dan juga mengakibatkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hipereduksi Shimberg,1998.
2.7 Epidemiologi Hipertensi
2.7.1 Distribusi dan Frekuensi Hipertensi
a. Berdasarkan orang
Hipertensi dapat menyerang siapa saja, baik muda maupun tua. Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia Shadine, 2010. Boedi
Darmoyo dalam penelitiannya menemukan bahwa antara 1,8 -28,6 penduduk
dewasa adalah penderita Hipertensi Depkes RI, 2006. Data laporan AHA,
penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita Hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95 kasus tidak
diketahui penyebabnya Kemenkes RI, 2013.
AHA juga melaporkan 69 dari penderita serangan jantung, 77 dari penderita stroke, dan 74 dari penderita gagal jantung mengidap Hipertensi
Shadine, 2010. Pada usia dini tidak terdapat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan
darah antara pria dan wanita. Akan tetapi, mulai pada masa remaja, pria mulai menunjukkan aras rata-rata yang lebih tinggi. Perbedaan ini lebih jelas pada orang
dewasa muda dan orang setengah baya Laporan Komisi Pakar WHO, 2001. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi Hipertensi pada wanita
meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya Hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal Depkes
RI, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita. Prevalensi Hipertensi berdasarkan jenis kelamin Riskesdas tahun 2007 maupun
Riskesdas tahun 2013, prevalensi Hipertensi perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki yakni pada tahun 2007 prevalensi Hipertensi pada laki-laki sebesar
31,3 sedangkan pada perempuan sebesar 31,9, pada tahun 2013 prevalensi Hipertensi pada laki-laki sebesar 22,8 sedangkan pada perempuan sebesar
28,8 Kemenkes RI, 2015. Berdasarkan hasil penelitian Kamso 2000, prevalensi Hipertensi di
kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. Pada usia lanjut, Hipertensi terutama ditemukan hanya berupa
kenaikan tekanan darah sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada
tidaknya Hipertensi. Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan Makasar terhadap usia lanjut 55-
85 tahun, didapatkan prevalensi Hipertensi sebesar 52,5 Depkes RI, 2006. Menurut National Basic Health Survey 2013 prevalensi Hipertensi di
Indonesia pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 , pada kelompok usia 25- 34 tahun adalah 14,7 , 35-44 tahun 24,8 , 45-54 tahun 35,6 , 55-64 tahun
45,9 , 65-74 tahun 57,6 , dan lebih dari 75 tahun adalah 63,8 . Dengan prevalensi yang tinggi tersebut, Hipertensi yang tidak disadari mungkin
jumlahnya bisa lebih tinggi lagi. Hal ini karena Hipertensi dan komplikasi jumlahnya jauh lebih sedikit daripada Hipertensi tidak bergejala InaSH, 2014.
Universitas Sumatera Utara
b. Berdasarkan tempat
Indonesia peluang masyarakat menderita Hipertensi belum sebesar di negara maju. Namun, ancaman penyakit ini tidak boleh diabaikan begitu saja.
Terlebih bagi masyarakat perkotaan yang lebih mudah mengakses gaya hidup modern yang tidak sehat, seperti banyak mengonsumsi makanan cepat saji,
alkohol, dan merokok Dalimartha, 2008. Data hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2013 dengan
menggunakan unit analisis individu menunjukkan bahwa secara nasional 25,8 penduduk Indonesia menderita penyakit Hipertensi. Terdapat 13 provinsi yang
persentasenya melebihi angka nasional 25,8 dengan tertinggi Prevalensi Hipertensi
di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun yaitu Bangka Belitung 30,9, diikuti Kalimantan Selatan 30,8, Kalimantan
Timur 29,6, Jawa Barat 29,4, Gorontalo 29,0, Sulawesi Tengah 27,1, Kalimantan Barat 28,3, Sulawesi Selatan 28,1, Sulawesi Utara
27,1, Kalimantan Tengah 26,7, Jawa Tengah 26,4, Jawa Timur 26,2, dan Sumatera Selatan 26,1 Kemenkes RI, 2013.
c. Berdasarkan waktu
Masalah hipertensi di Indonesia cenderung meningkat. Hasil Survey Kesehatan Rumsh Tangga SKRT tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3
penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5 pada tahun 2004. Hasil SKRT 1995, 2001, dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler
merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20-
Universitas Sumatera Utara
35 dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi Rahajeng dan Tuminah, 2009.
2.7.2 Faktor Risiko Stroke pada Hipertensi Faktor risiko bagi stroke adalah kelainan atau penyakit yang membuat
seseorang lebih rentan terhadap serangan stroke. Faktor risiko yang kuat berarti faktor risiko yang besar pengaruhnya terhadap kemungkinan mendapatkan stroke,
yaitu hipertensi. Bila faktor risiko hipertensi penyebab kerusakan organ target seperti otak yaitu penyakit stroke maka kemungkinan untuk mendapat stroke
dapat dikurangi atau ditangguhkan Lumbantobing, 2013. a
Obat antihipertensi Tatalaksana hipertensi dengan obat anti hipertensi yang dianjurkan
Depkes, 2006 : a.1 Diuretik: hidroclorotiazid dengan dosis 12,5 -50 mghari
`a.2 Penghambat reseptor angiotensin II : Captopril 25-100 mmHg a.3
Penghambat kalsium yang bekerja panjang : nifedipin 30 -60 mghari a.4
Penghambat reseptor beta: propanolol 40 -160 mghari a.5
Reseptor alpha central penghambat simpatis}: reserpin 0,05 -0,25 mghari Berdasarkan laporan penelitian Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan alat Kesehatan menyatakan bahwa jika pasien yang menghentikan terapi antihipertensinya lima kali lebih besar
kemungkinan terkena stroke Depkes RI, 2006. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke terpenting yang dapat
dimodifikasi. Hipertensi berat meningkatkan risiko stroke hingga 7 kali lipat, dan
Universitas Sumatera Utara
hipertensi ringan meningkatkan risiko 1,5 kali lipat. Pengurangan rata-rata 95 mmHg dapat mengurangi risiko stroke hingga 34-35 dalam 2-3 tahun terapi, dan
manfaat meningkat bagi pasien 80 tahun Goldszmidt, 2011. Penderita Hipertensi sekitar 40 hingga 90 ternyata menderita
Hipertensi sebelum terkena stroke. Sejumlah penelitian menunjukkan obat-obatan anti Hipertensi dapat mengurangi angka kematian karena stroke sebesar 40
Shadine, 2010. b.
Obesitas Obesitas merupakan faktor predisposisi penyakit kardiovaskuler dan
stroke. Hal ini disebabkan keadaan obesitas berhubungan dengan tingginya tekanan darah dan kadar gula darah. Jika seseorang memiliki berat badan berlebih
maka jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah darah. Orang obesitas kan
meningkatkan risiko stroke karena obesitas merupaka faktor risiko untuk terjadinya hipertensi, penyakit jantung, arteriosklerosis, dan diabetes mellitus.
Serta hipertensi sebagai faktor risiko mayor stroke Wahjoepramono, 2005. Berdasarkan penelitian Framingham didapatkan bahwa pria gemuk yang
berat badannya diturunkan sebanyak 15, tekanan sistoliknya berkurang sebanyak 10 Lumbantobing, 2013.
Menurut Depkes RI 2002, Indeks massa tubuh adalah perbandingan berat badan dalam kilogram terhadap tinggi badan dalam meter persegi, dengan rumus
Asmadi, 2008 : �
� � �
ℎ ��� �
� ��
�� ��� × �� ��� �
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Kategori Indeks Massa Tubuh di Indonesia
Keadaan Kategori
IMT Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat
17 Kekurangan berat
badan tingkat sedang 17,0
– 18,5 Normal
18,5 – 25, 0
Gemuk Kelebihan berat badan
tingkat ringan 25,0
– 27,0 Kelebihan berat badan
tingkat berat 27,0
Sumber : Depkes 2002 c.
Stres Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara
individu dengan
lingkungannya yang
mendorong seseorang
untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya
biologis, psikologis, dan sosial yang ada pada diri seseorang Depkes RI, 2006. Stres bisa memicu sistem saraf simpatik sehingga meningkatkan aktifitas
jantung dan tekanan pembuluh darah. Peningkatan aktifitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten tidak menentu. Apabila stress
berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi Shadine, 2010. Sehingga orang yang mudah stres berisiko terkena hipertensi, dan jika
berkombinasi dengan faktor risiko lain seperti ateriosklerosis berat, penyakit jantung akan memicu dan membuiat risiko penderita stroke semakin berat. Stres
meningkatkan risiko terkena stroke hampir dua kali lipat Notoatmodjo, 2011. Dalam penelitian Framingham dalam Yusida tahun 2001 bahwa bagi
wanita berusia 45-64 tahun, sejumlah faktor psikososial seperti keadaan tegangan, ketidakcocokan perkawinan, tekanan ekonomi, stress harian, mobilitas pekerjaan,
Universitas Sumatera Utara
dan kemarahan terpendam didapatkan bahwa hal tersebut berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan manifestasi klinik penyakit kardiovaskuler apapun
Depkes RI, 2006. d.
Kebiasaan Merokok Zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan
darah tinggi Depkes RI, 2006. Nikotin dalam rokok menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang dapat mengakibatkan naiknya tekanan darah. Arteri juga
mengalami penyempitan dan dinding pembuluh darah menjadi mudah membeku. Selain itu, merokok dapat menurukan kadar HDL dalam darah. Semua efek pada
nikotin dari rokok dapat mempercepat proses aterosklerosis dan penyumbatan pembuluh darah, yang kemudian aterosklerosis adalah fakor risiko utama stroke.
Orang yang memiliki kebiasaan merokok cenderung lebih berisiko dua sampai empat kali lebih besar untuk terkena penyakit jantung dan stroke dibandingkan
orang yang tidak merokok Stroke Association, 2014. e.
Konsumsi Alkohol Berlebihan Konsumsi alkohol berlebihan pada laki-Iaki yaitu tidak lebih dari 2 gelas
per hari dan pada wanita yaitu tidak lebih dari 1 gelas per hari Depkes RI, 2006. Peningkatan konsumsi alkohol menaikkan tekanan darah sehingga memperbesar
risiko stroke, baik stroke iskemik maupun hemoragik Shadine, 2010. Konsumsi alkohol secara berlebihan juga dapat memengaruhi jumlah platelet sehingga
Universitas Sumatera Utara
memengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah yang menjurus ke pendarahan otak serta memperbesar risiko stroke iskemik Harsono, 2003.
Edisi 18 November 2000 dari The New England Jurnal of Medicine, dilaporkan bahwa Physicians Health Study memantau 22.000 pria yang selama
rata-rata 12 tahun mengkonsumsi alkohol satu kali sehari ternyata hasilnya menunjukkan adanya penurunan risiko stroke secara menyeluruh. Klaus Berger
M.D dari Bringham and Woman’s Hospital di Boston beserta rekan-rekan juga menentukan bahwa manfaat ini masih terlihat pada konsumsi seminggu satu
minuman. Walaupun demikian disiplin menggunakan manfaat alkohol dalam konsumsi cukup sulit dikendalikan dan efek samping alkohol justru jauh lebih
berbahaya Shadine, 2010. f.
HiperlipidemiaHiperkolesterolemia Kelainan metabolisme lipid Iemak yang ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL danatau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam
terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat. Penyakit jantung,
ateroskleosis, dan tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko terjadinya serangan stroke. Oleh karena itu pemeriksaaan kadar kolesterol sangat penting
dilakukan, karena tingginya kadar kolesterol dalam darah merupakan faktor risiko untuk terjadinya stroke Depkes RI, 2006; Shadine, 2010.
Berdasarkan data Laboratorium Klinik Prodia 2002-2005 menyatakan Batasan Kadar LipidLemak dalam Darah Depkes RI, 2006 :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Batasan Kadar LipidLemak dalam Darah
Komponen Lipid Batasan mgdl
Klasifikasi 200
Yang diinginkan Kolesterol Total
200 – 239
Batas tinggi 240
Tinggi Kolesterol LDL
100 Optimal
100 – 129
Mendekati optimal 130
– 159 Batas tingi
160 – 189
Tinggi 190
Sangat tinggi Kolesterol HDL
40 Rendah
60 Tinggi
Trigliserida 150
Normal 150
– 199 Batas tinggi
200 – 499
Tinggi 500
Sangat tinggi Sumber : Depkes RI, 2006
g. Konsumsi Asupan Garam
Batasan mengonsumsi garam perhari yaitu 2 gr perhari. Bila mengonsumsi garam diturunkan sampai 2gr sehari, tekanan darah diastolik dapat diturunkan
sampai 5 mmHg Lumbantonbing, 2013. Berdasarkan penelitian Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Kementerian Kesehatan Ekowati Rahajeng, hipertensi bisa dicegah dengan mengurangi konsumsi makanan asin bisa meningkatkan risiko hipertensi 4,35 kali
dibandingkan orang yang tak mengonsumsi makanan asin. Pengurangan konsumsi garam 2,9 gram perhari bisa menekan 50 orang yang perlu obat anti hipertensi,
22 kematianakibat stroke, dan menurunkan 16 kematian akibat penyakit jantung koroner National Geographic Indonesia.
h. Penggunaan kontrasepsi oral
Hal ini berkaitan dengan terjadinya fluktuasi dan perubahan hormonal yang memengaruhi seorang wanita dalam berbagai tahapan dalam kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara
Peneliti memerlihatkan bahwa kontrasepsi oral jenis lama dengan kandungan estrogen yang tinggi dapat memperbesar risiko stroke pada wanita. tetapi,
kotrasepsi oral jenis baru dengan kandungan estrogen lebih rendah secara nyata tidak meningkatkan risiko stroke pada wanita Shadine, 2010.
2.8 Upaya Pencegahan Hipertensi 2.8.1 Pencegahan Primordial