F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional
1. Kerangka teori
Istilah penanaman modal atau investasi berasal dari bahasa Latin, yaitu Investire memakai, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan Investment.
Para ahli memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsep teoritis tentang penanaman modal. Menurut Fitzgeral sebagaimana dikutip oleh Salim HS
mengartikan investasi atau penanaman modal adalah “Aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber dana yang dipakai untuk mengadakan
barang modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan datang.
19
” Dalam definisi ini investasi atau penanaman modal dikontruksikan sebagai
sebuah kegiatan untuk: 1.
Penarikan sumber dana yang digunakan untuk pembelian barang modal, dan 2.
Barang modal ini akan dihasilkan produk baru. Definisi lain tentang investasi dikemukakan oleh Kamaruddin Ahmad,
“investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut”.
20
Dalam pengertian ini investasi difokuskan pada penempatan uang atau dana. Tujuannya adalah untuk
memperoleh keuntungan, ini erat kaitannya dengan penanaman modal di pasar modal.
19
Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi Di Indonesia, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008 hal. 31.
20
Kamaruddin Ahmad, Dasar-Dasar Manajemen Investasi Jakarta : Rineka Cipta, 21996 hal. 3.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
Dalam Ensiklopedia Indonesia investasi atau penanaman modal diartikan yaitu “Penanaman uang atau modal dalam proses produksi dengan pembelian
gedung-gedung, permesinan, bahan cadangan, penyelenggaraan uang kas serta perkembangannya. Dengan demikian cadangan modal barang diperbesar sejauh tidak
ada modal barang yang harus diganti”.
21
Hakikat investasi dalam definisi ini adalah penanaman modal untuk proses produksi. Ini berarti bahwa investasi ditanamkan hanya untuk proses produksi
semata-mata, padahal dalam kegiatan investasi tidak hanya ditujukan untuk proses produksi saja tetapi juga kegiatan untuk membangun berbagai sarana dan prasarana
yang menunjang investasi. Dalam Pasal 1 angka 1 UUPM menyebutkan pengertian penanaman modal
adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara
Republik Indonesia.
22
Dapat disimpulkan berdasarkan pandangan para ahli dan definisi rumusan UUPM di atas investasi adalah penanaman modal yang dilakukan oleh investor, baik
investor asing maupun domestik dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.
Pada dasarnya negara-negara yang sedang berkembang sangat membutuhkan investasi atau penanaman modal, khususnya investasi asing. Tujuan investasi ini
21
Ensiklopedia Indonesia, Jakarta : Ichtiar Baru - Van Hoeven dan Elsevier Publishing Project, 1970 hal. 32.
22
Pasal 1 angka 1 UUPM.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
adalah mempercepat laju pembangunan di negara tersebut. Pada umunya, yang memiliki modal atau investasi adalah negara-negara yang sudah maju. Pertanyaannya
adalah mengapa negara-negara yang sudah maju menanamkan modalnya di negara- negara yang sedang berkembang. Ada dua teori yang menanalisis faktor tersebut
yaitu: 1.
The Product Cycle Theory teori siklus produk The product cycle theory atau teori siklus produk ini di kembangkan
Reymond Vernon 1966. Teori ini paling cocok diterapkan pada investasi asing secara langsung forieng direc investment dalam bidang manufacturing, yang
merupakan usaha ekspansi awal perusahaan-perusahaan Amerika atau disebut juga investasi horizontally integrated, yakni pendirian pabrik-pabrik untuk membuat
barang-barang yang sama atau serupa di mana-mana. The product cycle theory menyatakan bahwa setiap teknologi atau produk
berevolusi melalui tiga fase yaitu: Pertama, fase permulaan, fase ini cendrung bertempat di negara-negar maju atau
negara-negara industri maju seperti, Amerika serikat, Jepang, di mana perusahaan- perusahaan di negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dalam
mengembangkan produk-produk baru dan proses-proses industri karena adanya permintaan pasar dalam negeri yang besar dan banyaknya persediaan sumber
produksi untuk aktifitas-aktifitas inovatif. Selama fase ini perusahaan-perusahan negara maju menikmati suatu posisi monopoli, terutama karena teknologinya. Karena
permintaan dari luar negeri akan produk-produk mereka meningkat, perusahaan-
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
perusahaan pertama kali mengekspor produknya ke pasar luar negeri. Namun tidak lama kemudian terjadi penyebaran teknologi ke para pesaing luar negeri yang
potensial, adanya rintangan dagang yang meningkat memaksa diadakannya usaha produksi barang-barang yang sama di luar negeri.
Kedua, fase kedua, proses manufacturing terus berkembang dan tempat produksi cendrung berkembang di negara-negara maju lainnya.
Ketiga, fase ketiga, dalam fase ini adanya standarisasi proses menufacturing memungkinkan peralihan lokasi-lokasi produksi ke negara-negara yang sedang
berkembang, terutama negara-negara industri baru yang mempunyai keunggulan komparatif berupa tingkat upah yang rendah.
23
Singkatnya The product cycle theory membantu menjelaskan sebab-sebab adanya ciri-ciri penting ekonomi dunia kontemporer, yakni perusahaan multinasional
dan persaingan oligopoli, perkembangan dan penyebaran teknologi industri merupakan unsur penentu utama terjadinya perdagangan dan penempatan lokasi-
lokasi aktivitas ekonomi secara global melalui investasi dan timbulnya strategi perusahaan yang mengintegrasikan perdagangan dan produksi di luar negeri.
2. The Industrial Organization Theory of Vertical Intergration Teori Organisasi
Industri Integrasi Vertikal. Teori ini paling cocok diterapkan pada new multinationalisme
multinasionalisme baru dan pada investasi yang terintegrasi secara vertikal, yakni
23
Salim HS dan Budi Sutrisno, Op. cit., hal. 157- 160.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
produksi barang-barang di beberapa pabrik yang menjadi input bagi pabrik-pabrik lain dari satu perusahaan.
Pendekatan teori ini berawal dari pemahaman biaya-biaya untuk melakukan bisnis di luar negeri dengan Investasi harus mencakup biaya-biaya lain yang harus
dipikul oleh perusahaan lebih banyak dari pada biaya-biaya yang diperuntukkan hanya sekedar mengekspor barang-barang dari pabrik dalam negeri. Oleh karena itu
perusahaan itu harus memiliki keunggulan kompensasi atau keunggulan spesifik bagi perusahaan, seperti keahlian teknis manajerial.
Dapat disimpulkan menurut The Industrial Organization Theory of Vertical Intergration atau Teori Organisasi Industri Integrasi Vertikal bahwa investasi
dilakukan dengan cara integrasi secara vertikal, yakni dengan menempatkan beberapa tahapan produksi di beberapa lokasi berbeda-beda di seluruh dunia.
24
Di era globalisasi perdagangan ini para investor makin leluasa dalam berinvestasi, untuk itu penerima modal harus menyiapkan berbagai sarana dalam
menarik investor. Sejalan dengan arus liberalisasi perdagangan dan investasi yang merupakan konskuensi dari kemajuan luar biasa dalam teknologi, maka investasi di
harapkan akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Adam Smith 1723-1790, guru besar dalam bidang filosofis moral dari
Glasgow University pada Tahun 1750, sekaligus sebagi ahli teori hukum, Bapak ekonomi modern dengan karyanya yang cukup terkenal, An Inquiry to the Nature and
Causes of The Wealth Nation, mengemukakan bahwa untuk mencapai pertumbuhan
24
Erman Rajagukguk dkk, Hukum Investasi, Jakarta : UI Press, 1995 hal. 5-6.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
ekonomi suatu negara diperlukan dua kondisi yakni desentralisasi kekuasaan dan ekonomi pasar, sehingga akan mampu mendorong rasa percaya diri suatu negara,
kemauan menabung, menanamkan modal dan melakukan inovasi. Lebih jauh dikatakan bahwa kebebasan untuk mencapai kepentingan pribadi tidak boleh
dikekang oleh negara, selama mekanisme pasar berlangsung maka tindakan individu yang didorong oleh kepentingan sendiri akan berjalan bersamaan dengan kebutuhan
orang banyak
25
. Menurur Burg’s sebagaimana dikutip oleh Bismar Nasution supaya suatu
sistem ekonomi berfungsi maka ada beberapa unsur kualitas hukum yang harus dipenuhi yaitu:
1. Stabilitas stability dimana hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan
mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. 2.
Meramalkan predictability berfungsi untuk meramalkan akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negara yang sebagian
besar rakyatnya untuk pertama kalinya memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial dan tradisional.
25
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional Dan Penanaman Modal: Studi Kesiapan
Indonesia Dalam Perjajian Investasi Multilateral, Medan : Universitas Sumatera Utara, 2005 hal.18.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
3. Keadilan firness seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah yang diperlakukan untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah
biokrasi yang berlebihan.
26
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi salah satunya membenahi peraturan-peraturan penanaman
modal yang berkaitan langsung dengan kegiatan penanaman modal. Upaya-upaya ini dilakukan melalui serangkaian deregulasi baik di sektor perdagangan maupun di
sektor penanaman modal. Jika ditelusuri deregulasi-deregulasi tersebut, maka kebijakan yang ditempuh dalam rangka deregulasi meliputi pemberian kemudahan
bagi para investor, salah satunya upaya dari pemerintah dengan hadirnya Undang- Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang selanjutnya disebut
dengan UUPM, UUPM menjadi payung hukum dari penanaman modal atau investasi di Indonesia. Tujuan dari undang-undang ini adalah meningkatkan daya saing
Indonesia di pasar global yang merosot sejak terjadi krisis moneter. Dengan diundangkannya UUPM pada Tahun 2007 secara normatif tentu akan menarik bagi
calon investor untuk menanamkan modalnya. Disebut demikian, karena dalam undang-undang ini tidak dibedakan lagi perlakuan antara penanaman modal asing
maupun penanaman modal dalam negeri. Hal ini sejalan dengan adanya perjanjian
26
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan pembangunan Ekonomi, Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan Tanggal 17 April 2004, hal 11-12.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
multilateral Agreement on Trade Related Investment Measures TRIMs, melarang adanya diskriminasi terhadap investor asing dan lokal.
27
Pemerintah menyebutkan sasaran utama UUPM adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif. Salah satu caranya adalah adanya jaminan kepastian hukum
bagi investor, adanya kejelasan dari pemerintah pusat untuk melimpahkan wewenang penyelenggaraan penanaman modal kepada pemerintah daerah, khususnya wewenang
pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal bisa dilimpahkan kepada daerah. Dengan kata lain wewenang di daerah dilakukan menurut wewenang yang
ada. Maka harus ada koordinasi antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam hal investasi agar pengusaha atau investor tidak dirugikan.
2. Landasan Konsepsional