Prop. Kalimantan Barat: Pontianak
. Pontianak Entikong,
Pontianak
Prop. Kalimantan Timur: Samarinda
. Balikpapan, Nunukan,
Tarakan Balikpapan, Samarinda
Prop. Sulawesi Selatan: Pare-pare, Makassar,
Sengkang, Watampone. Prop. Sulawesi Utara:
Manado Bitung.
-
Prop. Sulawesi Tenggara Prop. Nusa Tenggara Barat
Mataram. Pantai Senggigi, Sumbawa
Prop. Nusa Tenggara Timur
Prop. Maluku Utara: Ternate
Prop. Papua: Serui
Biak, Fak-fak, Timika
Sumber:http:www.menkokesra.go.idpdfdeputi3human_trafficking_ind.pdf, Tindak Pemberantasan Pidana Perdagangan Orang di Indonesia
, Jakarta 2005.
B. Perkembangan tindak pidana trafiking secara internasional
Banyak fakta menunjukkan bahwa dalam masyarakat dunia termasuk Indonesia masih terjadi tindakan serupa perbudakan dan tindakan trafiking manusia terutama anak dan
wanita. Data trafiking manusia terutama anak dan perempuan malahan menunjukkan tren yang terus meningkat seiring dengan peningkatan sarana transportasi, kecanggihan sarana
elektronik, globalisasi, kalahnya hati nurani terhadap keuntungan finansial komersialisasi, dan sebagainya. Dari jumlah 100 manusia yang ada, 2,9 nya merupakan jumlah atau
banyak orang yangbermigrasi.
90
Sementara bagian terbesar perpindahan pendudukmigrasi ini mengalirkan keuntungan kepada pribadi yang bersangkutan dan masyarakat melalui perkembangan
dan kemajuan pertukaran pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya. Bersamaan dengan itu, mengalir pula sebuah sisi gelap dari migrasi yang mengabadikan atau dengan kata lain
melanggengkan perdagangan manusia. Zaman globalisasi ini telah ikut pula membawa globalisasi kejahatan, dengan jalan para sindikat penjahat telah menjadikan suatu
perpindahan yang sangat cepat sebagai sebuah organisasi global. Dari segi peresentase, angka 2,9 dari jumlah 100
rasanya bukan sesuatu yang istimewa, karena bukanlah merupakan angka yang besar. Itu hanyalah sebuah skala dari jumlah 190 juta orang yang bermigrasi. Namun, angka 190
juta orang adalah bagaikan kelompok orang dalam Negara dengan penduduk terpadat kelima di bumi, persis setelah Indonesia. Perkiraan ini tentu saja belum meliputi
perpindahan orang-orang tidak berdokumen yang bermigrasi dalam suatu migrasi ireguler yang tidak teratur. Hal ini juga belum termasuk migrasi domestik yang sebenarnya
merupakan saluran utama bagi trafiking manusia di wilayah dalam negeri sendiri. Melihat begitu banyak migran yang mengalir, terbukti bahwa, perpindahan
penduduk atau migrasi benar-benar menjangkau seluruh dunia yang difasilitasi secara besar-besaran oleh sistem komunikasi dan jaringan perjalanan canggih yang telah
membuat perjalanan internasional begitu meningkat dapat diakses sampai kepada rakyat jelata.
90
Memerangi Perdagangan Manusia, Tim Program Trafiking US DOJ-ICITAP, 2008.
Kenyataan menyedihkan ini merefleksikan sebuah modernisasi dari perbudakan, dimana manusia, para perempuan dan anak-anak dibawa untuk dijual, dibeli, dan
diperdagangkan ke dalam suatu tempat kerja paksa dan penghambaan bersifat eksploitatif yang menakutkan. Hal ini didukung oleh hukum demand dan supply yang ketika terdapat
demand yang murah, maka akan ada supply buruh dan para migrant potensial yang sedang mencari masa depan yang lebih baik di sana, yang dapat dieksploitasi.
Para migrant ireguler diperkirakan 13nya memasuki Negara-negara maju, meningkat 20 selama dekade yang lalu.
91
Pergerakan para migran tidak hanya dari Negara-negara miskin atau terbelakang ke Negara-negara maju namun juga di antara Negara dalam kelompok yang sama, seperti
trafiking manusia dari Uzbekistan ke Thailand, dari Zambia ke Botswana dan Eropa Timur ke Kamboja.
Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar satu juta orang masuk ke Amerika secara legal, dan 500.000 yang masuk secara ilegal setiap
tahunnya. Sementara di Eropa, angkanya sekitar 1,2 juta yang masuk secara legal, dan 500.000 dengan cara ilegal setiap tahunnya. Dengan berdirinya Uni Eropa, diperkirakan
terjadi persediaan sekitar 3 juta migrant iregular, naik dari 2 juta pada satu dekade sebelumnya. Sementara perkiraan migran ireguler di Thailand berkisar antara 2-4 juta.
Hal diatas ini tidak mempresentasikan secara keseluruhan situasi maupun kompleksitas tantangannya, namun sungguh memberikan suatu potret skala persoalan
trafiking manusia yang ada.Trend saat ini menunjukkan bahwa, sedikit sekali Negara- negara di dunia yang tidak dipengaruhi oleh trafiking manusia. Fenomena tersebut telah
tumbuh dalam skala yang menjangkau seluruh dunia, secara inter-regional dan intra- regional.
91
Ibid, hal 36
Trafiking manusia biasanya paling cenderung terjadi dari Negara-negara yang lebih maju. Ini merupakan suatu gejala perbedaan atau kesenjangan sosial ekonomi.
Bagaimanapun juga, trafiking manusia adalah sebuah bisnis yang didasarkan atas hukum supply
dan demand. Semua ini mungkin saja merupakan kecenderungan-kecenderungan umum, karena terdapat bukti bahwa trafiking manusia terjadi juga di dalam Negara maju,
yang dikenal sebagai bangsa-bangsa kaya, serta terjadi diantara mereka, yakni di Negara yang maju dan sangat maju. Hal yang sama juga berlaku pada praktek trafiking manusia
dalam negeri sendiri, dari daerah-daerah yang sudah lebih maju atau kota-kota besar. Trafiking manusia di dalam wilayah yang juga cukup signifikan, sebagaimana
terbukti oleh trafiking manusia antar dan diantara Negara-negara bagian Saharan di Afrika, dengan yang lebih besar lagi yakni sub-wilayah Mekong, Amerika Latin, dan
sebagainya. Orang-orang yang mengalami trafiking manusia diperkirakan berada dalam
industri global dengan aset dan omset miliaran dollar Amerika, dengan kisaran perkiraan lebih dari 10 milyar dolar per tahun.
Trafiking manusia juga dilaporkan melibatkan sekitar 800.000-3 juta perempuan dan anak-anak di seluruh dunia. Tahun 2005, ILO Global Report on Forced Labour
memperkirakan hampir 2,5 juta orang dieksploitasi melalui trafiking menjadi buruh di seluruh dunia, dan lebih dari setengahnya berada di wilayah Asia dan Pasifik – dan,
40nya adalah anak-anak. Para ahli hukum pidana dan penegakan hukum lainnya seringkali menyebut
kejahatan trafiking manusia sebagai kejahatan yang paling menguntungkan di antara kejahatan yang paling menguntungkan di antara kejahatan-kejahatan transnasional,
sejajar dengan kejahatan-kejahatan arms smuggling dan trafficking of drugs.
92
Dalam banyak perusahaan adalah suatu hal yang biasa perusahaan menghargai karyawannya dengan fasilitas wisata. Kebanyakan perusahaan di Jerman sebagai contoh
mengirimkan para karyawannya ke Thailand. Di Thailand sendiri pekerja seks adalah keliru apabila kita sebut sebagai wanita, melainkan perempuan yang berusia masih 10 –
15 tahun. Juga
terdapat bukti, bahwa kelompok-kelompok penjahat yang terorganisir mungkin saja berdagang dengan baik di masing-masing wilayah ini dengan menggunakan modus
operandi sama yang terorganisir dengan baik dalam perpindahan, mentransfer dan mencuci uangnya.
Meskipun dengan pola-pola kejahatan ini, cara-cara untuk melakukan trafiking manusia secara terorganisir akan sangat tergantung pada skala usaha trafiking itu sendiri.
Trafiking manusia internasional misalnya, yang terjadi antara Asia dan Amerika Serikat, melibatkan kadar pengalaman dan organisasi yang jauh lebih tinggi daripada melakukan
trafiking manusia lintas batas, katakan saja dari Kamboja ke Thailand. Elemen-elemen kejahatan ini juga berganti-ganti Negara danatau daerah asal
untuk memenuhi permintaan pasar. Satu contoh dapat diberikan disini adalah, naiknya trafiking manusia yang terjadi pada perempuan-perempuan di Eropa Timur ke Negara-
negara Barat untuk perluasan trafiking manusia dari Eropa Timur sebagai daerah asal rival tradisional seperti Asia, Afrika dan Karibia.
93
92
Opcit, Memerangi Perdagangan Manusia, Tim Program Trafiking US DOJ-ICITAP, 2008, hal. 37.
Oleh karena itu dapat kita lihat bahwa bisnis kejam ini tumbuh subur akibat
93
http:www.wikimu.com, Maraknya Kasus Paedophile dan Child Sex Slavery di
Asia, Diakses tanggal 11 Maret 2010.
banyaknya permintaan wisata pula dari Negara-negara barat yang berkunjung ke Negara- negara Asia yang memang terkenal dengan perbudakannya.
Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB sendiri dalam tahun 1997 memperkirakan bahwa pelaku, mucikari, penyelundup dan pejabat Negara yang terlibat dalam trafiking
mengantungi keuntungan sebesar US 7 milyar dari kegiatan perdagangan orang ini, sesuai dengan yang terdapat dalam Briefing Kit”Trafficking in Persons: Gender and
Rights Perspektife”.
94
Sebelumnya telah diketahui bahwa perdagangan manusia ini ialah berdasar suatu hukum demand dan supply. Demand dan supply disebabkan oleh hal-hal tertentu.
Dalam berbagai berita, artikel dan literatur banyak digambarkan berbagai pengalaman korban trafiking khususnya perempuan dan anak yang dimana pengalaman
buruk berupa penderitaan dengan adanya perlakuan yang kejam, penderitaan, diinjak- injak harkat dan martabat dan perlakuan kejam yang berupa perbudakan lainnya.
Dalam modus operandi atau proses operasi trafiking secara internasional tidaklah jauh beda dari modus operandi trafiking secara nasional yang telah diuraikan sebelumnya
baik dalam hal perekrutan, pemalsuan dokumen dan lain sebagainya.
95
1. Perempuan dianggap cocok sebagai buruh atau bekerja dalam sektor informal
yang terkenal dengan rendahnya gaji, pekerjaan biasa, tingginya resiko pekerjaan dan tidak adanya kesepakatan atau perjanjian kerja.
Pada hal permintaan demand yang menjadi faktor ialah antara lain:
94
Opcit, L.M. Gandhi Lapian dan Hetty A. Geru, hal.58
95
L.M. Gandhi Lapian dan Hetty A. Geru, Opcit, hal.65
2. Peningkatan permintaan akan pekerja dari luar Negara untuk peran domestik dan
pengasuhan, serta kurangnya sistem pengaturan yang mendukung. 3.
Berkembangnya industri miliaran dollar dalam bidang seks dan hiburan. 4.
Ciri kejahatan trafiking yang nyaris tanpa resiko dan keuntungan yang besar, ditambah kurangnya kehendak dan kesadaran serta kesulitan aparat penegak
hukum untuk mengadili pelaku trafiking. 5.
Mudahnya mengontrol dan memanipulasi perempuan yang rentan. 6.
Kurangnya akses akan sistem hukum yang menjamin perlindungan, bantuan, dan ganti rugi bagi korban trafiking.
7. Devaluasi hak asasi manusia perempuan dan anak.
Sedang pada masalah supply atau hal yang menunjang penawaran ialah: 1.
Kurangnya akses akan pendidikan yang membatasi peluang perempuan untuk menambah penghasilan mereka dalam pekerjaan yang mensyaratkan
keterampilan yang lebih meningkat. 2.
Kurangnya peluang akan pekerjaan yang sah dan memuaskan terutama dipedesaan.
3. Kebijakan migrasi dan imigrasi serta peraturan yang membedakan antara pria dan
wanita yang sering dimaksudkan untuk melindungi wanita, ternyata sebaliknya membatasi peluang perempuan untuk dapat bermigrasi secara legal.
4. Dibandingkan dengan pria, perempuan mempunyai akses yang kurang akan
informasi mengenai migrasi atau peluang pekerjaan saluran rekrutmen dan kurang sadar akan resiko bermigrasi.
5. Kekacauan sistem hukumpenunjang karena bencana alam dan bencana ulah
manusia.
6. Sikap masyarakat dan praktik dalam masyarakat yang tradisional, yang
menoleransi kekerasan terhadap perempuan. Berikut adalah table data daerah sumber, transit dan penerima perdagangan orang ke luar
negeri. Tabel 3: Daerah sumber, transit dan Penerima Trafiking
Daerah Sumber Negara Penerima
Indonesia, Thailand, Taiwan, Cina, Hong Kong dan beberapa negara Eropa termasuk
Norwegia Rosenberg 2003 Asia Tenggara Singapura,
Malaysia, Brunei, Filipina, Thailand,
Timur Tengah Arab Saudi, Taiwan, Hong Kong, Jepang,
Korea Selatan, Australia,
Amerika Selatan, dan Indonesia. Sumber:
http:www.menkokesra.go.id, human_trafficking_ind.pdf Indonesia belakangan ini dianggap pula sebagai Negara penerima karena adanya fakta
yang menunjukkan seperti didaerah Batam bahwa Indonesia menerima dari Negara Asia lainnya seperti Thailand, Taiwan, Cina dan Hong Kong dalam hal pelacuran.
, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta 2005.
BAB III PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA TRAFIKING
MENURUT HUKUM NASIONAL
A. Pengaturan Trafiking Sebelum Lahirnya UUPTPPO