Ajzen 1988 mengatakan
“Intentions are assumed to capture the motivational factors that have an impact on a behavior; they are indications of
how hard people are willing to try, of how much of an effort they are planning to exert, in order to perform the behavior.” Intensi diasumsikan untuk
menggambarkan faktor-faktor motivasional yang memiliki dampak pada perilaku seseorang, yakni merupakan indikasi seberapa kuat seseorang berusaha keras
untuk mencoba dan seberapa jauh ia merencanakan usahanya untuk menampilkan perilaku.
Fishbein Ajzen 1975 mengindikasikan intensi sebagai kesiapan seseorang untuk mewujudkan perilaku tertentu dan dianggap anteseden langsung
dari sebuah perilaku. Jika suatu perilaku berada dibawah kendali kemauan, maka usaha orang tersebut akan terwujud sebagai tindakan. Hal ini berarti bahwa
disposisi yang paling dekat berhubungan dengan kecenderungan untuk berperilaku secara khusus adalah intensi untuk menampilkan perilaku yang
dimaksud. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
intensi adalah niat atau pandangan subjektif seseorang dalam merencanakan dan mencoba objek sikap tertentu untuk memunculkan sebuah perilaku.
2.1.1.2 Spesifikasi intensi
Fishbein dan Ajzen 1975 menyebutkan bahwa intensi merupakan predisposisi yang sifatnya spesifik dan mengarah pada terwujudnya perilaku yang spesifik.
Intensi mencakup empat elemen yang berbeda, yaitu:
1. Perilaku behavior, yaitu perilaku spesifik khusus yang akan diwujudkan secara nyata.
2. Target objek target, yaitu sasaran yang akan dituju oleh perilaku. Elemen ini dapat dibedakan atas: particular object misalnya nama; a class of object
misalnya jabatan atau kedudukan; dan any object, yaitu orang pada umumnya.
3. Situasi situation, yaitu dalam situasi bagaimana perilaku itu diwujudkan. Dalam hal ini situasi dapat diartikan sebagai lokasi atau situasi suasana.
4. Waktu time, yaitu menyangkut kapan suatu perilaku akan diwujudkan. Waktu ini dibagi atas: periode waktu yang telah tertentu, dan periode waktu
yang tak dibatasi Dari uraian di atas, maka intensi merupakan perilaku yang bersifat spesifik
khusus, dalam arti sebagai keyakinan seseorang tentang sejauhmana taraf kesulitan atau kemudahan untuk mewujudkan perilaku dalam situasi serta adanya
periode waktu dalam memformulasikan niat untuk menampilkan perilaku tertentu.
2.1.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perwujudan intensi
Ajzen 2005 mengatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang tidak berada dibawah kontrol seseorang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sebuah perilaku,
faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor internal
Berbagai macam faktor internal bagi seseorang dapat mempengaruhi kesuksesan perwujudan intensi berperilaku, adapun faktor tersebut yaitu:
a. Informasi, keterampilan dan kemampuan Seseorang yang berniat untuk mewujudkan kemungkinan perilaku, disamping
mencoba untuk melakukannya, memperlihatkan bahwa ia kekurangan kebutuhan akan informasi, keterampilan dan kemampuan. Sehingga
kurangnya informasi, keterampilan dan kemampuan dapat menyebabkan kegagalan dalam usaha untuk mewujudkan intensi berperilaku.
b. Emosi dan kompulsi Ketidakcocokan
keterampilan, kemampuan
dan informasi
dapat menghasilkan masalah bagi kontrol perilaku, namun biasanya diasumsikan
bahwa masalah ini dapat diatasi, seperti pada perilaku kompulsif. Perilaku kompulsif ini dilakukan meskipun intensi dan usaha yang selaras dilakukan
untuk melakukan perilaku yang sebaliknya.
2. Faktor eksternal
Kontrol seseorang terhadap pencapaian tujuan-tujuan perilaku dipengaruhi
oleh situasi atau faktor lingkungan yang berada diluar individu, yaitu:
a. Kesempatan Kesempatan atau faktor kebetulan menjadi faktor yang penting dalam
mewujudkan perilaku. Tidak adanya kesempatan atau kurangnya kesempatan yang sesuai pada seseorang dapat merubah intensi mereka. Sebaliknya,
kurangnya kesempatan dapat mengurangi usaha untuk mewujudkan suatu
perilaku, seperti seseorang yang berusaha untuk mewujudkan suatu intensi namun gagal karena keadaan lingkungan sekitar menghalanginya.
Lingkungan dapat menghambat perilaku untuk mewujudkan perilaku dan akan memaksa untuk merubah rencana, namun tidak selalu dapat merubah
intensi seseorang. b. Ketergantungan pada yang lain
Pada saat perwujudan perilaku tergantung pada tindakan orang lain, ada potensi kontrol yang tidak sempurna terhadap perilaku atau tujuan.
Ketidakmampuan untuk berperilaku sesuai dengan intensi dikarenakan ketergantungan pada kebutuhan seseorang tidak mempengaruhi intensi dari
motivasi. Kurangnya kesempatan dan ketergantungan pada orang lain seringkali hanya membawa pada perubahan yang sementara pada intensi.
2.1.1.4 Teori Intensi
Adapun teori-teori yang membahas mengenai intensi adalah sebagai berikut:
2.1.1.4.1. Teori Reasoned Action
Menurut teori reasoned action, pembentukan intensi merupakan fungsi dari dua determinan yang menjadi prediktor penentu dalam memunculkan intensi
berperilaku, yaitu: a. Determinan pertama adalah faktor yang bersifat pribadi, yaitu sikap terhadap
perilaku tertentu attitude toward behavior, yang merupakan sikap terhadap keyakinan-keyakinan dan evaluasi positif atau negatif individu terhadap
perilaku yang diminati atau yang akan dipilih untuk ditampilkan.
b. Determinan kedua adalah faktor yang bersifat sosial, yaitu norma subjektif subjective norms yang merupakan persepsi seseorang terhadap tekanan
sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku
Fishbein Ajzen 1975 menjelaskan bahwa keyakinan mengenai suatu perilaku dapat dibentuk melalui pengalaman langsung dengan objek sikap.
Keyakinan mengenai konsekuensi dari perilaku ditentukan keyakinan itu sendiri dan intensi untuk memunculkan suatu perilaku pada diri individu biasanya
terlebih dahulu diawali dengan mengevaluasi belief-nya. Kerangka konsep mengenai teori reasoned action dapat dilihat dibawah ini:
Bagan 2.1. Teori Reasoned Action Fishbein Ajzen 1975
Konsep kerja dalam teori reasoned action Fishbein Ajzen, 1975 mengemukakan bahwa terdapat dua determinan utama dalam menentukan intensi
melalui belief-nya, yaitu: 1. Sikap seseorang terhadap objek sikap ditentukan melalui behavioral beliefs
keyakinan-keyakinan mengenai berbagai konsekuensi dalam memunculkan sikap.
Behavioral Belief
Subjective norm
Behavior Intention
Attitude toward the
behavior
Normative Beliefs
2. Norma subjektif ditentukan melalui normative beliefs keyakinan-keyakinan terhadap pemikiran referen atau rujukan dalam menampilkan atau tidak
menampilkan perilaku yang dipertanyakan. Menurut teori reasoned action, kedua komponen utama yang
menentukan intensi perilaku seorang individu dapat memberikan pertimbangan empiris. Secara simbolis, rumus utama teori dapat diwakili sebagai berikut:
B ~ I = A
B
w
1
+ SN w
2
Pada rumus diatas, B behavior adalah perilaku; I adalah intensi untuk mewujudkan perilaku BI; A
B
attitude adalah sikap terhadap terwujudnya perilaku B; SN subjective norm adalah norma subjektif; dan w
1
dan w
2
adalah pertimbangan yang menentukan secara empiris Fishbein Ajzen, 1975.
Selanjutnya, Fishbein Ajzen 1975 mengemukakan bahwa intensi berperilaku adalah sebuah fungsi jumlah yang dipengaruhi oleh dua variabel:
1. Yang pertama, A
B
, adalah sikap terhadap terwujudnya perilaku tertentu dibawah seting lingkungan yang ada, ia merupakan sebuah fungsi persepsi
tentang konsekuensi terwujudnya perilaku itu, dan evaluasi seseorang terhadap konsekuensi yang terjadi. Sehingga rumusannya seperti dibawah ini:
A
B
=
� �=1
�
�
Dimana b adalah kepercayaan bahwa mewujudkan perilaku B akan membawa pada konsekuensi atau hasil i; e adalah evaluasi seseorang terhadap hasil i;
dan n adalah jumlah kepercayaan yang seseorang miliki dalam mewujudkan perilaku B.
2. Yang kedua, SN, adalah komponen normatif yang berhubungan dengan pengaruh sosial terhadap perilaku. Keseluruhan norma subjektif ditentukan
oleh persepsi tentang harapan mengenai rujukan individu-individu atau kelompok tertentu yang menjadi rujukan, dan melalui motivasi seseorang
untuk tunduk terhadap harapan tersebut motivation to comply. Secara simbolik dapat dilihat pada rumusan dibawah ini:
SN =
� �=1
�
Dimana b
i
adalah kepercayaan normatif atau normative belief seperti kepercayaan seseorang bahwa kelompok atau individu i yang menjadi
rujukan pemikiran harus atau tidak untuk diwujudkan menjadi perilaku B; m
i
adalah motivasi untuk tunduk atau motivation to comply dengan rujukan dari i; dan n adalah jumlah rujukan yang relevan.
2.1.1.4.2. Teori Planned Behavior
Dalam Ajzen 2005 dijelaskan bahwa intensi terkadang memprediksi perilaku dengan lebih akurat, namun tidak berarti menyediakan banyak informasi tentang
alasan dari sebuah perilaku sehingga ada pengembangan dari teori reasoned action.
Teori ini ditujukan pada masalah akan kemungkinan tentang kontrol kehendak volitional control yang tidak lengkap dengan menggabungkan
konstruk tambahan. Teori ini dikenal sebagai teori planned behavior Ajzen, 1988. Faktor pusat dalam teori planned behavior adalah intensi individu dalam
melakukan perilaku yang diminatinya.
Perbedaannya adalah terdapat tiga rumusan dalam teori planned behavior yaitu sikap dan norma subjektif sesuai dengan teori reasoned action dan
menambahkan konstruk tambahan yaitu perceived behavioral control pemahaman kontrol perilaku.
Konstruk ini menunjuk pada pemahaman akan kemudahan atau kesulitan dalam menampilkan perilaku dan diasumsikan sebagai cerminan akan
pengalaman masa lalu sebagai antisipasi tehadap hambatan dan rintangan. Semakin favorable sikap dan norma subjektif terhadap perilaku, dan semakin
baik perceived behavioral control maka semakin kuat bagi individu untuk menampilkan intensi berperilaku dibawah pertimbangannya.
Menurut Ajzen 1988, sesuai dengan teori planned behavior, intensi dan perilaku-perilaku adalah fungsi dari tiga penentu dasar:
1. Sifat dasar manusia, yaitu sikap terhadap perilaku yang dimiliki seseorang. 2. Refleksi pengaruh sosial, yaitu persepsi seseorang mengenai tekanan sosial
untuk mewujudkan atau tidak mewujudkan perilaku dibawah pertimbangan- timbangan
3. Isu-isu pengontrol, yaitu perasaan self-efficacy atau kemampuan untuk mewujudkan perilaku, dinamakan persepsi kontrol perilaku perceived
control behavior. Secara umum, seseorang memiliki intensi untuk mewujudkan perilaku
ialah ketika mereka menilainya secara positif, ketika mereka mengalami desakan sosial untuk mewujudkannya, dan ketika mereka percaya bahwa mereka memiliki
maksud dan kesempatan untuk melakukannya Azjen, 2005.
Kerangka kerja dari teori planned of behavior dapat dilihat pada bagan 2.2 dibawah ini:
Bagan 2.2. Teori Planned Behavior Icek Ajzen 1988
Bagan 2.3 menunjukkan dua hal utama dari teori planned behavior yaitu: 1.
Pertama, teori planned behavior berasumsi bahwa perceived behavioral control memiliki implikasi motivasional bagi intensi. Seseorang yang
percaya apakah mereka tidak memiliki sumber atau kesempatan untuk mewujudkan perilaku tertentu sepertinya tidak akan mewujudkan intensi
berperilaku, walaupun jika mereka memiliki sikap terhadap perilaku yang baik dan percaya pentingnya orang lain akan menerima perwujudan perilaku
mereka. Ajzen 2005 mengharapkan ikatan antara perceived behavioral control dan
intensi tidak diperantarai oleh sikap dan norma subjektif. Harapan tersebut ditunjukkan pada tanda panah antara perceived behavioral control dengan
intensi. Tanda panah putus-putus pada bagan 2.2 mengindikasikan bahwa hubungan antara perceived behavioral control yang diharapkan timbul
Attitude toward the
behavior Subjective
norm Perceived
behavioral control
Behavior Intention
hanya ada ketika persetujuan antara persepsi kontol dan kontrol sebenarnya yang dimiliki seseorang terhadap perilaku.
2. Kedua yaitu kemungkinan hubungan yang langsung antara perceived
behavioral control dan intensi. Perwujudan perilaku tidak hanya bergantung pada motivasi untuk melakukannya, namun juga melalui kontrol adekuat
terhadap perilaku yang dipertanyakan. Perceived behavioral control dapat mempengaruhi perilaku secara tidak langsung, melalui intensi, dan dapat
pula digunakan untuk memprediksi perilaku secara langsung karena ia dapat dianggap perwakilan atau bagian substitusi untuk mengukur kontrol
sebenarnya.
Menurut Ajzen 1988, terdapat tiga jenis beliefs yang dianggap sebagai antecedent hal-hal yang mendahului intensi yaitu: behavioral beliefs yang
diasumsikan mempengaruhi sikap terhadap perilaku, normative beliefs yang menyusun dasar determinan norma subjektif, dan control beliefs yang menjadi
dasar bagi persepsi dari kontrol perilaku. Belief-belief ini dapat didasarkan akan pengalaman masa lalu terhadap
perilaku, namun biasanya dipengaruhi oleh informasi dari orang kedua tentang perilaku tersebut, melalui pengamatan dan pemberitahuan dari teman, atau melalui
faktor lain yang meningkatkan atau mengurangi kesulitan persepsi dalam menampilkan perilaku yang dipertanyakan.
Semakin banyak sumber dan kesempatan yang dimiliki seseorang, dan semakin rendah antisipasi seseorang terhadap rintangan atau kesukaran, maka
perceived behavioral control terhadap perilaku semakin baik. Teori planned behavior dengan tambahan belief-belief dapat dilihat dibawah ini:
Bagan 2.3. Beliefs sebagai Fondasi Informasi dari Intensi dalam Teori
Planned Behavior Icek Ajzen 2005
2.1.1.5 Faktor-faktor yang melatarbelakangi intensi