terhadap hak-hak untuk meninggalkan Negara diberlakukan pada sejumlah kategori orang tertentu, seperti kaum minoritas dan para nara pidana. Setiap pembatasan
terhadap hak ini harus memenuhi persyaratan berikut ini: 1.
Pembatasan tersebut diatur atau sesuai hukum. 2.
Tujuan pembatasan tersebut harus masuk dalam kategori yang diterima secara umum berkaitan dengan keamanan nasional dan tatanan umum,
dan moral masyarakat. 3.
Pembatasan tersebut hendaknya tidak diskriminatif atas dasar larangan tertentu, termasuk jenis kelamin.
Dengan kata lain, bahkan apabila sebuah Negara mampu mengemukakan alasan bahwa langkah-langkah yang diambil itu perlu dan proporsional sesuai tujuan yang
ditetapkan, maka Negara tersebut juga harus mampu menunjukkan bahwa larangan itu bersifat non-diskrimatif.
Dan mengenai orang-orang yang mengalami trafiking manusia, untuk kemabli ke negaranya, dalam Deklarasi Universal mengenai Hak-Hak Asasi Manusia
menegaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk…kembali ke negaranya”. Kesepakatan internasional yang dituangkan dalam konvensi mengenai hak-hak sipil
dan politik mengemukakan bahwa: “Tidak seorangpun dapat dicabut haknya secara sewenang-wenang untuk masuk ke negerinya sendiri”. Beberapa hak lainnya yang
diakui secara internasional, seperti larangan pengasingan dan larangan pengusiran warga Negara memberikan dukungan lebih lanjut bagi setiap orang untuk memilki
hak kembali ke negerinya sendiri.
4. Perdagangan Manusia dan Konvensi Internasional tentang Penghapusan
Terhadap Segala Bentuk Diskriminasi Rasial CERD 1994
Beberapa perangkat pokok hak asasi manusia, baik internasional maupun regional, melarang diskriminasi terhadap sejumlah alas an termasuk ras, jenis
kelamin, bahasa, agama dan harta benda, kelahiran atau status lainnya. Trafiking
manusia dapat dikatakan melanggar larangan internasional tehadap diskriminasi rasial maupun sejumlah perjanjian pokok internasional dan regional tentang hak asasi
manusia. Telah dikemukakan bahwa trafiking manusia merupakan sebuah kejahatan yang melanggar hukum internasional tentang diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.
Larangan terhadap diskriminasi itu relevan dalam kaitannya dengan sejumlah respon dari Negara-negara terhadap trafiking manusia. Misalnya, sebuah Negara tidak
dapat memberlakukan sebuah perundangan yang berdampak negatif terhadap kaum permepuan, misalnya dengan menghambat kebebasan bergerak. Tidak dapat
melakukan kegiatan yang akan menimbulkan dampak yang saling merugikan hak-hak sebuah kelompok sosial, etnik atau keagamaan tertentu dan kelompok lainnya,
meskipun jika maksud kegiatan yang dimaksud untuk memerangi trafiking manusia.
110
5. Perdagangan Manusia dan Konvensi Internasional tentang Penghapusan
Terhadap Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan CEDAW 1980
Tepatnya pada 18 Desember 1979, Majelis Umum PBB menyetujui sebuah rancangan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan. Majelis Umum PBB mengundang negaranegara
anggota PBB untuk meratifikasinya. Konvensi ini kemudian dinyatakan berlaku pada tahun 1981 setelah 20 negara menyetujui. Disetujuinya Konvensi Penghapusan segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan selanjutnya disingkat sebagai Konvensi Perempuan merupakan puncak dari upaya Internasional dalam dekade perempuan
110
http:www.elsam.or.id, Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial Sebuah Kajian Hukum Tentang Penerapannya Di Indonesia, Diakses tanggal 4 Juni
2010.
yang ditujukan untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak perempuan di seluruh dunia.
Pada konvensi CEDAW hal yang ditegaskan bagi perempuan ialah:
111
1. Prinsip Non Diskriminatif
Prinsip ini terdapat pada Pasal 1 Konvensi Perempuan secara tegas menyebutkan apa yang disebut dengan Diskriminasi terhadap perempuan, yaitu :
“…setiap perbedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau
menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hakhak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil
atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan.”
Disamping pasal 1 Konvensi, pasal 4 ayat 2 semakin menegaskan apa yang dimaksud dengan diskriminasi :
“Pembuatan peraturan-peraturan khusus oleh negara-negara peserta termasuk peraturan yang dimuat dalam Konvensi ini yang ditujukan untuk melindungi
kehamilan, tidak dianggap diskriminasi ”.
2. Prinsip Persamaan Keadilan Substantive
Prinsip ini ditegaskan dalam Mukadimah, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5. Pada mukadimah dan tiap Pasal ini, ditegaskan bahwa selama ini oleh karena
berbagai struktur social dan budaya yang ada peran wanita yang sebenarnya besar tidak dihargai dan dibedakan dari pria dan ioleh sebab itu maka harus disamakan
dalam segala bidang. 3.
Prinsip Kewajiban Negara Prinsip kewajiban negara secara jelas ditemukan pada berbagai pasal dari
Konvensi. Sebagai sebuah konvensi yang mengikat negara maka kewajiban
111
sekitarkita.comwp-contentuploads200905konvensi_cedaw.pdf, Hak Asasi Perempuan
dan Konvensi CEDAW
negaralah yang utama untuk menjalankan Konvensi. Ada sekitar 37 kewajiban negara yang dicantum oleh Konvensi Perempuan agar hak-hak perempuan dapat
dinikmati oleh kaum perempuan meliputi kewajiban di dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan budaya. Di dalam bagian pertama, kerangka
kewajiban negara secara umum dan kerangka penjabaran pasal-pasal di dalam bagian II dan berikutnya. Kerangka kewajiban tersebut terdapat di dalam Pasal 2,
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 yaitu melaksanakan prinsip non diskriminasi terhadap perempuan dengan cara :
a. Menjamin pelaksanaan anti diskriminasi terhadap perempuan;
b. Melindungi perempuan dari segala bentuk diskriminasi;
c. Memenuhi segala hak-hak fundamental yang dimiliki sebagai manusia yang
berjenis kelamin perempuan.
112
6. Perdagangan Manusia dan Konvensi Internasional tentang Hak-hak Anak