P : Apakah masyarakat Tanjung Barat ini dominan orang Betawi?

7. P : Bagaimana Tahapan prosesi buka palang pintu? Z : Pada saat pengantin laki-laki berangkat ke tempat kediaman perempuan sebelumnya dibacakan solawat dustur, pembacaan solawat marhaban yang diiringi rebana Betawi yaitu rebana ketimpring karena yang paling sah dan asli adalah rebana ketimpring rebana kecil-kecil. Setelah diarak selanjutnya ada pedialog yang mewakili calon mempelai laki-laki dengan membuka salam assalamualaikum, dari pihak perempuan membalas salam sampang simping jambu mateng, siapa disamping itu tamu baru dateng, karena masyarakat betawi ceria dan suka humoris maka disisipkan dialog pantun jenaka, persyaratan selanjutnya yaitu membuka palang pintu, dengan menunjukkan jurus pukulan, dan yang terakhir adalah pembacaan sikeh. Bahasa Betawinya adalah pembacaan yalil tetapi untuk bahasa memperindah bacaan Al- Qur’an disebut sikeh. Setelah itu baru diluluskan masuk untuk akad nikah. 8. P : Apa makna dari setiap tahapan buka palang pintu? Z : Makna dari pembacaan sikeh itu adalah sebagai contoh bahwa si calon laki-laki raja mude harus bisa mengaji, silat didalamnya bermakna sebagai kesiapan si calon laki-laki untuk melindungi calon istrinya dalam gangguan rumah tangga, pantun dipalang pintu sebagai khasanah kebudayaan seni pantun karena orang Betawi suka bercanda dan humoris.

9. P : Apakah ada syarat-syarat seperti alat atau perlengkapan untuk

buka palang pintu di pernikahan Betawi? Z : Pertama adalah rebana ketimpring, golok, toya tongkat panjang, seragam untuk memperindah, lalu kembang kelapa adalah sebagai simbol seperti lidi, air dan daunnya semua bermanfaat, sirih dare akan tetapi di kampung Tanjung Barat karena banyak alasan sudah jarang dipakai.

10. P : Menurut bapak, apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat

menggunakan adat buka palang pintu di pernikahannya? Z : Tergantung masyarakat Betawinya, tidak semua pakai tapi masih banyak. Akan tetapi ada masyarakat Betawi terpanggil ingin melestarikan seni budayanya dengan cara menggunakan palang pintu dipernikahannya dan memperkenalkan ke orang lain serta anak cucu bahwa Betawi punya seni budaya, kedua ingin suasana lebih meriah, ada juga yang tidak pakai karena tidak ada biaya, karena seni itu indah dan seni itu mahal.

11. P : Bagaimana bapak mempertahankan tradisi buka palang pintu ini

khususnya di Tanjung Barat? Z : Kita terus memberikan sosialisai dan mengajak kepada masyarakat Betawi untuk melestarikan budaya Betawi. Kita juga punya sanggar Betawi Inti Jaya dan binaan sanggar SOS.

12. P : Sudah berapa kali bapak diminta untuk membuka palang pintu

khususnya di Tanjung Barat? Z : Waduh sudah tidak terhitung.

13. P : Bagaimana pandangan bapak mengenai perkembangan tradisi

buka palang pintu di tanjung Barat? Z : Untuk perkembangan tradisi palang pintu ini bagus, dan masyarakat Betawi di Tanjung Barat antusias sekali dan masyarakat Betawi hampir rata-rata jika ingin menikahkan anakknya menggunakan palang pintu berarti terlihat terpanggil ingin juga melestarikan budayanya.

14. P : Apakah bapak mematok harga jika diminta menjadi palang pintu

di acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat? Z : Awalnya tidak, akan tetapi anak-anak butuh dana karena seni itu indah dan itu mahal. Kalo bukan kita yang hargain seni budaya Betawi siapa lagi dan rata mematok harga 1 juta sampai 3 juta. Wawacara dengan responden dilakukan Senin, 20 Oktober 2014 Pukul 18.30 WIB di kediaman Bapak Zainuddin.