Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Trafiking Di Indonesia Dikaitkan Dengan Konteks Hukum Internasional
27
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA
TRAFIKING DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN
KONTEKS HUKUM INTERNASIONAL
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Diperolehnya Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh:
RUTH RYADHIKA A. GINTING 060200009
Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(2)
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA
TRAFIKING DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN
KONTEKS HUKUM INTERNASIONAL
Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Diperolehnya Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
NAMA
: RUTH R. A. GINTING
NIM
: 060200009
BAGIAN
: HUKUM PIDANA
DISETUJUI OLEH
KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
(ABUL KHAIR, SH. M.Hum)
NIP : 09610702198930010
PEMBIMBING I
PEMBIMBING II
( NURMALAWATY, SH.M.Hum ) (CHAIRUL BARIAH,SH.M.Hum)
NIP : 196209071988112001
NIP : 165612101986012001
(3)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan anugerah dan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugaas akhir berupa penulisan skripsi yang berjudul:
“
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA TRAFIKING DI
INDONESIA DIKAITKAN DENGAN KONTEKS HUKUM
INTERNASIONAL”
Materi yang dibahas dalam skripsi ini ialah mengenai pengaturan hukum
perdagangan manusia baik secara nasional maupun internasional. Yang terjadi
saat ini ialah perdagangan manusia yang tidak lagi berada dalam lingkungan
nasional atau dalam satu negara saja tetapi juga telah mencapai pada tingkat lintas
negara sehingga perlu pula pengaturan hukum secara global. Oleh dasar itulah
maka penulis mencoba mengkaji mengenai pengaturan hukum mengenai
kejahatan perdagangan orang ini serta bagaimana perkembangan tindak pidana ini
secara nasional dan internasional.
Penyusunan skripsi ini ialah untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan.
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan adanya bantuan baik
secara moril maupun materil dan dalam kesempatan ini maka saya ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
(4)
1.
Bapak DR. Runtung Sitepu SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan.
2.
Ibu Nurmalawaty, SH, M.Hum, sebagai Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
3.
Ibu Chairul Bariah, SH, M.Hum, sebagai Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
4.
Bapak Abul Khair, SH, M.Hum, sebagai Ketua Departemen Hukum
Pidana.
5.
Bapak M. Husni, SH, M.Hum, sebagai Dosen Wali yang telah menbantu,
membimbing penulis dalam menyelesaikan studinya.
6.
Kedua orang tua saya yaitu: Mion Ginting, SH dan Melvina S. Ketaren.
7.
Teman-teman yang memberikan masukan dan saran dalam penulisan
skripsi ini serta tetap memberikan dukungan.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2010
(Ruth Ryadhika Anantha Ginting)
(5)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
ABSTRAK ... iv
BAB I
PENDAHULUAN ... 1
A.
Latar Belakang ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 7
C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8
D.
Keaslian Penulisan ... 8
E.
Tinjauan Pustaka ... 9
1.
Definisi Trafiking ... 10
2.
Bentuk-bentuk Trafiking ... 14
3.
Unsur-unsur Penting Trafiking ... 21
F.
Metodologi Penulisan ... 23
G.
Sistematika Penulisan ... 25
BAB II
PERKEMBANGAN MASALAH TINDAK PIDANA
TRAFIKING SECARA NASIONAL DAN INTERNASIONAL
... 27
A.
Perkembangan Tindak Pidana Trafiking secara Nasional ... 27
1.
Trend, Bentuk dan Modus Operandi Trafiking
Manusia di Indonesia ... 27
2.
Pelaku Tindak Pidana Trafiking di Indonesia ... 54
B.
Perkembangan Tindak Pidana Trafiking secara International 60
(6)
BAB III
PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA TRAFIKING
MENURUT HUKUM NASIONAL
... 69
A.
Pengaturan Trafiking Sebelum Lahirnya UUPTPPO ... 69
1.
Perdagangan Manusia dan Pancasila ... 71
2.
Perdagangan Manusia dan Undang-Undang 1945 ... 71
3.
Perdagangan Manusia dalam Kitab Undang-undang
Hukum
Pidana (KUHP) ... 77
4.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia ... 81
5.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak ... 82
6.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri ... 83
B.
Trafiking di dalam Undang- undang Nomor 21 Tahun 2007
(UUPTPPO) ... 85
BAB IV
PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA TRAFIKING
DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNATIONAL
... 93
A.
Trafiking dalam Konvensi-Konvensi Internasional ... 93
1.
Perdagangan Manusia dan Deklarasi Universal tentang
HAM (DUHAM) 1948-1998 ... 94
(7)
2.
Perdagangan Manusia dan Konvensi Internasional tentang
Hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) 1977 . 94
3.
Perdagangan Manusia dan Konvensi Internasional tentang
Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) 1992 ... 96
4.
Perdagangan Manusia dan Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Terhadap Segala Bentuk Diskriminasi
Rasial (CERD) 1994 ... 99
5.
Perdagangan Manusia dan Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Terhadap Segala BentukDiskriminasi
terhadap
Perempuan (CEDAW) 1980 ... 100
6.
Perdagangan Manusia dan Konvensi Internasional
tentang Hak-hak Anak (CRC) 1989 ... 102
7.
Perdagangan Manusia dan Konvensi PBB untuk
Melawan
Kejahatan Transnational Yang Terorganisir (CATOC)
2000 beserta Protokol PBB untuk Mencegah, Menindak
dan Menghukum Trafiking Manusia Khususnya
Perempuan
dan Anak-anak ... 105
8.
Perdagangan Manusia dan Protokol Opsional dari
Konvensi
Hak-hak Anak atas Penjualan Anak-anak, Prostitusi Anak
(8)
dan Pornografi Anak ... 110
B.
Trafiking Manusia sebagai Transnational Crime ... 113
C.
Urgensi Hukum Internasional dalam Tindak Pidana Trafiking
... 116
D.
Kerja sama Internasional dalam Mencegah dan Memberantas
Tindak Pidana Trafiking Manusia ... 120
BAB V
PENUTUP
... 123
A.
Kesimpulan ... 123
B.
Saran ... 124
DAFTAR PUSTAKA ... 126
(9)
ABSTRAK
Ruth R. A. Ginting* Nurmalawaty, SH. M.Hum** Chairul Bariah, SH. M.Hum***Perdagangan manusia merupakan suatu kejahatan yang mengancam
kesejahteraan dan mengganggu hak asasi dari manusia baik secara individual
maupun secara kolektif. Hal ini terjadi saat perdagangan manusia yang merupakan
bentuk modern dari perbudakan semakin tumbuh subur dan bahkan berkembang
hingga menjadi kejahatan lintas Negara. Kejahatan ini tidak hanya menyangkut
kepentingan satu Negara saja tetapi juga menyangkut kepentingan negara lain.
Perdagangan orang sendiri merupakan kejahatan yang dilakukan dengan proses
dan tertentu yang bertujuan untuk mengeksploitasi seseorang oleh sebab tertentu.
Kejahatan ini dilakukan dengan berbagai modus operandi yang secara nasional
dan internasional tidak jauh berbeda.
Untuk dapat mencegah dan mengatasi kejahatan serius ini, secara nasional
telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan. Sebelum adanya
Undang-undang PTPPO, masalah perdagangan manusia ini telah dapat dikenai sanksi
pidana melalui KUHP. Selain KUHP terdapat pula beberapa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perdagangan manusia ini. Oleh karena semakin
dirasa perlunya peraturan yang lebih spesifik mengatur mengenai perdagangan
manusia ini maka lahirlah UUPTPPO. Indonesia telah menyatakan diri ikut
memerangi perdagangan manusia bersama-sama bangsa lain lewat meratifikasi
berbagai konvensi ataupun protokol Internasional.
Sebagai kejahatan lintas negara yang memerlukan perhatian lebih, masalah
pengaturan mengenai perdagangan manusia ini sebenarnya telah ada lewat
berbagai konvensi dan protokol guna mencegah dan mengatasi kejahatan ini
secara global atau internasional. Hal ini dilakukan oleh karena semakin besarnya
tingkat terjadinya perdagangan manusia yang merupakan perlakuan kejam ini.
Pengaturan mengenai perdagangan manusia ini dilakukan lewat
konvensi-konvensi Internasional.
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan metode penelitian hukum normatif
dengan sumber data skunder yang dianalisis dengan cara intepretasi otentik yaitu
dengan cara mendeskripsikan, mensistematisasi, dan mengevaluasi tentang
keadaan dan pengaturan trafiking dalam peraturan-peraturan yang mengatur
masalah perdagangan manusia khususnya wanita dan anak. Diharapkan agar
skripsi ini dapat bermanfaat.
*Penulis, Mahasiswa Departemen Hukum Pidana
**Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana
***Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Internasional
(10)
ABSTRAK
Ruth R. A. Ginting* Nurmalawaty, SH. M.Hum** Chairul Bariah, SH. M.Hum***Perdagangan manusia merupakan suatu kejahatan yang mengancam
kesejahteraan dan mengganggu hak asasi dari manusia baik secara individual
maupun secara kolektif. Hal ini terjadi saat perdagangan manusia yang merupakan
bentuk modern dari perbudakan semakin tumbuh subur dan bahkan berkembang
hingga menjadi kejahatan lintas Negara. Kejahatan ini tidak hanya menyangkut
kepentingan satu Negara saja tetapi juga menyangkut kepentingan negara lain.
Perdagangan orang sendiri merupakan kejahatan yang dilakukan dengan proses
dan tertentu yang bertujuan untuk mengeksploitasi seseorang oleh sebab tertentu.
Kejahatan ini dilakukan dengan berbagai modus operandi yang secara nasional
dan internasional tidak jauh berbeda.
Untuk dapat mencegah dan mengatasi kejahatan serius ini, secara nasional
telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan. Sebelum adanya
Undang-undang PTPPO, masalah perdagangan manusia ini telah dapat dikenai sanksi
pidana melalui KUHP. Selain KUHP terdapat pula beberapa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perdagangan manusia ini. Oleh karena semakin
dirasa perlunya peraturan yang lebih spesifik mengatur mengenai perdagangan
manusia ini maka lahirlah UUPTPPO. Indonesia telah menyatakan diri ikut
memerangi perdagangan manusia bersama-sama bangsa lain lewat meratifikasi
berbagai konvensi ataupun protokol Internasional.
Sebagai kejahatan lintas negara yang memerlukan perhatian lebih, masalah
pengaturan mengenai perdagangan manusia ini sebenarnya telah ada lewat
berbagai konvensi dan protokol guna mencegah dan mengatasi kejahatan ini
secara global atau internasional. Hal ini dilakukan oleh karena semakin besarnya
tingkat terjadinya perdagangan manusia yang merupakan perlakuan kejam ini.
Pengaturan mengenai perdagangan manusia ini dilakukan lewat
konvensi-konvensi Internasional.
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan metode penelitian hukum normatif
dengan sumber data skunder yang dianalisis dengan cara intepretasi otentik yaitu
dengan cara mendeskripsikan, mensistematisasi, dan mengevaluasi tentang
keadaan dan pengaturan trafiking dalam peraturan-peraturan yang mengatur
masalah perdagangan manusia khususnya wanita dan anak. Diharapkan agar
skripsi ini dapat bermanfaat.
*Penulis, Mahasiswa Departemen Hukum Pidana
**Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana
***Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Internasional
(11)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Trafiking in person atau perdagangan manusia mungkin bagi banyak kalangan merupakan hal yang sudah sering atau biasa untuk di dengar oleh karena tingkat terjadinya kasus trafiking yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia sendiri. Fenomena ini memang adalah hal yang sering menjadi pusat perhatian berbagai kalangan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Trafiking terhadap manusia adalah suatu bentuk praktek kejahatan kejam yang melanggar martabat manusia, serta merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia paling konkrit yang sering memangsa mereka yang lemah secara ekonomi, sosial, politik, kultural dan biologis. Banyak kalangan menyebut trafiking terhadap manusia, yang saat ini digunakan secara resmi di dalam Undang-undang No. 21 tahun 2007 dengan sebutan Perdagangan Orang sebagai “ the form of modern day slavery”.49
49
Disebutkan dalam bahan/paper Pelatihan Bersama Bagi Penegak Hukum Untuk Penanganan Kejahatan Lintas Negara, dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung RI di Pusdiklat Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, 2009, hal.1
Sebutan tersebut sangat tepat karena sesungguhnya ia adalah bentuk dari perbudakan manusia di zaman modern ini. Ia juga merupakan salah satu bentuk perlakuan kejam terburuk yang melanggar harkat dan martabat manusia.
Praktik trafiking yang seringkali terjadi selama ini adalah perdagangan wanita dan anak-anak yang diperniagakan secara paksa, diculik, disekap, dijerat dengan utang, ditipu, dibujuk atau diiming-imingi dan seterusnya, untuk dijadikan pekerja seks komersial atau dieksploitasi. Hal ini diketahui dari banyak pengalaman yang terungkap dari korban maupun para pelaku tindak pidana trafiking yang terungkap.
(12)
Kita mengetahui secara pasti bahwa diri kita adalah bebas dan tidak dapat diperlakukan layaknya barang atau benda yang berada di bawah penguasaan manusia lain yang juga mempunyai harkat dan martabat yang sama dengan kita. Pada dasarnya trafiking dapat terjadi oleh berbagai faktor yang antara lain kemiskinan.50
Tidak hanya itu, ada pula faktor yang sering menjadi penyebabnya yaitu faktor sosial budaya, orang tua menganggap bahwa anak merupakan hak milik yang harus melakukan kehendak orang tua.
Tingkat kemiskinan yang tinggi di Indonesia, banyaknya pengangguran dan sedikitnya lapangan kerja yang tersedia di Indonesia mengakibatkan banyak rakyat Indonesia yang tertarik dengan iming-iming untuk bekerja di luar negeri dengan gaji yang besar. Padahal banyak lembaga pengiriman tenaga kerja ke luar negeri yang ada belum jelas asal usulnya. Tetapi karena desakan ekonomi yang sangat tinggi maka terkadang mereka tidak terlalu peduli akan kejelasan dari lembaga ataupun perusahaan penyalur tenaga kerja tersebut. Padahal banyak perusahaan penyalur tenaga kerja ke luar negeri yang mengirimkan tenaga kerja dari Indonesia bukan untuk bekerja sebagaimana pekerjaan yang layak, tetapi banyak yang ternyata para pekerja yang dikirimkan dijadikan pekerja seks komersial dan bahkan ada yang dieksploitasikan untuk menjadi budak.
51
50
Chairul Bariah Mozasa, Aturan-aturan Hukum Trafiking,,USU press, Medan 2005, hal 12.
Setiap anak harus dan tidak boleh menentang kemauan dari orang tua, padahal belum tentu semua pemikiran orang tua itu benar. Sebagai contoh di Indonesia telah kita ketahui belakangan ini mengalami bencana alam yang memperburuk keadaan ekonomi suatu keluarga yang di daerah bencana tersebut orang tua yang putus asa banyak menjual anak-anaknya guna memulihkan perekonomiannya.
51
Sebab terjadinya trafiking manusia. Diakses tanggal 3 Maret 2010.
(13)
Masalah lain yang sering timbul dari perdagangan orang khususnya bayi adalah akibat dari pergaulan bebas antar remaja yang semakin marak di Indonesia52
Apabila dibayangkan, trafiking merupakan bisnis yang sangat menguntungkan, pedagangnya hanya menggunakan modal yang tidak banyak yang barang dagangannya tersebut seolah-olah hanya di ambil begitu saja layaknya air disungai atau udara yang bebas dihirup yang memang diciptakan Yang Maha Esa untuk dipergunakan. Hanya saja manusia adalah milik dari dirinya masing-masing yang apabila memperdagangkan manusia adalah hal yang tidak berkeprimanusiaan. Dari hal ini dapat diketahui pula bahwa trafiking adalah merupakan industri yang sangat menguntungkan. Dari industri seks saja menghasilkan US $ 1,2 – 3,3 Milyar per tahun untuk di Indonesia saja.
. Banyak pemuda pemudi yang melakukan hubungan suami istri di luar nikah yang mengakibatkan terjadinya kehamilan diluar nikah. Terhadap bayi yang lahir tersebut biasanya karena kedua orang tuanya tidak memliki status perkawinan yang jelas dan untuk menghindari aib di masyarakat maka banyak dari orang tua yang memiliki bayi diluar pernikahan menjual bayi tersebut kepada orang lain yang bersedia membeli bayi tersebut. Padahal belum tentu sang pembeli bayi tersebut berniat menjadikan bayi tersebut sebagai anak angkatnya.
Trafiking khususnya terhadap wanita dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan, baik terorganisir maupun tidak terorganisir. Kejahatan keji ini bahkan melibatkan tidak hanya orang perorangan tapi juga penyelenggara Negara yang menyalahgunakan wewenang dan/atau kekuasaannya. Jaringan pelaku trafiking ini juga memiliki jangkauan operasi tidak hanya terbatas antarwilayah dalam negeri, namun juga meluas sampai antarnegara.
52
“Banyak Bayi Dibuang Akibat Pergaulan Bebas
(14)
Di dalam KUHP, sesungguhnya telah terdapat banyak pasal yang biasa didayagunakan untuk menindak pelaku trafiking ini, seperti Pasal 263 tentang Memalsukan surat-surat, Pasal 277 tentang Mengaburkan asal usul seseorang, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, dan masih banyak lagi yang akan dibahas lebih lagi nantinya. Disamping itu, trafiking terhadap manusia juga sesungguhnya dilarang dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia di luar KUHP yang memuat ancaman pidana kepada pelaku tindak pidana terkait trafiking, seperti: Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, Undang-undang 36 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan saksi dan korban, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 Tentang penghapusan Korupsi dan lain sebagainya. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak misalnya juga menetapkan larangan memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual.
Namun demikian ketentuan KUHP dan UU Perlindungan Anak serta Peraturan Perundang-undangan RI lainnya tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan
(15)
orang yang tegas atau lengkap secara hukum. Disamping itu, Pasal 297 dan Pasal 324 KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan dirasakan tidak sepadan dengan dampak yang diderita korban akibat kejahatan trafiking tersebut. Oleh karena itu dipandang perlu untuk membentuk undang-undang khusus yang mampu menyediakan landasan hukum materil dan formil sekaligus dengan rumusan dan unsur-unsurnya secara komprehensif serta ancaman hukuman yang berat guna memberantas tuntas kejahatan keji terhadap kemanusiaan ini. Untuk maksud dan tujuan tersebut, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Pada konteks nasional, persoalan trafiking manusia di Indonesia sudah sampai pada taraf sangat memprihatinkan. Fenomena trafiking manusia dapat diasumsikan bagaikan “fenomena gunung es di samudera yang luas” 53, yaitu jumlah korban yang terdeteksi atau terungkap dan tertangani baru merupakan puncak gunung es yang tampak di permukaan samudera luas. Artinya, sesungguhnya masih jauh lebih banyak korban trafiking manusia yang belum terungkap, seperti bagian es yang berada di permukaan samudera54
Trafiking manusia juga dikenal diseluruh dunia sebagai satu-satunya tindakan atau perbuatan pidana yang telah secara signifikan menjerumuskan jutaan korban ke . Hal itu juga menandakan, bahwa upaya pengendalian dan penanggulangan kejahatan trafiking melalui sarana penegakan hukum masih sangat jauh dari memadai, sehingga dibutuhkan berbagai upaya yang lebih efektif untuk mengendalikan dan memberantasnya, terutama dalam hal penegakan hukum.
5
Bahan/paper Pelatihan Bersama Bagi Penegak Hukum Untuk Penanganan Kejahatan Lintas Negara, opcit, hal. 39.
"Potret Perdagangan Manusia (Trafficking) di Indonesia"tanggal posting 19 Mei 2010.
(16)
dalam perbudakan dan memungkinkan jaringan kejahatan terorganisir untuk mengalihkan dana yang besar ke berbagai upaya mengoperasikan kejahatan terkait lainnya, seperti perdagangan narkotika, pencucian uang dan lain sebagainya yang dapat berpotensi melumpuhkan sendi-sendi perekonomian Negara dan sistem penegak hukum. Hal ini juga yang menyebabkan tindak pidana perdagangan orang ini masuk kedalam kejahatan lintas Negara.
Trafiking merupakan kejahatan yang terorganisir yang dilakukan dengan berbagai prosedur oleh beberapa orang yang mempunyai tugas masing-masing seperti perekrutan, penyekapan, pengiriman serta penerimaan seperti yang dikatakan oleh Donald Cressey.55 Semua prosedur ini banyak terjadi melewati batas nasional Negara yang menyangkut kepentingan banyak Negara yang menjadi pusat perhatian. Oleh karena itu pula maka banyak pula dilakukan konvensi-konvensi internasional guna membahas bagaimana cara pencegahan dan penanggulan terjadinya kasus trafiking ini karena juga disadari trafiking sebagai tindak pidana sumber dana kejahatan lainnya yang juga berimbas pada kepentingan Negara-negara pula.
Dari uraian ringkas diatas dapat diketahui bahwa trafiking merupakan suatu fenomena dunia yang merupakan tindak pidana yang dapat merugikan kepentingan banyak Negara yang pengaturannya harus bisa mencakupnya sebagai bagian dari kejahatan lintas Negara. Dan oleh karena itu maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Trafiking Di Indonesia Dikaitkan Dengan Konteks Hukum Internasional”.
55
Bahan/paper Pelatihan Bersama Bagi Penegak Hukum Untuk Penanganan Kejahatan Lintas Negara, opcit, hal 11.
(17)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Perkembangan Masalah Tindak Pidana Trafiking secara Nasional dan Internasional?
2.Bagaimana Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Trafiking secara Nasional? 3.Bagaimana Tinjauan Yuridis Trafiking Menurut Hukum Internasional?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain :
1. Untuk mempelajari dan mengetahui bagaimana perkembangan tindak pidana Trafiking secara Nasional dan Internasional.
2. Untuk mempelajari bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana trafiking secara Nasional.
3. Untuk mempelajari bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana trafiking secara Internasional.
Dan manfaat dari skripsi ini antara lain :
1. Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap kajian perkembangan tindak pidana trafiking secara Nasional dan Internasional. 2. Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah trafiking ini yang sudah merupakan kejahatan lintas Negara.
(18)
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran penulis terhadap judul-judul skripsi di perpustakaan belum ada tulisan yang mengangkat mengenai “Tinjauan Yuridis Terhadap Trafiking Di Indonesia Dikaitkan Dengan Konteks Hukum International”. Dengan adanya perkembangan ekonomi pada masa ini belum barang tentu disertai pula dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi dari masing-masing penduduk yang ada di suatu Negara. Oleh karena hal tersebut maka budaya merantau yang ada di masyarakat kita dianggap menjadi solusi bagi masyarakat kita itu. Hal ini sebenarnya bukanlah hal yang salah dan sewajarnya dapat diacungi jempol karena merupakan wujud dari niat kerja yang tinggi. Hanya saja oleh karena keadaan ekonomi pribadi yang rendah mengakibatkan modal ilmu yang kurang pula dari masyarakat kita. Oleh sebagian pihak, hal ini dimanfaatkan guna mendapat keuntungan yang besar dengan cara mengeksploitasi pihak lain yang dalam hal ini masyarakat kita yang disebut sebelumnya yang dapat dikatakan sebagai pihak yang lemah.
Mereka yang mempunyai niat jahat ini dapat terdiri dari perorangan ataupun kelompok yang melaksanakan tugasnya dengan membujuk, merayu, menjebak dan sebagainya sehingga korban dapat dibawa dan dijual untuk dieksploitasi. Tindak pidana ini terjadi tidak hanya dalam satu lingkup wilayah Negara saja tetapi juga melintasi batas-batas Negara sehingga hal ini menyangkut dengan kepentingan banyak Negara yang akhirnya disadari merupakan masalah bersama banyak Negara.
E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam suatu pembahasan skripsi sangatlah diperlukan beberapa pengertian dan pemahaman atas kata-kata atau istilah dan hal lainnya yang dianggap penting untuk diketahui sebagai pemahaman awal sebelum membahas suatu topik dan oleh karena itu maka diperlukanlah suatu tinjauan kepustakaan.
(19)
1. Definisi Trafiking
Trafiking berasal dari bahasa Inggris yang mempunyai arti “illegal trade” atau perdagangan illegal.56
“Trafficking is the illicit and clandestine movement of persons across national and international borders, largely from developing countries and some countries with
Kita memang sudah sering mendengar kata Trafiking yang dimana masyarakat secara luas mengetahui yang dimaksud disini ialah perdagangan manusia. Namun apabila hanya melihat dari kata ini saja kita tidak dapat menggambarkan bagaimana atau apa sebenarnya perdagangan manusia tersebut. Dan oleh karena itu maka perlulah diketahui lebih lagi apa yang dimaksud dengan perdagangan manusia atau trafiking tersebut.
Dalam kamus Webster’s College Dictionary dikatakan sebagai berikut yaitu:
Trafficking, to carry on traffic, especially illegal (in a commodity).
Jadi, mengangkut dalam suatu lalu lintas dengan kata lain memindahkan sesuatu dengan cara illegal. Oleh karena itu, beberapa penulis menyebut trafiking sebagai perdagangan illegal manusia. Tapi, istilah ini ditolak oleh peserta seminar hasil penelitian Convention Watch yang dilaksanakan di UI Jakarta tanggal 30 Juni 2006 oleh karena menurut mereka perdagangan manusia tidak ada yang legal karena itu tetaplah sebuah kejahatan.
Berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49/166 mendefinisikan trafiking dengan:
56
L.M. Gandhi Lapian dan Hetty A. Geru, Trafiking Perempuan dan Anak, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2010, hal. 47
(20)
economies in transition, with the goal of forcing women and girl children into sexually or economically oppressive and exploitative situations for the profit of recruiters, traffickers, and crime syndicates, as well as other illegal activities related to trafficking, such as forced domestic labour, false marriages, clandestine employment and false adoption”.
Yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ialah:
“Perdagangan ialah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari Negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan illegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerja gelap, dan adopsi”.
Sedang berdasar pasal 3 Protokol Palermo (Protokol untuk mencegah, menekan dan menindak trafiking manusia, khususnya kaum perempuan dan anak-anak)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan trafiking ialah:
“ perekrutan, pengiriman ke suatau tempat, pemindahan, penampungan atau penerimaan melalui ancaman, atau pemaksaan dengan kekerasan atau dengan cara-cara kekerasan lain, penculikan, penipuan, pengaiayaan, penjualan, atau tindakan penyewaan untuk mendapatkan keuntungan atau pembayaran tertentu untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi setidaknya, mencakup eksploitasi melalui pelacuran, melalui bentuk lain eksploitasi seksual, melalui kerja paksa atau memeberikan layanan paksa, melalui perbudakan, melalui praktik-praktik serupaperbudakan, melalui penghambaan atau melalui pemindahan organ tubuhnya.
Dalam konteks hukum nasional, terdapat Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang pada pasal 1 angka 1 memberikan pengertian dari Trafiking tersebut yaitu:
“Perdagangan orang ialah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
(21)
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar Negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Sedang pengertian trafiking anak sesuai dengan dokumen yang
dikeluarkan oleh UNICEF (badan PBB untuk anak-anak) untuk pedoman
penanganan kasus trafiking anak di kawasan Asia Tenggara adalah rekrutmen,
pengangkutan, pemindahan, menampung (menyembunyikan) atau menerima
seorang anak untuk tujuan eksploitasi, di dalam atau di luar sebuah negara, yang
mencakup tidak hanya terbatas pada pelacuran anak, pornografi anak dan
bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, perburuhan anak, perburuhan atau pelayanan
secara paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang mirip dengan perbudakan,
penghambaan, pemindahan atau penjualan organ tubuh, penggunaan atau kegiatan
ilegal serta partisipasi dalam konflik bersenjata.
5757
Apakah Kejahatan Perdagangan (Trafiking) Anak Itu?
http//www.jemiesimatupang.wordpress.com, Diakses tanggal 19 Desember 2008
Berdasar Undang-undang
Nomor 21 tahun 2007, yang dimaksud dengan anak ialah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Asean Guidelines juga menyebutkan bahwa rekrutmen, pengangkutan,
pemindahan, dan melabuhkan atau menerima atau menampung seorang anak
dengan cara-cara adopsi atau pernikahan untuk tujuan eksploitasi dianggap
sebagai trafiking anak.
(22)
Indonesia adalah salah satu negara yang rawan kejahatan trafiking anak.58 Menurut perkiraan UNICEF, dari 1,2 juta korban trafiking di dunia sekitar 100 ribu anak berasal dari Indonesia. Artinya tiap minggu ada sekitar 273 anak menjadi korban trafiking di Indonesia.59
Trafficking adalah salah satu kejahatan terbesar kedua dari perederan Narkoba yang mempengaruhi dan berdampak pada kerusakan tatanan sosial bangsa Indonesia.
60
Trafficking sendiri sebenarnya dipahami secara Islam bahwa ia merupakan suatu nilai-nilai budaya dan latar belakang sosial yang sudah menyimpang dari segi kemanusiaan.
Ada banyak tipe kasus trafficking yang terjadi di wilayah pedesaan maupun perkotaan yang mempunyai jaringan Internasional.
61
Menurut Ida Made Kartana, yang dapat dikatakan sebagai trafiking ialah suatu tindakan perdagangan orang yang bertentangan dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia dan harus diberantas yang mana trafiking tidak dapat disamakan dengan penyelundupan manusia.
Dan oleh karena itu kemudian beberapa tokoh agama, tokoh intelektual, akademisi dan aktifvis mengatakan bahwa trafiking harus segera diberantas dengan alasan yang sudah sangat jelas bahwa kejahatan seperti itu merusak sisi kemanusiaan baik bagi perempuan maupun anak.
62
58
http//www.unicef.org
59
Ibid, http//www.unicef.org
60
httwwwyahoocom.files.wordpress.com , Syarif Hidayat,Dakwah Perlindungan Korban Trafficking, Diakses tanggal 19 Desember 2008
61
L.M. Gandhi Lapian dan Hetty A. Geru, Opcit, hal. 92
62
Trafiking Bisa Terjadi Pada Siapa Saja, Ida Made Kartana, Buletin Bini Parigan Edisi ke 26, Maret-Juni 2009.
Menurutnya, trafiking harus memiliki 3 unsur yaitu Proses (Movement), Cara (Mean) dan bertujuan untuk eksploitasi dan mengakibatkan orang tereksploitasi. Jadi yang dapat dikatakan sebagai trafiking ialah
(23)
yang dapat memenuhi 3 unsur tadi yaitu unsur yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 yaitu trafiking yang terjadi didalam maupun luar wilayah Negara yang berbeda dengan penyelundupan orang yang harus terjadi antar batas Negara yang dimana yang dirugikan hanyalah Negara.
Macam-macam kasus trafficking sendiri tidak hanya terjadi di dalam negeri, akan tetapi mereka para pekerja buruh migran di Saudi Arabia, Malaysia, Taiwan, Bruney Darussalam, dan Negara-negara lain yang memasok tenaga kerja Indonesia. Kasus yang terjadi misalnya, ketika mereka di eksploitasi secara seksual, ditipu dengan iming pekerjaan yang menghasilkan uang yang banyak, dipindahkan keberadaan kerja yang tidak jelas, disiksa majikan, diperkosa, kekerasan dan sebagainya.63
2. Bentuk-bentuk Trafiking
Trafiking sendiri mempunyai banyak arti, tidak hanya perdagangan manusia. Trafficking terjadi ketika proses eksploitasi, penipuan, pemindah tempatan, disiksa secara psikis, diperkosa, dan kekerasan lain yang sifatnya adanya tindakan seperti diatas dan ada yang menjadi korban.
Pada dahulu kala, diskriminasi dari suatu suku bangsa yang sudah maju atau memiliki pengetahuan dan peradaban yang tinggi terhadap suatu suku bangsa yang masih miskin peradabannya sangatlah sering terjadi. Hal ini dimulai dengan adanya Negara-negara yang telah beradab dimana Negara-Negara-negara tersebut berekspedisi ke daerah lain guna mencari rempah dan bertujuan untuk berekspansi guna memperluas daerah kekuasaannya. Apabila Negara tersebut berhasil menguasai suatu daerah suku bangsa, maka secara otomatis maka akan menguasai para penduduk dari daerah tersebut.
63
Wahid, Abdul dan Irfan, Muhammad. 2001. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual. Bandung:PT. Refika Aditama, hal 7.
(24)
Tidak perlu berputar jauh, sebagai contoh Indonesia yang merupakan jajahan atau bekas daerah koloni dari Belanda yang pada saat itu suku bangsa kita di perlakukan tidak baik dengan menekan kehidupan masyarakat kita. Kerja rodi merupakan salah satu bentuk perbudakan dari pemerintah kolonial Belanda terhadap masyarakat Indonesia yang masih belum berpendidikan. Sebagai budak, mereka diperjualbelikan layaknya barang yang merupakan salah satu contoh awal mula perdagangan orang.
Pada masa kini trafiking sama halnya dengan perbudakan.64 Perdagangan pada masa kini hanya saja lebih identik pada perdagangan wanita dan anak yang memiliki posisi yang rentan dan lemah dan hal inilah yang dimanfaatkan oleh para pelaku trafficker sehingga lebih sering terjadinya perdagangan yaitu pada kaum lemah ini. Pada umumnya perdagangan manusia terjadi dalam bentuk-bentuk yang antara lain ialah:65
a. Pekerja seks secara paksa atau Eksploitasi seks
Para wanita yang direkrut untuk dijadikan sebagai pekerja seks biasanya dijanjikan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pelayan restoran dan atau sebagai cleaning service perkantoran atau hotel-hotel.66
64
Ibid
Setelah sampai di kota atau bahkan kebanyakan luar negeri, para wanita korban trafiking yang belum menyadari bahwa dirinya merupakan korban ditahan di suatu tempat dan dipaksa bekerja sebagai pekerja seks bahkan dieksploitasi. Pada awalnya para wanita ini telah menyerahkan uang guna dicarikan pekerjaan kepada pelaku. Namun banyak pula yang tidak mempunyai gambaran atau tidak mau namun dipaksa, diancam dengan utang yang diada-ada sehingga mau dibawa dan dipekerjakan sebagai pekerja seks.
65
Bentuk-Bentuk Trafiking Manusia
tanggal 3 Maret 2010.
66
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan , Perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, PT. Refika Aditama, Bandung. 2001, hal 7
(25)
Mengenai masalah pekerja seks, yang menjadi incaran tidaklah hanya wanita atau anak remaja wanita tetapi juga anak-anak sebagai pekerja seks (pedofilia).
b. Pembantu Rumah Tangga
Dalam dunia tenaga kerja untuk sektor rumah tangga diluar negeri, permintaan terbesar jatuh pada pilihan buruh migran perempuan Indoneisa untuk menjadi pekerja rumah tangga, karena tidak memerlukan banyak keterampilan.67
Sebagian dari kekerasan yang biasanya diderita oleh pekerja rumah tangga adalah jam kerja yang panjang, tidak tersedia waktu istirahat, penyekapan illegal secara sewenang-wenang, gaji tidak dibayar atau kurang dari yang seharusnya dibayarkan, kekerasan fisik dan psikologi, kekerasan seksual, tidak disediakan kamar tidur atau
Profesi pekerja rumah tangga seringkali tidak diatur oleh pemerintah dan berada diluar jangkauan undang-undang ketenagakerjaaan nasional setempat karena dianggap masuk dalam sektor informal, sehingga mengandung bahaya dan berpotensi besar terjadinya berbagai praktek trafiking.
Pekerja rumah tangga kerap menghadapi bahaya besar karena sifat pekerjaan mereka yang bertempat dirumah pribadi, dan karena itu, tertutup dari sorotan masyarakat umum atau akses untuk memperoleh bantuan. Dalam beberapa kasus kekerasan seksual yang dialami para pekerja rumah tangga sering terdengar laporan tentang kekerasan seksual yang dilakukan oleh majikan terhadap mereka. Disamping itu, ruang gerak pekerja rumah tangga biasanya dibatasi. Mereka dibatasi dalam hal berpergian, dan biasanya dikurung dirumah ketika majikan sedang berpergian.
6785 Persen TKI Asal Pekalongan Berprofesi PRT, Diakses
(26)
akomodasi yang baik, tidak diberi makan dalam jumlah yang cukup bahkan tidak diberi makan sama sekali, tidak diberi kesempatan untuk beribadah atau dituntut untuk melanggar aturan-aturan dalam agama dan sebagainya.68
c. Buruh migran
Berbagai praktek migrasi yang berjalan selama ini memperlihatkan bahwa banyak sekali orang temasuk anak dibawah umur, berimigrasi melalui jalur legal maupun yang tidak legal, sehingga meningkat pula jumlah buruh migran secara signifikan.69
Para perempuan dan anak ini direkrut melalui jalur resmi maupun ilegal, dan seringkali mereka sendiri tidak menyadari perbedaannya, karena baik agen resmi maupun ilegal menggunakan metode perekrutan dan pengiriman yang sama. Dokumen pribadi ataupun dokumen perjalanan buruh seringkali dipalsukanuntuk mempercepat proses dan menguba h informasi penting tentang korban terutama anak, bahkan ketika mereka bermigrasi melalui agen yang terdaftar secara resmi sekalipun.
Para perempuan dan anak cenderung berimigrasi untuk bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan di sektor rumah tangga, pelayan restoran, buruh pabrik dan perkebunan, pelayan industri hiburan/pekerja seks, serta kemungkinan menjadi anggota milisi. Buruh migran seringkali dieksploitasi sepanjang proses migrasi, mulai dari perekrutan hingga proses pra-keberangkatan, selama bekerja dan setelah kembali ke tempat asal.
70
68
Hal ini membuat para
Derita Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia Dalam Lingkaran kemiskinan Struktural, Diakses tanggal 10 Maret 2010.
Maret 2010.
70
(27)
migran menghadapi resiko dikenai tuduhan berbagai pelanggaran imigrasi di Negara tujuan.
Para migran ini juga seringkali berutang dalam jumlah besar kepada agen dengan beban bunga yang tinggi, yang biasanya ditetapkan sepihak oleh agen secara ilegal. Untuk melunasi hutang-hutang ini, gaji mereka dipotong atau bahkan tidak diberi dengan alasan pelunasan hutang. Dalam kasus luar biasa atau ekstrem tertentu , buruh menyadari bahwa dirinya terjebak dalam penjeratan utang dan tidak akan pernah dapat melarikan diri. Kondisi kerja seringkali melanggar peraturan perundang-undangan perburuhan yang ada, dimana para buruh migran mempunyai jam kerja yang panjang, tidak diberikan cuti, dan diberi tempat tinggal dan makan dalam kondisi yang bersanitasi buruk.71
d. Pengantin Pesanan
Hal ini melanggar hak buruh migran tersebut.
Pengantin pesanan merupakan cara modern dari perjodohan yang sering dilakukan di zaman dahulu. Praktek ini bisa berubah menjadi kasus trafiking, ketika seorang gadis menikah atas tekanan keluarganya (terutama bila masih berumur di bawah 18 tahun) dan berakhir dalam kondisi perbudakan atau eksploitasi.
Hal ini masih berhubungan pula dengan sejarah sosial budaya yang dimana pada masa dulu orang tua menjodohkan anaknya tanpa memperhatikan pilihan dan keinginan dari anaknya sendiri. Hal ini memang tidaklah menjadi budaya yang dianggap masih perlu dilakukan lagi bagi orang tua masa kini. Hanya saja, tidak tertutup pula hal ini
71
Pasal 8 Undang-undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.
(28)
masih terjadi dan hal ini adalah melaggar hak seseorang untuk menikah dengan bebas dan atas persetujuan penuh dari dirinya sendiri.72
e. Pekerja Anak
Setelah adanya pernikahan, bukanlah kebahagiaan dan kehidupan layaknya keluarga yang justru didapat. Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks atau rumah bordil.
Kendati tidak semua kasus pengantin pesanan ini berakhir menyedihkan atau melibatkan perdagangan, banyak kasus melibatkan perempuan di bawah umur, dan pemalsuan dokumen. Kebanyakan pernikahan difasilitasi oleh calo setempat.
Pekerja anak ini sudah banyak terjadi di banyak Negara yang dimana Indonesia merupakan Negara yang ikut termasuk di dalamnya pula. Banyak anak yang dijual orang tuanya sendiri atau bahkan diculik dari keluarga atau diambil paksa guna dipekerjakan sebagai buruh, pengemis, pengedar narkoba dan lainnya.
f. Penjualan Organ Tubuh
Masalah ini merupakan bentuk baru dari perdagangan orang yang dimana dalam protokol Palermo disebutkan bahwa pemindahan organ tubuh adalah merupakan trafiking. Hal ini mungkin dianggap hal yang baru karena pada awalnya banyak terjadi pendonoran organ tubuh dengan pemberian imbalan kepada si pendonor. Namun pada masa ini, banyak terjadi hal dimana organ di perdagangkan secara ilegal yang mana
(29)
diambil dari sipendonor yang tidak sadar atau bahkan diambil dari korban pembunuhan.73
Secara internasional penjualan organ tubuh ini sering terjadi dalam berbagai modus. Seperti di China sendiri diketahui bahwa organ yang diperjual-belikan ialah merupakan organ tubuh dari mara pidana yang di hukum mati. Baru-baru ini saja, dilansir bahwa Bos Mafia penjualan organ tubuh manusia ini telah tertangkap.
Tidak jarang pula yang terjadi ialah para TKI yang menjadi korban kekejaman majikannya dan meninggal namun setelah menjadi mayatpun tetap dicuri organ-organ tubuhnya kemudian dipulangkan ke keluarganya.
74
3. Unsur-unsur penting trafiking
Kejahatan internasional yang diselidiki oleh Interpol ini memperdagangkan organ tubuh anak-anak.
Dari definisi yang tertuang di dalam Protokol Palermo, tindakan yang disebut sebagai trafiking manusia dapat dibagi menjadi tiga unsur yang saling tergantung antara yang satu dengan yang lainnya dan secara kumulatif harus ada untuk pelanggaran terhadap pasal Protokol tersebut, yakni unsur kegiatan/aksi, dan unsur maksud dilakukannya kegiatan atau aksi.
Unsur Kegiatan/aksi meliputi: perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan orang(manusia).
Unsur Sarana menjamin kegiatan/aksi meliputi:ancaman, atau paksaan dengan kekerasan atau dengan cara-cara kekerasan lain, penculikan penipuan, penyiksaan/penganiayaan, pemberian atau penerimaan bayaran, atau tindakan penyewaan
73
Kapanlagi.com, Penjualan Organ Tubuh TKI Jadi Tren Baru Trafficking, Diakses tanggal 1 Mei 2010
74
Bos Mafia Yahudi Penjual Organ Tubuh Manusia Di Tangkap, Diakses tanggal 1 Mei 2010.
(30)
untuk mendapatkan keuntungan atau pembayaran tertentu untuk persetujuan atau mengendalikan orang lain.
Unsur Maksud kegiatan/aksi meliputi: eksploitasi pada orang dengan cara-cara yang disebutkan dalam pasal 3 Protokol Palermo.
Agar dapat dimasukkan sebagai tindak pidana trafiking atau perdagangan manusia, maka masing-masing unsur diatas harus ada. Kegiatan harus dicapai dengan sebuah sarana, dan keduanya harus bertujuan untuk mencapai maksud eksploitatif. Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka syarat-syarat yang diperlukan untuk sebuah tindak pidana trafiking manusia sebagaimana ditentukan oleh pasal 3 Protokol Palermo belum terpenuhi.
Table 1. Unsur-unsur pokok Trafiking manusia
PROSES + CARA + TUJUAN
Perekrutan atau Pengangkutan atau Penampungan atau Pengiriman atau Pemindahan atau Penerimaan dan Ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan atau penculikan atau penyekapan atau pemalsuan atau dan Eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi di bidang prostitusi
atau pornografi
atau
kekerasan/eksploitasi seksual atau kerja paksa
(31)
penipuan atau penyalahgunaan
kekuasaan atau penyalahgunaan
posisi rentan atau penjeratan utang
atau memberi bayaran atau
manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas
orang lain tersebut
perbuidakkan/praktik serupa perbudakan
Sumber : Dalam table ini dapat dilihat bahwa yang dimaksudkan ialah apabila salah satu saja unsur dari tiap-tiap kolom terpenuhi maka hasilnya ialah trafiking atau perdagangan manusia. Adanya persetujuan dari korban tidaklah relevan untuk diperhitungkan atau dipertimbangkan sebagai salah satu unsur yang harus ada atau dipenuhi.
F. Metodologi Penelitian
Penulis dalam penulisan skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Trafiking di Indonesia Dikaitkan dengan Konteks Hukum Internasional” menggunakan metode penelitian yang mana antara lain dengan langkah yaitu:
(32)
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam hal ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum Normatif sering pula disebut sebagai penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian terhadap apa yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan atau norma dan kaidah khususnya dalam hal ini bagaimana pengaturan terhadap perdagangan manusia secara nasional dan internasional.75
2. Sumber Data
Dalam penelitian hukum normatif data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder ialah data yang diperoleh oleh orang lain atau organisasi yang telah atau sudah pernah mengelola sebelumnya. Dalam hal ini data sekunder terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang antara lain seperti :
1. Pancasila
2. UUD 1945
3. Ketetapan MPR
4. Bahan hukum yang tidak dikodifikasi
5. Yurisprudensi 6. Traktat
Dalam hal ini, salah satu bahan hukum primer dalam penelitian ini ialah KUHP, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
75
Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, 2009, hal. 127
(33)
Perdagangan Orang, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 dan Peraturan Perundang-undangan lainnya.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer seperti hasil karya ilmiah dan hasil penelitian.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder seperti table, kamus dan sebagainya. 3. Metode Pengumpulan Data
Materi dalam penulisan skripsi ini diambil dari data sekunder. Data sekunder ini diperoleh dari berbagai literatur atau Penelitian Kepustakaan yang berkaitan dengan perdagangan manusia ini.
4. Analisis Data
Dalam penulisan skripsi ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan intepretasi otentik yaitu dengan cara mendeskripsikan, mensistematisasi, dan mengevaluasi tentang keadaan dan pengaturan trafiking dalam peraturan-peraturan yang mengatur masalah perdagangan manusia khususnya wanita dan anak.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam mengikuti sajian pembahasan materi skripsi ini, penulis akan menguraikan secara singkat bab demi bab yang terkait guna memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap arah pembahasan seperti dibawah ini :
1. BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, manfaat dan tujuan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan yang terdiri dari
(34)
definisi dari trafiking atau perdagangan orang berdasar Undang-undang PTPPO dan Protokol Palermo, bentuk-bentuk tarfiking dan unsure dari tindak pidana trafiking ini. Serta metodelogi penelitian dan rumusan masalah.
2. BAB II PERKEMBANGAN MASALAH TINDAK PIDANA TRAFIKING
SECARA NASIONAL DAN INTERNASIONAL
Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana mengenai bagaimana keadaan peristiwa atau tindak pidana trafiking ini secara umum yang terjadi di Indonesia dan juga dunia dan bagaimana perkembangan yang terjadi baik dari modus operandi, tujuan trafiking hingga bagaimana kemajuan usaha pemerintah guna mencegah dan mengatasi masalah ini.
3. BAB III PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA TRAFIKING
MENURUT HUKUM NASIONAL
Dalam bab ini akan dibahas bagaimana pula pengaturan hukum tindak pidana trafiking di Indonesia menurut KUHP dan peraturan perundangan lain sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007.
4. BAB IV PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA TRAFIKING DALAM
PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
Dalam bab ini akan dibahas bagaimana pengaturan tindak pidana
trafiking dalam konvensi-konvensi internasional dan konvensi internasional yang terkait sebagai suatu tindak pidana transnational crimes.
5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini berisikan mengenai kesimpulan yang penulis yang penulis tuangkan sesuai dengan apa yang sudah penulis teliti mengenai masalah-masalah yang ada pada bab-bab sebelumnya dan juga berisikan mengenai saran-saran
(35)
yang coba diberikan oleh penulis dalam mengatasi dan mencegah masalah yang ada di dalam tindak pidana perdagangan orang.
(36)
BAB II
PERKEMBANGAN MASALAH TINDAK PIDANA
TRAFIKING SECARA NASONAL DAN
INTERNASIONAL
Sebagaimana diketahui bahwa perdagangan orang merupakan hal yang merupakan praktek kejahatan yang kejam yang melanggar harkat dan martabat manusia, serta merupakan hal yang melanggar hak asasi manusia. Dewasa ini, perdagangan manusia marak terjadi dan menjadi masalah serius di berbagai Negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia tampak kurang tegas menghadapi masalah ini sehingga masih banyaknya hal yang sama tetap terjadi.
Perdagangan manusia yang terjadi merupakan suatu hal yang sebenarnya telah ada pada masa dulu namun merupakan bentuk perbudakan yang baru dengan modus yang berbeda-beda pula. Perkembangan ini harus diperhatikan oleh bangsa-bangsa agar dapat terus mengikuti dan mencegah serta menangani masalah perbudakan modern ini.
A. Perkembangan tindak pidana trafiking secara nasional
1. Trend, Bentuk dan Modus Operandi Trafiking Manusia di Indonesia
Sebagaimana dibahas dan diketahui bahwa masalah trafiking merupakan suatu isu internasional yang telah menyita perhatian publik baik domestik maupun internasional, karena korban kejahatan ini telah banyak yang diketahui berjatuhan, dan dari waktu ke waktu cenderung mengalami peningkatan. Pada konteks nasional, persoalan trafiking manusia di Indonesia sudah sampai pada taraf yang sangat memprihatinkan. Database dari Counter Trafficking Unit Internasional Organization for Migration (CTU-IOM) Indonesia yang mengungkap informasi tentang kecenderungan peningkatan jumlah korban trafiking manusia yang mereka tangani dalam kurun waktu
(37)
tiga tahun terakhir (terutama korban perempuan dan anak) sangat signifikan memperkuat anggapan ini.76
Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang dikatakan oleh Direktur Eksekutif Independent Schools Careers Organisation (ISCO) Foundation Ramida HF Siringoringo bahwa pemerintah seharusnya membongkar jaringan mafia perdagangan anak yang kini terus berkembang di hampir seluruh Indonesia seperti halnya membongkar secara besar-besaran jaringan mafia narkoba.
Hampir dalam semua kasus, praktik perdagangan manusia di Indonesia tidak hanya dialamai oleh kaum perempuan saja sebagai korbannya, tetapi juga anak laki-laki dengan tujuan yang sama, yakni untuk dieksploitasi, baik eksploitasi ekonomi, tenaga kerja, maupun eksploitasi seksual.
Di Indonesia, bagian terbesar korban trafiking manusia digunakan untuk tujuan eksploitasi seksual, misalnya dalam bentuk pelacuran dan pedhophilia serta bekerja pada tempat-tempat kasar dengan gaji rendah, seperti di perkebunan, di jermal, buruh anak dipabrik-pabrik, pengemis jalanan dan sebagainya. Korban trafficking manusia biasanya anak-anak, perempuan berusia muda dan belum menikah, anak korban perceraian, serta mereka yang pernah bekerja di kota-kota besar atau di luar negeri. Anak korban trafiking manusia sering kali diharapkan dapat menambah penghasilan keluarga.
77
Berhubungan dengan itu Mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Giwo Rubiyanto memperkirakan jumlah anak-anak jalanan di Jakarta semakin banyak, terutama pada saat sebelum pemilu maupun pasca pemilu.78
76
http//www.iom.int/jahia/Jahia/pid/748, Perdagangan Perempuan dan Anak Meningkat, diakses tanggal 11 Maret 2010
77
http://www.menegpp.go.id Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Diakses tanggal 11 Maret 2010
78 Ibid, http://www.menegpp.go.id.
(38)
KPAI anak jalanan di Jakarta pada tahun 2005 mencapai 30.000 orang dan diperkirakan jumlah tersebut kini mengalami kenaikan hingga 30 persen, bahkan kemungkinan bisa lebih. Data nasional jumlah anak terlantar mencapai 3,3 juta lebih dan balita terlantar diperkirakan mencapai lebih dari 1,1 juta anak. Sedangkan jumlah rumah singgah yang ada di Jakarta diperkirakan mencapai 70 buah, namun banyak yang tidak beroperasi karena kelangkaan dana.
Dalam beroperasi di jalanan para anak korban trafiking ini sering mengalami beberapa hal yang sungguh memilukan antara lain ialah penipuan oleh tamu bagi pekerja seks anak, pemukulan, penggerebekan, overdosis dan sebagainya.
Keadaan bertambahnya anak korban perdagangan ini dapat dilihat secara kasat mata hanya melalui keberadaan anak-anak jalanan yang semakin berkembang di jalanan. Mereka bekerja baik sebagai peminta, pengamen, dan sebagainya. Keadaan hidup dari anak-anak ini juga tak terperhatikan, baik pangan maupun sandang. Tidak hanya itu, para mafia yang mengawasi mereka terkadang membiarkan anak-anak ini atau justru memberi anak-anak ini menggunakan obat terlarang, rokok atau bahkan lem yang dihirup guna memabukkan mereka. Hal ini sungguh sangat menggeramkan mengingat anak haruslah dijaga kemurnian diri dan haknya.
Secara nasional terdapat berbagai faktor penyebab dari perdagangan manusia ini. Faktor-faktor tersebut antara lain karena adanya kehendak, keinginan atau kemauan seseorang atau kelompok orang tertentu untuk mendapatkan keuntungan dan kepuasan hidup dengan cara mengeksploitasi pihak lain yang terutama merupakan pihak yang rentan dan lemah. Keinginan jahat inilah yang menjadi pokok dari timbulnya fenomena trafiking. Sedangkan keadaan-keadaan seperti kemiskinan dan krisis ekonomi, tidak
(39)
adanya keahlian dan pendidikan, sedikitnya lowongan pekerjaan yang tepat, konsumtif, kurangnya informasi, dan yang sering terjadi belakangan ini yaitu bencana alam, pernikahan di usia belia, dan lain sebagainya adalah merupakan faktor yang mempermudah usaha dari komplotan perdagangan manusia menjalankan proyeknya dan menguras segala yang dimiliki korban.79
Pada faktor kemiskinan dan krisis perekonomian, dapat diuraikan dengan mengawalinya lewat peristiwa krisis moneter di Indonesia pada tahun 1997 yang dimana telah memaksa dunia usaha baik perusahaan makro, mikro sampai industry rumah tangga gulung tikar sebagai kemungkinan terburuk atau melakukan kebijakan lain seperti pengurangan tenaga kerja.80
Bukan hal yang mudah untuk memperoleh data yang tepat dan akurat serta statistik bagaimana keadaan sulit yang harus ditanggung masyarakat Indonesia dalam melewati krisis ekonomi ini. Hal ini menjadi posisi yang sangat subur bagi terjadinya pemaksaan, kekerasan, kepasrahan sampai eksploitasi yang sangat kejam bagi para pekerja terutama wanita dan anak yang terperangkap dalam kemiskinan dan menahan diri demi tetap dapat melanjutkan hidup keluarga.
Hal inilah yang sering disebut dengan PHK atau pemutusan hubungan kerja. Hal ini terjadi pada banyak karyawan Indonesia yang merupakan tulang punggung dari suatu keluarga yang keadaan ini bukan hanya berimbas pada si karyawan yang dirumahkan ini tetapi juga bagi anggota keluarganya. Akibat dari hal ini otomatis ialah banyaknya tenaga kerja yang tidak terpakai atau dengan kata lain pengangguran dan hal ini otomatis membuat banyak masyarakat yang tidak pikir panjang dalam mencari cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bahkan keluarganya.
79
Trafficking Muncul Akibat Kemiskinan dan Rendahnya Pendidikan , Diakses tanggal 3 Maret 2010.
, Kemiskinan Penyebab Rawannya Trafficking,
(40)
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah dari penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2004 saja mencapai 37,7 juta jiwa yang dimana naik dari 22,5 juta jiwa pada tahun 1996.81
Selain daripada ini, banyak pula keadaan-keadaan banyaknya buta huruf dijumpai di negara ini. Daerah yang didapati banyaknya kantung buta huruf ini pula merupakan daerah sebagai pabrik pengirim komoditi manusia untuk diperdagangkan. Sebagai contoh ialah daerah Indramayu, Jawa Barat yang mana memiliki tingkat dapat baca-tulis sebesar hanya 55,5% . Tingkat pendidikan yang rendah dan kebutahurufan membuat wanita
Dengan keadaan yang terperangkap dalam kemiskinan dan kebutuhan hidup yang harus terpenuhi maka banyak masyarakat yang mau bekerja dalam tekanan dan eksploitasi.
Disamping masalah ekonomi, rendahya pendidikan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya eksploitasi terhadap para korban. Walaupun Indonesia sudah mendapatkan tingkatan pendidikan yang tinggi di berbagai daerah, namun tidak semua masyarakat dapat merasakan pendidikan tersebut. Pemerintah sendiri telah mencanangkan program wajib belajar selama 9 tahun yang dimaksudkan guna pendidikan minimal oleh setiap masyarakat tidak kurang dari 9 tahun. Namun hal ini juga terganjal kembali dengan keadaan keuangan.
Tidak hanya itu, bagi keluarga yang kurang mampu, prioritas pendidikan ialah bagi anak laki-laki dan inilah sebab mengapa banyak pula wanita yang sebenarnya telah rentan posisinya lebih lemah lagi dengan tidak dibekali ilmu pengetahuan.
Penduduk Miskin Indonesia Sebanyak 32,53 Juta
(41)
menghadapi resiko yang lebih besar untuk mengalami eksploitasi dan perdagangan. Hal ini dikarenakan oleh tidak adanya kemampuan untuk membaca kontrak kerja mereka dan dokumen keimigrasian. Hal ini juga membuat mereka terhalang dalam memperoleh bantuan atau mungkin memahami hak mereka sebagai manusia, pekerja, memahami petunjuk atau bahkan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.
Di Indonesia, keadaan perempuan dalam keluarga sendiri adalah tidak adil. Perempuan hanya ditempatkan dalam keadaan yang menguras tenaganya. Perempuan ditempatkan dalam keadaan yang terkungkung dirumah sebagai penjaga rumah tangga yang diwajibkan mengurus segala keperluan rumah tangga termasuk apabila keluarga tidak memiliki penghasilan. Perempuan hanya sebagai anggota keluarga yang harus tunduk pada orang tua dan tetua adat. Dalam keadaan ini, yang terjadi apabila keluarga dalam keadaan dibawah tekanan dari lintah darat, anak-anak perempuan menjadi alat pembayaran bagi keluarga guna melunasi hutang mereka atau mungkin anak perempuan akan bekerja ke luar negeri dan mengirimi nafkahnya kepada keluarga. Oleh lintah darat, anak-anak perempuan ini di jual kembali kepada calo atau mungkin para pemilik rumah bordil atau mungkin dipaksa menikah dengan si renteunir dan dijadikan budak seks dan dieksploitasi. Para korban ini umumnya masih berusia belasan tahun dan dibawah usia 18 tahun.
Keadaan di Indonesia yang juga berpengaruh terhadap terjadinya perdagangan manusia ialah status sosial. Status yang tinggi, disegani, lebih tua, atau kekayaan dapat mendorong seseorang untuk mau dibawa sebagai pekerja. Hal ini kadang terjadi dengan cara orang yang lemah tidak berani dan tidak mempunyai daya untuk melawan kehendak dari orang yang mempunyai status yang lebih tinggi yang dalam hal inilah yang membantu terjadinya perdagangan manusia ini.
(42)
Dalam lingkungan keluarga Indonesia ada budaya yang dimana anak tidak hanya menghormati orang tua tetapi juga menjalankan kehendak dan membantu orang tuanya. Bantuan ini juga bermacam, yang antara lain membantu pekerjaan rumah tangga dan juga dapat ikut bekerja dalam mata pencaharian keluarga seperti berladang. Bagi masyarakat Indonesia hal ini adalah normal, tetapi tidak dengan masyarakat internasional.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia terdapat suatu bentuk trafiking yang bagi masyarakat Indonesia bukanlah dianggap sebagai suatu pelanggaran ham. Seperti salah satunya yang sering disebut dengan buruh ijon.82
82
Memerangi Perdagangan Manusia, Tim Program Trafiking (US DOJ-ICITAP), hal 53. Tidak ada sumber yang dapat menjelaskan secara jelas dengan apa yang dimaksud sebagai buruh ijon. Hanya dalam prakteknya pada zaman dahulu ialah dimana terjadinya pengiriman anak-anak perempuan sebagai selir ke istana. Pada masa kini, banyak keluarga miskin yang mengirimkan anaknya untuk menjadi pembantu rumah tangga kepada keluarga kaya, kerabat atau tetangga yang berada di kota-kota besar. Biasanya, gajinya di kirim kepada keluarganya tanpa dinikmati sedikitpun oleh si anak.
Kehidupan masyarakat Indonesia yang konsumtif dan tidak berpegang pada agama dan moral juga menambah buruk keadaan perdagangan manusia di Indonesia. Para pemuda yang hidup dalam pergaulan bebas menjadi awal dari munculnya penjualan bayi dari hasil hubungan di luar status perkawinan mereka. Tidak hanya itu, tuntutan untuk dapat hidup berkecukupan, takut akan ketinggalan gaya hidup yang sedang trend juga membuat para pemuda mencari suatu pekerjaan yang berpenghasilan tinggi yang merupakan iming-iming dari para pelaku trafiking. Para pemuda ini yang sebagian besar anak wanita dijanjikan pekerjaan bagus namun kemudian disekap dan dijual.
(43)
Pernikahan dini juga menyebabkan banyaknya wanita yang sebenarnya belum berusia 18 tahun menikah namun kemudian bercerai menjadi korban yang empuk untuk dijadikan komoditi dagang. Perkawinan yang dilakukan di usia muda umumnya memiliki kerentanan perceraian yang dimana apabila setelah bercerai para wanita muda ini harus menghidupi dirinya sendiri dan peluang ini tidak disia-siakan oleh para pelaku trafiking ini. Para janda muda ini mudah untuk dikelabui oleh karena keadaan ekonomi, sosial dan mentalnya yang rapuh.
Keadaan peraturan perundang-undangan yang ada juga menunjukan adanya kebiasan gender yang dimana hak dari perempuan tidak dilindungi. Sebagai contoh ialah Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang mana menyatakan bahwa wanita yang menuntut perceraian dari suaminya tidak berhak mendapat tunjangan dengan tidak ada pengecualian. Keadaan ini tentu saja membuat wanita yang tidak memiliki kemampuan dan pendidikan menjadi rentan dalam berusaha menghidupi dirinya yang kemudian akhirnya jatuh dalam perangkap penjahat perdagangan manusia ini.
Indonesia juga terkenal dengan tindak pidana korupsinya yang mana dalam hal ini memainkan peran penting yang memfasilitasi terjadinya trafiking manusia. Korupsilah yang menbuka jalan atau peluang bagi perekrut tenaga kerja dalam memalsukan dokumen-dokumen penting guna memberangkatkan para tenaga kerja terutama ke luar negeri. Tidak hanya itu, berpergian dengan dokumen atau surat tanda identitas diri yang palsu juga mengakibatkan si korban dalam posisi yang lemah. Pelaku akan menekan korban agar tidak melawan dan lari dengan memanfaatkan rasa takut korban apabila ketahuan oleh petugas.
Tidak hanya memberi peluang untuk melaksanakan perdagangan manusia, korupsi juga menyebabkan para tersangka menjadi tidak jera dan menganggap enteng
(44)
dengan sistem hukum di Indonesia. Oleh karena adanya korupsi, sistem hukum di Indonesia untuk menyelidiki, menyidik dan menuntut kasus tindak pidana trafiking ini tidak lagi sensitif dan efektif. Para penegak hukum menjadi menutup mata, memanipulasi data, memberikan tuntutan dan hukuman yang ringan bagi pelaku. Dari hal ini, korupsi dapat dikatakan sebagai suatu hal yang menjadi faktor tetap adanya tindak pidana trafiking ini.
Seperti di banyak Negara di Asia Tenggara, di Indonesia, trafiking merupakan suatu tindak pidana yang terjadi dalam berbagai bentuk seperti yang telah di bahas sebelumnya yang antara lain perburuhan yang bersifat eksploitatif, perburuhan anak, praktik perekrutan untuk industri seks dan perbudakan berkedok pernikahan dan sebagainya.
Sebagaimana yang diketahui bahwa pekerjaan-pekerjaan trafiking yang merupakan bentuk trafiking yang paling menonjol peristiwanya ialah seperti buruh migran, pembantu rumah tangga, pekerja seks, pengantin pesanan dan pekerja anak.
Dalam hal untuk menjadi buruh migran, di Indonesia sendiri para perempuan yang bermigrasi jumlahnya terus meningkat secara stabil sejak pertengahan tahun 1980-an. Jumlah buruh migran yang secara resmi terdaftar oleh pemerintah sepanjang 1980-an kurang dari 90.000 per tahun. Sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat Indonesia bahwa banyak orang termasuk anak-anak yang bermigrasi tanpa sepengatahuan dari Departemen Tenaga Kerja melalui jalur ilegal yang pastinya melanggar hukum untuk menjadi pekerja.
Para pekerja yang berangkat ini dieksploitasi sepanjang proses migrasi, mulai dari penyiapan dokumen, pemberangkatan, perjalanan, bekerja, perjalanan pulang dan juga saat telah kembali. Dapat kita lihat bahwa para broker, istilah untuk perekrut resmi,
(45)
maupun para perekrut ilegal melakukan tugasnya dengan cara yang sama dan begitu pula dengan pengiriman para tenaga kerjanya.
Terkadang dalam hal mendesak guna mempercepat suatu proses, yang dilakukan ialah dengan memalsukan dokumen. Hal ini sering terjadi saat orang yang direkrut masih berusia dibawah standar untuk dapat dikirim sebagai pekerja. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa para perekrut resmi pun tidak melakukan hal yang sama. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa para korban yang dikirim bukanlah orang yang berpendidikan dan rentan, keadaan ini membuat terkadang mereka tidak mengerti mengurus dokumen, atau mungkin hanya berpasrah pada perekrutnya. Dengan pemalsuan dokumen yang dilakukan perekrutnya, para korban ini beresiko menghadapi penjegalan hukum di daerah tempat tujuan kerjanya. Mereka akan dituduh dengan pelanggaran imigrasi di Negara tujuannya. Hal inilah yang dimanfaatkan para perekrut atau bahkan majikan agar si korban tidak melarikan diri. Tidak hanya itu, hal inilah membuat para korban takut untuk lari dan memperoleh pertolongan apabila ditempat kerjanya ia merasa mendapatkan tindakan eksploitasi, penekanan, kekerasan dan sebagainya. Tidak hanya itu, para migran juga dituduh berutang dalam jumlah yang besar kepada agen yang dimana hal ini terjadi karena adanya kesewenang-wenangan dengan keputusan sepihak. Hal ini mengakibatkan para korban ini tidak dapat menikmati upahnya dengan nyaman tetapi dipotong untuk melunasi hutang-hutangnya. Kondisi kerjapun seringkali tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perburuhan yang mana jam kerja yang tidak tepat atau melebihi batasnya, tidak diberikan cuti, tidak ada jaminan kesehatan dan keadaan tempat tinggal, makanan dan lingkungan kerja yang bersanitasi buruk. Buruh yang mungkin ingin pulang baik untuk kepentingan pribadi maupun tidak betah lagi dalam lingkungan pekerjaannya baik oleh tekanan-tekanan atau sebagainya tidak diizinkan untuk pulang karena jeratan hutangnya kepada agennya. Hal yang
(46)
dilakukan oleh para agen atau majikan agar para korban ini tidak lari ialah dengan menahan segala dokumen pentingnya dan hal ini dianggap lumrah oleh majikan dan agen.
Awalnya, banyak para pekerja yang kini menjadi korban trafiking merupakan pekerja yang mana menjadi buruh migran atas kemauannya sendiri. Banyaknya hal seperti ini terjadi menjadikan masalah ini adalah hal yang lazim di Indonesia. Dengan tidak mengakui dan berupaya menghilangkan bentuk-bentuk trafiking manusia ini, pemerintah membiarkan eksploitasi buruh migran perempuan dan anak Indonesia terus berlanjut. Keadaan ekonomi Indonesia yang tidak kuat yang tampak dari sempitnya lowongan kerja menjadi dilema bagi pemerintah. Dengan membiarkan hal ini, setidaknya banyak para korban perdagangan ini dan keluarganya dianggap diuntungkan dengan mendapat pekerjaan.
Di Indonesia sendiri, permintaan terhadap buruh migran terutama perempuan lebih mendominasi dengan tujuan sebagai pembantu rumah tangga karena dianggap tidak terlalu membutuhkan keterampilan. Pekerja yang menjadi pembantu rumah tangga kerap menghadapi tantangan yang besar oleh karena keadaan lingkungan kerja yang berada dalam wilayah pribadi dan jauh dari pengawasan masyarakat luas. Tidak jarang dijumpai para pembantu rumah tangga yang mendapat pelecehan seksual atau sampai diperkosa oleh majikannya. Tidak hanya itu, hal yang membuat para tenaga kerja informal ini sulit untuk mencari bantuan ialah karena ruang gerak yang dibatasi dan terbiasa dengan kungkungan majikan apabila si majikan sedang keluar rumah. Bekerja di sektor yang bersifat informal menyebabkan profesi yang sering disebut sebagai “blue collar job” ini tidak diatur oleh pemerintah Indonesia dan diluar dari naungan Undang-undang Ketenagakerjaan nasional. Hal-hal yang dapat menimpa para pekerja rumah tangga ini ialah seperti jam kerja yang panjang. Dalam hal ini, pekerja yang tinggal dirumah majikannya ini secara otomatis dapat langsung diakses oleh simajikan guna mengerjakan
(47)
banyak hal dengan tidak mengenal waktu. Umumnya, buruh bekerja maksimal 8 jam sehari, namun pembantu rumah tangga, yang berada di tempat kerja selama 24 jam sehari secara tidak langsung dapat dikatakan bekerja pula dalam waktu itu.
Tidak hanya itu, kapanpun, dimanapun, itulah yang diinginkan majikan terhadap para pembantu rumah tangga ini. Ia tidak hanya harus memenuhi perintah majikannya tetapi juga keluarga lain dari majikan yang sama.Para pembantu ini juga dilarang untuk berpergian oleh karena adanya ketakutan pihak majikan bahwa ia akan lari. Tidak hanya dengan menahan, mengurung atau menjerat si pembantu, para majikan sering menahan gaji atau tidak membayar penuh si pembantu agar ia tidak lari. Hal ekstrim yang sering terjadi ialah kekerasan psikologis dan fisik hingga pemerkosaan oleh majikan. Keadaan kamar tidur, makanan yang cukup dan pemenuhan waktu beribadah yang tidak memadai juga sering terjadi pada pekerja rumah ini.
Dalam banyak kasus, para pekerja rumah tangga yang ada berusia di bawah 15 tahun. Hal ini bertentangan dengan Konvensi PBB mengenai Hak-hak Anak yang antara lain mencakup hak untuk bersekolah atau memperoleh pendidikan (pasal 28), memperoleh hiburan (pasal 31) dan hal untuk terlindungi dari eksploitasi ekonomi terutama apabila pekerjaan yang dilakukan menganggu pendidikan dan perkembangan anak tersebut (pasal 32). Di Indonesia, adalah hal yang lumrah untuk mengirimkan anak sebagai pekerja di kerumah sanak keluarga yang berada pada kota besar yang padahal ini merupakan salah satu bentuk trafiking terhadap anak.
Tidak berhenti pada pekerja rumah tangga dan pekerja rumah tangga yang berusia di bawah standar umur kerja, perekrutan korban juga tertuju pada industry seks. Sebenarnya, pada saat perekrutan para calon pekerja seks ini dijanjikan bekerja sebagai buruh yang akan bekerja di pabrik dan berupah tinggi yang natinya diharapkan dapat di
(48)
kirimkan ke keluarganya. Dari banyak pengakuan dan pengalaman para korban dan lewat beberapa artikel, diketahui bahwa para korban yang umumnya gadis belia ini dijanjikan sebagai perkerja atau pelayan restoran ini ternyata disekap, didandani dan disodorkan kepada para pria hidung belang sebagai pekerja seks komersial. Terkadang kemalangan para wanita muda ini banyak terjadi pada saat awal dimana ia meminta pada perekrutnya pekerjaan di luar negeri dengan memberikan sejumlah uang kepada perekrut ini yang kemudian mengetahui pekerjaan ini setelah sampai dilingkungan kerjanya. Oleh karena tidak tahu pekerjaan yang akan dilakukannya, para perekrut sering memalsukan dokumen para korban agar si korban tidak berani menolak atau lari saat mengetahui bahwa dirinya diperkerjakan sebagai pekerja seks. Dengan dipalsukannya dokumen imigrasi, si korban akan takut mendapat tuduhan pelanggaran imigrasi. Sebuah isu baru dikatakan adalah perekrutan para perempuan muda dari Bali yang bertalenta sebagai penari dan juga para gadis muda dari Jawa untuk misi kebudayaan ke Jepang. Namun pada akhirnya nasib mereka sama halnya dengan para pekerja seks lainnya.
Ada berbagai jalan masuk untuk menjadi pekerja seks di Indonesia dan tidak semua dapat dikatakan sebagai sebuah tindakan perdagangan manusia. Tidak sedikit wanita yang memang tidak mempunyai keterampilan memasuki bisnis ini dengan sadar dan secara sukarela melakukan pekerjaan sebagai pekerja seks komersial. Hal ini dikarenakan para wanita ini tidak memiliki pendidikan yang meyakinkan untuk diterimanya ia pada suatu perusahaan sedang ia harus menghidupi keluarganya.
Tidak dipungkiri, keadaan ekonomi memaksa banyak orang tua yang memiliki wewenang secara formal maupun informal terhadap anak kadang memaksa anak untuk melakukan pekerjaan hina ini guna melunasi hutang orang tua. Belakangan ini, di daerah Jawa Barat, pada kecamatan-kecamatan tertentu menjamur bisnis keluarga yang mana memiliki anak gadis wanita memberikan pelayanan kawin kontrak atau bahkan
(49)
melacurkan anaknya selama beberapa hari kepada seorang pria sesuai dengan perjanjian dan membiarkan pria tersebut tinggal dengan keluarga tersebut layaknya seorang menantu. Pada awalnya, si pria akan menghubungi calo yang kemudian membawanya pada keluarga-keluarga tertentu. Si pria akan mengadakan tawar-menawar dengan orang tua gadis baik tarif dan waktu tinggal di rumah tersebut. Sementara itu, di daerah lain yaitu Sulawesi Utara, sejumlah gadis ataupun perempuan menandatangi suatu kontrak yang dimana mengharuskan mereka bekerja sebagai penari bugil atau pelacur, hanya saja sesampai di tempat kerja mereka tetap ditipu dengan berbagai hal. Antara lain ialah kondisi kerja yang buruk, sanitasi kamar tidur dan makanan yang rendah, dan dibebani hutang bayangan yang sebenarnya tidak ada, hingga akhirnya jatuh dalam lubang yang sama yaitu eksploitasi.
Dalam bentuk perdagangan manusia lainnya yaitu ialah pengantin pesanan yang mana berawal dari sejarah pernikahan paksa di Indonesia. Pernikahan paksa ini memiliki pamor lama yang terkenal lewat novel Siti Nurbaya. Ada banyak sub budaya di Indonesia yang dimana pernikahan seorang anak terutama anak wanita diatur dan dikuasai oleh orang tua tanpa mempertimbangkan kehendak dari si anak. Meski kini pelaksanaan pernikahan paksa ini tidak sesering dulu, praktik ini masih tetap hidup dan melanggar hak seseorang untuk menikah dengan bebas atas persetujuan penuh dari dirinya sendiri sesuai dengan pasal 16 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pengantin pesanan merupakan manifestasi modern dari perjodohan dan dapat menjadi kasus perdagangan ketika seorang gadis menikah atas tekana keluarganya khusus bagi gadis yang berusia di bawah umur 18 tahun dan berakhir dalam kondisi perbudakan atau eksploitasi. Fenomena pengantin pesanan di Indonesia tampaknya terutama terjadi dalam masyarakat Indonesia keurunan Tionghoa di propinsi Kalimantan Barat yang dimana para gadis yang sebenarnya masih dalam proses menempuh pendidikan ini dicalonkan dengan para pria yang berasal dari
(50)
Taiwan.83
Selain perbudakan seperti diatas, berikut terdapat pula perburuhan anak
yang di Indonesia yang dapat digolongkan sebagai tindakan perdagangan. Yang
amat menonjol ialah kasus-kasus anak laki-laki yang bekerja di jermal. Sejumlah
anak laki-laki yang masih muda dan belia direkrut dari desanya dengan dijanjikan
mendapat gaji besar dan tetap dapat bersekolah. Namun yang terjadi pada
bocah-bocah malang ini ialah keadaan tinggal yang bersanitasi buruk, perlakuan orang
dewasa yang buruk serta pelecehan seksual dari para pria dewasa dan tidak dapat
keluar lagi dari jermal tersebut walaupun telah lewat masa yang dijanjikan untuk
bekerja.
Meskipun para gadis ini mendapatkan pernikahan yang bahagia, beberapa wanita yang menikah dengan pria Taiwan banyak yang melaporkan bahwa mereka bekerja layaknya budak di rumah suami atau orang tua suaminya itu dengan jam kerja yang panjang dan tidak diperlakukan layaknya bagian dari keluarga tersebut. Dalam beberapa kasus yang sangat menyedihkan, istri-istri ini banyak yang justru menjadi modal utama suami dengan cara memaksanya menjadi pekerja seks komersial atau bahkan dijual lagi oleh suaminya kepada pemilik rumah bordil. Agar para istri yang disia-siakan ini tidak lari, modus yang dilakukan oleh pelaku ialah dengan menguba h data dokumen para korban ini. Hal ini sering terjadi pada keluarga miskin yang tidak mampu memfasilitasi anak-anaknya dengan pendidikan dan keterampilan yang baik sehingga mengharapkan peningkatan keadaan ekonomi dan kehidupan dengan menjadi pekerja diluar negeri.
84
83
Menurut salah satu sumber yaitu Zulfazli, berdasarkan wawancaranya,
Korban Pengantin Pesanan Mulai Berani Melapor, diakses tanggal 13 Maret 2010.
84
http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/27/buruh-anak-jermal-belum-terlindungi-ahmad-sofian/
(1)
BAB V
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Dari uraian mengenai Tinjauan Yuridis terhadap Trafiking di Indonesia Dikaikan Dengan Hukum Internasional, maka dapatlah ditarik kesimpulan dari tinjauan kepustakaan, sebagai berikut:
1. Bahwa perkembangan keadaan dari perdagangan manusia ini semakin meluas. Perdagangan manusia kini terjadi dengan pola yang lebih maju seiring perkembangan zaman dan teknologi. Perdagangan manusia kini telah menjadi peristiwa yang tidak hanya terjadi dalam lingkup suatu wilayah Negara tertentu tetapi telah melingkupi kepentingan lebih dari satu Negara sehingga disebut sebagai transnational crimes.
2. Perdagangan manusia dalam hal pengaturannya merupakan tindak pidana yang masih baru, hal ini terbukti dari adanya pengaturannya secara nasional yang terdapat pada KUHP dan peraturan perundangan lain sebelum adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Di Indonesia telah pula diratifikasi mengenai Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak dengan adanya Undang-undang Nomor 14 tahun 2009. 3. Sedang pada dunia internasional, pengaturan mengenai trafiking ini telah ada
terutama dengan adanya Protokol Palermo atau sering disebut United Nations Convention Against Transnational Crime (UN CATOC). Tidak hanya CATOC, terdapat pula berbagai konvensi yang juga berkaitan dengan perdagangan manusia dalam upaya pencegahan dan penanggulangannya. Dalam hal keberadaan dan hubungan dari perdagangan manusia dan hukum internasional, perdagangan manusia pada dewasa ini sudah terkenal sebagai kejahatan yang
(2)
tergolong sebagai kejahatan lintas Negara dan oleh karena keberadaannya yang menyangkut mengenai kepentingan banyak Negara maka masalah perdagangan manusia dianggap hal yang penting dalam dunia internasional untuk diatur atau terdapat pengaturan hukumnya.
Setelah menganalisa data-data yang ada maka saran dari Penulis mengenai Tinjauan Yuridis terhadap Trafiking di Indonesia Dikaikan Dengan Hukum Internasional ialah:
1. Oleh karena telah adanya pengaturan mengenai trafiking ini dalam hukum nasional dan internasional dan dengan sanksi berat yang telah ditetapkan maka saatnya para pemerintah dan penegak hukum membangun moral dan integritas yang tinggi dalam pencegahan dan pemberantasan perdagangan manusia ini. 2. Perlu adanya dilakukan beberapa sosialisasi, penyuluhan dan perlindungan
terhadap masyarakat agar terhindar dari perbudakkan modern ini. Hal ini dapat dilakukan lewat penyuluhan dari desa atau daerah, iklan dan pembahasan dengan para siswa.
3. Perlu adanya pembekalan bagi para penegak hukum dan pengetatan pengawasan dan penjagaan perbatasan Negara guna mencegah keluar atau masuknya perdagangan manusia.
4. Perlu pula adanya dibentuk suatu komisi untuk memberantas perdagangan manusia ini layaknya KPK karena tindak pidana perdagangan manusia ini merupakan suatu tindak pidana yang serius dan berakibat serius pula dan oleh karena itu perlu penganganan khusus pula dengan membentuk badan khusus yang menangani masalah perdagangan manusia ini.
(3)
Daftar Pustaka
Buku-buku
Anwar, Yesmil. 2009. Saat Menuai Kejahatan: Sebuah Pendekatan Sosiokultural Kriminologi, Hukum dan HAM. Bandung: PT. Refika Aditama.
Atmasasmita, Romli. 2003. Pengantar Hukum Pidana Internasional, Bandung, Penerbit Refika Aditama.
Bariah, Chairul. 2005. Aturan-aturan Hukum Trafiking: Perdagangan Perempuan dan Anak, Cetakan I. Medan: Penerbit USUPress.
Gandhi Lapian, L.M. dan Geru, Hetty A. 2006. Trafiking Perempuan dan Anak: Penanggulangan Komprehensif Study Kasus: Sulawesi Utara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hamzah, Andi. 2009. Delik-delik Tertentu ( Speciale Delicten) Di Dalam KUHP. Jakarta: Sinar Grafika.
Irianto, Sulistyowati, dkk. 2007. Perdagangan Perempuan dalam Jaringan Pengedaran Narkotika. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Manulang, M. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nasution, S. dan Thomas, M. 1980. Buku Penuntun Membuat Thesis, Disertasi, Skripsi, Report dan Paper. Bandung : Jemmars.
(4)
Parthiana, I Wayan. 2009. Ekstradisi Dalam Hukum Internasional Modern. Bandung: Penerbit Yrama Widya.
Wahid, Abdul dan Irfan, Muhammad. 2001. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual. Bandung:PT. Refika Aditama.
Ahmad Sofian ,
buruh-anak-jermal-belum-terlindungi
-
Makalah, Artikel, dan Internet
ApakahKejahatanPerdagangan(Trafiking)AnakItu
?Terdapatpadahttp//www.jemiesim
atupang.wordpress.com.
Bahan Pelatihan Bersama Bagi Penegak Hukum Untuk Penanganan Kejahatan
Lintas Negara
, dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung RI di Pusdiklat Kejaksaan Agung
RI, Jakarta Selatan.
Child Trafiking
, http//www.unicef.org
Definisi Trafiking
Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial Sebuah Kajian Hukum Tentang Penerapannya Di Indonesia
http//.www.yudipriambudish.blogspot.com, Lilik Mulyadi, Fungsi Hukum Pidana
Internasional Dihubungkan Dengan Kejahatn Transnasional Khususnya Terhadap Tindak Pidana Korupsi.
Ida Made Kartana S. Pd,Trafiking Bisa Terjadi Pada Siapa Saja, Buletin Bini Parigan Edisi ke 26, Maret-Juni 2009
Korban Pengantin Pesanan Mulai Berani Melapor,
(5)
Memorandum_of_understanding
, http://en.wikipedia.org/wiki/
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia, terdapat pada
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
,
http://www.menegpp.go.id
Penjualan Organ Tubuh TKI Jadi Tren Baru Trafficking
, Kapanlagi.com, 22
September 2006
Perdagangan Perempuan dan Anak Meningkat
, terdapat pada
http//
www.iom.int/jahia/Jahia/pid/748
Sebab terjadinya trafiking manusia , terdapat pada
Syarif Hidayat,
Dakwah Perlindungan Korban Trafficking
, terdapat pada
httwwwyahoocom.files.wordpress.com
Tim Program Trafiking,
Memerangi Perdagangan Manusia
, (US DOJ-ICITAP)
katalog.pdii.lipi.go.id/index.php/searchkatalog/.../7050/7050.pdf
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar 1945
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
(6)
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UUPTPPO)
Undang-undang Nomor 14 tahun 2009 tentang Protokol Untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-anak
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnational yang Terorganisasi)
Deklarasi Universal tentang HAM (DUHAM) 1948-1998
Konvensi Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) 1977 Konvensi Internasioanl tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) 1992
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Terhadap Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (CERD) 1994
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Terhadap Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) 1980
Konvensi Internasional tentang Hak-hak Anak (CRC) 1989
Konvensi PBB untuk Melawan Kejahatan Transnational Yang Terorganisir (CATOC) 2000 beserta Protokol PBB untuk Mencegah, Menindak dan Menghukum Trafiking manusia Khususnya Perempuan dan Anak-anak
Protokol Opsional dari Konvensi Hak-hak Anak atas Penjualan Anak-anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak