I.5.4. Media Buku
Menurut Asep Saeful Mustadi sekurang-kurangnya ada tiga jenis media cetak: surat kabar, majalah dan buku. Ketika radio dan televisi secara berturut-turut muncul
sebagai media massa, kelompok pesimistis meramalkan akan suramnya masa depan dunia perbukuan. Termasuk juga media cetak lainnya, buku akan tergeser oleh
perkembangan media informasi elektronik. Kecenderungan masyarakat berubah bersamaan dengan semakin kuatnya efek
media elektronik. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan sebaliknya. Buku tetap survive, dan bahkan merupakan media yang amat penting dalam kehidupan manusia.
Buku menawarkan informasi penting tentang ilmu pengetahuan; buku menyajikan hiburan bagi para pembacanya; buku menjadi teman yang paling dekat bagi para
penggemarnya. Berbeda dengan radio dan televisi, buku dapat dinikmati ulang dan berulang-ulang. Karenanya, ia mampu melakukan reformasi peradaban manusia, di
manapun di dunia ini.
9
I.5.5. Jurnalistik Foto
Jurnalistik foto merupakan salah satu jenis media jurnalistik selain media cetak dan media elektronik. Penggunaan foto dalam dunia jurnalistik berawal dari
pemakaian gambar-gambar lukisan dalam media tersebut. Termasuk gambar-gambar karikatur banyak digunakan dalam membantu mendeskripsikan pesan komunikasi
para penulisnya. Lukisan-lukisan tangan seperti itu banyak digunakan dalam koran- koran dan buku-buku yang terbit ketika itu. Jadi, kelengkapan gambar dalam buku,
sebetulnya sudah berkembang sejak pertama kali gambar-gambar itu ditemukan.
10
9
Asep Saefulah Mustadi, “Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik”, Logos, 1999, halaman 88-103
10
Asep Saefulah Mustadi, “Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik”, Logos, 1999, halaman 88-103
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan foto jurnalistik dalam koran dan majalah mulai berkembang pada tahun 1930-an. Perkembangannya sangat cepat sehingga pada gilirannya teknologi
foto dapat mendorong perkembangan media jurnalistik. Foto jurnalistik kemudian tumbuh menjadi suatu konsep dalam sistem komunikasi yang sekarang disebut
komunikasi foto photographic commmunication. Komunikasi gambar tidak saja hadir dalam koran dan majalah. Kini buku-buku
ilmiah mulai banyak yang menggunakan foto dan gambar. Bahkan tidak sedikit buku yang mengkomunikasikan gagasannya hanya dengan gambar.
I.5.6. Prostitusi
Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah
pekerja seks komersial PSK. Di Indonesia pelacur sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal
atau sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap
aparat penegak ketertiban, mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan
melacur sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa ke masa. Sundal selain
meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman bernama kondom.
Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah
Universitas Sumatera Utara
masyarakat.
11
Studi tentang pelacuran di Indonesia secara konsisten menunjukkan bahwa pendapatan para pekerja seks relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja pada
jenis jabatan lain yang banyak didominasi oleh tenaga kerja perempuan dengan pendidikan rendah. Kenyataannya, kalangan atas freelancer yang bekerja di bar,
diskotik dan karaoke di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung, mempunyai penghasilan sebesar Rp. 3-5 juta per bulan. Perempuan panggilan kelas
atas mungkin menerima pendapatan lebih banyak lagi. Jumlah penghasilan ini jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan penghasilan yang diterima oleh pegawai
negeri kelas menengah atau pekerja pada jenis jabatan lain yang mensyaratkan pendidikan tinggi. Tingkat penghasilan para pelacur yang dicatat dalam berbagai studi
pelacuran di Indonesia sangat tinggi dan sangat menggoda para pekerja di sektor lain untuk memasuki industri tersebut. Di sisi lain terlihat adanya penolakan dari
masyarakat serta kecaman dari kalangan agama terhadap pelacuran. Jadi sebagian dari pendapatan ini bisa dianggap “premi” yang tidak menyenangkan dari pekerjaan,
termasuk ancaman penularan penyakit termasuk HIVAIDS.
12
I.5.7. Persepsi