbitrase menjadi efektif. Undang-undang Arbitrase modern mengesampingkan campur tangan yang terlalu puas dari peadilan umum. Tetapi ternyata sifat final dan mengikat putusan BPSK masih harus dipertanyakan kembali karena dalam ketentuan Pasal 56 ayat 2 UUPK membuka peluang bagi para pihak untuk mengajukan keberatan terhadap keputusan BPSK ke Pengadilan Negeri, serta masih dibuka lagi kesempatan untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Terhadap pengajuan keberatan tersebut, Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan keputusan dalam jangka waktu 21 dua puluh satu hari sejak diterimanya keberatan. Selanjutnya dalm hal diajukannya kasasi ke Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 133 Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 tiga puluh hari sejak menerima permohonan kasasi. Dari ketentuan ini terlihat bahwa pembentkan Undang-Undang bersikap tidak konsisten dalam perumusannya, serta membuka adanya campur tangan yang sedemikian besar dari lembaga peradilan umum terhadap penyelesaian sengketa melalui BPSK. Adapun alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK adalah apabila memenuhi persyaratan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu : 84 Perlu pula dipahami bahwa sistem di hukum di Indonesia hanya mengenal Perlawanan, Banding dan Kasasi sebagai upaya hukum biasa dan Peninjauan Kembali serta Perlawanan Pihak Ketiga sebagai upaya hukum luar biasa, sedangkan keberatan seperti dimaksudkan dalam Pasal 56 ayat 2 Undang- Undang Perlindungan Konsumen tidak dikenal sebagai salah satu upaya hukum dalam sistem hukum Indonesia sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Oleh “a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu; b. Setelah diputuskan arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan, atau; c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa”. 84 Pasal 6 ayat 3 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 134 karena itu harus disepakati bahwa keberatan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak dilihat sebagai suatu upaya hukum namun harus dilihat sebagai suatu upaya yang diberikan oleh Undang-Undang bagi pelaku usaha dan konsumen yang tidak menerima keputusan BPSK. Berkenaan dengan adanya peluang untuk mengajukan keberatan atas putusan BPSK kepada Pengadilan, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo melihatnya sebagai suatu upaya yang memiliki hakekat yang sama dengan upaya banding terhadap putusan BPSK. Oleh karena itu, BPSK dengan sendirinya ditempatkan seolah-olah sebagai Instansi Tingkat Pertama sedangkan Pengadilan Negeri merupakan Instansi Tingkat Banding. Hal lain yang memudahkan penganalogian ini lebih disebabkan BPSK dalam menyelesaikan sengketa konsumen menggunakan hukum acara yang kurang lebih sama dengan hukum acara yang berlaku di peradilan umum. Disamping itu keberatan yang diajukan ke Pengadilan masuk ke dalam ranah hukum acara perdata dengan sendirinya berlakulah ketentuan-ketentuan Hukum Acara Perdata. Apabila ruang lingkup pemeriksaan di Pengadilan Negeri sebagai istansi tingkat banding dari BPSK dibandingkan dengan ruang lingkup pemeriksaan di Pengadilan Tinggi sebagai instansi banding Pengadilan Tinggi, maka ditafsirkan ruang lingkup pemeriksaan di Pangadilan Negeri adalah sama dengan ruang lingkup pemeriksaan di Pengadilan Tinggi yaitu memeriksa semua surat-surat atau berkasnya saja, jrang sekali terjadi Penggugat atau Tergugat diperiksa lagi di Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 135 Pengadilan Tinggi. Adapun materi pemeriksaan oleh Pengadilan ingkat banding adalah sebagai berikut : “1. Apakah pemeriksaan perkara tersebut telah dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh Undang-undang dengan cukup teliti. Dalam hal pemeriksaan tersebut belum dilakukan secara teliti menurut cara yang ditentukan oleh Undang-Undang maka Pengadilan Tinggi akan mengembalikan berkas ke Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk dilengkapi atau Pengadilan Tinggi akan melakukan pemeriksaan tambahan sendiri. 2. Apakah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim pertama sudah tepat dan benar. Jika putusan dianggap dengan tepat maka putusan Pengadilan Negeri akan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi; 3. Apakah putusan itu adalah salah sama sekali atau kurang tepat. Jika putusan dianggap salah maka Pengadilan Tinggi akan mengadili sendiri dan memberi putusan yang berbeda dengan Pengadilan Negeri atau jika putusan Pengadilan Negeri kurang tepat maka Pengadilan Tinggi akan memperbaiki putusan tersebut”. Jika ketentuan ini kita analogikan sebagai materi keberatan maka pemeriksaan keberatan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri terhadap putusan arbitrase BPSK meliput i : “1. Apakah pemeriksaan perkara oleh BPSK tersebut telah dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh Undang-Undang dengan cukup teliti. Dalam hal pemeriksaan tersebut belum dilakukan secara teliti menurut cara yang ditentukan oleh Undang-Undang maka Pengadilan Negeri akan melakukan pemeriksaan tambahan sendiri dan tidak dikembalikan ke BPSK, hal ini disebabkan pengajuan keberatan ke Pengadilan Negeri telah mengakhiri wewenang BPSK sebagai lembaga arbitrase untuk memeriksa sengketa konsumen; 2. Apakah keputusan yang dijatuhkan oleh majelis arbitrase BPSK sudah tepat dan benar. Jika putusan dianggap sudah tepat maka Putusan Majelis Arbitrase BPSK akan dikuatkan oleh Pengadilan Negeri. 3. Apakah putusan majelis arbitrase BPSK itu adalah salah sama sekali atau kurang tepat. Jika putusan dinggap salah maka Pengadilan Negeri akan mengadili sendiri dan memberi putusan yang berbeda dengan majelis arbitrase BPSK atau jika putusan BPSK atau jika putusan majelis arbitrase BPSK kurang tepat maka Pengadilan Negeri kan memperbaiki putusan tersebut”. Margaretha E. P. Napitupulu : Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen, 2008. USU Repository © 2009 136 Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa Pengadilan Negeri dalam memeriksa keberatan atas putusan BPSK tidak melakukan pemeriksaan ulang terhadap keseluruhan perkara, pemeriksaan hanya bertumpu pada dasar putusan BPSK dan terhadap berkas-berkas perkara saja, kecuali majelis hakim memandang perlu untuk mengadili sendiri sengketa konsumen yang bersangkutan.

2. Penyelesaian Sengketa Melalui Badan Penyelesaian Sengketa