Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenagan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, Keputusan Presiden No. 29 Tahun
2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan
Satu Atap, serta berbagai keputusan preseiden yang terkait dengan penelitian ini. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti hasil penelitian, tesis, disertasi, putusan pengadilan, artikel- artikel hukum di majalah, surat kabar, serta bahan dokumen-dokumen lainnya
yang berkaitan dengan penanaman modal. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk
atau penjelasan bermakna terhadap data primer dan data sekunder seperti, seperti kamus hukum, kamus bahasa Belanda dan Indonesia, kamus bahasa Inggris dan
Indonesia, ensiklopedia, dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui: 1. Studi kepustakaan Library research.
Sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan akan dilakukan melalui studi kepustakaan, dikumpulkan melalui studi
literatur, dokumen dan dengan mempelajari ketentuan peraturan perundang- undangan, buku-buku hukum, artikel, literatur yang berhubungan dengan
kewenangan pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
2. Wawancara Interview. Di samping studi kepustakaan, data pendukung juga diperoleh dengan melakukan
wawancara dengan pejabat Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah BKPMD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD dan investor atau
penanam modal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
5. Analisa Data
Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan cara memilih pasal-
pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tetang kewenangan pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal, kemudian membuat
sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan menghasilkaan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis
secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi
dan diolah kemudian dianalisis seraca deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan juga dapat memberikan solusi atas permasalahan dalam
penelitian ini.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB II WEWENANG PEMBERIAN PERSETUJUAN DAN
PERIZINAN PENANAMAN MODAL DENGAN SISTEM DESENTRALISASI DAN SISTEM SENTRALISASI
A. Pengertian Wewenang Pemberian Persetujuan dan Perizinan Penanaman Modal Dengan Sistem Desentralisasi Dan Sistem Sentralisasi
Istilah “desentralisasi dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah “decentralization” dan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah
“decentralisatie”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian desentralisasi adalah “ tata pemerintah yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada
pemerintah daerah atau penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada bawahan”.
43
Sementara itu rumusan pengertian desentralisasi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia “Desentralisasi adalah cara pemerintahan yang lebih banyak memberikan
kekuasaan kepada pemerintah daerah.”
44
Secara yuridis pengertian desentralisasi terdapat dalam peraturan perundang- undangan, yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah, pada Pasal 1 huruf a yang menyebutkan “Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau Daerah tingkat atasnya
kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya”.
45
43
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.3, Jakarta, Balai : Pustaka, 1970 hal. 201.
44
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet.5, Jakarta : Balai Pustaka, 1976 hal 247.
45
Pasal 1 huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
Pengertian desentralisasi juga terdapat dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, rumusannya adalah “Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
46
Pengertian desentralisasi juga bisa ditemukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah selanjutnya dirubah dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah yang rumusannya yaitu “ Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
47
Menurut Bagir Manan bahwa desentralisasi akan didapati apabila wewenang mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan
oleh pemerintah pusat, melainkan oleh satuan-satuan pemerintahan tingkat yang lebih rendah zelfstanding, bersifat otonom teritorial ataupun fungsional.
48
46
Pasal 1 huruf e Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
47
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Selanjutnya Dirubah Dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
48
Bagir Manan, Menyonsong Fajar Otonomi Daerah, cet.I, Yogyakarta : Pusat Studi Hukum UII, 2001 hal. 174.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
Bagir Manan juga menegaskan dilihat dari pelaksanaan fungsi pemerintahan, desentralisasi atau otonomi menunjukkan:
1. Satuan-satuan desentralisasi otonom lebih fleksibel dalam memenuhi berbagai
perubahan yang terjadi dengan cepat. 2.
Satuan-satuan desentralisasi otonom dapat melaksanakan tugas lebih efektif dan lebih efisien.
3. Satuan-satuan desentralisasi otonom lebih inovatif.
4. Satuan-satuan desentralisasi mendorong tumbuhnya sikap moral yang lebih
tinggi, komitmen yang lebih tinggi, dan lebih produktif.
49
Menurut The Liang Gie bahwa konsepsi desentralisasi dalam konteks Negara Republik Indonesia meliputi pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
a. Pengertian Desentralisasi.
Desentralisasi sebagai suatu sistem ketatanegaraan adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintah untuk
menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah.
b. Dasar Desentralisasi.
Desentralisasi perlu diselenggarakan oleh Negara Republik Indonesia karena bentuk negara kesatuan yang dianutnya mencakup pelbagai faktor geografis,
ekonomis, sosiologis, politis, psikologis, historis dan kulturis yang berbeda-beda dari wilayah ke wilayah.
c. Maksud Desentralisasi. desentralisasi terutama dimaksudkan untuk memupuk kesadaran bernegara dan
berpemerintahan sendiri di kalangan rakyat Indonesia serta membangun negara seluruhnya, khususnya pembangunan ekonomi.
d. Tujuan Desentralisasi. Pemerintah daerah sebagai perwujudan desentralisasi bertujuan mengusahakan
tercapainya tujuan Negara Republik Indonesia yaitu suatu masyarakat sosialis yang penuh dengan kebahagiaan materiil dan sprituil.
50
Pada bagian lain The Liang Gie menyebutkan bahwa ada sejumlah alasan dianutnya desentralisasi, yaitu:
49
Ibid. hal 174-175.
50
The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia, Jilid III, Djakarta : PT.Gunung Agung, 1968 hal 56.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
Pertama, dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak
saja yang pada akhirnya akan menimbulkan tirani. Kedua, masih dalam bidang politik ada pendapat yang memandang perlunya
desentralisasi dari segi demokrasi, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dalam
melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi. Ketiga, dari sudut organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintah
daerah adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintah yang efesien. Hal-hal yang tepat diurus oleh pemerintah pusat diurus oleh pemerintah pusat dan hal-hal
yang tepat diurus oleh pemerintah daerah diurus oleh pemerintah daerah. Keempat, dari sudut kultural, adanya kekhususan-kekhususan pada suatu
daerah seperti corak geografis, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak, budaya, atau latar belakang sejarah mengharuskan dilaksanakan desentralisasi.
Kelima, sudut pandang yang relatif baru yang melihat penyelenggaraan desentralisasi dari kepentingan pembangunan ekonomi, dan pemerintah daerah dapat
berperan banyak dalam pembangunan ekonomi.
51
Berkaitan dengan desentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal, maka yang dimaksud dengan desentralisasi pemberian persetujuan
dan perizinan penanaman modal adalah kewenangan untuk memberikan persetujuan dan perizinan untuk pelaksanaan penanaman modal, baik penanaman modal asing
51
Ibid, hal 35-41.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
atau penanaman modal dalam negeri berada ditangan pemerintah daerah. Desentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal di daerah
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendekatkan pelayanan penanaman modal kepada masyarakat.
Di samping itu dikenal pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal dengan sistem sentralisasi. Istilah sentralisasi dalam bahasa Inggris
dipergunakan dengan istilah “sentralization” dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah “centralizatie”. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian
sentralisasi dirumuskan sebagai berikut “sentralisasi adalah penyatuan segala sesuatu ke suatu tempat daerah yang dianggap sebagai pusat, penyentralan, pemusatan.”
52
Sementara itu dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian sentralisasi adalah“Sentralisasi: Pemusatan kekuasaan, pemerintahan dan sebagainya.”
53
Dalam kaitannya dengan sentralisasi penanaman modal, maka sentralisasi berarti penyelenggaraan penanaman modal yang ditangani oleh pemerintah pusat
tanpa melibatkan pemerintah daerah. Sentralisasi penanaman modal menunjukkan bahwa semua hal, baik promosi penanaman modal, penentuan kebijakan penanaman
modal, persetujuan dan perizinan penanaman modal, hingga perubahan penanaman modal harus dilakukan oleh pemerintah pusat.
Demikian halnya dengan sentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal, maka yang dimaksud dengan sentralisasi pemberian persetujuan
52
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.cit, hal 201.
53
WJS. Poerwadarminta. Op,cit, hal 919.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
dan perizinan penanaman modal adalah kewenangan untuk memberikan persetujuan dan perizinan penanaman modal berada di tangan pemerintah pusat. Di sini daerah
tidak mempunyai peran dalam hal penentuan kebijakan di bidang penanaman modal, semuanya merupakan kebijakan dari pemerintah pusat.
B. Sejarah dan Perkembangan Desentralisasi Dan Sentralisasi Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal
Penanaman modal di Indonesia dimulai dengan diundangkannya Undang- Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang
No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Nageri. Perkembangan kedua undang-undang tersebut menyusul tampilnya rezim orde baru sebagai pemegang
tampuk kekuasaan pemerintahan. Kedua peraturan perundang-undangan tersebut kemudian dilengkapi dan disempurnakan pada Tahun 1970, dimana Undang-Undang
No. 1 Tahun 1967 disempurnakan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 disempurnakan dengan Undang-Undang No. 12
Tahun 1970.
54
Dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia sistem pemerintah sentralisasi mengalami perjalanan panjang, namun sistem sentralisasi perubahan pada saat
reformasi Tahun 1998. Sebelumnya pemerintah yang sangat sentralistik bertahan dan dipraktekkan di Indonesia dalam jangka waktu yang sangat lama. Sehingga dengan
reformasi terbentuklah pemerintahan dengan sistem desentralisasi di Indonesia.
54
Dumairy, Op.cit, hal. 132.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
Perubahan sistem pemerintah dari sentralisasi menuju desentralisasi ikut berpengaruh terhadap mekanisme penanaman modal di Indonesia.
Demikian halnya dengan persetujuan dan perizinan penanaman modal baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri mengalami
perubahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal berdasarkan regulasi, dalam rangka penanaman
modal asing dan penanaman modal dalam negeri mengalami perubahan dan perkembangan sebagai berikut:
1. Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1973
Desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal mulai dikenal dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1973 tentang Tata Cara
Penanaman Modal. Desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal ini hanya diperuntukkan untuk penanaman modal dalam negeri, sedangkan untuk
persetujuan dan perizinan penanaman modal asing masih bersifat sentralisasi. Adapun prinsip-prinsip desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal dalam
negeri berdasarkan Keputusan Presiden tersebut adalah: Ketentuan pokok tentang Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Dalam
Negeri diatur sebagai berikut: a.
Calon penanam modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka penanaman modal dalam negeri menyatakan minatnya dengan menghubungi BKPM daerah
untuk memperoleh keterangan mengenai kemungkinan penanaman modal di bidang usaha tertentu.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
b. Setelah calon penanaman modal mendapatkan keterangan-keterangan tentang
terbukanya bidang usaha, maka calon penanam modal menghubungi Notaris untuk menyelesaikan Akte Notaris guna pendirian Badan Hukum, kecuali bagi
penanam modal yang telah mempunyai bidang usaha berbentuk Badan Hukum.
c. Setelah memperoleh Akte Notaris pembentukan Badan Hukum, calon penanam
modal mengajukan permohonan kepada BKPM Daerah untuk memperoleh: 1.
Izin Usaha Sementara 2.
Izin Penggunaan Tanah Sementara 3.
Izin bangunan Sementara 4.
Izin Undang-undang Gangguan Sementara Dengan mengisi formulir sesuai dengan bentuk dan tata cara yang akan diatur
lebih lanjut oleh Ketua BKPM Pusat. d.
Penyelenggaraan untuk memperoleh izin-izin tersebut diatas ad. c Pasal ini, dikordinir oleh BKPM Daerah.
e. Tembusan Izin-izin Sementara tersebut ad.c Pasal ini yang telah dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah dan oleh Perwakilan Departemen yang bersangkutan di Pusat. f.
Dalam hal calon penanam modal akan melakukan usahannya tanpa memerlukan fasilitaskeringan fiskal dalam rangka penanaman modal dalam negeri, maka
calon tersebut mengajukan permohonan kepada BKPM Daerah untuk memperoleh izin usaha tetap.
g. Permohonan penanam modal ad. f Pasal ini, diteruskan oleh BKPM Daerah
kepada BKPM Pusat, dengan melampirkan salinan izin-izin yang telah dikeluarkan tersebut ad.e Pasal ini berserta Akte Notaris pembentukan Badan
Hukum.
h. BKPM Pusat meneliti apakah permohonan tersebut segera diberitahukan kepada
calon penanam modal yang bersangkutan. i.
Apabila permohonan untuk memperoleh izin tetap tersebut dikabulkan, maka BKPM mengkoordinir penyelesaian izin-izin meliputi:
1. Izin tetap Departemen yang bersangkutan
2. Pengesahan Badan Hukum PT oleh Departemen Kehakiman
Izin-izin tersebut disampaikan oleh BKPM kepada calon penanam modal yang bersangkutan, sedangkan tembusan disampaikan kepada BKPM Daerah dan
Instansi-instansi pemerintah lainnya yang dipandang perlu.
j. Penyelesaian izin penggunaan tanah sementara, izin bangunan sementara dan izin
Undang-undang gangguan sementara menjadi izin-izin yang bersifat tetap dikoordinir oleh BKPM Daerah dengan instansi pemerintah Daerah yang
bersangkutan.
k. Bagi penanam modal dalam negeri yang telah mempunyai bidang usaha tertentu
dan ingin memanfaatkan fasitaskeringanan fiskal dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri, yang bersangkutan menyatakan minatnya juga
dengan menghubungi BKPM Daerah.
l. Calon penanam modal maupun penanam modal yang berminat untuk
memperoleh fasilitas-fasilitaskeringanan-keringanan fiskal dalam rangka
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
Undang-undang Penanaman Modal dalam Negeri maka yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada BKPM Daerah dengan mengisi formulir, sesuai
dengan bentuk dan tata cara yang akan diatur lebih lanjut oleh Ketua BKPM Pusat dengan melampirkan:
1.
Akte Notaris pembentukan Badan HukumAkte pengesahan Badan Hukum. 2.
Izin usaha sementaraizin usaha tetap 3.
izin penggunaan tanah sementaraIzin penggunaan tanah tetap 4.
Izin bangunan sementaraIzin bangunan tetap. 5.
Izin Undang-undang gangguan sementara Izin Undang-undang gangguan tetap
m. BKPM Daerah setelah meneliti kelengkapan permohonan tersebut ad.1 Pasal ini,
kemudian meneruskannya kepada BKPM Pusat dengan disertai pertimbangan- pertimbangan seperlunya.
n. BKPM Pusat meneliti apakah permohonan fasilitaskeringanan fiskal tersebut
wajar untuk dikabulkan, sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan yang berlaku di bidang penanaman modal dalam negeri.
o. Apabila permohonan untuk meperoleh fasilitaskeringan fiskal tersebut
dikabulkan, maka BKPM mengkoordinir penyelesaian izi-izin yang meliputi: 1.
Izin usaha tetap dari Departemen yang bersangkutan; 2.
Pengesahan P.T oleh Departemen Kehakiman; 3.
Fasilitaskeringanan pajak dari Departemen Keuangan; 4.
Fasilitaskeringan bea masuk dari Departemen Keuangan; Tembusan keputusan-keputusanizin-izin tersebut disampaikan kepada BKPM
Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya yang dipandang perlu p.
Keputusan-keputusanizin-izin tersebut ad.o Pasal ini disampaikan oleh BKPM Pusat kepada yang bersangkutan.
q. Dalam hal calon penanam modal yang bersangkutan masih memiliki izin
penggunaan tanah sementara, maka penyelesaian izin-izin tersebut menjadi izin tetap, dikoordinir oleh BKPM Daerah dengan instansi-instansi Pemerintah Daerah
yang bersangkutan .
r. Besarnya biaya-biaya yang diperlukan untuk memperoleh keputusan-
keputusanizin-izin dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang diatur dalam Keputusan Presiden ini, dibebankan kepada penanam modal yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
55
Ketentuan tersebut di atas telah menunjukkan ada sejumlah kewenangan dari pemerintah daerah berkaitannya dengan perizinan Penanaman Modal dalam Negeri
PMDN. Adapun hal-hal yang menunjukkan peranan pemerintah daerah dalam hal
55
Pasal 1 Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1973 Tentang Tata Cara Penanaman Modal.
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
tersebut diatas: Pertama, setiap investor dalam negeri yang akan melakukan penanaman modal terlebih dahulu menghubungi BKPM Daerah untuk memperoleh
informasi dan peluang penanaman modal yang tersedia di daerah setempat.Kedua, Izin usaha sementara, Izin Penggunaan Tanah Sementara, Izin Bangunan Sementara,
dan Izin Usaha Undang-Undang Sementara diajukan dan dikoordinir permohonan tersebut oleh BKPM Daerah, meskipun format dan tata caranya ditetapkan oleh
BKPM Pusat, Ketiga, bahwa untuk penanam modal akan melakukan usahanya tanpa memerlukan fasilitas fiskal dalam rangka penanaman modal dalam negeri, maka
calon tersebut mengajukan permohonan kepada BKPM Daerah untuk memperoleh izin usaha tetap.
Ketiga hal tersebut di atas, telah menunjukan bahwa persetujuan dan perizinan penanaman modal dalam negeri berdasarkan keputusan presiden tersebut telah
menunjukkan adanya desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal dalam negeri.
Itulah deskripsi singkat mengenai konsep desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal, dalam rangka penanaman modal dalam negeri
sebagaimana terdapat dalam Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1973 tentang Tata Cara Penanaman Modal. Dalam perkembangannya tepat tanggal 3 Oktober 1977
Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1973 dicabut dengan Keputusan Presiden No. 54 Tahun 1977 tentang Ketentuan Tatacara Penanaman Modal
Nasrianti: Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
USU e-Repository © 2008
2. Keputusan Presiden No. 115 Tahun 1998