Humanisme Universal Gibran: Sebuah Cita-Cita

Jelaslah bahwa universalisme Gibran adalah pandangan universalis paripurna, tanpa pemisah dan tanpa pemilah dalam pergaulan manusia dan antar- bangsa. Semangat yang menyertai pandangan ini sesuai dengan firman Allah yang termuat dalam al-Qur’an Qs. Al-Hujarat49:13: ”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal…” . 149 Begitulah, kata ‘saling kenal-mengenal’ kiranya memuat penugasan, yaitu agar manusia sanggup melakukan transendensi-diri melampaui perbedaan asal kesukuan dan kebangsaannya, dan bersamanya itu juga ranah budayanya. 150 Konsep persaudaraan antar sesama, antar bangsa yang dikembangkan Gibran membuatnya semakin disegani dan diakui oleh khalayak, bahwa sesungguhnya dalam pesan-pesan persaudaraan Gibran tersembul nilai-nilai universalitas, tanpa sekat dan tanpa batas.

B. Humanisme Universal Gibran: Sebuah Cita-Cita

Tiga kerangka nilai yang disebutkan di atas, yakni pesan etik, nilai-nilai religusitas dan persaudaraan antar-sesama, antar-bangsa, adalah sesuatu yang berkaitan dan saling menunjang antara satu dan lainnya. Dari ketiga kerangka ini Gibran menjelma menjadi seorang yang humanis yang sarat dengan imbauan 149 Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1994 150 Fuad Hassan, dalam makalah Catatan Pengantar Tentang Gibran Sebagai Penganjur Humanisme Universal , diselenggarakan oleh Yayasan Wakaf Paramadina, pada tanggal 20 April 2001 di Regent Hotel Jakarta, h. 7 universal, yang bagi penulis, merupakan cita-cita luhur dari seorang Kahlil Gibran, penganjur humanisme universal. Pesan etik Gibran yang berisi kedermawanan, ketulusan dan kerendahan hati memberi pemahaman etis yang teraktualisasi dalam bentuk solidaritas antar sesama; sebuah wujud kepedulian sosial antar manusia. Dengan melakukan serangkaian kegiatan filantropi bahasa Yunani, Philos berarti Cinta, anthropos: manusia, kemanusiaan di atas, tentunya akan semakin merekatkan persaudaraan antar sesama, dan tentunya semakin terbuka jalan menuju Realitas Ilahi. Kemudian, nilai religoisitas Gibran merupakan refleksi dari wujud penghayatan akan kehadiran Tuhan sebagai bentuk kecintaan pada sesama manusia. Simak sekali lagi penuturan Gibran tentang ini. Engkau adalah saudaraku karena engkau adalah manusia dan kita adalah sama-sama putra Roh Kudus, dijadikan dari tanah yang sama. Engkau berada disini sebagai temanku di sepanjang jalan kehidupan dan penolongku dalam memahami makna Kebenaran yang tersembunyi. Engkau manusia dan fakta itu sudah cukup agar aku mengasihimu sebagai saudaraku. 151 Sesungguhnya, persaudaraan sejati adalah bahwa adanya sebuah rasa persamaan sebagai seorang manusia yang satu, dan dicipta dari Tuhan yang sama pula. Tanpa ada batas kesukuan, agama dan ras; tanpa ada jarak atau pun dikotomi Barat-Timur; tidak ada kekerasan ataupun penjajahan; benar-benar merdeka, penuh dengan cinta-kasih. Imbauan Gibran tersebut bermakna universal, bukan hanya di tempat ini, tempat itu, tetapi di seluruh alam semesta. Bagi Gibran, seperti telah dikutip di muka, seluruh manusia adalah saudara dan karenanya manusia adalah satu. Maka tak salah kiranya, bagi penulis, imbauan-imbauan universal Gibran yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, 151 Kahlil Gibran, Nyanyian Cinta, h. 136-137 semakin mentasbihkan Gibran sebagai seorang penganjur humanisme universal. Sebuah cita-cita luhur yang patut ditiru oleh manusia sejagad. Sebagai penutup, humanisme sebagai sebuah cita-cita tinggi dan mengandung nilai-nilai universal menempatkan keadilan terhadap manusia sebagai bagian dari makhluk hidup. Adanya keadilan akan hak dan kewajibannya memposisikan manusia sebagai jiwa yang selayaknya bebas, sederajat dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. adanya keadilan hak dan kewajiban ini juga akan memposisikan manusia sebagai jiwa merdeka dari belenggu.

C. Tinjauan Kritis Dan Relevansi Karya Terhadap Kehidupan Dewasa Ini