Latar Belakang. Etis betawi dalam politik (studi tentang peran forkabi dalam pilkada DKI Jakarta 2007

Tionghoa 6,40, Batak 5,53, Minang-Kabau 3,18, Melayu 1,62, Bugis 0, 59, Madura 0,57, Banten 0,25, Banjar 0,10 lain-lainnya 6, 48. Total jumlah etnis yang berada di kota DKI Jakarta sebanyak 8.324.707 jiwa. 3 Pada tanggal 8 Agustus 2007, daerah DKI Jakarta untuk pertama kalinya melaksanakan demokratisasi politik bagi masyarakatnya melalui Pilkada secara langsung. 4 Dengan bersatu masyarakat DKI Jakarta yang terdiri dari masyarakat etnis Betawi yang mayoritas, menyalurkan aspirasinya melalui Organisasi Massa Ormas yang sudah terbentuk. Etnis Betawi mempunyai 113 ormas yang berpengaruh sebagai wadah dalam kehidupan mereka sehari-hari. 5 Akan tetapi, dalam penulisan skripsi ini, hanya akan mengambil satu ormas saja yaitu Forkabi Forum Komunikasi Anak Betawi, yang didirikan pada tanggal 18 April 2001, 6 Forkabi berpartisipasi dalam Pilkada tersebut diatas dan mempengaruhi anggota- anggotanya untuk memilih salah satu dari bakal calon gubernur yang ada dengan merujuk kepada VisiMisinya yaitu mengangkat martabat orang Betawi. Dengan dukungan massa yang banyak, diharapkan dukungan membuahkan hasil yang positif yaitu terpilihnya gubernur yang dicita-citakan oleh masyarakat Betawi dan masyarakat DKI Jakarta lainnya. 3 http:www.bps.co.id, berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000, diakses pada tanggal 10 November 2010. 4 Lihat UU 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 56 ayat 1 Jakarta: Ramdina Prakasa 2004, h. 38. 5 Wawancara dengan Ketua 1 BAMUS BETAWI. M. Arsani Pada tanggal 1 Desember 2010. Lihat juga Data Organisasi Masyarakat Pendukung Bamus Betawi Periode 2008-2013. 6 ADART. Dewan Pimpinan Pusat FORKABI ditetapkan di Cisarua pada tanggal 29 Juni 2002, h. 1. Selain itu, mengingat posisi gubernur DKI Jakarta dianggap sebagai jabatan strategis. Ketika pendaftaran pemilihan gubernur dibuka, sejumlah bakal calon gubernur muncul ke permukaan seperti : Bibit Waluyo, Edi Waluyo, Agum Gumelar, Adang Daradjatun, Hidayat Nurwahid, Sarwono Kusumaatmaja dan Fauzi Bowo. Sedangkan bakal calon gubernur lainnya, yang banyak disebut mereka diberi predikat hanya sekedar sebagai penggembira belaka. Setelah terjadi tarik ulur siapa yang akan maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta, yang cukup melelahkan itu dan akhirnya yang menjadi calon gubernur cagub hanya dua kandidat yaitu: Adang Daradjatun yang diusung 1 satu partai politik oleh Partai Keadilan Sejahterah PKS, dan Fauzi Bowo yang diusung 19 partai politik. Partai pendukung tersebut ialah Partai Demokrat PD, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDI P, Partai Persatuan Pembangunan PPP, Partai Bintang Bulan PBB, Partai Amanat Nasional PAN, Partai Golongan Karya GOLKAR, Partai Bintang Reformasi PBR, Partai Damai Sejahtera PDS. 7 Melihat fenomena tersebut tidak mengherankan bahkan sejarah pertumbuhan masyarakat disatu tempat telah memperlihatkan bahwa semakin kompleksnya masyarakat disatu sisi memperlihatkan juga adanya persaingan yang semakin ketat dari lainnya, kebutuhan yang semakin banyak jumlah ragamnya, telah meningkatkan keperluan dan kesadaran berorganisasi dikalangan masyarakat 7 Ahmad Fachruddin. Pilkada DKI 2007 Demokratisasi Civil Society Jakarta: PT Nusa Utama 2008, h. 99-100. Selanjutnya, sebelas partai politik lainnya: Partai Buruh Sosial Demokrta, Partai PIB, Partai Patriot Pancasila, PKPI, Partai Pelopor, Partai Persatuan Daerah, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, PPNUI, Partai Marhaenisme. Indonesia. 8 Demikian halnya kehidupan masyarakat daerah pula sangat dipengaruhi oleh budaya politik. Hal ini sejalan dengan pendapat Almond dan Verba dalam Nazaruddin Sjamsuddin 1991, budaya politik ialah sebagai sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, serta terhadap peranan warga negara didalam sistem tersebut. 9 Bertitik tolak dari uraian diatas, maka peran warga negara khususnya masyarakat Betawi dan ormas Betawi dalam Pilkada DKI Jakarta, mereka mengangkat masalah isu etnis dan isu daerah guna memenangkan calonnya. Pandangan lainnya Melvillie. J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski dalam, Soerjono Soekanto 2001, menyebutkan pola didalam masyarakat ditentukan adanya budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut cultural determinate. Dengan adanya cultural determinisme tersebut, ia telah mempengaruhi cara pandang, keyakinan dan kepatuhan bagi masyarakat. 10 8 Arbi Sanit. Swadaya Politik Masyarakat, telah tentang keterlibatan Organisasi masyarakat Jakarta: CV. Rajawali 1985, h. 40. 9 Nazaruddin Sjamsuddin. Profil Budaya Politik Indonesia Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti 1991, h. 21. 10 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: PT Grafindu Persada, 2001, h. 35. Selanjutnya, misalnya dalam kehidupan masyarakat Betawi sehari-hari melihat kepada orang tuanya dan menjadi cara pandang bagi masyarakat Betawi, selain itu dari cara pandang yang sama kemungkinan masyarakat Betawi dalam Pilkada DKI Jakarta mereka bisa saja sama dengan orang tuanya untuk memilih salah satu calon gubernur, tentu ini sangat mempengaruhi suara dalam Pilkada DKI Jakarta. Pendapat lain dikemukakan Clifford Geertz yang dikutip dari Arbi Sanit 11 , berpandangan bahwa agama, keturunan, bahasa, ras, adat dan ikatan kedaerah merupakan faktor-faktor yang mengikat masyarakat dalam suatu kesatuan sosial. Menurut Clifford Geertz selanjutnya selain terdapat enam ikatan primordial tersebut, namun terdapat perkembangan. Ikatan primordial lainnya ialah ikatan bersadarkan daerah. Meskipun Indonesia diselamatkan dari persoalan bahasa, tapi masih menghadapi penyakit regional. Masalah isu kedaerahan terdapat hampir semua negara, khususnya negara berkembang. Tetapi masyarakatnya lebih menyetengahkan bila ikatan daerah dikaitkan dengan ikatan agama dan istiadat. Berangkat dari pendapat Clifford Geertz diatas ada 6 enam faktor yang menjadikan masyarakat dalam suatu kesatuan sosial antara lainnya: Ikatan berdasarkan agama, banyak disuatu negara terdapat bermacam-macam agama berkumpul, misalnya di Indonesia ada 6 enam agama yang telah diakui oleh negara tersebut antara lainnya. Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Kemudian ikatan berdasarkan keturunan, memang ikatan tersebut menjadi daya tarik untuk bermasyarakat, misalnya banyaknya keturunan suku di Afrika yang berdasarkan kepada kepercayaan bahwa setiap anak keturunan suku dari satu nenek moyangnya. Selanjutnya ikatan berdasarkan bahasa, disuatu negara terdapat bermacam-macam bahasa-bahasa. Dianggap lebih efisien kalau hanya satu bahasa dipilih sebagai bahasa penghantar pada tingkat nasional, hal ini dikarenakan untuk lebih untuk memudahkan berkomunikasi antara sesama, misalnya di Indonesia miskipun terdapat banyaknya bahasa-bahasa daerah, negara 11 Arbi Sanit. Swadaya Politik Masyarakat, telah tentang keterlibatan Organisasi masyarakat Jakarta: CV. Rajawali 1985, h. 90. Lihat juga http:pmiijakarta.com, diakses pada tanggal 12 Februari 2011. sudah memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional, hal ini diterangkan dalam UUD 45 pasal 36. 12 Ikatan berdasarkan ras, dalam suatu negara terdapat lebih dari satu ras, masyarakat dari setiap ras sering merasa terikat lebih erat kepada rasnya dari pada negara, misalnya ras Jawa dengan Betawi. Ras Jawa masih merasa terikat dengan kerajaan atau keraton yang berada di Yogyakarta, begitu pula dengan ras Betawi setiap setahun sekali ras tersebut, merayakan lebaran Betawi untuk melestarikan kebudayaan tersebut yang berada di Jakarta Barat. 13 Kemudian ikatan berdasarkan adat, terkadang golongan-golongan tertentu didalam negara menitik beratkan kebiasaannya sendiri yang berlainan dari pada golongan lain. Hal ini menganggap mereka sebagai suku bangsa yang paling beradab yang harus memberi contoh kepada suku bangsa lainnya. Selanjutnya ikatan berdasarkan kedaerah, meskipun Indonesia diselamatkan dari persoalan bahasa, tapi masih menghadapi penyakit regional. Hal ini dikarenakan masalah daerah terdapat dihampir semua negara, tetapi masalahnya lebih serius bila ikatan daerah bercampur dengan ikatan agama, bahasa dan adat istiadat. 14 Dari uraian diatas, semakin modernnya sistem pemerintahan, maka kekuasaan tidak terletak pada pemerintah, melainkan kepada kelompok-kelompok yang berada diluar pemerintah. Salah satu diantaranya adalah kelompok kepentingan interest group etnis yang didominasi massa dari kebudayaan tersebut. 12 Lihat UUD 45 Pasal 36, tentang Bahasa Yogyakarta: Penerbit New Merah Putih, 2009, h. 46. 13 http:betawi.blogsome.com, diakses pada tanggal 12 Februari 2011. 14 Arbi Sanit. Swadaya Politik Masyarakat, telah tentang keterlibatan Organisasi masyarakat Jakarta: CV. Rajawali 1985, h. 90. Berkaitan dengan kelompok-kelompok kepentingan etnis, yang menarik perhatian penulis dalam Trubus Rahhardiansah P, ialah bahwa karakteristik kepemimpinan dan keanggotaannya, merupakan strategi dan taktik yang dapat digunakan untuk mempengaruhi kebijakan dalam menentukan serta memilih salah satu calon gubernur. 15 Pada Pilkada DKI Jakarta tersebut, kelihatan bahwa peran ormas yang bersifat dan berdasarkan kesukuan mempunyai pengaruh serta kepentingan yang sangat besar. Ormas juga berusaha sedapat mungkin menyampaikan tujuan organisasinya kepada masyarakat secara umum tersebut. Demikian pula halnya juga dengan Forkabi yang mempunyai misi dan visi untuk kepentingan atau pendukungnya untuk membangun DKI Jakarta melalui cagub yang terpilih nanti dalam Pilkada. Menyambut Pilkada DKI Jakarta, dalam RAKER 1 Forkabi yang diadakan pada tanggal 7 Januari 2007 di Megamendung, Kabupaten Bogor, 16 memutuskan untuk mendukung salah satu dari calon gubernur dan wakil gubernur dengan mengangkat isu daerah. Pengusungan nama calon tersebut merupakan tujuan dari salah satu kelompok kepentingan dan kemudian memobilisasikannya kepada anggotanya sebagai upaya mensukseskan salah satu kandidat calon gubernur DKI Jakarta yang akan tampil. Berdasarkan pemikiran dan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi motivasi bagi Forkabi untuk 15 Trubus Rahhardiansah P. Pengantar Ilmu Politik Jakarta : Universitas Trisakti 2006, h. 48. 16 Wawancara dengan Ketua Umum FORKABI. Husain Sani. Pada tanggal 3 Agustus 2010. mendukung salah satu calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada Jakarta 2007 tersebut. Untuk ini penulis menuangkannya dalam skripsi yang berjudul: ETNIS BETAWI DALAM POLITIK : STUDI KASUS PERAN FORKABI DALAM PILKADA JAKARTA 2007.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.

Berangkat dari latar belakang masalah diatas, maka penulis hanya membatasi pada masalah partisipasi politik Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta. Agar pembahasan ini lebih terfokus, penulis mencoba merumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan Forkabi berpartisipas dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 tersebut. 2. Bagaimana peran yang dilakukan Forkabi dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 tersebut.

C. Metode Penelitian.

Penelitian ini bersifat kualitatif yang merujuk kepada data primer dan data sekunder. Penelitian kualitatif ialah dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. Penelitian kualitatif yang berakar dari “paradigma interpretatif” pada awalnya muncul dari ketidakpuasan ata u reaksi terhadap “paradigma positivist” yang menjadi akar penelitian kuantitatif. Data primer ialah data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti. Sedangkan data sekunder ialah data yang diperoleh dari ormas, lembaga atau institusi tertentu. Data primer dalam penelitian ini merujuk pada tulis-tulisan yang berkaitan langsung dengan masalah penelitian, seperti buku, artikel, jurnal, buletin, majalah ilmiah, surat kabar, bahan dari internet dan lainnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari wawancara mendalam depth interview dengan narasumber dalam hal ini pimpinan Forkabi yaitu Ketua Umum Forkabi Husain Sani dan Sekjen Forkabi A. Latif HM. Untuk keperluan tersebut, penulis menyiapkan daftar pertanyaan kuesioner yang sifatnya tertutup atau terbuka. Untuk pedoman penulisan, penelitian ini berpedoman pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi, yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah. 17

D. Kerangka Teori. 1. Kelompok Kepentingan.

Kelompok kepentingan adalah suatu lembaga atau organisasi-organisasi yang bertujuan mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik didalam suatu sistem politik. 18 Kelompok kepentingan yang terdapat disuatu masyarakat, memang sangat mempengaruhi dalam politik, misalnya dalam pemilihan kepala daerah maupun pemilihan kepala negara sekalipun, menurut Miriam Budiardjo, kelompok kepentingan adalah kekuasaan organisasi dan ormas, yang biasanya 17 Tim Penulis Hamid Nasuhi, dkk,. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta: CeQDA Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah 2007,. Cet II 18 Toto Pribadi, dkk. Sistem Politik Indonesia Jakarta: Universitas Terbuka 2006, h. 4.3. menggunakan kelompok sebagai sarana untuk menyalurkan kepentingan- kepentingan politik, ekonomi dan sosialnya. 19 Pendapat lain dikemukakan A. Latif HM, menyatakan bahwa Forkabi adalah sebuah ormas Betawi yang berkediaman di DKI Jakarta. Forkabi juga mempunyai peran politik, hal ini untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Betawi terhadap pemerintah yang dinilai menyimpang dari kinerja mereka, melalui massa yang begitu besar Forkabi diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah agar berdampak positif. 20 Melalui kegiatan yang bersifat menggabungkan diri dengan orang lain menjadi suatu kelompok, diharapkan tuntutan mereka akan lebih didengar oleh pemerintah. Tujuan kelompok ini ialah memengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah agar lebih menguntungkan mereka. 21 Kelompok kepentingan tersebut secara garis besar terdiri dari:

a. Kelompok Nonasosiasional nonassociational groups

Kelompok-kelompok kepentingan ini tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis dan pekerjaan. Kelompok-kelompok ini biasanya tidak aktif secara politik 19 Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 381. 20 Wawancara dengan Sekjen FORKABI. A. Latif HM. Pada tanggal 1 Oktober 2010. 21 Kelompok-kelompok kepentingan muncul pertama kali pada abad ke-19 di Eropa Barat dan Golongan Afrika-Amerika Serikat. Organisasi internal lebih longgar dibandingkan dengan partai politik. Karena mereka tidak memperjuangkan kursi dalam parlemen. Anggapa mereka terhadap badan tersebut, telah berkembang menjadi terlalu umum sehingga tidak sempat mengatur masalah-masalah yang lebih spesifik. Disamping itu, dikemukakan mereka cenderung memfokuskan diri pada satu masalah tertentu saja. Bila dilihat dari segi keanggotaannya terutama terdiri atas golongan-golongan yang menganggap dirinya tertindas serta terpinggirkan, seperti kaum buruh. Lihat Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 2008, h. 383.