BAB III PELIMPAHAN WEWENANG PEMBERIAN PERSETUJUAN DAN
PERIZINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL
A. Pengertian Pelimpahan Wewenang Pemberian Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007
Penanaman modal mempunyai arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional sebagaimana tujuan yang hendak dicapai melalui Undang-Undang
No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang selanjutnya disebut dengan UUPM. Dengan diundangkannya UUPM yang baru tersebut maka semua undang-
undang terdahulu yang mengatur Penanaman Modal UU tentang PMA dan PMDN sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1967 jo UU No. 11 Tahun 1970 dan UU
No. 6 Tahun 1968 jo UU No. 12 Tahun 1970 dinyatakan tidak berlaku lagi.
114
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 ini menjadi satu-satunya undang-undang yang mengatur tentang penanaman modal di Indonesia. Untuk melaksanakannya
diperlukan pengaturan teknis melalui peraturan pemerintah dan peraturan pelaksana lainnya sesuai yang diisyaratkan oleh UUPM tersebut. Sambil menanti peraturan
pelaksana yang mengatur lebih teknis, maka dalam ketentuan peralihan Pasal 37 UUPM dinyatakan:
“ Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 1 Tahun 1967 jo UU No. 11 Tahun 1970 dan UU No.
6 Tahun 1968 jo UU No. 12 Tahun 1970 dinyatakan tetap berlaku sepanjang
114
Adang Abdullah
, “
Tinjauan Hukum atas UUPM No. 25 Tahun 2007”, Jurnal Hukum Bisnis. Vol. 26 - No. 4 Tahun 2007, hal 5.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksana yang baru berdasarkan undang-undang ini”
115
Untuk menghindari kepentingan pribadi, golongan atau politis, sebaiknya di
setiap instansi dibentuk suatu Tim Interdepartemen interdep yang mengkaji mana peraturan yang dianggap relevan dan mana yang tidak relevan. Undang-Undang No.
25 Tahun 2007 ini sudah jelas dan rinci mengatur langkah-langkah yang harus ditempuh pemerintah melaksanakan secara konsekuen. Diharapkan tidak ada lagi
penafsiran yang berbeda dari instansi yang terkait dengan kegiatan penanaman modal. Terlepas dari berbagai pendapat yang berkembang dalam masyarakat yang penting
analisis yuridis terhadap undang-undang ini harus fair. Dalam Pasal 2 UUPM dikatakan bahwa ketentuan dalam undang-undang ini
berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah Republik Indonesia, sebagaimana dalam penjelasan yang dimaksud dengan penanaman modal di semua
sektor di wilayah Negara Republik Indonesia adalah penanaman modal langsung, dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.
116
Penyelenggaraan
115
Pasal 37 UUPM
116
Pasal 2 UUPM dan Penjelasannya, lihat juga Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal Tinjauan Terhadap Pemberlakuan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007 , hal. 11-13, menyebutkan Investasi Langsung Direct Investment atau investasi jangka panjang ini dapat dilakukan dengan mendirikan perusahaan
patungan Joint Venture Company dengan mitra lokal, melakukan kerjasama operasi Joint Operation Scheme tanpa membentuk perusahaan baru, mengonversikan pinjaman menjadi penyertaan
manyoritas dalam perusahaan lokal, memberikan bantuan teknis dan manajerial technical and management assistance maupun dengan memberikan lisensi. Investasi tidak langsung Indirect
investment atau Portofolio Investment pada umumnya merupakan penanaman modal jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang. Penanaman modal ini disebut
dengan penanaman modal jangka pendek pada umumnya, jual beli saham dan atau mata uang dalam jangka waktu yang relatif singkat tergantung kepada fluktuasi nilai saham danatau mata uang yang
hendak mereka jual belikan.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
penanaman modal disemua sektor diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 111 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 77
Tahun 2007 Tentang daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Republik
Indonesia No. 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang
Penanaman Modal. Secara yuridis dalam Pasal 2 PP No. 76 Tahun 2007 menetapkan bahwa “ semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman
modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan”.
117
Pasal 1 angka 1 UUPM menyebutkan penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun
penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
118
Sementara itu, yang dimaksud dengan penanam modal menurut Pasal 1 angka 4 UUPM adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal
yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.
119
117
Pasal 2 PP No. 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
118
Pasal 1 angka 1 UUPM.
119
Pasal 1 angka 4 UUPM
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
Di lihat dari sudut pandang ekonomi yang memandang investasi sebagai salah satu faktor produksi di samping faktor produksi lainnya, investasi dapat diartikan
sebagai: 1.
Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau suatu penyertaan lainnya. 2.
Suatu tindakan memberi barang-barang modal 3.
Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan di masa mendatang.
120
Karena Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan peraturan organik mengenai penanaman modal di Indonesia yang di
dalamnya mengatur mengenai penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, maka perlu diperjelas pengertian dari kedua jenis penanaman modal tersebut.
Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, keberadaan penanaman modal dalam negeri diatur dalam UU No. 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal dalam Negeri. Menurut ketentuan undang-undang tersebut, penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam negeri yang
merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-haknya dan benda-benda baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta
asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkandisediakan guna menjalankan usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1967
bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umunya.
120
Dhaniswara K. Harjono, Op.cit, hal 11.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
Penanaman modal tersebut dapat dilakukan secara langsung oleh pemiliknya sendiri atau tidak langsung, yakni melalui pembelian obligasi-obligasi, surat-surat
perbendaharaan negara, emisi-emisi lainnya seperti saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan serta deposito dan tabungan yang berjangka sekurang-kurangnya
satu tahun. Sementara itu, menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 25
Tahun 2007 penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
121
Seperti halnya dengan penanaman modal dalam negeri, sebelum berlakunya UUPM, keberadaan penanaman modal asing juga diatur dalam suatu ketentuan
perundang-undangan tersendiri, yaitu UU No. 1 Tahun 1967 yang merupakan undang-undang organik yang mengatur mengenai penanaman modal asing.
Berbeda dengan UU No. 6 Tahun 1968 yang memberikan pengertian tentang penanaman modal dalam negeri, UU No. 1 Tahun 1967 tidak merumuskan
pengertian penanaman modal asing dan hanya menentukan bentuk penanaman modal asing yang dianut.
Penanaman modal asing yang dimaksud dengan UU No. 1 Tahun 1967 hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut
atau berdasarkan ketentuan undang-undang dan yang digunakan untuk menjalankan
121
Pasal 1 angka 5 UUPM
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
perusahaan di Indonesia. Dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut.
Pasal 1 angka 30 UUPM memberikan pengertian Penanaman modal Asing bahwa penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanaman modal dalam negeri.
122
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 dapat dikatakan sudah mencakup semua aspek penting termasuk soal pelayanan, koordinasi, fasilitas hak dan kewajiban
investor, ketenagakerjaan, dan sektor-sektor yang dapat dimasukin oleh investor yang terkait erat dengan upaya peningkatan investasi dari sisi pemerintah dan
kepastian berinvestasi dari sisi pengusahainvestor. Kepastian hukum dan keamanan yang menjadi masalah serius yang dihadapi
oleh para investor, dan sangat berpengaruh positif terhadap penanaman modal di Indonesia, hal lain yang sangat penting adalah kegiatan penyelenggaraan persetujuan
dan perizinan penanaman modal. Dalam membahas pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal ada tiga hal perlu dipahami yaitu:
1. Izin investasi tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi harus
menjadi satu paket dengan izin-izin yang lain yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kegiatan usaha atau menentukan untung ruginya suatu
usaha.
2. Selain harus sejalan dengan atau didukung oleh undang-undang lain yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kelancaran penanaman modal di dalam negeri, UUPM harus dapat memberikan solusi paling efektif terhadap
122
Pasal 1 angka 30 UUPM.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
permasalahan-permasalahan lainnya yang juga sangat berpengaruh terhadap kegiatan investasi, contohnya persoalan pembebasan tanah.
3. Biokrasi yang tercermikan oleh antara lain prosedur administrasi dalam mengurus
investasi seperti perizinan, persyaratan atau peraturan lainnya yang berbelit- belit dan langkah prosedurnya yang tidak jelas.
123
Adanya wewenang pemerintah daerah untuk mengatur penyelenggaraan penanaman modal dapat dilihat dalam Pasal 30 angka 2 UUPM yang menyebutkan
bahwa “pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang
menjadi urusan pemerintah”.
124
Di samping itu penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupatenkota menjadi urusan Pemerintah Provinsi,
125
dan penyelenggaraan penanaman modal yang tuang lingkupnya berada dalam satu kabupatenkota menjadi urusan pemerintah kabupatenkota.”
126
Sesuai dengan asas penyelenggaraan pemerintahan negara dan daerah, maka lembaga pemerintahan baik pusat maupun daerah memiliki wewenang masing-
masing. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah selanjtnya dirubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 10 angka 3 menyebutkan wewenang pemerintahan meliputi bidang
123
Tulus Tahi Hamonangan Tambunan
“Kendala Perizinan Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia Dan Upaya Perbaikan Yang Perlu Dilakukan Pemerintah”, Jurnal
Hukum Bisnis. Vol. 26 - No. 4-Tahun 2007, hal 5
124
Pasal 30 angka 2 UUPM
125
Pasal 30
126
Pasal 30 angka 6 UUPM.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal nasional, dan agama.
127
Dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya dirubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi meliputi: a.
Perencanaan dan pengendalian pembangunan. b.
Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang. c.
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. d.
Penyediaan sarana dan prasarana umum. e.
Penangananan bidang kesehatan. f.
Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial. g.
Penanggulangan masalah sosial lintas kabupatenkota. h.
Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupatenkota. i.
Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupatenkota.
j. Pengendalian lingkungan hidup.
k. Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupatenkota.
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil.
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan.
n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupatenkota.
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupatenkota. p.
Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
128
Kewenangan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupatenkota diatur dalam Pasal 14 antara lain:
127
Pasal 10 angka 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Selanjutnya Dirubah Dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
128
Pasal 13 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Selanjutnya Dirubah Dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
b. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum.
e. Penangananan bidang kesehatan.
f. Penyelenggaraan pendidikan.
g. Penanggulangan masalah sosial.
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah.
j. Pengendalian lingkungan hidup.
k. Pelayanan pertahanan.
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil.
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan.
n. Pelayanan administrasi penanaman modal.
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
129
Dapat disimpulkan penyelenggaraan penanaman modal telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah selanjtnya dirubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang menyatakan masalah penanaman modal tetap menjadi kewenangan pemerintah daerah yang mana pemerintah provinsi dapat memberikan
pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupatenkota, dan dilimpahkan juga kepada pemerintah kabupatenkota untuk memberikan pelayanan
administrasi penanaman modal. Sedangkan masalah ketenagakerjaan khususnya tenaga kerja dalam negeri
untuk memperkerjakannya tetap tunduk pada peraturan perundangan yang berlaku
129
Pasal 14 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Selanjutnya Dirubah Dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
seperti disebutkan dalam Pasal 10 angka 1 dan 2 UUPM bahwa perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan
tenaga kerja Warga Negara Indonesia WNI, dan untuk jabatan dan keahlian tertentu, perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga kerja Warga Negara
Asing WNA. Dengan demikian UUPM menyatakan bahwa perusahaan penanaman modal harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia dalam memenuhi
kebutuhan tenaga kerja. Perusahaan tersebut berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Pemerintah juga memberikan fasilitas penanaman modal kepada penanaman
modal yang melakukan perluasan usaha atau melakukan penanaman modal baru. Penanaman modal yang mendapatkan fasilitas tersebut harus memenuhi salah satu
kriteria yang tertuang dalam Pasal 18 ayat 3 UUPM yaitu: a.
Menyerap banyak tenaga kerja. b.
Termasuk skala prioritas tinggi. c.
Termasuk pembangunan infrastruktur. d.
Melakukan alih teknologi. e.
Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan atau daerah lain yang dianggap perlu.
f. Menjaga kelestarian lingkungan hidup.
g. Melakukan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi.
h. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
i. Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang
diproduksi di dalam negeri.
130
Adapun fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal dapat berupa: a.
pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
b. pembebasan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk
keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri; c.
pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal
atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk usaha tertentu, pada
wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
131
Selain kebijakan fasilitas fiskal, Pemerintah juga memberikan kemudahan pelayanan atau perizinan kepada perusahaan penanam modal untuk memperoleh:
1. hak atas tanah,
130
Pasal 18 angka 3 UUPM.
131
Pasal 18 angka 4 UUPM
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
2. fasilitas pelayanan keimigrasian, dan
3. fasilitas perizinan impor.
132
Kemudahan pelayanan danatau perizinan atas fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada penanam modal yang membutuhkan tenaga kerja asing dalam merealisasikan
penanaman modal, penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu produksi lainnya,
pelayanan penjualan serta calon penanam yang akan melakukan penjajakan penanaman modal. sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan b diberikan
setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dengan syarat perusahaan penanaman modal harus mendapat rekomendasi
dari BKPM untuk mendatangkan tenaga kerja Asing sebagaimana diatur dalam Pasal 23 angka 2 bahwa kemudahan pelayanan danatau perizinan atas fasilitas
keimigrasian yang diberikan kepada penanam modal sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan b diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari
Badan Koordinasi Penanaman Modal. Pemerintah juga memberikan fasilitas perizinan impor berupa kemudahan
pelayanan danatau perizinan. Perizinan tersebut diberikan untuk impor barang yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, barang yang tidak
memberikan dampak negatif, barang dalam rangka relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia, dan barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan produksi sendiri.
133
132
Pasal 21 UUPM
133
Pasal 24 UUPM
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
B. Sentralisasi Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Berdasarkan Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 Tentang
Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu
Atap
Persetujuan dan perizinan penanaman modal baik penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing mempunyai pengaruh dan perkembangan
penanaman modal di Indonesia. Proses persetujuan dan perizinan penanaman modal
yang mudah, cepat dan efisien serta tidak berbelit-belit merupakan sesuatu yang
sangat didambakan oleh para investor. Sementara prosedur persetujuan dan perizinan
yang berbeli-belit dan biokrasi yang panjang merupakan suatu kendala yang sangat memberatkan bagi investor. Untuk itu pemerintah berkewajiban untuk menciptakan
kondisi yang dapat meningkatkan penanaman modal. Singkatnya menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi investor merupakan tugas dan tanggungjawab pemerintah.
Sebagaimana diketahui, untuk melaksanakan investasi dibutuhkan sejumlah izin baik yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah pusat maupun daerah, selain
membutuhkan waktu yang cukup lama juga butuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka hal di ataslah yang mendasari pemikiran pengambilan kebijakan agar pelayanan
penanaman modal dapat dilakukan dalam satu atap. Salah satu hal yang mendorong pemerintah menyiapkan Keputusan Presiden
tantang pelayanan satu atap one roof service di Badan Koordinasi Penanaman Modal adalah sebagai upaya penyederhanaan prosedur penanaman modal dan untuk
mengurangi panjangnya biokrasi pelayanan dan perizinan penanaman modal. Pelayanan satu atap one roof service merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, yang di mulai dari bidang persetujuan dan perizinan penanaman modal.
Sistem pelayanan satu atap untuk persetujuan dan perizinan penanaman modal dalam rangka penyederhanaan prosedur pelayanan berawal dari Sidang
Kabinet Tanggal 25 November 2002 yang memutuskan untuk segera melaksanakan sistem tersebut. Sehingga dibuatlah daftar usulan perizinan yang dilaksanakan di
Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM melalui pelayanan satu atap. Sejalan dengan itu maka dikeluarkanlah Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap.
Keputusan Presiden ini merupakan bagian dari sentralisasi kembali penyelengaraan penanaman modal, termasuk juga berkaitan dengan masalah
persetujuan dan perizinan penanaman modal. Terlepas dari pandangan bahwa salah satu pertimbangan dikeluarkan keputusan presiden tersebut adalah dalam rangka
meningkatkan efektifitas dan menarik investor untuk melakukan penanaman modal dengan menyederhanakan sistem pelayanannya.
134
Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden No 29 Tahun 2004, yang menjadi bagian dari penyelenggaraan penanaman modal itu sendiri meliputi bidang kebijakan dan
perencanaan pengembangan penanaman modal, bidang promosi dan kerjasama penanaman modal, bidang pelayanan persetujuan, perizinan, dan fasilitas penanaman
134
Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem
Pelayanan Satu Atap, Konsideran Menimbang Huruf A.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
modal, bidang pengendalian pelaksanaan penanaman modal, dan bidang pengelolaan sistem informasi penanaman modal.
135
Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 menentukan bahwa pelayanan persetujuan, perizinan, dan fasilitas penanaman modal dalam rangka penanaman
modal asing dan penanaman modal dalam negeri dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM. Pelaksanaan kebijaksanaan tersebut
didasarkan pada pelimpahan kewenangan dari Menteri InvestasiKepala Lembaga Pemerintah Non Departemen yang membina bidang usaha penanaman modal yang
bersangkutan melalui sistem pelayanan satu atap.
136
Berbeda dengan konsep sentralisasi yang pernah berlaku yang sifatnya
memaksa imperatif, tetapi konsep persetujuan dan perizinan penanaman modal
berdasarkan Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 lebih bersifat suka rela. Prinsip suka rela dapat dilihat secara jelas, bahwa di dalam keputusan presiden tersebut
dinyatakan GubernurBupatiWalikota sesuai dengan kewenangannya dapat
melimpahkan kewenangan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman
modal sebagai bidang dari penyelengaraan penanaman modal kepada BKPM melalui sistem pelayanan satu atap.
137
135
Pasal 2 Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem
Pelayanan Satu Atap.
136
Pasal 3 Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem
Pelayanan Satu Atap.
137
Pasal 4 Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem
Pelayanan Satu Atap.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
Penguatan kembali institusi penyelengaraan sentralistik semakin jelas terlihat dengan penekanan kembali BKPM di dalam Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004,
dimana dinyatakan bahwa sistem pelayanan satu atap dilaksanakan oleh BKPM sesuai dengan Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1981 tentang Badan Koordinasi
Penanaman Modal sebagaiman beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2004.
Sehingga banyak pihak yang meragukan efektifitas dari keputusan presiden tersebut, mulai dari pendapat yang optimis maupun yang pesimis. Mereka yang
optimis dengan ektifitas sentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal
bahkan mempunyai anggapan pencabutan kewenangan kepala daerah dan badan penanaman modal daerah dalam menangani penanaman modal asing dan penanaman
modal dalam negeri dinilai akan menciptakan efisiensi dalam pelayanan terhadap investor.
Langkah Badan Koordinasi Penanaman Modal inilah dinilai sejumlah Pemerintah Daerah bertolak belakang dengan nuansa desentralisasi dalam Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya dirubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Maka pemerintah perlu mempertegaskan kembali desentralisasi penyelenggaraan
penanaman modal melalui UUPM, yang menyebutkan bahwa penanaman modal penaganannya dilayani melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP. Sebagaimana
diketahui untuk melaksanakan investasi diperlukan sejumlah izin baik yang
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
dikeluarkan oleh instansi pemerintah pusat maupun daerah, selain membutuhkan waktu yang cukup lama juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pelayanan satu
pintu ini dilakukan dengan tujuan untuk membantu penanaman modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan perizinan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai
penanaman modal. Dalam Pasal 1 angka 10 UUPM menyebutkan pelayanan satu pintu adalah
kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki
kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses pengolahannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap diterbitkannya dokumen yang dilakukan
dalam satu tempat.
138
Dalam rangka mengatasi kendala perizinan selama ini dirasakan menghambat masuknya investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, upaya yang dilakukan
oleh pemerintah adalah dengan mempercepat dan memangkas waktu proses perizinan serta mengimplementasikan konsep one stop service center. Konsep pelayanan
perizinan terpadu satu pintu tersebut telah diatur dalam UUPM pada bab XI Pasal 25 dan 26 mengenai pengesahan dan perizinan perusahaan.
Pasal 25 UUPM menyebutkan: 1. Penanam modal yang melakukan penanaman modal di Indonesia harus sesuai
dengan ketentuan Pasal 5 undang-undang ini. 2. Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal dalam negeri yang
berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
138
Pasal 1 angka 10 UUPM.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
3 pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. 4. Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib
memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-
undang.
5. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 4 diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.
139
Pasal 26 UUPM menyebutkan: 1. Pelayanan terpadu satu pintu bertujuan membantu penanam modal dalam
memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal.
2. Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang dibidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau
pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang
berwenang mengeluarkan perizinan dan non perizinan di provinsi, kabupatenkota.
3. Ketentuan mengenai tatacara dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Presiden.
140
Sebelumnya konsep pelayanan perizinan terpadu satu pintu sudah pernah dilaksanakan, yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang menyebutkan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan
penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang proses pengolahannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap diterbitkannya dokumen yang
dilakukan dalam satu tempat,
141
dengan tujuan meningkatkan kualitas layanan publik
139
Pasal 25 UUPM
140
Pasal 26 UUPM
141
Pasal 1 angka 11 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
dan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik agar terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah,
transparan, pasti dan terjangkau dan meningkatnya hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Dengan adanya pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan penanaman modal, seperti diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. bahwa BupatiWalikota
mendelegasikan kewenangan penandatanganan perizinan dan non perizinan kepada Kepala PPTSP untuk mempercepat proses pelayanan.
142
diharapkan daerah mampu menangkap peluang dan tantangan persaingan global melalui peningkatan daya saing
daerah atas potensi dan keanekaragaman masing-masing. Oleh karena itu dengan kesempatan dalam penyelenggaran urusan penanaman modal tersebut, pemerintah
daerah harus mampu mengembangkan potensi daerah masing-masing guna mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah yang ditandai dengan peningkatan
aktifitas ekonomi penduduk dan banyaknya investasi yang masuk ke daerah. Meskipun pendelegasian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah untuk mempercepat proses penyelenggaraan penanaman modal dan untuk meningkatkan daya saing daerah dalam investasi, maka dalam sektor tertentu masih
perlu berkoordinasi dengan Badan Kordinasi Penanaman Modal. untuk melakukan
142
Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
koordinasi supaya tidak terjadi benturan antara peraturan perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Namun demikian dalam Undang-
Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, BKPM hanya berfungsi dan bertugas sesuai dengan Pasal 27 dan 28 UUPM. Sementara itu Pasal 28 ayat 2
UUPM menyatakan selain tugas koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal BKPM juga melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan
perundang-undangan. Adapun rumusan Pasal 28 UUPM adalah:
1. Melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan yang meliputi:
a. Melakukan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman
modal. b.
Mengkajimengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal c.
Menetapkan norma, standar dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal
d. Mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan
memberdayakan badan usaha. e.
Membuat peta penanaman modal di Indonesia. f.
Mempromosikan penanaman modal. g.
Mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya
saing, mencipatakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal.
h. Membentuk penyelesaikan berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan
yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal.
i. Mengkoordinasikan penanaman modal dalam negeri yang menjalankan
kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia. j.
Mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu. 2.
Melaksanakan pelayanan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UUPM, berarti bahwa BKPM di samping mengikuti ketentuan
perundang-undangan dalam hal perizinan sektoral juga wajib mendasarkan pada
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
Pasal 28 ayat 1 huruf j, yaitu menkoordinasi dan melaksanakan pelayanan satu pintu.
143
Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupatenkota mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pelaksanaan penanaman modal di Indonesia.
Dalam Pasal 30 UUPM, telah ditentukan kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan kabupatenkota terkait dengan penyelenggaraan urusan penanaman
modal yaitu: 1.
Pemerintah danatau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal.
2. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan pemerintah pusat.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang
merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efesiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal.
4. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi
menjadi urusan pemerintah. 5.
Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupatenkota menjadi urusan pemerintah provinsi.
6. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu
kabupatenkota menjadi urusan pemerintah kabupatenkota. 7.
Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, yang menjadi kewenangan pemerintah adalah:
a. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan
dengan risiko lingkungan yang tinggi. b.
Penanaman modal di bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional.
c. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar
wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi. d.
Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional.
e. Penanaman modal asing dan penanaman modal yang menggunakan modal
asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang di buat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain.
143
Pasal 28 UUPM
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
f. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut
undang-undang. 8.
Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 7, pemerintah
menyelenggarakannya sendiri, melimpahkannya kepada Gubernur selaku wakil pemerintah, atau menugasi pemerintah kabupatenkota.
9. Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman
modal diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
144
Di satu sisi dalam UUPM disebutkan, pelayanan penanaman modal dilakukan dalam satu sistem pelayanan terpadu, tetapi di sisi lain ada sektor tertentu yang tetap
harus melaksanakan koordinasi dengan BKPM. Ini menunjukan bahwa pelayanan terpadu satu pintu belum bisa terlaksana sebagaimana harapan undang-undang dan
peraturan lainnya. sedangkan pemerintah daerah hanya bisa memberikan dan melayani perizinan di sektor menegah kebawah. ini menunjukan dalam memberikan
pelayanan perizinan penanaman modal masih tetap sentralistik, oleh sebab itu untuk memperjelaskan pembagian kewenangan tersebut pemerintah telah menerbitkan
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
KabupatenKota. Dalam Pasal 7 angka 1 dan 2 disebutkan salah satu urusan pemerintah yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah daerah kabupatenkota berkaitan dengan pelayanan dasar, meliputi penanaman modal.
145
144
Pasal 30 UUPM
145
Pasal 7 angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
KabupatenKota.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
C. Hubungan Desentralisasi Pemberian Persetujuan dan Perizinan Penanaman Modal Dengan Otonomi