Pelaku palang pintu Masyarakat:

menyebrang kampung ada jawaranya kita harus beradaptasi ngadu ilmu untuk menunjukkan ada kemampuan main pukul. Akan tetapi untuk sekarang palang pintu hanya sebagai simbol. 3. P : Sejak kapan bapak menekuni profesi sebagai palang pintu? Z : Pada tahun 1986 sekitar 28 tahun. 4. P : Mengapa bapak memilih untuk menekuni profesi palang pintu? apa tujuannya? Z : Karena awalnya orang tua terdahulu sudah tidak ada, dikhawatirkan Seni Tradisi Betawi ini meredup jika kita tidak terjun langsung didalamnya, maka saya terpanggil dan termotifasi dalam diri saya untuk melestarikan seni Budaya Betawi. Dan juga sebagai siar agama Islam. Karena pengantin laki-laki pada saat mau berangkat di bacakan solawat dustur, di adzanin, serta dikomatin, karena orang Betawi identik dengan ngaji dan silat. 5. P : Apakah ada syarat untuk menjadi anggota palang pintu? Z : Syarat menjadi anggota palang pintu tidak terlalu penting, kalau kita orang Betawi ada keinginan untuk melestarikan seni budaya kita sendiri tanpa persyaratan. Adapun pertama ada kemauan dari dalam diri dengan motifasi diri dengan tujuannya untuk melestarikan seni budaya kita, dengan cara belajar silat buka jurus, belajar pantun, dan latihan rebana. 6. P : Apakah ada pelatihan untuk buka palang pintu? kapan dan bagaimana pelatihannya? Z : Pada awalnya latihan kosidah, dulu ada juga latihan khususnya rutin setiap malam sabtu seperti latihan rebana, untuk latihan silat, anak yang bermain silat punya perguruan masing-masing bisa digabungkan dan silat yang digunakan bebas untuk buka jurus apa saja karena yang ditonjolkan di palang pintu adalah seni tidak harus berantem, hanya sekedarnya sebagai pemantes dan persyaratan saja tidak harus tuntas. Akan tetapi untuk sekarang karena sudah punya jam terbang dimana-mana, sudah hafal jadi tidak latihan lagi. Jika ada panggilan job untuk diminta palang pintu, kita berkordinasi dan buat dialog pantun palang pintu. 7. P : Bagaimana Tahapan prosesi buka palang pintu? Z : Pada saat pengantin laki-laki berangkat ke tempat kediaman perempuan sebelumnya dibacakan solawat dustur, pembacaan solawat marhaban yang diiringi rebana Betawi yaitu rebana ketimpring karena yang paling sah dan asli adalah rebana ketimpring rebana kecil-kecil. Setelah diarak selanjutnya ada pedialog yang mewakili calon mempelai laki-laki dengan membuka salam assalamualaikum, dari pihak perempuan membalas salam sampang simping jambu mateng, siapa disamping itu tamu baru dateng, karena masyarakat betawi ceria dan suka humoris maka disisipkan dialog pantun jenaka, persyaratan selanjutnya yaitu membuka palang pintu, dengan menunjukkan jurus pukulan, dan yang terakhir adalah pembacaan sikeh. Bahasa Betawinya adalah pembacaan yalil tetapi untuk bahasa memperindah bacaan Al- Qur’an disebut sikeh. Setelah itu baru diluluskan masuk untuk akad nikah. 8. P : Apa makna dari setiap tahapan buka palang pintu? Z : Makna dari pembacaan sikeh itu adalah sebagai contoh bahwa si calon laki-laki raja mude harus bisa mengaji, silat didalamnya bermakna sebagai kesiapan si calon laki-laki untuk melindungi calon istrinya dalam gangguan rumah tangga, pantun dipalang pintu sebagai khasanah kebudayaan seni pantun karena orang Betawi suka bercanda dan humoris.

9. P : Apakah ada syarat-syarat seperti alat atau perlengkapan untuk

buka palang pintu di pernikahan Betawi? Z : Pertama adalah rebana ketimpring, golok, toya tongkat panjang, seragam untuk memperindah, lalu kembang kelapa adalah sebagai simbol seperti lidi, air dan daunnya semua bermanfaat, sirih dare akan tetapi di kampung Tanjung Barat karena banyak alasan sudah jarang dipakai.

10. P : Menurut bapak, apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat

menggunakan adat buka palang pintu di pernikahannya? Z : Tergantung masyarakat Betawinya, tidak semua pakai tapi masih banyak. Akan tetapi ada masyarakat Betawi terpanggil ingin melestarikan seni budayanya dengan cara menggunakan palang pintu dipernikahannya