Universitas Sumatera Utara
II.5.2 Karakteristik Perilaku Konsumtif Handoko dan Swastha 2000 menjelaskan karakteristik perilaku
konsumtif seseorang sebagai berikut: a.
Keinginan individu untuk membeli barang yang kurang diperlukan. b.
Keinginan individu untuk membeli barang yang tidak diperlukan. c.
Perasaan tidak puas individu untuk selalu memilki barang yang belum dimilki.
d.
Sikap individu berfoya-foya dalam membeli barang.
e. Kesenangan individu membeli barang dengan harga mahal yang tidak
sesuai dengan nilai manfaatnya.
II.5.3 Aspek – Aspek Perilaku Konsumtif
Swasta dan Handoko 2000 menjelaskan aspek perilaku konsumtif seseorang yaitu pola hidup dengan keinginan untuk membeli barang-barang yang
tidak diperlukan dan perasaan tidak puas selalu menyertai bila barang-barang yang diinginkan belum dimiliki seseorang. Perilaku konsumtif ditunjukkan
apabila seseorang berpola konsumsi terhadap suatu barang yang tidak sebenarnya tidak diperlukan. Semakin tinggi membeli pembelian suatu barang yang tidak
diperlukan maka semakin berperilaku konsumtif. Perasaan tidak puas juga menunjukkan perilaku komsumtif seseorang. Semakin merasa tidak puas belum
memiliki barang yang diinginkan maka semakin berperilaku konsumtif. Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif
dapat dilihat dari tiga unsur jenis yaitu: 1.
Impulsive Buying, perilaku pembelian yang berlebih-lebihan. Perilaku konsumen yang berlebihlebihan ditandai oleh sikap foya-foya dalam
membeli barang, menghamburkan uang untuk membeli barang-barang mewah yang kurang bermanfaat dalam berbelanja.
2. Non-Rational Buying, perilaku pembelian yang tidak rasioanal. Konsumen
yang berperilaku non rational memiliki karakteristik suka membeli barang dengan harga yang tidak wajar dengan nilai manfaat barang.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3. Wasteful Buying, perilaku pembelian yang bersifat boros. Perilaku
pembelian yang bersifat boros ditandai oleh pembelian barang oleh konsumen yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh konsumen.
II.5.4 Perilaku Konsumtif Pada Remaja
Iklan memang telah memberi banyak manfaat, baik bagi produsen maupun konsumen. Namun iklan juga menimbulkan dampak negatif bagi konsumen. Sri
Urip dalam Kasali, 1993 menyebutkan dampak-dampak negatif tersebut, antara lain:
1. Iklan membuat orang membeli sesuatu yang sebetulnya tidak ia inginkan
atau butuhkan. 2.
Iklan mengakibatkan barang-barang menjadi lebih mahal. Karena membutuhkan dana, maka wajar saja bila ada anggapan bahwa iklan
menambah harga barang. 3.
Iklan yang baik akan membuat produk yang berkualitas rendah dapat terjual.
4. Iklan adalah pemborosan.
Dari berbagai dampak tersebut, dapat disimpulkan bahwa iklan mampu menggiring khalayak untuk menjadi konsumtif. Menurut Heri Kusumawati dan
Soemardi 1996, pola hidup konsumtif biasanya dipicu oleh gengsi dan dorongan untuk mengikuti mode agar mendapat penghargaan tertentu. Hal ini sejalan
dengan pendapat Lubis dalam Sumartono, 2002 yang mengatakan bahwa sering terjadi keinginan untuk memperoleh sesuatu barang atau jasa bukan didasarkan
oleh kebutuhan, tetapi sekedar simbol status agar kelihatan lebih keren di mata orang lain. Lubis mengistilahkannya sebagai perilaku konsumtif.
Perilaku konsumtif di kalangan remaja terutama dipengaruhi oleh kelompok rujukan reference group. Kelompok rujukan ini terdiri dari seluruh
kelompok yang berpengaruh secara lansung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku remaja Setiadi, 2003. Kelompok ini bisa keluarga, teman
atau sahabat, pacar, atau tetangga sekalipun.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Hurlock 1997 pun berpendapat bahwa remaja pada masa transisinya memiliki kondisi emosional yang labil, sehingga mudah dipengaruhi oleh
kelompoknya. Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa penampilan dan gaya hidup yang serba “wah”, akan menaikkan status sosial mereka di dalam
kelompoknya. Maka tidak heran bila kemudian mereka saling bersaing dalam penampilan dirinya dengan mengkonsumsi pakaian, sepatu, handphone, kosmetik
dan barang mewah lainnya. Tidak hanya kelompok referensi, tak dapat disangkal, iklan televisi pun
telah menjadi “tersangka utama” dalam memberikan pengaruh yang kuat bagi terciptanya perilaku konsumtif remaja. Terpaan iklan-iklan produk remaja di
televisi yang menyajikan pesan-pesan yang atraktif dan terkesan berlebihan, jelas membuat para remaja terbuai. Lemahnya filter dalam menyeleksi informasi yang
datang serta rasa ingin tahu yang besar, berhasil dimanfaatkan pihak produsen yang menjadikan remaja sebagai sasaran empuk. Hal ini ditandai dengan
banyaknya iklan-iklan produk remaja yang lalu-lalang di televisi. Para produsen berlomba untuk menciptakan produk-produk yang digemari remaja, agar mereka
mau mengkonsumsinya. Kekuatan audio-visual iklan televisi telah mempengaruhi kognisi serta
afeksi remaja. Dengan tujuan akhirnya tentu saja muncul perilaku untuk membeli produk yang ditawarkan, sekaligus menjadikan produk tersebut sebagai bagian
hidupnya yang tak terpisahkan. Akibatnya, menurut Sumartono 2002, efek negatif hadirnya iklan televisi yakni munculnya sikap hedonism dan glamorisme
seakan tidak dapat dielakkan lagi. Pengaruh iklan telah membelokkan haluan kebutuhan ke arah keinginan untuk mencoba seluruh produk yang disaksikan,
meskipun mungkin tidak dibutuhkan.
II.6 Kerangka Konsep