Etis betawi dalam politik (studi tentang peran forkabi dalam pilkada DKI Jakarta 2007

(1)

PILKADA DKI JAKARTA 2007)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik

Oleh: Ahmad Rikih NIM: 106033201159

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

i

(Studi Tentang Peran Forkabi Dalam Pilkada DKI Jakarta 2007)

Deskripsi penulisan skripsi ini berasal dari partisipasi politik ormas daerah yang berperan didalam politik daerah, misalnya dalam Pilkada DKI Jakarta 2007. Hal ini dikarenakan untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, ormas daerah dinilai mempunyai peran yang begitu penting bagi terlaksananya Pilkada diberbagai daerah, disamping partisipasi masyarakat daerah tersebut. Dalam Pilkada DKI Jakarta, ormas daerah yang bernaungan dengan Bamus Betawi seperti Forkabi dan sebagainya yang berperan dalam mendukung dan mensukseskan calon pasangan gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada tersebut.

Hasil penelitian atau temuan-temuan dalam penelitian skripsi ini, ialah sebagai berikut:

Pertama, pengaruh etnis yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Forkabi untuk mendukung salah satu calon pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Hal tersebut dikarenakan dari Visi/Misi Forkabi ialah untuk menjujung tinggi martabat ,masyarakat DKI Jakarta khususnya masyarakat Betawi.

Kedua, pada sisi lain, temuan dukungan Forkabi disebabkan oleh pengaruh figur dari calon pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Selain Forkabi, ormas Betawi lainnya yaitu FBR juga berperan dalam mendukung calon pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, tetapi ia bersebrangan dengan Forkabi untuk mendukung calon tersebut.

Ketiga, setelah Forkabi menyatakan dukungannya kepada salah satu calon pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta (Fauzi Bowo-Prijanto) dalam hasil RAKER 1, hal tersebut mencerminkan upaya untuk memperoleh kekuasaan politik bagi masyarakat Betawi. Akan tetapi menurut penulis, dukungan tersebut tidak terlepas dari peran masyarakat Betawi yang berada di DKI Jakarta dan peran Forkabi. Hal ini terlihat oleh penulis, adanya 3 (tiga) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) ditingkat Kotamadya selain di DKI Jakarta antara lainnya, DPD Tangerang, DPD Depok, DPD Bekasi. Berdasarkan paparan penulis, berdirinya DPD Forkabi tersebut untuk memudahkan aspirasi-aspirasi masyarakat Betawi terhadap pemerintah pusat maupun daerah.

Keempat, peran pimpinan Forkabi juga dinilai begitu berpengaruh bagi aspirasi masyarakat Betawi. Sehingga berdampak bagi kemajuan budaya Betawi maupun perekonomian masyarakat Betawi.

Metode dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif, dengan desain penelitian menggunakan data destriptif. Adapun metode pengumpulan data, penulis menggunakan hasil dari data seperti buku, artikel, jurnal, surat kabar, internet dan lain sebagainya. Dalam pengumpulan data yang lebih mendalam penulis menggunakan data hasil wawancara dengan narasumber pimpinan Forkabi, untuk lebih lanjut penulis menyiapkan daftar pertayaan (kuesioner) yang bersifat tertutup atau terbuka.


(5)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohiim.

Lewat perjalanan yang panjang dengan suka maupun duka, tanpa terasa air mata ini menetes dengan sendirinya dan senyumpun menyambut datangnya hari, sampai akhirnya tiba di ujung perjuangan penulisan skripsi. Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadhirat Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis telah diberikan ombak ilmu untuk menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada pembawa risalah dan cahaya kebenaran sayyidina wa nabiyyina Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya.

Penulis menyadari karya ini bukan hanya karya penulis pribadi, tetapi sebagian juga merupakan buah pemikiran dan pemberian ide dari orang-orang yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan banyak rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang banyak membantu, berjasa dan terhormat kepada :

1. Prof. Bahtiar Effendy., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, serta para jajaranya.

2. Selanjutnya, ucapan rasa terimakasih yang dalam ingin penulis sampaikan secara khusus kepada Armein Daulay. Drs. M.Si selaku pembimbing skripsi, berkat kesabaran dalam membimbing dengan berbagai arahannya dan motivasi ditengah-tengah kesibukannya, tetapi


(6)

iii

beliau masih menyempatkan waktu kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.

3. Segenap bapak/ibu Dosen Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang telah memberikan berbagai macam pengatahuan kepada penulis selama masa perkuliahan, penulis patut mengucapkan rasa terimakasih kepada M. Zaki Mubarok, M.Si., A. Baqir Ihsan, M.Si., Agus Nugraha, M.Si., Dr. Sirojuddin Ali., Dr. Nawirudin., Suryani, M.Si., Haniah Hanafie, M.Si., Dra Gefarina Djohan, MA., Dr. Syaban., Idris Thaha, M.Si., dll.

4. Ta’zim dan Tawadhu dan ribuan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada kedua orang tua penulis, ayahanda H. Syai’in Kodir dan ibunda Hj. Mulyanah, yang tiada henti-hentinya mendoakan dan membiayai penulis selama ini. Kepada kakak Abdurahman., SHI dan adik-adik penulis, Lindah, Lisah Windarti, Sinta Apriyani dan M. Ferdiansyah ayo jangan berhenti, teruskan cita-citamu. Kalian pasti bisa !, all u bro, kakak akan selalu mendukung mu.

5. Kepada pimpinan dan jajaran Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis mengucapkan rasa terimakasih selama penulisan skripsi telah membantu dengan buku-bukunya untuk menjadikan refrensi dari penulisan skripsi ini.

6. Kepada pimpinan dan jajaran Badan Musyawarah Masyarakat Betawi, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang telah bayak membantu dalam pengumpulan data-data dalam skripsi ini.


(7)

iv

7. Kepada pimpinan dan jajaran Forum Komunikasi Anak Betawi, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tidak terhingga nilainya, yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data-data yang menurut penulis perlu dalam skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan, Ilmu Politik 2006, semoga arti sahabat untuk selamanya. Mungkin suatu saat akan ku buka sesaat, walau diam tanpa suara, pasti ku akan bicara kawan !. Kingston 2+4GB., Vega R 2005.,

Yeby Ma’asan, S. Sos., Eko Dwisatriyono, S. Sos., Anwar., Aryo., Fikri.,

Bara., Dedy., Ridho., Hawasi., Ihwan., segaf., Haris., Rif’at., Hadi., dll. 9. Terakhir kepada semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas semua perbuatan baik kalian.

10.Saya ucapkan kepada kekasihku sampai detik ini Riqzi Hefrinyanti, berkat saya melihat wajahmu difoto yang selama ini saya simpan dan akhirnya skripsi ini selesai juga, saya akan menunggu mu sampai kamu menyadari kalo saya sangat mencintai mu.

Demikianlah untaian ucapan terima kasih kepada orang-orang yang telah berjasa dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan masyarakat pada umumnya. Amin.

Jakarta, 7 Maret 2011


(8)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………...….……. 9

C. Metode Penelitian ………...…….…... 9

D. Kerangka Teori ………..………..……. 10

1. Kelompok Kepentingan ………....………...…... 10

a. Kelompok Nonasosiasional ………...….. 11

b. Kelompok Institusional …………... 12

2. Partisipasi Politik ………...…...…... 12

3. Teori Budaya Politik ………...…...…... 14

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………..………...….… 17

1. Tujuan ………....……..… 17

2. Manfaat ………...…...… 17

F. Sistematika Penulisan ………...…… 17

BAB II KIPRAH ORGANISASI ETNIS BETAWI DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2007 A. Latar Belakang Berdirinya Bamus Betawi ………...…… 19


(9)

vi

1. Struktur Bamus Betawi ………...… 21

a. Kepengurusan Bamus Betawi …...…... 21

b. Pimpinan Bamus Betawi ... 22

2. Keanggotaan Bamus Betawi ………...…… 22

a. Anggota Bamus Betawi ……..………...….. 22

b. Syarat Anggota Bamus Betawi ……... 23

c. Kewajiban Anggota Bamus Betawi …... 23

d. Hak-hak Anggota Bamus Betawi …....…... 25

e. Kriteria Masyarakat Betawi ………... 27

B. Latar Belakang Berdirinya Forkabi …………...… 27

1. Struktur Forkabi …...……...…...… 31

a. Kepengurusan Forkabi …….………...….... 31

b. Pimpinan Forkabi ………...…. 32

2. Keanggotaan Forkabi ... 35

a. Penerimaan Anggota Forkabi …...……...… 35

b. Syarat dan Kewajiban Anggota Forkabi ...… 36

BAB III DESKRIPSI DKI JAKARTA DAN PELAKSANAAN PILKADA A. Sejarah Betawi dan Bentuk Pemerintahannya ... 37

1. Sunda Kelapa ... 37

2. Jayakarta ... 38

3. Batavia ... 39


(10)

vii

B. Kedudukan dan Fungsi DKI Jakarta ... 42

1. Geografis DKI Jakarta ... 43

C. Peta Sosial Politik DKI Jakarta ... 43

D. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ... 47

E. Pilkada DKI Jakarta ... 49

1. Kontestan Pilkada DKI Jakarta ... 51

BAB IV FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FORKABI MENDUKUNG SALAH SATU CALON GUBERNUR DKI JAKARTA DALAM PILKADA 2007 A. Peran Forkabi Dalam Pilkada DKI Jakarta ... 54

B. Dukungan untuk Pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto .. 60

C. Faktor Primordial ... 64

D. Faktor Birokrasi dan Keagamaan ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(11)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Etnis yang berada di DKI Jakarta ... 17 Tabel 2. Nama Partai Politik dan Alamat Sekretaris di Tingkat Pusat ... 63 Tabel 3. Jumlah Etnis Betawi di Daerah ... 84 Tabel 4. Partai Pendukung dan mensukseskan Calon Gubernur dan Wakil

Gubernur DKI Jakarta ... 89 Tabel 5. Jumlah Perolehan Suara Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur


(12)

ix

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Motivasi dalam perubahan ... 21

Bagan 2. Efektivitas Organisasi ... 30

Bagan 3. Bentuk-bentuk Organisasi Modern ... 31

Bagan 4. Struktur Bamus Betawi ... 36


(13)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang.

Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia (RI), dapat dikatakan sebagai barometer politik. Hal ini mengingat ada fungsi lain yang diemban, selain DKI Jakarta memiliki fungsi dan sekaligus Ibukota Propinsi, ibukota negara dan juga bisa dikategorikan sebagai kota kosmopolitan. Ketiga fungsi tersebut yang diemban oleh DKI Jakarta karena memiliki potensi yang sangat strategis, dengan demikian setiap gubernur DKI Jakarta memiliki tanggungjawab yang sangat berat. Sudah tentu bagi masyarakat Jakarta yang melakukan pemilihan langsung sangat berharap menunggu perubahan DKI Jakarta. Sebab masyarakat khususnya DKI Jakarta sudah lelah mendengarkan janji-janji para pejabat pemerintah tersebut.

Sejak tahun 2004 terjadi perkembangan atau perubahan yang mendasar dalam demokrasi Indonesia dengan adanya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung. Untuk keperluan tersebut dikeluarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 pada tanggal 15 Oktober 2004, tentang pemerintahan daerah sebagai hasil revisi Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang disejutui secara aklamasi pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada tanggal 29 September 2004 dan di tandatangani oleh Presiden Republik Indonesia yang ke-5 (lima) Megawati Soekarnoputri pada tanggal 18 Oktober 2004.1 Undang-undang

1

Lihat UU 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah (Jakarta: Ramdina Prakasa 2004), h. 1.


(14)

tersebut membuat regulasi bersejarah bagi Pilkada secara langsung dan tidak lagi dipilih melalui Dewan Perwakiyan Rakyat Daerah (DPRD) untuk memilih gubernur. Berdasarkan pertimbangan diatas dan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, Presiden Indonesia perlu menetapkan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berdasarkan Pasal 22 ayat(1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2

Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tersebut, kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kehidupan berpolitik berlaku tidak hanya ditingkat pusat saja, namun disebagian daerah lainpun masyarakat dapat memiliki hak yang sama. Hal ini memberikan dampak dari asas desentralisasi kekuasaan dan kesempatan bagi masyarakat untuk membangun serta menentukan siapa pemimpin daerah yang sesuai dengan keinginannya. Partisipasi politik masyarakat ditingkat daerah merupakan partisipasi yang bertujuan mempengaruhi proses kebijakan publik. Selain itu diharapkan sekaligus sebagai wadah untuk menentukan pemimpin pemerintahan daerah yang berlaku dalam ruang lingkup daerahnya masing-masing baik ditingkat Propinsi, Kabupaten, Kotamadya dan Kota.

Berangkat dari masalah partisipasi politik diatas, bila dilihat dari persentasi penduduk yang berdomisili di DKI Jakarta maka dapat digambarkan sebagai berikut: sebagai kota multikultural etnis, DKI Jakarta yang didominasi oleh. Etnis Betawi 27,65%, etnis lainnya ialah Jawa 26,16%, Sunda 15,27%,

2


(15)

Tionghoa 6,40%, Batak 5,53%, Minang-Kabau 3,18%, Melayu 1,62%, Bugis 0, 59%, Madura 0,57%, Banten 0,25%, Banjar 0,10% lain-lainnya 6, 48%. Total jumlah etnis yang berada di kota DKI Jakarta sebanyak 8.324.707 jiwa.3

Pada tanggal 8 Agustus 2007, daerah DKI Jakarta untuk pertama kalinya melaksanakan demokratisasi politik bagi masyarakatnya melalui Pilkada secara langsung.4 Dengan bersatu masyarakat DKI Jakarta yang terdiri dari masyarakat etnis Betawi yang mayoritas, menyalurkan aspirasinya melalui Organisasi Massa (Ormas) yang sudah terbentuk. Etnis Betawi mempunyai 113 ormas yang berpengaruh sebagai wadah dalam kehidupan mereka sehari-hari.5 Akan tetapi, dalam penulisan skripsi ini, hanya akan mengambil satu ormas saja yaitu Forkabi (Forum Komunikasi Anak Betawi), yang didirikan pada tanggal 18 April 2001,6 Forkabi berpartisipasi dalam Pilkada tersebut diatas dan mempengaruhi anggota-anggotanya untuk memilih salah satu dari bakal calon gubernur yang ada dengan merujuk kepada Visi/Misinya yaitu mengangkat martabat orang Betawi. Dengan dukungan massa yang banyak, diharapkan dukungan membuahkan hasil yang positif yaitu terpilihnya gubernur yang dicita-citakan oleh masyarakat Betawi dan masyarakat DKI Jakarta lainnya.

3

http://www.bps.co.id, berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000, diakses pada tanggal 10 November 2010.

4

Lihat UU 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 56 ayat (1) (Jakarta: Ramdina Prakasa 2004), h. 38.

5

Wawancara dengan Ketua 1 BAMUS BETAWI. M. Arsani Pada tanggal 1 Desember 2010. Lihat juga Data Organisasi Masyarakat Pendukung Bamus Betawi Periode 2008-2013.

6

AD/ART. Dewan Pimpinan Pusat FORKABI (ditetapkan di Cisarua pada tanggal 29 Juni 2002), h. 1.


(16)

Selain itu, mengingat posisi gubernur DKI Jakarta dianggap sebagai jabatan strategis. Ketika pendaftaran pemilihan gubernur dibuka, sejumlah bakal calon gubernur muncul ke permukaan seperti : Bibit Waluyo, Edi Waluyo, Agum Gumelar, Adang Daradjatun, Hidayat Nurwahid, Sarwono Kusumaatmaja dan Fauzi Bowo. Sedangkan bakal calon gubernur lainnya, yang banyak disebut mereka diberi predikat hanya sekedar sebagai penggembira belaka. Setelah terjadi tarik ulur siapa yang akan maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta, yang cukup melelahkan itu dan akhirnya yang menjadi calon gubernur (cagub) hanya dua kandidat yaitu: Adang Daradjatun yang diusung 1 (satu) partai politik oleh Partai Keadilan Sejahterah (PKS), dan Fauzi Bowo yang diusung 19 partai politik. Partai pendukung tersebut ialah Partai Demokrat (PD), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bintang Bulan (PBB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golongan Karya (GOLKAR), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Damai Sejahtera (PDS).7

Melihat fenomena tersebut tidak mengherankan bahkan sejarah pertumbuhan masyarakat disatu tempat telah memperlihatkan bahwa semakin kompleksnya masyarakat disatu sisi memperlihatkan juga adanya persaingan yang semakin ketat dari lainnya, kebutuhan yang semakin banyak jumlah ragamnya, telah meningkatkan keperluan dan kesadaran berorganisasi dikalangan masyarakat

7

Ahmad Fachruddin. Pilkada DKI 2007 Demokratisasi Civil Society (Jakarta: PT Nusa Utama 2008), h. 99-100. Selanjutnya, sebelas partai politik lainnya: Partai Buruh Sosial Demokrta, Partai PIB, Partai Patriot Pancasila, PKPI, Partai Pelopor, Partai Persatuan Daerah, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, PPNUI, Partai Marhaenisme.


(17)

Indonesia.8 Demikian halnya kehidupan masyarakat daerah pula sangat dipengaruhi oleh budaya politik. Hal ini sejalan dengan pendapat Almond dan Verba dalam Nazaruddin Sjamsuddin (1991), budaya politik ialah sebagai sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, serta terhadap peranan warga negara didalam sistem tersebut.9

Bertitik tolak dari uraian diatas, maka peran warga negara khususnya masyarakat Betawi dan ormas Betawi dalam Pilkada DKI Jakarta, mereka mengangkat masalah isu etnis dan isu daerah guna memenangkan calonnya. Pandangan lainnya Melvillie. J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski dalam, Soerjono Soekanto (2001), menyebutkan pola didalam masyarakat ditentukan adanya budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut (cultural determinate). Dengan adanya cultural determinisme tersebut, ia telah mempengaruhi cara pandang, keyakinan dan kepatuhan bagi masyarakat.10

8

Arbi Sanit. Swadaya Politik Masyarakat, telah tentang keterlibatan Organisasi masyarakat (Jakarta: CV. Rajawali 1985), h. 40.

9

Nazaruddin Sjamsuddin. Profil Budaya Politik Indonesia (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti 1991), h. 21.

10

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Grafindu Persada, 2001), h. 35. Selanjutnya, misalnya dalam kehidupan masyarakat Betawi sehari-hari melihat kepada orang tuanya dan menjadi cara pandang bagi masyarakat Betawi, selain itu dari cara pandang yang sama kemungkinan masyarakat Betawi dalam Pilkada DKI Jakarta mereka bisa saja sama dengan orang tuanya untuk memilih salah satu calon gubernur, tentu ini sangat mempengaruhi suara dalam Pilkada DKI Jakarta.


(18)

Pendapat lain dikemukakan Clifford Geertz yang dikutip dari Arbi Sanit11, berpandangan bahwa agama, keturunan, bahasa, ras, adat dan ikatan kedaerah merupakan faktor-faktor yang mengikat masyarakat dalam suatu kesatuan sosial.

Menurut Clifford Geertz selanjutnya selain terdapat enam ikatan primordial tersebut, namun terdapat perkembangan. Ikatan primordial lainnya ialah ikatan bersadarkan daerah. Meskipun Indonesia diselamatkan dari persoalan bahasa, tapi masih menghadapi penyakit regional. Masalah isu kedaerahan terdapat hampir semua negara, khususnya negara berkembang. Tetapi masyarakatnya lebih menyetengahkan bila ikatan daerah dikaitkan dengan ikatan agama dan istiadat.

Berangkat dari pendapat Clifford Geertz diatas ada 6 (enam) faktor yang menjadikan masyarakat dalam suatu kesatuan sosial antara lainnya: Ikatan berdasarkan agama, banyak disuatu negara terdapat bermacam-macam agama berkumpul, misalnya di Indonesia ada 6 (enam) agama yang telah diakui oleh negara tersebut antara lainnya. Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Kemudian ikatan berdasarkan keturunan, memang ikatan tersebut menjadi daya tarik untuk bermasyarakat, misalnya banyaknya keturunan suku di Afrika yang berdasarkan kepada kepercayaan bahwa setiap anak keturunan suku dari satu nenek moyangnya. Selanjutnya ikatan berdasarkan bahasa, disuatu negara terdapat bermacam-macam bahasa-bahasa. Dianggap lebih efisien kalau hanya satu bahasa dipilih sebagai bahasa penghantar pada tingkat nasional, hal ini dikarenakan untuk lebih untuk memudahkan berkomunikasi antara sesama, misalnya di Indonesia miskipun terdapat banyaknya bahasa-bahasa daerah, negara

11

Arbi Sanit. Swadaya Politik Masyarakat, telah tentang keterlibatan Organisasi masyarakat (Jakarta: CV. Rajawali 1985), h. 90. Lihat juga http://pmiijakarta.com, diakses pada tanggal 12 Februari 2011.


(19)

sudah memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional, hal ini diterangkan dalam UUD 45 pasal 36.12

Ikatan berdasarkan ras, dalam suatu negara terdapat lebih dari satu ras, masyarakat dari setiap ras sering merasa terikat lebih erat kepada rasnya dari pada negara, misalnya ras Jawa dengan Betawi. Ras Jawa masih merasa terikat dengan kerajaan atau keraton yang berada di Yogyakarta, begitu pula dengan ras Betawi setiap setahun sekali ras tersebut, merayakan lebaran Betawi untuk melestarikan kebudayaan tersebut yang berada di Jakarta Barat.13 Kemudian ikatan berdasarkan adat, terkadang golongan-golongan tertentu didalam negara menitik beratkan kebiasaannya sendiri yang berlainan dari pada golongan lain. Hal ini menganggap mereka sebagai suku bangsa yang paling beradab yang harus memberi contoh kepada suku bangsa lainnya. Selanjutnya ikatan berdasarkan kedaerah, meskipun Indonesia diselamatkan dari persoalan bahasa, tapi masih menghadapi penyakit regional. Hal ini dikarenakan masalah daerah terdapat dihampir semua negara, tetapi masalahnya lebih serius bila ikatan daerah bercampur dengan ikatan agama, bahasa dan adat istiadat.14 Dari uraian diatas, semakin modernnya sistem pemerintahan, maka kekuasaan tidak terletak pada pemerintah, melainkan kepada kelompok-kelompok yang berada diluar pemerintah. Salah satu diantaranya adalah kelompok kepentingan (interest group) etnis yang didominasi massa dari kebudayaan tersebut.

12

Lihat UUD 45 Pasal 36, tentang Bahasa (Yogyakarta: Penerbit New Merah Putih, 2009), h. 46.

13

http://betawi.blogsome.com, diakses pada tanggal 12 Februari 2011.

14

Arbi Sanit. Swadaya Politik Masyarakat, telah tentang keterlibatan Organisasi masyarakat (Jakarta: CV. Rajawali 1985), h. 90.


(20)

Berkaitan dengan kelompok-kelompok kepentingan etnis, yang menarik perhatian penulis dalam Trubus Rahhardiansah P, ialah bahwa karakteristik kepemimpinan dan keanggotaannya, merupakan strategi dan taktik yang dapat digunakan untuk mempengaruhi kebijakan dalam menentukan serta memilih salah satu calon gubernur.15 Pada Pilkada DKI Jakarta tersebut, kelihatan bahwa peran ormas yang bersifat dan berdasarkan kesukuan mempunyai pengaruh serta kepentingan yang sangat besar. Ormas juga berusaha sedapat mungkin menyampaikan tujuan organisasinya kepada masyarakat secara umum tersebut. Demikian pula halnya juga dengan Forkabi yang mempunyai misi dan visi untuk kepentingan atau pendukungnya untuk membangun DKI Jakarta melalui cagub yang terpilih nanti dalam Pilkada.

Menyambut Pilkada DKI Jakarta, dalam RAKER 1 Forkabi yang diadakan pada tanggal 7 Januari 2007 di Megamendung, Kabupaten Bogor,16 memutuskan untuk mendukung salah satu dari calon gubernur dan wakil gubernur dengan mengangkat isu daerah. Pengusungan nama calon tersebut merupakan tujuan dari salah satu kelompok kepentingan dan kemudian memobilisasikannya kepada anggotanya sebagai upaya mensukseskan salah satu kandidat calon gubernur DKI Jakarta yang akan tampil.

Berdasarkan pemikiran dan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi motivasi bagi Forkabi untuk

15

Trubus Rahhardiansah P. Pengantar Ilmu Politik (Jakarta : Universitas Trisakti 2006), h. 48.

16

Wawancara dengan Ketua Umum FORKABI. Husain Sani. Pada tanggal 3 Agustus 2010.


(21)

mendukung salah satu calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada Jakarta 2007 tersebut. Untuk ini penulis menuangkannya dalam skripsi yang berjudul: ETNIS BETAWI DALAM POLITIK : STUDI KASUS PERAN FORKABI DALAM PILKADA JAKARTA 2007.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.

Berangkat dari latar belakang masalah diatas, maka penulis hanya membatasi pada masalah partisipasi politik Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta. Agar pembahasan ini lebih terfokus, penulis mencoba merumuskan masalahnya sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan Forkabi berpartisipas dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 tersebut.

2. Bagaimana peran yang dilakukan Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 tersebut.

C. Metode Penelitian.

Penelitian ini bersifat kualitatif yang merujuk kepada data primer dan data sekunder. Penelitian kualitatif ialah dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. Penelitian kualitatif yang berakar dari “paradigma interpretatif” pada awalnya muncul dari ketidakpuasan atau reaksi terhadap “paradigma positivist” yang menjadi akar penelitian kuantitatif.


(22)

Data primer ialah data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti. Sedangkan data sekunder ialah data yang diperoleh dari ormas, lembaga atau institusi tertentu. Data primer dalam penelitian ini merujuk pada tulis-tulisan yang berkaitan langsung dengan masalah penelitian, seperti buku, artikel, jurnal, buletin, majalah ilmiah, surat kabar, bahan dari internet dan lainnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari wawancara mendalam (depth interview) dengan narasumber dalam hal ini pimpinan Forkabi yaitu Ketua Umum Forkabi Husain Sani dan Sekjen Forkabi A. Latif HM. Untuk keperluan tersebut, penulis menyiapkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang sifatnya tertutup atau terbuka.

Untuk pedoman penulisan, penelitian ini berpedoman pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi), yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.17

D. Kerangka Teori.

1. Kelompok Kepentingan.

Kelompok kepentingan adalah suatu lembaga atau organisasi-organisasi yang bertujuan mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik didalam suatu sistem politik.18 Kelompok kepentingan yang terdapat disuatu masyarakat, memang sangat mempengaruhi dalam politik, misalnya dalam pemilihan kepala daerah maupun pemilihan kepala negara sekalipun, menurut Miriam Budiardjo, kelompok kepentingan adalah kekuasaan organisasi dan ormas, yang biasanya

17

Tim Penulis Hamid Nasuhi, dkk,. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi). Jakarta: CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah 2007,. Cet II

18


(23)

menggunakan kelompok sebagai sarana untuk menyalurkan kepentingan-kepentingan politik, ekonomi dan sosialnya.19

Pendapat lain dikemukakan A. Latif HM, menyatakan bahwa Forkabi adalah sebuah ormas Betawi yang berkediaman di DKI Jakarta. Forkabi juga mempunyai peran politik, hal ini untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Betawi terhadap pemerintah yang dinilai menyimpang dari kinerja mereka, melalui massa yang begitu besar Forkabi diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah agar berdampak positif.20

Melalui kegiatan yang bersifat menggabungkan diri dengan orang lain menjadi suatu kelompok, diharapkan tuntutan mereka akan lebih didengar oleh pemerintah. Tujuan kelompok ini ialah memengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah agar lebih menguntungkan mereka.21 Kelompok kepentingan tersebut secara garis besar terdiri dari:

a. Kelompok Nonasosiasional (nonassociational groups)

Kelompok-kelompok kepentingan ini tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis dan pekerjaan. Kelompok-kelompok ini biasanya tidak aktif secara politik

19

Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 381.

20

Wawancara dengan Sekjen FORKABI. A. Latif HM. Pada tanggal 1 Oktober 2010.

21

Kelompok-kelompok kepentingan muncul pertama kali pada abad ke-19 di Eropa Barat dan Golongan Afrika-Amerika Serikat. Organisasi internal lebih longgar dibandingkan dengan partai politik. Karena mereka tidak memperjuangkan kursi dalam parlemen. Anggapa mereka terhadap badan tersebut, telah berkembang menjadi terlalu umum sehingga tidak sempat mengatur masalah-masalah yang lebih spesifik. Disamping itu, dikemukakan mereka cenderung memfokuskan diri pada satu masalah tertentu saja. Bila dilihat dari segi keanggotaannya terutama terdiri atas golongan-golongan yang menganggap dirinya tertindas serta terpinggirkan, seperti kaum buruh. Lihat Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 2008),h. 383.


(24)

dan tidak mempunyai organisasi ketat, walaupun lebih mempunyai ikatan dari pada kelompok anomi. Anggota-anggotanya merasa mempunyai hubungan batin karena mempunyai hubungan ekonomi, massa konsumen, kelompok etnis dan kedaerahan.22

Kelompok ini kurang terorganisir secara rapi dan kegiatannya bersifat dengan hubungan batin saja yang tertera diatas, dalam mengartikulasikan kepentingan-kepentingannya malalui individu-individu, pemuka-pemuka agama dan semacam itu. Kelompok ini biasanya terdapat pada suatu kumpulan-kumpulan keluarga, primordial (kekeluargaan) misalnya etnis Betawi seperti Forkabi salah satu ormas Betawi yang memperjuangkan aspirasi-aspirasi masyarakat Betawi.

b. Kelompok Institusional (institutional groups)

Kelompok-kelompok ini bersifat formal yang berada dalam atau bekerja sama secara erat dengan pemerintah yang terdiri dari orang-orang professional dibidangnya dan mereka memiliki rencana kerja yang tersusun rapi, seperti birokrasi dan kelompok militer.23 Karena sebagai wadah untuk memudahkan aspirasi masyarakat Betawi untuk pemerintah.

2. Partisipasi Politik

Sebagai definisi umum mengenai partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang dan kelompok masyarakat yang ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan memilih pimpinan negara seperti kepala daerah, secara langsung maupun tidak langsung.

22

Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008),h. 387.

23


(25)

Partisipasi politik adalah keterlibatan masyarakat di dalam kegiatan-kegiatan politik, tujuan dari keterlibatan masyarakat itu sendiri adalah untuk mempengaruhi proses perumusan kebijaksanaan pemerintahan. Menurut Herbert McClosky sebagaimana yang dikutip oleh Toto Pribadi, dkk. (2006),24 mengemukakan bahwa partisipasi politik adalah “kegiatan-kegiatan sukarela dari masyarakat mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara

langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum”.

Pendapat lain diajukan oleh Norman H. Nie dan Sidney Verba dimana Nie dan Verba yang juga dikutip oleh Toto Pribadi dkk (2006),

Partisipasi politik sebagai kegiatan pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan atau tindakan-tindakan yang diambil mereka. Pendapat lainnya dalam kutipan yang sama menyatahkan bahwa, Huntington dan Nelson, tindakan-tindakan partisipasi politik yang negatif tersebut pada dasarnya dapat dikatakan sebagai tindakan partisipasi politik.25

Dari tiga definisi tersebut terlihat adanya kesamaan ciri umum partisipasi politik di dalam keinginan masyarakat untuk terlibat dan mempengaruhi keputusan pemerintah. Uraian diatas mengenai partisipasi politik dilihat dengan perilaku seseorang yang melakukan patisipasi politik atau tidak dan dari motivasi atau keberadaan daya pendorong bagi seseorang tersebut. Dalam hal ini, Milbrath yang mengemukakan 4 (empat) faktor yang mendorong orang berpartisipasi politik, yang dikutip dalam Toto Pribadi dkk sebagai berikut:26 (1). Adanya perangsang, (2). Faktor karakteristik pribadi seseorang yang berwatak sosial dan

24

Toto Pribadi, dkk. Sistem Politik Indonesia (Jakarta : Universitas Terbuka 2006), h. 3.3.

25

Ibid., h. 3.5.

26


(26)

punya kepedulian besar terhadap problem masyarakat biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik, (3). Faktor karakter sosial seseorang yang menyangkut status sosial ekonomi yang akan ikut mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku seseorang dalam politik, (4). Faktor situsai dan lingkungan politik yang kondusif membuat orang dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik.

Membicarakan mengenai partisipasi politik, yang diuraikan diatas. Maka partisipasi politik Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 ialah, karena dari salah satu cagub yang maju dalam Pilkada DKI Jakarta adalah masyarakat Betawi, maka dari itu Forkabi berpartisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta. Karena untuk mengangkat martabat masyarakat Betawi untuk menjadi gubernur ditanah kelahiran Betawi dan mengajak masyarakat Betawi untuk memilih pemimpin dari masyarakat Betawi. Hal ini untuk memudahkan aspirasi masyarakat Betawi apabila gubernur DKI Jakarta yang terpilih di Pilkada DKI Jakarta. Disamping hal tersebut diatas, ada bentuk-bentuk partisipasi politik pada Pilkada yang lalu ialah: (1). Pemberian suara (voting), (2). Diskusi politik, (3). Kegiatan kampanye, (4). Bergabung dengan partai politik.27

3. Teori Budaya Politik

Menurut Arief Budiman dalam Ismid Hadad, budaya politik adalah sebagai macam ide yang dianut bersama banyaknya anggota masyarakat tersebut, tidak saja tentang masalah-masalah politik, tapi juga tentang aspek-aspek

27

Selanjutnya yang tidak termasuk bentuk-bentuk partisipasi politik dalam Pilkada DKI Jakarta antara lainya : (1). Pengajuan Petisi, (2). Berdemonstrasi, (3). Mogok, (4). Tindakan Kekerasa Politik Terhadap Benda dan Harta. Lihat Toto Pribadi, dkk. Sistem Politik Indonesia


(27)

kehidupan dan perubahan masyarakat.28 Perubahan yang dimaksud diatas ialah perubahan teknis belaka, perubahan yang dari orientasi ke atas menjadi di individuasi atau perubahan dari masyarakat feodal kepada masyarakat borjuis.

Pendapat lainnya Kantaprawira dalam bukunya Toto Pribadi, dkk. (2006), mendefinisikan budaya Politik ialah persepsi dan pola sikap manusia terhadap berbagai masalah dan peristiwa politik serta terbawa ke dalam pembentukan struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintah karena sistem politik itu sendiri adalah hubungan antara manusia yang menyangkut soal kekuasaan, aturan, dan wewenang.29 Pendapat lain dikemukakan oleh Almond dan Verbal dalam Nazaruddin Sjamsuddin (1991) menyebutkan, budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga terhadap sistem politik dan anekaragam bagiannya, dan sikap terhadap peran masyarakat dalam sistem politik tersebut.30

Dalam hal budaya politik, Forkabi salah satu dari 113 ormas Betawi yang terjun langsung kedalam tim sukses dari salah satu cagub DKI Jakarta. Untuk memenangkan dan mensukseskan cagub dari tanah kelahiran Betawi yang sudah dipilih oleh Forkabi secara langsung melaui proses RAKER 1 Forkabi. Berkaitan dengan teori ada 3 (tiga) tipe budaya politik antara lainnya, (1). Budaya Politik Parokial ialah budaya politik ini terjadi didalam masyarakat yang tradisional dan sederhana, pelaku politiknya sering melakukan perannya bersamaan dengan

28

Ismid Hadad. Budaya Politik dan Keadilan Sosial (Jakarta: LP3ES, 1979), h. 232.

29

Toto Pribadi, dkk. Sistem Politik Indonesia (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), h. 2.10.

30

Nazaruddin Sjamsuddin. Profil Budaya Politik Indonesia (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1991), h. 21.


(28)

perannya dalam bidang keagamaan dan ekonomi, (2). Budaya Politik Subjek/Kaula ialah budaya politik ini ketika anggota masyarakat telah memiliki minat dan kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan khususnya terhadap masyarakat. Namun masyarakat masih belum memiliki perhatian atas aspek input ataupun kesadarannya sebagai aktor politik, dan (3). Budaya Politik Partisipasi ialah adanya perilaku yang berbeda dari perilaku sebagai subjek, masyarakat menganggap dirinya ataupun orang lain sebagai masyarakat aktif dalam kehidupan politik.

Diantara 3 (tiga) tipe tersebut masyarakat Betawi termasuk budaya politik parokial, karena pelaku politik sering melakukan perannya bersamaan dengan perannya dalam bidang keagamaan, dan bidang ekonomi. Budaya Betawi sangat menjujung tinggi nilai-nilai agama, maka dari itu kehidupan masyarakat Betawi tidak terlepas dari norma-norma agama, seperti menghormati kedua orang tua dan orang lain, budaya Betawi juga mempunyai solidaritas yang sangat tinggi terhadap masyarakat Betawi lainnya.

Budaya di kota DKI Jakarta kurang lebih 8 (delapan), namun dalam Pilkada DKI Jakarta budaya yang sangat menonjol perannya adalah budaya Betawi. Karena budaya Betawi dari kota DKI Jakarta dan masyarakat Betawi menuangkan aspirasinya melalui beberapa ormas Betawi yang berada disekeliling kehidupan mereka. Forkabi salah satunya diantara ormas Betawi lainnya, ormas Betawi yang berkecimpung dalam Pilkada DKI Jakarta mewakili banyaknya aspirasi masyarakat Betawi untuk memilih gubernur yang mereka cita-citakan.


(29)

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian:

a. Untuk mengetahui kepentingan apa saja yang mempengaruhi Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007.

b. Faktor apa yang mendasari Forkabi memilih dari salah satu kandidat calon gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2007.

2. Manfaat Penelitian:

a. Pemikir dan Praktisi, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan referensi mengenai peran Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007.

b. Sebagai bahan menambah wawasan bagi yang membaca skripsi ini mengenai peran Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007.

c. Untuk mengetahui kepentingan-kepentingan apa saja mempengaruhi Forkabi dalam Pilkada kota Jakarta 2007.

F. Sistematika Penulisan

Meninjau pokok-pokok masalah penelitian serta metode dan analisis permasalahan, serta untuk mempermudah memahami isi skripsi ini, maka penulis membagi isi skripsi ini menjadi lima bab yang didalamnya terdiri dari beberapa sub bab, adapun sistematika sebagai berikut :

Bab pertama: didalam bab ini, penulis menjelaskan mengenai alasan memilih judul, latar belakang masalah yang menjelaskan tentang Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007, agar penulisan skripsi ini lebih terfokus dengan judul


(30)

maka penulis membatasi dan merumuskan masalah dengan peran Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007, didalam bab inipun penulis sedikit menetatkan beberapa kerangka-kerangka teori diantaranya ialah teori kelompok kepentingan, partisipasi, dan budaya politik, di dalam teori-teori tersebut penulis menjelaskan sejauh mana Forkabi dan masyarakat DKI Jakarta melihat Pilkada yang berlangsung dan baru pertama kalinya memilih secara langsung untuk pemilihan pemerintah daerah tersebut.

Bab kedua: Dalam bab ini menjelaskan sekilas tentang organisasi dan latar belakang berdirinya Forkabi dan Bamus, yang menjelaskan tentang organisasi ini.

Bab ketiga: Pilkada Jakarta 2007, menjelaskan gambaran umum tentang DKI Jakarta dan pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2007, tim pemenang cagub Pilkada 2007 dengan mobilisasi politik dan Partisipasi politik Forkabi.

Bab keempat: Bab ini mengulas yang menjadi dasar permasalahan, Forkabi berpartisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 dan menjadikan Fauzi Bowo dengan pasangannya Prijanto menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012.

Bab kelima: Penutup, yang mencakup kesimpulan penulisan, serta rekomendasi seputar persoalan yang diangkat, sekaligus merupakan akhir dari keseluruhan tulisan yang dibahas dalam skripsi ini.


(31)

19

JAKARTA 2007 A. Latar Belakang Berdirinya Bamus Betawi

Sejarah mencatat pada tahun 1923 berdiri Perkoempoelan Kaoem Betawi, tercatat pula dalam sejarah bahwa Pemoeda Kaoem Betawi adalah salah satu eksponen pemuda yang menyatukan diri dengan organisasi dan eksponen pemuda lainnya untuk menyatu dalam cita-cita dan citra kemerdekaan dalam kesatuan yang utuh dalam: Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa ialah Indonesia. Tahun 1928, tepatnya pada tanggal 28 Oktober itulah yang memberi makna bahwa Pemoeda Kaoem Betawi berdampingan dengan Jong Java dan Seka Roekoen di tanah jawa, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tanah air Indonesia.1

Dasar pemikiran itulah yang mendorong dan memberikan semangat kepada kaum Betawi pada kurun waktu tahun berikutnya, dengan bersatu untuk menampilkan citra kebetawian dalam berbagai versi dan permik budaya, diantaranya: Yayasan Mohammad Husni Thamrin dan Lembaga kebudayaan Betawi (LKB). Pada dekade 1970 sampai 1980an, makin banyak organisasi kebetawian yang tumbuh dan berkembang, diantaranya: Ikatan Warga Betawi (IWARDA), Persatuan Masyarakat Jakarta Muhammad Husni Thamrin (PERMAT), Ikatan Keluarga Besar Anak Jakarta (LKB ANDA), Ikatan Keluarga Jakarta (IKEDA), Ikatan Keluarga Jakarta Sejahtera (IKRAR), Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB), Keluarga Pelajar Betawi (KPB), Yayasan Jakarta, Yayasan Rumah Sakit MH Thamrin, Ikatan Keluarga Jakarta (IKAB), Kerukunan

1

Wawancara dengan Ketua 1 BAMUS BETAWI, M. Arsani. Pada tanggal 1 Desember 2010.


(32)

Masyarakat Jakarta Asli (BETAWI KETIMUN), Pemangku Adat

(MANGKURAT).2

Didorong oleh keinginan luhur untuk mempersatukan masyarakat Betawi, maka pada tanggal 22 Juni 1982 organisasi Bamus Betawi3 menyatakan kesepakatan diantara lainnya sebagai berikut:

1. Membentuk dan mensahkan berdirinya Badan Musyawarah Masyarakat Betawi disingkat Bamus Betawi, yang menggunakan identitas ke-Betawian

sebagai siasat untuk meraih ambisi perekonomian dan kuasa politik. “Ke

-Betawian”, sebagai entitas “ke-aslian” penduduk DKI Jakarta. Hal ini sebagai alat

survival bagi orang Betawi ditengah kontestasi perekonomian yang membuat mereka tergusur dan terkempas. Bamus Betawi berkantor di lantai 6 (enam) Gedung Prasada Sasana Karya, yang beralamat di Jl. Suryo Pranoto No. 8 Jakarta Pusat.

2. Menyetujui dan mengangkat 3 (tiga) orang fungsionaris yaitu: a. Effendi Yusuf, sebagai Ketua Umum.

b. Djabir Chaidir Fadhli, sebagai Ketua Harian c. Arsani, sebagai Sekretaris Umum

3. Menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta memberikan tugas kepada pengurus untuk lebih memyempurnakannya. Naskah sejarah pendirian dan keberadaan Badan Musyawarah Masyarakat Betawi dibuat dan ditanda tangani oleh nama-nama sebagai berikut:

a. Effendi Yusuf.

b. Djabir Chaidir Fadhli.

2

Arsip Jilid 1 Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI), h. 3.

3

AD/ART Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI) ditetapkan di DKI Jakarta pada tanggal 13 Januari 2008, h. 7.


(33)

c. Arsani.

1. Struktur Bamus Betawi

Bagan 1

Struktur Bamus Betawi

Sumber: AD/ART Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI) ditetapkan di DKI Jakarta pada tanggal 13 Januari 2008.

a. Kepengurusan Bamus Betawi

1. Ketua Umum dipilih dan melalui Musyawarah Besar (MUBES) dan ditetapkan dalam Rapat Pleno MUBES.4

2. Wakil Ketua Umum dengan fungsi tugas Ketua Harian, Ketua-ketua, Sekretaris Jendral, Wakil-wakil Sekretaris Jendral, Bendahara Umum,

4

AD/ART Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI) ditetapkan di DKI Jakarta pada tanggal 13 Januari 2008, h. 14.

Ketua Umum

Nachrowi Ramli

Wakil Ketua Umum

Amarullah Asbah Ketua I Arsani Ketua II Agus Asenie Ketua III Becky Mardani Ketua IV Zamakhsari Ketua V Ida Suprida Sekretaris Umum Lulung Abraham Lunggana

Wakil Sekum I

Amirullah

Wakil Sekum II

Abdul Azis Khaia

Wakil Sekum III

Edi Susilo

Bendahara Umum

Sibroh Malisi

Wakil Bendahara I

M. Natsir

Wakil Bendahara II

Priya Djan Farid

Wakil Bendahara III


(34)

Wakil-wakil Bendahara, dan Personalia Komite-komite dipilih dan ditetapkan oleh Ketua Umum yang juga adalah Formatur sebagai Mandataris MUBES.

b. Pimpinan Bamus Betawi

1. Organisasi BAMUS Betawi dipimpin oleh Badan Pengurus.

2. Badan Pengurus adalah Lembaga Eksekutif tertinggi dan bertanggung jawab kepada Musyawarah Besar (MUBES).

2. Keanggotaan Bamus Betawi a. Anggota Bamus Betawi

1. Anggota Muda

BAMUS Betawi adalah organisasi Kemasyarakatan Betawi, dapat berbentuk Organisasi Massa, organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan, Yayasan, Lembaga dan segenap potensi Masyarakat Betawi yang mengakui dan menerima AD/ART BAMUS Betawi dan mendaftarkan diri menjadi anggota sebelum dilantik atau disahkan menjadi anggota Biasa.

2. Anggota Biasa

Anggota Biasa BAMUS Betawi adalah organisasi Kemasyarakatan Betawi, dapat berbentuk Organisasi Massa, organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan, Yayasan, Lembaga dan segenap potensi Masyarakat Betawi yang mengakui dan menerima AD/ART BAMUS Betawi dan terdaftar dalam BAMUS Betawi.5

5

AD/ART Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI) ditetapkan di DKI Jakarta pada tanggal 13 Januari 2008, h. 19.


(35)

3. Anggota Luar Biasa

Anggota Luar Biasa BAMUS Betawi adalah organisasi atau kelompok warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan dan keahlian dibidang tertentu yang bermanfaat bagi Masyarakat Betawi serta menerima Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BAMUS Betawi.

4. Anggota Kehormatan

Anggota Kehormatan adalah organisasi atau kelompok masyarakat yang berjasa terhadap pembinaan dan pengembangan Masyarakat Betawi, atau organisasi, instansi, kelompok, Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di luar Negeri yang memiliki kemampuan dan keahlian dibidang tertentu yang bermanfaat bagi Masyarakat Betawi serta menerima Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BAMUS Betawi.

b. Syarat Anggota Bamus Betawi

Setiap Organisasi, Yayasan, Lembaga dan kelompok Masyarakat Betawi yang mengakui dan menerima AD/ART BAMUS Betawi pada hakekatnya dapat menjadi Anggota BAMUS Betawi dengan cara mendaftarkan diri sebagai Anggota dan memenuhi Kriteria Anggota yang ditetapkan.6

c. Kewajiban Anggota Bamus Betawi

1. Anggota Muda BAMUS Betawi mempunyai kewajiban sebagai berikut:

6

AD/ART Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI) ditetapkan di DKI Jakarta pada tanggal 13 Januari 2008, h. 20.


(36)

a. Menyampaikan usulan, saran dan pemikiran kepada Dewan Pembina, Dewan Penasehat dan Badan Pengurus BAMUS Betawi, baik secara lisan maupun tertulis.

b. Memelihara keberadaan dan kehormatan BAMUS Betawi. c. Menerima dan mentaati ketentuan Anggaran Dasar dan

Anggaran Rumah Tangga serta peraturan Organisasi BAMUS Betawi.

2. Anggota Biasa BAMUS Betawi mempunyai kewajiban sebagai berikut: a. Menyampaikan usulan, saran dan pemikiran kepada Dewan

Pembina, Dewan Penasehat dan Badan Pengurus BAMUS Betawi, baik secara lisan maupun tertulis baik diminta ataupun tidak.

b. Memelihara keberadaan dan kehormatan BAMUS Betawi. c. Menerima dan mentaati ketentuan Anggaran Dasar dan

Anggaran Rumah Tangga serta peraturan Organisasi BAMUS Betawi.

d. Melaksanakan ketetapan Musyawarah Besar BAMUS Betawi. 3. Anggota Luar Biasa BAMUS Betawi mempunyai kewajiban sebagai

berikut:

a. Menyampaikan usulan, saran dan pemikiran kepada Dewan Pembina, Dewan Penasehat dan Badan Pengurus BAMUS Betawi, baik secara lisan maupun tertulis.


(37)

c. Menerima dan mentaati ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta peraturan Organisasi BAMUS Betawi.7

4. Anggota Kehormatan BAMUS Betawi mempunyai kewajiban sebagai berikut:

a. Menyampaikan usulan, saran dan pemikiran kepada Dewan Pembina, Dewan Penasehat dan Badan Pengurus BAMUS Betawi, baik secara lisan maupun tertulis.

b. Memelihara keberadaan dan kehormatan BAMUS Betawi. c. Menerima dan mentaati ketentuan Anggaran Dasar dan

Anggaran Rumah Tangga serta peraturan Organisasi BAMUS Betawi.

d. Hak-hak Anggota Bamus Betawi

1. Anggota Muda BAMUS Betawi mempunyai hak sebagai berikut:

a. Mendapat bantuan perlindungan hukum atas tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kegiatan Organisasi.

b. Mendapat pembinaan Organisasi. c. Mendapat Informasi.

d. Anggota Muda hanya memiliki hak bicara, tidak punya hak suara. Mengajukan usul atau saran yang bertujuan untuk kemajuan masyarakat Betawi, baik lisan maupun tertulis. 2. Anggota Biasa BAMUS Betawi mempunyai hak sebagai berikut:

7

AD/ART Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI) ditetapkan di DKI Jakarta pada tanggal 13 Januari 2008, h. 25.


(38)

a. Mendapat bantuan perlindungan hukum atas tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kegiatan Organisasi.

b. Mendapat pembinaan Organisasi. c. Mendapat Informasi.

d. Anggota Biasa memiliki hak suara dan hak bicara. e. Mempunyai hak untuk memilih dan dipilih.

f. Mengajukan usul atau saran yang bertujuan untuk kemajuan masyarakat Betawi, baik lisan maupun tertulis.8

3. Anggota Luar Biasa BAMUS Betawi mempunyai hak sebagai berikut: a. Menghadiri rapat atau pertemuan Organisasi dan Musyawarah

Besar BAMUS Betawi atas undangan Badan Pengurus.

b. Mendapat bantuan perlindungan hukum atas tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kegiatan organisasi.

c. Mendapat informasi.

d. Hanya memiliki hak bicara, tidak punya hak suara.

e. Mengajukan usul atau saran yang bertujuan untuk kemajuan masyarakat Betawi, baik lisan maupun tertulis.

4. Anggota Kehormatan BAMUS Betawi mempunyai hak sebagai berikut: a. Menghadiri rapat atau pertemuan Organisasi dan Musyawarah

Besar BAMUS Betawi atas undangan Badan Pengurus.

b. Mendapat bantuan perlindungan hukum atas tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kegiatan organisasi.

c. Mendapat pembinaan organisasi.

8

AD/ART Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI) ditetapkan di DKI Jakarta pada tanggal 13 Januari 2008, h. 23.


(39)

e. Kriteria Masyarakat Betawi

Kriteria Masyarakat Betawi dapat dikategorikan berdasarkan:

1. Genetis : Berdasarkan garis keturunan (Bapak dan Ibunya Betawi atau salah satunya Betawi).

2. Sosiologis : Orang yang berperilaku budaya Betawi atau menyandang kebudayaan Betawi dalam kesehariannya. 3. Antropologis : Seseorang yang peduli dan memiliki kepedulian

terhadap budaya Betawi.

4. Geografis : Masyarakat yang hidup dalam teritori budaya Betawi, yaitu: Jakarta, sebagian daerah Bogor, sebagian aerah Depok, sebagian daerah Tanggerang dan sebagian daerah Bekasi.9

B. Latar Belakang Berdirinya Forkabi

Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi) adalah salah satu ormas Betawi di DKI Jakarta yang menggunakan identitas ke-Betawian untuk memajukan masyarakat Betawi dibidang perekonomian yang semakin terpuruk, ormas tersebut berkantor di Jl. Kramat Sentiong Raya No 49 B, Jakarta Pusat. Berawal berdirinya Forkabi dari insitiatif Husain Sani yang sekarang menjabat menjadi Ketua Umum Ormas Forkabi 2005-2010 dan sebelumnya ia menjabat sebagai Ketua II Bamus Betawi 2000-2005.

Pada awal terbentuknya Forkabi ialah terjadinya keributan antar etnis yaitu etnis Betawi dengan etnis Madura, yang terjadi di Pasar Kebayoran Jakarta

9

AD/ART Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS BETAWI) ditetapkan di DKI Jakarta pada tanggal 13 Januari 2008, h. 12.


(40)

Selatan. Karena etnis Betawi sebagai masyarakat asli Jakarta tidak terima saudara-saudaranya ditindas oleh masyarakat pendatang pada saat itu (Madura).

Dilanjutkan dengan perbincangan kecil diantara tokoh muda masyarakat Betawi seperti, Husain Sani, Asmuni Muchtar, A. Latif HM, Djuli Zulkarnaen, dikediaman Husain Sani (Tanggal 11 Maret 2001). Diantara para tokoh tersebut, adanya kerinduan yang mendalam untuk mempererat tali silaturrahmi dan memperkokoh tali komunikasi yang kondusif diantara sesama masyarakat Betawi, akhirnya perbincangan itupun menghasilkan arti dan makna yang positif. Dari hasil perbincangan diatas, kemudian ditindak lanjuti dan dikembangkan secara mendasar melalui kontribusi Husain Sani. Kemudian tercetuslah sebuah langkah pemikiran segera memperluas kearah terbentuknya suatu wadah silaturrahmi masyarakat Betawi yang formal atau lembaga.10 Untuk mewujudkannya pada 18 April 2001, akhirnya di undanglah beberapa potensi pemuda yang diharapakan dapat memperluas visi dan orientasi, untuk lebih memperjatam pemikiran kearah yang lebih efektif dalam mengawali langka pembentukan. Proses pembentukan wadah silaturrahmi masyarakat Betawi, melalui sebuah pertemuan yang diadakan dikediaman Husain Sani. Segala sumbangan pemikiran, saran, pendapat dan nasihat dijadikan sebagai bahan rujukan (referensi) bagi Husain Sani dan kawan-kawan, didalam mengiringi gerak dan langka berikutnya menuju kearah pembentukan wadah silaturrahmi masyarakat Betawi.

Berangkat dari dukungan moril yang sangat positif serta kontribusi pemikiran tokoh masyarakat yang telah menjadi bahan referensi, maka Husain Sani dan kawan-kawanpun merasa perlu lebih cepat membentuk sebuah ormas

10

Wawancara dengan Ketua Umum FORKABI, Husain Sani. Pada tanggal 3 Agustus 2010.


(41)

untuk memperjuangkan masyarakat Betawi. Akhirnya selama 3 (tiga) bulan lamanya, Husain Sani dan kawan-kawan untuk membentuk sebuah ormas yang dinamakan Forkabi dan didirikan pada 18 April 2001 dan sebagai akses pembuka jalan kearah terbentuknya wadah silahturrahmi masyarakat Betawi secara melembaga yang formal, yang senantiasa telah lama dirindukan oleh masyarakat Betawi khususnya. Dari arti kata Forkabi menjadi (2) dua arti yaitu For ialah perkumpulan dan Kabi ialah dari kata bahasa Betawi adalah pukulan, maksud dari kata pukulan ialah untuk memukul sebuah masalah yang berhubungan dengan masyarakat Betawi dan menyelesaikan masalah dengan musyawarah terlebih dahulu.11

Berangkat dari terbentuknya Forkabi dan arti dari kata Forkabi yang diuraikan diatas, Husain Sani mempunyai insitiatif untuk memperluas kedaerah-daerah lainnya seperti Banten, Depok dan kedaerah-daerah lainnya, untuk menjadikan wadah silaturrahmi masyarakat Betawi. Untuk pemilihan ditingkat daerah melalui Musyawarah Daerah (MUSDA) musyawarah tertinggi daerah yang dilakukan 5 (lima) tahun sekali yang dihadiri oleh peserta peninjau dan undangan Musyawarah Daerah.12

1. Peserta Musyawarah Daerah terdiri dari : a. 3 (tiga) orang utusan DPP FORKABI.

b. Seluruh Pengurus Harian dan Ketua-ketua Divisi DPD FORKABI.

c. Ketua, Sekretaris dan Bendahara DPC FORKABI.

11

Wawancara dengan Ketua Umum FORKABI, Husain Sani. Pada tanggal 3 Agustus 2010.

12

AD/ART Dewan Pimpinan Pusat FORKABI, ditetapkan di Cisarua (Bogor) pada tanggal 29 Juni 2002, h. 17.


(42)

2. Peninjau Musyawarah Daerah terdiri dari :

a. Seluruh Anggota Divisi DPD FORKABI.

b. Seluruh Pengurus Dewan Penasehat DPD FORKABI. c. Seluruh Pengurus Dewan Penasehat DPC FORKABI. d. Seluruh Pengurus Dewan Kehormatan DPD FORKABI. e. Organisasi kemasyarakatan Betawi lain tingkat Daerah. 3. Hak Suara dan Bicara terdiri dari :

a. Hak Pengurus Dewan Pembina DPD FORKABI.

b. Undangan yang diundang oleh DPD FORKABI untuk menghadiri acara tertentu di Musyawarah Daerah.

Visi dan misi dari Forkabi pada awalnya sangat sederhana, kalau sudah berkumpul dan terasa kompak, maka para anggota Forkabi harus punya kontribusi yang signifikan bagi proses pembagunan pemerintah DKI Jakarta, dan awal berdirinya Forkabi adalah sebagai murni sebuah penghinaan terhadap martabat masyarakat Betawi karena masyarakat asli Jakarta. Sekarang masyarakat Betawi tidak perlu hawatir terhadap martabatnya karena Forkabi mempunyai visi dan misinya jelas yaitu untuk mengangkat martabat masyarakat Betawi dan disamping melestarikan, mengembangkan kebudayaan Betawi.13

Forkabi yang didirikan berdasarkan pancasila yang dijiwai dengan ajaran-ajaran islam mempunyai tujuan yaitu:

1. Berupaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Betawi, agar orang Betawi dapat mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.

13

AD/ART Dewan Pimpinan Pusat FORKABI, ditetapkan di Cisarua (Bogor) pada tanggal 29 Juni 2002, h. 2.


(43)

2. Masyarakat (SDM) masyarakat Betawi agar dapat mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.

3. Memelihara, membina dan meningkatkan persatuan dan kesatuan masyarakat Betawi khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. 4. Mengembangkan dan melestarikan budaya Betawi yang dapat

dikagumi oleh masyarakat Indonesia, Internasional dan sekaligus menjadi filter terhadap pengaruh buruk globalisasi budaya.

5. Ikut memelihara dan memperjuangkan keselamatan, keamanan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang senantiasa mendapat Ridho Allah SWT.

1. Struktur Oranisasi Forkabi a. Kepengurusan Forkabi

1. Dewan Penasehat, terdiri dari sesepuh dan tokoh-tokoh masyarakat Betawi yang berjasa dalam perjuangan. Dewan Penasehat juga mempunyai hak dan kewajiban memberikan saran dan nasehat kepada Dewan Pengurus Forkabi.

2. Para pengurus Forkabi mempunyai hak dan kewajibannya yaitu, menjalankan amanat dan ketetapan musyawarah besar Forkabi menetapkan kebijakan ormas baik berupa pedoman ormas maupun keputusan-keputusan lainnya, serta memberikan laporan pertanggung jawaban atas segala amanat yang dilaksanakan pada musyawarah besar Forkabi.


(44)

Bagan 2

Struktur Forkabi Periode 2005/2010

Sumber: AD/ART Dewan Pimpinan Pusat FORKABI, ditetapkan di Cisarua (Bogor) pada tanggal 29 Juni 2002.

b. Pimpinan Forkabi

1. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forkabi:

a. DPP Forkabi adalah pimpinan tertinggi dalam memimpinan organisasi.

b. DPP Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Besar (MUBES) untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.

c. DPP Forkabi terdiri dari Pimpinan Harian, Dewan Penasehat dan Departemen.14

14

AD/ART Dewan Pimpinan Pusat FORKABI, ditetapkan di Cisarua (Bogor) pada tanggal 29 Juni 2002, h. 5.

Ketua Umum Husain Sani Ketua I Asmuni Muchtar Ketua II Komaruddin Ketua III Rusdi Ketua IV

Marghani M. Mustar

Ketua V

M. Ihsan

Ketua VI

M. Asyrof Ali

Sekjen

A. Latif HM

Wakil Sekjen I

Maryadi

Wakil Sekjen II

Somajaya

Wakil Sekjen III

Maturidi Umar Said

Wakil Sekjen IV

Lahyanto Nadie

Wakil Sekjen V

Anas Syukron Bendahara Umum Djuli Zulkarnaen Bendahara I Herman Sani Bendahara II Abdullah Bendahara III Maah Setiawan Bendahara IV


(45)

2. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Forkabi:

a. DPD Forkabi memimpin organisasi ditingkat Kotamadya/Kabupaten dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh DPP Forkabi.

b. DPD Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Daerah (MUSDA) untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.

c. DPD Forkabi disahkan oleh DPP Forkabi dengan Surat Keputusan.

d. DPD Forkabi terdiri dari Pimpinan Harian, Dewan Penasehat, Divisi.

3. Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Forkabi:

a. DPC Forkabi memimpin organisasi di tingkat Kecamatan dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh organisasi. b. DPC Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah

Cabang (MUSCAB) untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.

c. DPC Forkabi disahkan oleh DPD Forkabi dengan Surat Keputusan.

d. DPC Forkabi terdiri dari Pimpinan Harian, Dewan Penasehat, Bagian.

4. Dewan Pimpinan Ranting (DPRt) Forkabi:

a. DPRt Forkabi memimpin organisasi di tingkat Kelurahan/Desa dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh organisasi. b. DPRt Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah


(46)

c. DPRt Forkabi disahkan oleh DPC Forkabi dengan Surat Keputusan.

d. DPRt Forkabi terdiri dari Pimpinan Harian, Dewan Penasehat, Sub Seksi.

5. Dewan Pimpinan Sub Ranting (DP Subran) Forkabi:

a. DP Subran Forkabi memimpin organisasi di tingkat Rukun Warga (RW) dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh organisasi.

b. DP Subran Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Sub Ranting (MUSSUBRAN) untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.

c. DP Subran Forkabi disahkan oleh DPRt Forkabi dengan Surat Keputusan.

d. DP Subran Forkabi terdiri dari Pimpinan Harian, Dewan Penasehat, Sub Seksi.

6. Koordinator Tetangga (Korta) Forkabi:

a. Pimpinan Koordinator Tetangga (Korta) Forkabi ditentukan langsung oleh DP Subran Forkabi.

b. Pimpinan Koordinator Tetangga (Korta) Forkabi disesuaikan dengan kebutuhan setempat.

c. Pimpinan Koordinator Tetangga (Korta) Forkabi disahkan oleh DPR Subran Forkabi dengan Surat Keputusan.


(47)

a. DPLN Forkabi memimpin organisasi di tingkat Luar Negeri dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh DPP Forkabi.

b. DPLN Forkabi dipilih dan ditetapkan dalam Musyawara Pimpinan Luar Negeri (MUSPILNEG) untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.

c. DPLN Forkabi disahkan oleh DPP Forkabi dengan Surat Keputusan.

d. DPLN Forkabi terdiri dari Pimpinan Harian, Dewan Penasehat, Dewan Pembina, Departemen.

8. Pimpinan Oranisasi Forkabi pada tingkatan dilengkapidengan: a. Dewan Penasehat.

b. Dewan Kehormatan. c. Dewan Pembina.

d. Dewan Pakar (Hanya ada di DPP Forkabi).

e. Penjelasan mengenai Dewan Penasehat, Dewan Kehormatan, Dewan Pembina serta Dewan Pakar diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

2. Keanggotaan Forkabi

a. Penerimaan Anggota Forkabi


(48)

Yang dapat diterima sebagai anggota biasa adalah masyarakat Betawi asli dan para keturunannya atau yang mempunyai hubungan famili secara langsung atau tidak langsung.

2. Anggota Kader

Anggota kader adalah anggota biasa yang telah menjadi pimpinan atau pengurus atau biasa yang telah mengikuti jenjang kaderisasi yang terdiri dari :

a. Pratama b. Madya c. Utama

3. Anggota Kehormatan

Yang dapat diterima sebagai anggota kehormatan adalah para penduduk Jakarta yang telah menetap sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun atau mengakui sebagai masyarakat Betawi dan telah memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat Betawi dengan sesungguhnya serta bertanggung jawab menjaga citra Betawi.15

b. Syarat dan Kewajiban Anggota Forkabi

1. Berakhlak mulia dengan melaksanakan ajaran islam.

2. Berkewajiban menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai perjuangan masyarakat Betawi.

3. Berkewajiban mentaati dan mematuhi segala peraturan dan keputusan organisasi.

4. Membayar iuran Anggota.

15

AD/ART Dewan Pimpinan Pusat FORKABI, ditetapkan di Cisarua (Bogor) pada tanggal 29 Juni 2002, h. 13.


(49)

c. Hak-hak Anggota Forkabi

1. Setiap Anggota mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan serta perlindungan hukum yang sama dari organisasi.

2. Setiap Anggota mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat. 3. Setiap Anggota mempunyai hak untuk membela diri.

4. Anggota biasa berhak untuk memilih dan dipilih. 5. Anggota biasa mempunyai hak bicara dan suara.

6. Anggota kehormatan mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara, dipilih dan memilih.


(50)

38

A. Sejarah Betawi dan Bentuk Pemerintahannya.

Daerah Khusus Ibukota (DKI Jakarta) adalah Ibukota Negara Republik Indonesia. DKI Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki status setingkat Propinsi.1 DKI Jakarta terletak dibagian barat laut Pulau Jawa, dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia, (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972). (sesuai dengan ejaan yang sekarang huruf D menjadi J).

1. Sunda Kelapa (1527).

DKI Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kelapa, berlokasi di muara sungai Ciliwung. Ibukota kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor). Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tarumanagara dan Cimanuk. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 (lima) sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 (lima) dan diperkirakan merupakan Ibukota Tarumanagara yang disebut Sundapura.

1

Lihat UUD 45 Pasal 18A yang menyebutkan bahwa, kekhususannya dan keistimewaan daerah di Indonesia, seperti halnya DKI Jakarta yang disebut sebagai daerah yang berpredikat kekhususan. Hal ini dikarenakan DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dan disamping itu menjadikan ia sebagai barometer perpolitikan di Negara Republik Indonesia (Yogyakarta: Penerbit New Merah Putih, 2009), h. 22. Lihat juga http://www.Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Go.id, diakses pada tanggal 27 Desember 2010.


(51)

Pada abad ke-12, pelabuhan tersebut dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan Sunda Kelapa membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komunitas dagang saat itu.

2. Jayakarta (1527–1619).

Orang Portugis merupakan orang Eropa pertama yang datang ke DKI Jakarta. Pada abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari kerajaan Sunda.2 Upaya permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh masyarakat Sunda dalam cerita Pantun Seloka Mundinglaya Dikusumah, dimana Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut.

Masyarakat Sunda menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut membungihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk Syahbandar pelabuhannya. Penetapan hari jadi DKI Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, walikota DKI Jakarta, pada tahun 1956 adalah berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kelapa oleh Fatahillah

2

http://www.Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Go.id, diakses pada tanggal 27 Desember 2010.


(52)

pada tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kota kemenangan".

3. Batavia (1619–1942).

Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat kesultanan Banten. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia.3 Selama kolonialisasi Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. Untuk pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir Malabar, India. Sebagian berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama etnis Betawi.

Waktu itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai Kota Tua di DKI Jakarta Utara. Sebelum kedatangan para budak tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah Jayakarta seperti masyarakat Jatinegara Kaum. Sedangkan dari etnis pendatang, pada zaman kolonialisme Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka di DKI Jakarta ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan, Pekojan, Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bali, dan Manggarai.

3

Muhajir. Bahasa Betawi, Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000), h. 48.


(53)

4. Djakarta (1942–1972).

Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Djakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, kemudian Belanda menduduki DKI Jakarta sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949. Akibatnya kedudukan peran Ibukota Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta pada tanggal 03 Januari 1946.

Hingga tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Namun pada tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja dibawah walikota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu yang dipimpin oleh gubernur, yang menjadi gubernur pertama ialah Suwiryo. Pengangkatan Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Pertama Soekarno, pada tahun 1961.

Semenjak dinyatakan sebagai Ibukota Negara pada tanggal 31 Agustus 1964,4 penduduk DKI Jakarta melonjak sangat pesat dengan berimigrasinya penduduk dari luar DKI Jakarta untuk bekerja. Mereka memperoleh kehidupan yang baru sebagai tenaga kerja di Ibukota Negara tersebut. Dalam kurun waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari 2 (dua) kali banyaknya dari 110.669 jiwa sampai 653.400 jiwa.5 Berbagai pemukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Rawamangun, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik negara seperti Perum Perumnas.

4

Lihat juga http://kodepos.nomor.net, diakses pada tanggal 5 Februari 2011.

5

Muhajir. Bahasa Betawi, sejarah dan perkembangannya (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000), h. 54.


(54)

Pada masa pemerintahan Soekarno (1961), DKI Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, antara lain Gedung Olahraga (Gelora Bung Karno), Mesjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Perkembangan berikutnya jalan raya Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat pemukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an, pada saat gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin di wilayah Jakarta Selatan, wilayah lainnya ialah Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang berada di wilayah Jakarta Timur, sedangkan di daerah Jakarta Utara ialah Taman Impian Jaya Ancol, kemudian Gedung Arsip Nasional di daerah Jakarta Barat, dan di Jakarta Pusat Monumen Nasional (Monas).

Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah Propinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18A yang berbunyi.6

“Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota atau antara Provinsi dan Kabupaten dan Kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah”.

Dengan melihat ketentuan diatas, maka dapat dikatakan adanya kekhususan yang diemban oleh Propinsi DKI Jakarta yang diatur didalam UUD 45 tersebut. Hal ini dikarenakan kekhususan DKI Jakarta adalah sebagai Ibukota

6

Lihat UUD 45 Pasal 18A, tentang khususan dan keistimewaan daerah (Yogyakarta: Penerbit New Merah Putih, 2009), h. 22.


(55)

Negara Republik Indonesia dan menjadikan barometer perpolitikan di Negara Republik Indonesia, disamping itu DKI Jakarta menjadikan daerah yang mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik bagi daerah-daerah lainnya.

Sebagai penyelenggaraan urusan pemerintahan dilakukan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menurut asas otonomi dan tugas yang berwujud dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Kedudukan dan Fungsi DKI Jakarta.

Kedudukan DKI Jakarta sebagai daerah khusus, berfungsi juga sebagai Ibukota Negara dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat Propinsi. Sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia DKI Jakarta yang memiliki kekhususan daerah, disamping daerah-daerah lain didalam penyelenggaraan pemerintah, seperti halnya didalam kebijakan-kebijakan pemerintah daerah berada di DKI Jakarta. Disamping itu kedudukan DKI Jakarta, merupakan tempat berdomisili lembaga-lembaga pemerintahan seperti, Istana Presiden Republik Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Disamping itu terdapat pula, banyaknya ormas-ormas etnis dan keagamaan yang berdomisili di daerah tersebut, salah satunya ormas etnis yaitu Forkabi dan ormas keagamaan Forum Pembela Islam (FPI).


(56)

1. Geografis DKI Jakarta.

DKI Jakarta terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 (tujuh) meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 6°12’ Lintang Selatan

dan 106°48’ Bujur Timur. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227 Tahun

1989, luas wilayah DKI Jakarta adalah 7.659,02 km², terdiri dari daratan seluas 661,52 km², termasuk 110 pulau di Kepulauan Seribu, dan lautan seluas 6.997,50 km².7 Batas wilayah DKI Jakarta, Sebelah Utara dengan Laut Jawa, kemudian Sebelah Timur dengan Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi, Sebelah Selatan dengan Kota Depok, dan selanjutnya Sebelah Barat dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.

DKI Jakarta terbagi menjadi 5 (lima) wilayah Kotamadya dan 1 (satu) Kabupaten administratif, yakni: Kotamadya DKI Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km² dan kependuduk sekitar 920.399 jiwa.8 DKI Jakarta Utara dengan luas 142,20 km² dan kependuduk sekitar 1.372.190 jiwa. DKI Jakarta Barat dengan luas 126,15 km², dan kependuduk sekitar 1.584.686 jiwa. DKI Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km², dan kependuduk sekitar 1.843.274 jiwa dan Kotamadya DKI Jakarta Timur dengan luas 187,73 km², dan kependuduk sekitar 2.582.134 jiwa, serta Kotamadya Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km² dan kependuduk sekitar 22.024 jiwa.

C.Peta Sosial Politik DKI Jakarta.

Momentum reformasi yang bergulir secara nasional tampaknya juga memiliki impilikasi yang cukup signifikan dalam perkembangan politik di

7

http://www.jakarta.go.id, diakses pada tanggal 15 Desember 2010.

8

http://www.bps.co.id, berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000, diakses pada tanggal 10 November 2010.


(1)

Transkrip Wawancara dengan Ketua Umum Pusat Forkabi : Bpk. H. Husain Sani Selasa 03 Agustus 2010

P: Sejarah terbentuknya ormas Forkabi.

J: Berawal dari insitiatif Husain Sani yang sekarang menjabat menjadi Ketua Umum Ormas Forkabi dan sebelumnya ia menjabat sebagai Ketua II Bamus Betawi. Pada awal terbentuknya Forkabi ialah terjadinya keributan antara etnis yaitu etnis Betawi dengan etnis Madura, yang terjadi di Pasar Kebayoran Jakarta Selatan. Karena etnis Betawi sebagai masyarakat asli Jakarta tak rela kalau saudarah-saudarahnya ditindas oleh masyarakat pendatang pada saat itu (Madura).

P: Untuk sumber pendanaan Forkabi mendapatkan dari pihak mana saja.

J: Memang benar sebuah organisasi harus membutuhkan dana yang begitu besar untuk terciptanya Visi/Misi organisasi tersebut, tetapi dari semangat kawan-kawan pengurus Forkabi, demi terciptanya Visi/Misi setiap anggota dimintakan uang iuran sebesar yang tidak ditentukan. Disamping itu ada pula masyarakat Betawi yang tidak langsung membantu yang bersumber uang untuk pendanaan Forkabi, tetapi tidak ditentukakan pula untuk nominal uangnya.

P: Bagaimana pandangan Forkabi melihat Pilkada DKI Jakarta 2007.

J: Pandangan Forkabi mendukung penuh dengan diadakan Pilkada, karena masyarakat dapat memilih dan menentukan pemimpin yang mereka cita-citakan, untuk merubah keadaan DKI Jakarta menjadi aman dan terkendali. P: Bagaimana peran Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007.

J: Karena dari kandidat calon gubernur DKI Jakarta, ada yang berasal masyarakat Betawi (Fauzi Bowo) maka dari Visi/Misi Forkabi adalah untuk mengakat martabat masyarakat Betawi, Forkabi sepenuhnya mendukung dan berkerjasama dengan tim sukses dari calon gubernur untuk membantu memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2007.

P: Apakah dari pihak Forkabi sendiri ada kontrak politik dengan Fauzi Bowo. J: Kalau dari kontrak politik dengan Forkabi sendiri, memang ada diantaran

lainnya adalah harus ditingkatkan kebudayaan Betawi diantara kebudayaan lainnya yang berada di DKI Jakarta dan untuk dipermudahkan aspirasi-aspirasi masyarakat Betawi dalam politik.


(2)

P: Bagaimana hubungan Forkabi dengan ormas-ormas Betawi lainnya, seperti Forum Betawi Rempug (FBR).

J: Hubungan Forkabi dengan FBR baik-baik saja, mungkin kalau disana-sini ada keributan itu hanya ditingkat kecamatan saja, tetapi pimpinan dengan pimpinan baik-baik saja tak ada masalah yang berarti.

P: Pada tanggal berapa Forkabi mengambil keputusan untuk mendukung Fauzi Bowo.

J: Tadi saya sudah bilang, karena Fauzi Bowo adalah masyarakat Betawi Forkabi sepenuhnya untuk mendukung ia untuk menjadi gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012 dan dukungan dari Forkabi menujuh kepada Visi/Misi Forkabi adalah mengangkat orang Betawi, kalau pengambilan keputusan pastinya dalam rapat bersama anggota-anggota atau pengurus Forkabi dari tingkat RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan bermusyawarah/rapat kerja (RAKER) terlebih dahulu tetapi dengan satu pertemuan Forkabi dapat mengambil keputusan untuk mendukung Fauzi Bowo, dan pengambilan keputusan pada tanggal 7 januari 2007.

P: Bagaimana cara Forkabi untuk mendukung dan mensukseskan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Fauzi Bowo dan Prijanto.

J: Forkabi memulai bersosialisasi dari tingkat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) di DKI Jakarta sampai ditingkat Dewan Pimpinan Ranting (DPRt), melalui calon pasangan gubernur tersebut.


(3)

Transkrip Wawancara dengan Sekjen Forkabi : Bpk. A. Latif HM Jumat 01 Oktober 2010.

P: Apakah Forkabi dapat dikatakan sebuah ormas kelompok kepentingan di DKI Jakarta.

J: Forkabi adalah sebuah ormas Betawi yang berkediaman di DKI Jakarta. Forkabi juga mempunyai peran politik, hal ini untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Betawi terhadap pemerintah yang dinilai menyimpang dari kinerja mereka, melalui massa yang begitu besar Forkabi diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah agar berdampak positif.

P: Bagaimana pendapat Forkabi dengan dukungan FBR yang mendukung pasangan gubernur dan wakil gubernur, berlainan dengan Forkabi sendiri. J: Ya, menurut Forkabi FBR sudah menyimpan dari Bamus Betawi, karena pada

saat itu Fauzi Bowo adalah ketua umum Bamus Betawi, jadi sebagai masyarakat Betawi maupun ormas Bamus Betawi untuk mendukung sepenuhnya kepada putra Betawi (Fauzi Bowo) sebagai gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012.


(4)

Transkrip Wawancara dengan Ketua 1 BAMUS BETAWI : Bpk. M. Arsani Rabu 01 Desember 2010.

P: Sejarah Terbentuknya Bamus Betawi.

J: Pada tanggal 22 Juni 1982 Bamus Betawi menyatakan, membentuk dan mensahkan berdirinya Badan Musyawarah Masyarakat Betawi disingkat Bamus Betawi, yang menggunakan identitas ke-Betawian sebagai siasat untuk meraih ambisi perekonomian dan kuasa politik. Berdirinya Bamus Betawi tidak terlepas dari ormas Betawi lainnya, yang sebelumnya sudah berdiri di DKI Jakarta antara lainnya: Yayasan Mohammad Husni Thamrin dan Lembaga kebudayaan Betawi (LKB), Ikatan Warga Betawi (IWARDA), Persatuan Masyarakat Jakarta Muhammad Husni Thamrin (PERMAT), Ikatan Keluarga Besar Anak Jakarta (LKB ANDA), Ikatan Keluarga Jakarta (IKEDA), Ikatan Keluarga Jakarta Sejahtera (IKRAR), Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB), Keluarga Pelajar Betawi (KPB), Yayasan Jakarta, Yayasan Rumah Sakit MH Thamrin, Ikatan Keluarga Jakarta (IKAB), Kerukunan Masyarakat Jakarta Asli (BETAWI KETIMUN) dan Pemangku Adat (MANGKURAT).

P: Didalam Bamus Betawi ada berapa ormas Betawi yang sudah menyatakan bergabung.

J: Sampai saat ini ormas Betawi yang sudah bergabung dengan Bamus Betawi ada sekitar 114 ormas Betawi.

P: Bagaimana pendapat Bamus Betawi pada saat Pilkada DKI Jakarta 2007, ada suatu perbedaan cara dukungan ormas Betawi antara Forkabi yang mendukung pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto dengan FBR yang mendukung pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar.

J: Sebagai Bamus Betawi sendiri, membebaskan kepada ormas Betawi untuk berpartisipasi politik didalam pemerintah pusat maupun daerah, perihal Pilkada DKI Jakarta bukan hanya Forkabi dan FBR saja yang berpartisipasi, tetapi ada juga ormas Betawi lainnya yang berpartisipai dikaranekan untuk memudahkan aspirasi-aspirasi masyarakat Betawi dalam politik.


(5)

Transkrip Wawancara dengan mantan Ketua Umum Pusat Forkabi 2005-2010 : Bpk. H. Husain Sani

Jumat 14 Januari 2011.

P: Menurut pendapat bapak, mengenai Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah apakah dinilai bermanfaat bagi masyarakat. J: Ya, karena secara otomatis daerah mempunyai peran dalam pelaksanaan

Pilkada, hal tersebut dikarenakan daerah-daerah lain tidak mau ikut campur dengan pelaksanaan Pilkada di luar daerah lainnya, disinilah momentum masyarakat dan ormas daerah dinilai juga mempunyai peranan dalam Pilkada. P: Apakah dalam Raker Forkabi yang memutuskan dukungan Fauzi Bowo dan

Prijanto untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur, apakah seluruh anggota Raker setuju atau tidak.

J: Didalam Raker tersebut, hadir semua pengurus Forkabi dari 6 (enam) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) antara lain ialah DPD Jakarta Pusat, DPD Jakarta Timur, DPD Jakarta Barat, DPD Jakarta Selatan, DPD Jakarta Utara dan DPD Kepulauan Seribu. Dalam keputusan raker tersebut ada 1 (satu) DPD yang tidak setuju untuk mendukung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur tersebut, yaitu DPD Jakarta Timur. Pada saat itu saya menegaskan kepada Ketua DPD Jakarta Timur, kapan lagi putra Betawi menjadi gubernur DKI Jakarta kalau bukan sekarang. Saya juga menegaskan kepada anggota dan kader Forkabi maupun masyarakat DKI Jakarta khususnya masyarakat Betawi, untuk sepenuhnya mendukung dan mensukseskan pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2007-2012 dalam acara kampanye pasangan tersebut.


(6)

Transkrip Wawancara dengan Ketua DPD Forkabi Jakarta Timur : Bpk. M. Iwan. Senin 17 Januari 2011.

P: Pada saat keputusan Raker Forkabi, kenapa DPD Jakarta Timur sebelumnya tidak setuju dalam mendukung dan mensukseskan pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.

J : Forkabi ormas Betawi sebagian besar tempat untuk berkumpulnya masyarakat Betawi yang tidak berpolitik. Jadi perkumpulan ini jangan ikut campur pula dengan masalah-masalah politik, dari penegasan ketua umum kepada saya kapan lagi putra Beatwi bisa menjadi gubernur DKI Jakarta kalau bukan sekarang saatnya, dari penegasan tersebut saya akhirnya setuju untuk mendukung pasangan tersebut dengan bersama-sama DPD lainnya.