Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

perkawinan ataupun setelah perkawinan diatur sedemikian rupa ”. 9 Perkawinan menandai suatu saat peralihan dari usia remaja ketingkat hidup yang lebih dewasa dan bertanggung jawab yaitu dengan membentuk keluarga. Upacara perkawinan menempati posisi yang sakral dalam rangkaian proses yang dijadikan falsafah bagi masyarakat Betawi. Dalam tatanan masyarakat Betawi yang religius, proses kelahiran, perkawinan, dan kematian merupakan satu rangkaian yang harus dilewati dan dilengkapi dengan serangkaian upacara atau prosesi adat. Suku Betawi adalah “salah satu suku bangsa Indonesia yang berdiam di wilayah DKI Jakarta, dan wilayah sekitarnya yang termasuk wilayah Propinsi Jawa Barat. Suku bangsa ini biasa disebut Orang Betawi’, Melayu Betawi, atau Orang Jakarta atau Jakarte menurut logat setempat. Nama Betawi itu berasal dari kata Batavia, nama yang diberikan oleh Belanda pada jaman penjajahan dulu ”. 10 Sumber lain menyebutkan bahwa, kata Betawi bukan berasal dari Batavia, karena Batavia merupakan musuh dari leluhur orang Betawi semenjak penjajahan Belanda. Orang Betawi bukanlah produk dari pemerintahan kolonial. Ada golongan bangsawan, ada golongan alim ulama dan intelektual abangan; dan ada juga golongan pedagang dan pekerja. 11 Orang Betawi dibagi menjadi dua sebutan berdasarkan wilayah, yaitu Betawi Kota dan Betawi Ora. Orang Betawi Kota, merasa dirinya sebagai orang Jakarta asli. Sedangkan orang Betawi yang terdesak ke daerah pinggiran sampai ke perbatasan kota disebut Orang Betawi Ora. Sebenarnya justru Orang Betawi Ora inilah yang dapat dikatakan orang Betawi Asli, karena mereka masih menjalankan adat kebiasaan turun-temurun dengan ketat dan konsekuen. 12 9 Muhasim, “Tradisi Kudangan Perkawinan Betawi Dalam Perspektif Hukum Islam,” Skripsi pada Gelar Sarjana Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2009, h. 3, tidak dipublikasikan. 10 Rosyadi, Profil Budaya Betawi, Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006, cet. Ke-1, h. 212. 11 Gita Widya Laksmini, Jakarta Batavia; esai sosio-kultural, Jakarta: Banana, KITLV, 2007, h. 219. 12 Budiaman, Folklor Betawi, Jakarta: Dinas Kebudayaan Propinsi. DKI Jakarta, 2000, h. 18. Orang Betawi merupakan kelompok sosial kultural baru dengan ciri- ciri memegang adat-istiadat dengan teguh serta terikat kepada agama Islam secara ketat dan sangat fanatik sikapnya terhadap agama yang dianutnya. Hampir seluruh adat kebiasaan orang Betawi diwarnai oleh unsur agama Islam, sehingga sulit untuk memisahkan antara tradisi yang menurut adat dan yang berdasarkan agama. 13 Menurut Suparlan, “Agama Islam sebagai pedoman utama dalam kehidupan masyarakat Betawi, yang dapat dikatakan sebagai konfigurasi atau wujud dari kebudayaan Betawi ”. 14 Akan tetapi tidak semua masyarakat Betawi taat kepada perintah Allah yang telah diajarkan agama Islam, dikarenakan masyarakat Betawi terbagi beberapa golongan seperti alim ulama dan masyarakat abangan. Kebudayaan masyarakat Betawi juga banyak dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan asing yang datang ke Jakarta. Kesenian Betawi lahir dari perpaduan berbagai unsur etnis dan suku bangsa yang ada di Betawi. Seni Betawi tidak terhindar dari proses perpaduan pengaruh Eropa, Tionghoa, Arab, Melayu, Sunda. 15 Karena Jakarta menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru nusantara dan dunia. Jakarta juga disebut panci pelebur melting pot di mana banyak kebudayaan dan kesenian dari berbagai penjuru dunia dan nusantara bertemu, saling mempengaruhi, melebur dan menjadi identitas baru, masyarakat Betawi atau Orang Betawi. 16 Proses melting pot tersebut terjadi karena peranan kebudayaan umum- lokal yang menjembatani serta mengakomodasikan perbedaan-perbedaan kebudayaan, dan membawa serta menggunakan hasil-hasil akulturasi yang berlaku di tempat-tempat umum-lokal sehingga menjadi pedoman hidup yang 13 Ibid., h. 18 14 Suparlan, op. cit., h. 147. 15 Yahya Andi, op. cit., h. 5. 16 Ibid., h. 4. berlaku dalam kehidupan suku bangsa atau etnik, yaitu dalam kehidupan keluarga dan kekerabatan. 17 Pada pernikahan masyarakat Betawi, sebelum akad pernikahan dilakukan prosesi buka palang pintu yang merupakan serangkaian acara untuk membuka penghalang yang dijaga oleh jawara. Buka palang pintu merupakan tradisi yang diwariskan dari generasi sebelumnya kepada generasi penerus. Awal tradisi buka palang pintu tidak tertulis, melainkan hanya cerita turun-temurun dari generasi terdahulu. Pada saat ini buka palang pintu menurut Zahrudin Ali Al Batawi adalah “salah satu bagian dari serangkaian acara prosesi perkawinan adat Betawi yang lebih dikenal dengan istilah palang pintu. Palang pintu menjadi ujung tombak budaya Betawi, palang pintu merupakan campuran beberapa seni budaya seperti silat, pantun, dialek logat betawi dan humoris.” 18 Dalam bidang seni tradisi, dinamika perkembangan Kota Jakarta menyebabkan berkurangnya kegiatan berkesenian, seperti seni lenong, seni suara cokek, samrah, gambang kromong, tanjidor, pantun Betawi, cerita sahibul hikayat. Seni Betawi saat ini sulit berkembang meskipun pelaku seni masih hidup dan kurang berkreatifitas dalam berkesenian. Hasil observasi oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia FIB UI telah menghimpun data kesenian Betawi, yang dilakukan pada tahun 2010 hingga 2012 menunjukkan bahwa beberapa kesenian Betawi terancam punah, seperti rebana biang dan blantek. Selain itu seniman Betawi sudah menua dan belum sempat diwariskan kepada seniman generasi muda di bawahnya. Kondisi itu dikhawatirkan akan menghilangnya kekayaan budaya Betawi tersapu oleh perkembangan kehidupan metropolitan Jakarta. 19 Percepatan perubahan Jakarta yang tidak pernah berhenti, jumlah pendatang yang tidak pernah surut, budaya asing yang terus menggempur, 17 Suparlan, op. cit., h.162. 18 Zahrudin Ali Al Batawi, 1500 Pantun Betawi, Jakarta: Nus Printing, 2012, h. 39. 19 Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2012, h. 2. telah membuat tradisi kebudayaan Betawi kian jarang terlihat. Akhirnya sebagian generasi muda yang belum sempat diwariskan kurang mengetahui tradisi kesenian Betawi, salah satunya tradisi buka palang pintu pada perkawinan masyarakat Betawi. Berdasarkan uraian di atas agar masyarakat mengenal kesenian budaya Betawi, maka peneliti tertarik untuk mendalami salah satu tradisi kebudayaan Betawi pada acara prosesi adat pernikahan masyarakat Betawi yang ada di Indonesia dengan bentuk sebuah skripsi, yaitu dengan judul “Tradisi Buka Palang Pintu Pada Pernikahan Masyarakat Betawi studi kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, sebagai berikut: 1. Berkurangnya kegiatan berkesenian, seperti seni lenong, cokek, samrah, gambang kromong, tanjidor, pantun, cerita sahibul hikayat. 2. Pelaku seni yang masih hidup sulit berkembang dan kurang berkreatifitas dalam berkesenian. 3. Beberapa kesenian Betawi terancam punah, seperti rebana biang dan blantek. 4. Seniman Betawi sudah menua dan belum sempat diwariskan kepada seniman generasi muda. 5. Kekhawatiran akan menghilangnya kekayaan budaya Betawi yang belum sempat diwariskan, salah satu contohnya adalah tradisi buka palang pintu.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat begitu luasnya masalah mengenai seni tradisi budaya Betawi yang dikhawatirkan terancam hilang, serta begitu luasnya cakupan kebudayaan Betawi maka dalam penulisan skripsi ini hanya dibatasi mengenai tradisi pada prosesi adat pernikahan masyarakat Betawi yaitu buka palang pintu yang masih dilakukan oleh masyarakat Betawi di Tanjung Barat.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka permasalahan yang dirumuskan dalam kajian skripsi ini adalah: Bagaimana tradisi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat?.

E. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian, tujuan merupakan salah satu alat kontrol yang dapat dijadikan sebagai petunjuk sehingga penelitian ini dapat berjalan sesuai yang diinginkan. Tujuan dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui tradisi buka palang pintu pada perayaan pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat.

F. Manfaat Penelitian

1. Segi Teoritis Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu rujukan atau referensi tambahan dalam mempelajari dan mengamati tradisi adat Betawi khususnya dalam perihal perkawinan bagi jurusan Sosiologi- Antropologi, Ilmu Pendidikan Sosial di Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan. 2. Segi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para mahasiswa khususnya jurusan Sosiologi-Antropologi dan jurusan lainnya. Serta menambah pengetahuan masyarakat tentang seni budaya Betawi khususnya Tradisi Buka Palang Pintu pada acara perkawinan masyarakat Betawi . 10

BAB II KAJIAN TEORI

A. Masyarakat Betawi

1. Definisi Masyarakat.

Definisi masyarakat dalam kamus bahasa Indonesia adalah “sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah dengan ikatan aturan tertentu, segolongan orang-orang yang mempunyai kesamaan tertentu ”. 1 Masyarakat dalam arti luas adalah “keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dengan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa atau keseluruhan dari semua hubu ngan dalam hidup bermasyarakat”. Sedangkan masyarakat dalam arti sempit adalah “sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu seperti : teritorial, bangsa, dan golongan ”. 2 Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius, berarti kawan. Istilah masyarakat sendiri berasal dari kata Arab syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. 3 Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin merumuskan masyarakat bahwa : “the largest grouping in which common costums, traditions, attitudes and feelings of unity are operative”. 4 Jelasnya masyarakat merupakan kelompok manusia dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan yang sama dengan motivasi kesatuan. Menurut Drs. JBAF Mayor Polak menyebut “masyarakat adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektifa- 1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:Pusat Bahasa, 2008, h. 924. 2 Hartomo dan Arnicun Aziz, MKDU Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Bumi Aksara,1993, h. 89. 3 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009, h. 116. 4 Ibid., h. 118. kolektifa serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok- kelompok lebih baik atau sub kelompok”. 5 Pendapa t Prof. M.M. Djojodiguno, “masyarakat adalah suatu kebulatan dari pada segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia”. Hasan Sadily berpendapat, “masyarakat adalah suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama mempuny ai pengaruh kebatinan satu sama lain”. 6 R. Linton seorang ahli antropologi mengemukakan bahwa “masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu”. 7 Seorang sosiologi dari bangsa Belanda S.R. Steinmetz, berpendapat “masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai hubungan yang erat dan teratur ”. 8 Setelah beberapa pendapat para tokoh tentang masyarakat, maka dirumuskan definisi masyarakat yaitu kesatuan hidup manusia yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, memiliki tatanan kehidupan, norma- norma, mempunyai perasaan yang sama dan saling berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama yang ditaati dalam lingkungannya. Berdasarkan definisi-definisi masyarakat di atas diambil kesimpulan bahwa masyarakat harus mempunyai unsur yaitu: a. Harus ada pengumpulan manusia yang banyak, bukan perkumpulan hewan. b. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah tertentu. 5 Abu Ahmadi, op. cit., h. 96. 6 Ibid., h. 97. 7 Ibid., h. 106. 8 Ibid c. Adanya aturan-aturan atau Undang-undang yang mengatur untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama. 9

2. Masyarakat sebagai tempat antar hubungan sosial

Setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial tidak hanya satu, di samping itu individu sebagai warga masyarakat dapat menjadi bagian dari berbagai kelompok atau kesatuan sosial yang hidup dalam masyarakat tersebut. Dalam hubungannya dengan penggolongan-penggolongan maka kelompok beraneka ragam bentuk dan kriterianya yaitu: a. Kelompok primer dan sekunder Kelompok primer adalah kelompok yang ditandai dengan ciri-ciri saling kenal mengenal antara anggota-anggotanya serta bekerja sama dan bersifat pribadi. Sedangkan kelompok sekunder dicirikan dalam masyarakat modern yang terdapat amat banyak kelompok serta tidak saling mengenal antar hubungan langsung. 10 b. In Group dan Out Grup In group atau kelompok dalam adalah setiap kelompok yang dipergunakan oleh seseorang untuk mengidentifikasikan dirinya sendiri biasanya memakai istilah kami dan Out Grup atau kelompok luar adalah semua berada di luar kelopok dalam, dan juga diartikan sebagai lawan dari kelompok dalam biasanya memakai istilah mereka. 11 c. Gemeinschaft dan Gesellschaft Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana terdapat unsur pengikat berupa hubungan batin yang murni yang bersifat alamiah dan kekal. Gesellschaft dapat diartikan sebagai bentuk ikatan bersama berupa ikatan lahir yang bersifat pokok dalam jangka waktu tertentu. 12 d. Formal Group dan Informal Group 9 Hartomo dan Arnicun Aziz, op. cit., h. 90. 10 Ibid., h. 94 11 Ibid., h. 96. 12 Ibid., h. 97.