1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Rekapitulasi dan Distribusi Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia,
mencatat bahwa terdapat 63.961 jiwa yang berprofesi sebagai tuna susila di 465 kabupaten kota di Indonesia. Persebaran tuna susila terbesar terdapat di DKI Jakarta
dengan jumlah 7.866 jiwa dan diikuti oleh provinsi Jawa Timur di posisi kedua dengan jumlah 6.097 jiwa. Provinsi Jawa Tengah berada di urutan tiga dengan jumlah
tuna susila sebesar 5.626 jiwa, diikuti oleh provinsi Sulawesi Selatan di posisi keempat dengan jumlah 5.443 jiwa. Urutan kelima berada di provinsi Sumatera Utara
dengan jumlah tuna susila sebesar 4.432 jiwa. Provinsi Jawa Barat berada di posisi keenam dengan jumlah tuna susila sebesar 3.959 jiwa, lalu provinsi Sulawesi Utara
pada posisi ketujuh dengan jumlah 3.908 jiwa. Urutan kedelapan ditempati oleh provinsi Riau dengan jumlah tuna susila 2.823 jiwa, diikuti provinsi Sumatera Selatan
di posisi kesembilan dengan jumlah 2.313 jiwa dan Papua berada di urutan kesepuluh dengan jumlah tuna susila sebesar 2.176 jiwa.
1
Catatan Departemen Sosial juga menunjukkan angka yang fantastis mengenai eksploitasi seksual pada anak. Jumlah eksploitasi seksual pada anak dan anak yang
dilacurkan Ayla tiap tahun semakin bertambah. Pada 2006 mencapai 42.000 anak,
1
Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, “Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial - PMKS Tahun 2008”, Kementerian Sosial RI, diakses dari
http:www.depsos.go.idmodules.php?name=Databaseopsi=pmks2008, pada tanggal 5 April 2010 pukul 17.30
Universitas Sumatera Utara
sementara tahun 2008 lalu, mencapai 150.000 anak.
2
Sekitar awal tahun 2000-an, UNICEF The United Nations Childrens Fund mengeluarkan Lembar Fakta Tentang Eksploitasi Seks Komersil dan Perdagangan
Anak. Fakta yang dikemukakan adalah bahwa untuk angka global ada sekitar 1,2 juta anak diperdagangkan setiap tahunnya. Kebanyakan anak-anak laki-laki dan
perempuan diperdagangkan untuk eksploitasi seks. Ada sekitar 2 juta anak di seluruh dunia yang dieksploitasi secara seksual tiap tahunnya. Industri perdagangan anak
menangguk untung 12 miliar dolar per tahunnya International Labour Organization atau ILO. Di Indonesia sekalipun banyak gadis yang memalsukan umurnya,
diperkirakan 30 persen pekerja seks komersil wanita berumur kurang dari 18 tahun. Bahkan ada beberapa yang masih berumur 10 tahun. Diperkirakan pula ada 40.000-
70.000 anak menjadi korban eksploitasi seks dan sekitar 100.000 anak diperdagangkan tiap tahun. Sebagian besar dari mereka telah dipaksa masuk dalam
perdagangan seks.
3
Pada tanggal 18 Januari 2009 Koran Suara Pembaharuan memberitakan sebuah fakta tentang prostitusi di kalangan remaja dengan judul “Pelacur Remaja
Menggurita.” Sekurangnya 18 siswi sebuah SMP negeri di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat Jakbar, memilih sebagai Pekerja Seks Komersial PSK. Tergiur
memperoleh uang lebih banyak ketimbang yang diberikan orangtua, remaja-remaja berusia 16 tahun itu pun memutuskan menjual diri.
2
Metro Hari Ini - Hukum Ham, “Laporan Eksploitasi Seksual Anak dan Ayla Meningkat”, MetroTV, diakses dari http:metrotvnews.comindex.phpmetromainnewsvideo2009012174238 pada tanggal
5 April 2010 pukul 17.52
3
UNICEF, “Lembar Fakta Tentang Eksploitasi Seks Komersil dan Perdagangan Anak”, diakses dari www.unicef.orgindonesiaidFactsheet_CSEC_trafficking_Indonesia_Bahasa_Indonesia.pdf
pada tanggal 6 April 2010 pukul 18.34
Universitas Sumatera Utara
Pekerja seks komersial oleh remaja bukan hal baru, bahkan terjadi di mana- mana, terutama di kota-kota besar. Jumlah remaja perempuan berstatus siswi Sekolah
Menengah Pertama SMP hingga Sekolah Menengah Atas SMA Sekolah Menengah Kejuruan SMK yang terlibat pelacuran seperti fenomena gunung es.
Begitu bel sekolah berbunyi tanda pulang, para Anak Baru Gede ABG ini pun menggantung seragam mereka. Telepon genggam menjadi media menjajakan diri.
Ketika malam mulai merambat, salah satu diskotek di bilangan Lokasari, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat pun menjadi tempat mangkal mereka. Untuk sekali kencan
singkat, para ABG ini mematok tarif Rp 200.000 -Rp 300.000. Laku mereka tercium sang guru, pertengahan Desember 2008 lalu. Awalnya,
sang guru menyita telepon seluler ponsel seorang siswi. Ponsel sitaan berbunyi. Masuklah sebuah pesan singkat yang berisi ajakan kencan. Guru itu pun segera
memanggil si empunya ponsel tersebut dan mengajaknya berbicara hingga terbongkarlah profesi sampingan siswi itu. Belum cukup, ternyata ada 17 anak lainnya
yang punya profesi serupa. Menyedihkan lagi, saat orangtua ke-18 siswi tersebut dipanggil pihak sekolah ternyata tak ada di antara mereka yang terkejut. Hal itu
menunjukkan bahwa apa yang dilakukan para ABG tersebut diketahui atau mendapat restu dari orangtua masing-masing, kata Wali Kota Jakarta Barat Djoko Ramadhan.
4
Praktek prostitusi pun terjadi di dunia perkuliahan kampus. Di dalam kampus, terdapat sebuah istilah ayam kampus. Ayam kampus adalah sebutan bagi mahasiswi
yang mempunyai double job menjadi pelacur di dunia kampus. Sepak terjang ayam kampus lebih susah ditebak dibanding dengan para pelacur yang biasa berjejer di
4
AFP, “Pelacur Remaja Menggurita”, Suara Pembaharuan Daily, diakses dari http:www.suarapembaruan.comNews20090118Utamaut01.htm pada tanggal 5 April 2010 pukul
18.00
Universitas Sumatera Utara
kawasan prostitusi dan lokalisasi. Bahkan jika diperhatikan penampilan dan kesehariannya di kampus, mereka terlihat sama dengan sejumlah mahasiswi lainnya.
Pasar merekapun lebih modern dengan memanfaatkan dunia online dalam menjajakan kenikmatan seks mereka. Prostitusi dunia online yang sangat terbuka
menjadi ladang bagi ayam-ayam kampus menjajakan diri. Ada yang lewat chat ataupun membuat profil di facebook.
Berita prostitusi di kalangan remaja seperti “Pelacur Remaja Menggurita” atau informasi tentang ayam kampus bisa diketahui dengan membaca di surat kabar,
menonton televisi atau mengakses internet. Perkembangan teknologi saat ini sangat memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi. Setiap hari masyarakat
disuguhi informasi oleh berbagai media, seperti koran, majalah, televisi ataupun radio. Berita yang disuguhkan pun tersedia dalam berbagai bentuk, audio dan visual. Isi
berita yang disampaikan pun beragam, berita politik, ekonomi, pendidikan, dan termasuk masalah-masalah sosial seperti prostitusi.
Saat ini pemberitaan-pemberitaan di media massa selalu mengikutsertakan foto di dalamnya. Bisa dibayangkan bagaimana halaman koran yang tanpa satupun foto.
Selain untuk mempercantik perwajahan, foto adalah sebuah bentuk berita tersendiri. Foto merupakan salah satu media visual untuk mengabadikan atau menceritakan suatu
peristiwa. Kehadiran foto jurnalistik dalam sebuah pemberitaan menguatkan bahwa suatu peristiwa benar-benar ada.
Pada tahun 2007, Yuyung Abdi meluncurkan sebuah buku berisi foto-foto jurnalistik tentang kegiatan prostitusi di Indonesia. Yuyung Abdi, yang juga Redaktur
Foto Harian Jawa Pos ini mengisahkan dan menampilkan secara gamblang kehidupan sehari-hari yang dilakoni oleh pekerja seks. Melalui lebih dari 316 foto, buku yang
diberi judul “Sex for Sale: Potret Faktual Prostitusi 27 Kota di Indonesia” ini pembaca
Universitas Sumatera Utara
diperlihatkan kepada kenyataan bagaimana sebenarnya kehidupan para pekerja seks di Indonesia, di tempat seperti apa mereka tinggal, bagaimana bentuk ruang pribadi
mereka sampai kepada daerah-daerah penyebaran prostitusi di Indonesia. Dalam bukunya Yuyung Abdi menyajikan keadaan dunia prostitusi yang selama
ini tersembunyi. Masing-masing daerah memiliki karakteristik bisnis prostitusi sendiri, semuanya menyimpan kisah kelam perempuan yang harus menggadaikan
harga diri demi bertahan hidup. Beberapa contoh kisah yang memilukan itu di antaranya pada halaman 28, foto di halaman ini menampilkan seorang pekerja seks di
bawah umur tengah bersantai di kamarnya. Meski wajahnya disamarkan dapat dilihat usianya yang masih sangat muda ditambah lagi dekorasi kamarnya yang masih
kekanak-kanakkan. Di saat teman-teman lainnya menikmati masa muda mereka, gadis kecil ini harus merasakan pahitnya dunia.
Yang tak kalah menarik adalah kisah Laura, seorang pekerja seks asal Papua yang masih berusia 15 tahun. Kisah-kisah seperti ini sangat menggugah karena
prostitusi sebagai masalah sosial sudah seharusnya ditangani dengan tepat. Jangan sampai gadis-gadis muda yang masih polos terjerumus dalam dunia ini, karena ini
bukan hanya menyangkut masa depan mereka tetapi juga keselamatan mereka. Tampaknya hal-hal inilah yang ingin ditunjukkan oleh Yuyung Abdi dalam
memotret para PSK. Apa yang digambarkan oleh Yuyung Abdi mengungkap sisi lain dari kehidupan prostitusi di Indonesia. Bukan hanya sisi negatif pada profesi pelacur,
tetapi sisi kemanusiaan, keseharian, seperti manusia lainnya. Dari keterangan yang telah dijabarkan, peneliti ingin mengetahui tentang
persepsi publik terhadap prostitusi di Indonesia melalui foto jurnalistik dalam buku Sex for Sale karya Yuyung Abdi, khususnya prostitusi di kalangan pelajar dan
mahasiswa. Untuk mempersempit cakupan publik, maka peneliti membatasi
Universitas Sumatera Utara
penelitian pada mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP USU Program Ekstensi Angkatan 2008-2009. Peneliti menetapkan sampel penelitian adalah mahasiswa sebab
hal yang menjadi bahan penelitian adalah prostitusi di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Buku Sex for Sale dan Persepsi Publik” dan subjudul “Studi Korelasional
tentang Persepsi Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP USU Program Ekstensi Angkatan 2008-2009 terhadap Prostitusi Melalui Foto Jurnalistik dalam Buku Sex for
Sale”.
I.2. PERUMUSAN MASALAH