Alat-Alat Penelitian Bahan-Bahan Penelitian KESIMPULAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Alat-Alat Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah: Nama Alat Merek Spektrofotometer Serapan Atom GF Perkin Elmer Seperangkat alat SEM JSM-35 C Shumandju Seperangkat alat FT-IR Shimadzu Neraca analitis Ohaus Termometer Fisher Hot plate Cimarec Oven Carbolite Magnetic stirer - Krus Porselen - Indikator pH universal Sartorius Universitas Sumatera Utara

3.2. Bahan-Bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Nama Bahan Merek Kitosan - Rumput Alang-alang - Glutaraldehid p Merck PbNO 3 2 Merck HNO 3p Merck NaNO 2 Merck NaOH pellet Merck Na 2 SO 3 Merck NaOCl p Merck H 2 O 2p Merck HCl p Merck CH 3 COOH glasial p Merck HCOOH p Merck

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Pereaksi

3.3.1.1 Larutan HNO

3 3,5 Sebanyak 54,6 mL HNO 3 65 ditambahkan 10 mg NaNO 2 lalu diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan. Universitas Sumatera Utara

3.3.1.2 Larutan NaOH 2

Sebanyak 10 g NaOH dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.3 Larutan Na

2 SO 3 2 Sebanyak 10 g Na 2 SO 3 dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.4 Larutan NaOH 17,5

Sebanyak 87,5 g NaOH pellet dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.5 Larutan NaOCl 1,75

Sebanyak 73 mL NaOCl 12 diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.6 Larutan H

2 O 2 10 Sebanyak 167 mL H 2 O 2 30 diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan. Universitas Sumatera Utara

3.3.1.7 Larutan HCl 2,5 N

Dipipet 208,33 mL HCl p 37 diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.8 Larutan Asam Asetat 2

Dipipet 20 mL asam asetat glacial kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.9 Larutan NaOH 0,5 M

Ditimbang 40 g NaOH pellet dilarutkan dengan 250 mL aquadest dalam beaker gelas, diaduk hingga larut, lalu dipindahkan ke dalam labu takar 2000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.10 Larutan Glutaraldehid 0.5

Dipipet 2 mL glutaraldehid p 25 diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 100 mL hingga garis batas, dihomogenkan.

3.3.1.11 Larutan Asam Format 5

Dipipet 12,5 mL diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 250 mL hingga garis batas, dihomogenkan. Universitas Sumatera Utara

3.3.1.12 Larutan Seri Standar Pb

2+

3.3.1.12.1 Larutan Seri Standar Pb

2+ 1000 mgL Sebanyak 1,598 g PbNO 3 2 dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL yang berisi aquadest, diaduk hingga seluruh kristal larut, dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.12.2 Larutan Seri Standar Pb

2+ 100 mgL Dipipet sebanyak 5 mL larutan induk Pb 2+ 1000 mgL dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL, kemudian ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.12.3 Larutan Seri Standar Pb

2+ 5 mgL Dipipet sebanyak 25 mL larutan induk Pb 2+ 100 mgL dan dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL, kemudian ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.12.4 Pembuatan Seri Larutan Standar Pb

2+ 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mgL Dipipet 2,5; 5,0; 7,5; 10 dan 12,5 mL larutan induk Pb 2+ 10 mgL dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL, kemudian ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan. Universitas Sumatera Utara

3.3.1.12.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Pb

2+ Larutan blanko diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom SSA pada λ = 283,31 nm dan dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Pb 2+ 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 mgL.

3.3.2 Preparasi Serbuk Rumput Alang-alang

Alang-alang dibersihkan dan dicuci dengan air bersih. Dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering. Alang-alang yang sudah kering dipotong-potong dan dihaluskan dengan blender hingga berbentuk serbuk.

3.3.3 Isolasi α-selulosa dari Serbuk Alang-Alang

Sebanyak 75 g serbuk alang-alang yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam beaker gelas, kemudian ditambahkan 1 L campuran yang berisi HNO 3 3,5 dan 10 mg NaNO 2 , dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90 o C selama 2 jam. Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya didigesti dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2 dan Na 2 SO 3 2 pada suhu 50 o C selama 1 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 mL larutan NaOCl 1,75 pada suhu 70 o C selama 0,5 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai pH filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 mL larutan NaOH 17,5 pada suhu 80 o C selama 0,5 jam. Kemudian disaring, dicuci hingga filtrat netral. Dilanjutkan pemutihan dengan H 2 O 2 10 pada suhu 60 o C dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 o C kemudian disimpan dalam desikator Ohwoavworhua, 2005. Selanjutnya α-selulosa dikarakterisasi dengan analisa FT-IR. Universitas Sumatera Utara

3.3.4 Pembuatan Mikrokristal Selulosa

Sebanyak 2 g α-selulosa serbuk alang-alang dihidrolisis dengan 40 mL HCl 2,5 N pada 105 ± 2 C selama 15 menit. Kemudian dilakukan pencucian dengan aquadest sampai netral, dikeringkan dalam oven vakum pada 40 C dan tekanan 30 cmHg, dihaluskan dan disimpan untuk penelitian selanjutnya Ohwoavworhua, 2005. Selanjutnya mikrokristal selulosa yang diperoleh dikarakteristik sifat fisika-kimianya yaitu: pengujian FT-IR dan PSA.

3.3.5 Pembuatan Beads

3.3.5.1 Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa MCC

Pembuatan beads dari campuran kitosan dan mikrokristal selulosa dengan pelarut asam asetat 2 menurut prosedur dalam literatur Patrulea, et al. 2013. Sebanyak 0,9 g kitosan dilarutkan dalam 30 mL asam asetat 2. Kemudian ditambahkan 0,1 g mikrokristal selulosa kedalam larutan. Selama proses pelarutan, campuran diaduk hingga dihasilkan larutan homogen. Campuran kitosan kemudian diteteskan kedalam beaker gelas yang berisi 500 mL NaOH 0.5M dengan menggunakan jarum suntik sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Kemudian beads kitosan didiamkan selama 24 jam didalam larutan NaOH 0.5M. Beads disaring dan dicuci dengan aquadest hingga pH netral kemudian dikeringkan dan disimpan. Selanjutnya beads kitosan dikarakterisasi dengan uji permukaan SEM, analisa FT-IR, uji swelling, uji adsorpsi dengan larutan standar. Perlakuan yang sama dilakukan untuk kitosan dan mikrokristal selulosa dalam 1 g dengan perbandingan yang tercantum dalam tabel 3.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1 Perbandingan kitosanmikrokristal selulosa yang digunakan No. Kitosan g Mikrokristal Selulosa g 1. 1 2. 0,9 0,1 3. 0,8 0,2 4. 0,7 0,3

3.3.5.2 Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa MCC Terikat Silang

Pembuatan beads kitosan-MCC terikat silang dari beads kitosan-MCC dengan agen pengikat silang glutaraldehid 0.5 menurut prosedur dalam literatur Patrulea, et al. 2013. Sebanyak 5 g beads kitosan direndam dalam 50 mL glutaraldehid 0.5 selama 24 jam. Selanjutnya beads kitosan disaring dan dicuci dengan aquadest kemudian dikeringkan dan disimpan. Selanjutnya beads kitosan dikarakterisasi dengan uji permukaan SEM, analisa FT-IR, uji swelling, uji derajat ikat silang, uji adsorpsi dengan larutan standar. Perlakuan yang sama dilakukan untuk beads kitosan-MCC untuk variasi massa 0,9 g kitosan dan 0,1 g MCC ; 0,8 g kitosan dan 0,2 g MCC ; 0,7 g kitosan dan 0,3 g MCC. Universitas Sumatera Utara

3.3.6 Karakterisasi Beads

3.3.6.1 Analisis Morfologi dengan SEM

Analisis SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi dari beads yang dihasilkan. Hasil analisis SEM dapat kita lihat rongga-rongga hasil pencampuran kitosan-mikrokristal selulosa MCC dan juga pencampuran beads kitosan- mikrokristal selulosa MCC dan glutaraldehid . Informasi dari analisis ini akan mendapatkan gambaran seberapa baik bahan-bahan tersebut tercampur.

3.3.6.2 Analisis Gugus Fungsi FT-IR

Beads uji dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat FT-IR ke arah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam berupa aliran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.

3.3.6.3. Uji Swelling

Sebanyak 1 g beads kitosan direndam di dalam beaker gelas yang berisi 30 mL aquadest selama 24 jam. Setelah direndam, beads kitosan ditimbang kembali untuk mengetahui perubahan massanya. Persentase swelling dari beads kitosan dihitung dengan perubahan massa menggunakan persamaan di bawah ini : Swelling = Universitas Sumatera Utara Dimana W akhir adalah berat beads setelah direndam dan W awal adalah berat beads sebelum direndam. Diulangi perlakuan di atas pada beads kitosan-MCC dan beads kitosan-MCC terikat silang pada variasi 0,9 g kitosan dan 0,1 g MCC; 0,8 g kitosan dan 0,2 g MCC; 0,7 g kitosan dan 0,3 g MCC. Dilakukan perlakuan yang sama dengan menggunakan pelarut CH 3 COOH 5, HCOOH 5 dan NaOH 0,5 M.

3.3.6.4 Analisis Derajat Ikat Silang

Penentuan persentase reaksi ikat silang yang terjadi dapat ditentukan dengan menentukan jumlah gugus amina bebas menggunakan metode titrasi. Sebanyak 0,3 g beads kitosan dilarutkan dalam 100 mL HCl 0,1M. Kemudian dipipet sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1M hingga terjadi perubahan warna menjadi merah lembayung. Diulangi perlakuan di atas sebanyak tiga kali. Dilakukan perlakuan yang sama pada beads kitosan-MCC dan beads kitosan- MCC terikat silang pada variasi 0,9 g kitosan dan 0,1 g MCC; 0,8 g kitosan dan 0,2 g MCC; 0,7 g kitosan dan 0,3 g MCC. Selanjutnya ditentukan persentase ikat silang dengan menentukan kandungan gugus amina bebas pada beads kitosan- MCC sebelum dan sesudah terikat silang menggunakan persamaan di bawah ; NH 2 = x 100 Dimana, f : molaritas NaOH M w : berat sampel g 16,1 : berat molekul dari NH 2 gmol y : Banyaknya NaOH yang terpakai untuk beads terikat silang x : Banyaknya NaOH yang terpakai untuk beads Universitas Sumatera Utara

3.3.7 Perlakuan dan Analisa Penyerapan Logam Pb

2+

3.3.7.1. Penentuan Waktu Kontak Optimum

Sebanyak 50 mL larutan standar Pb 2+ 5 ppm dimasukkan kedalam beaker gelas 250 mL. Kemudian ditambahkan beads kitosan sebanyak 1 g. Diaduk dengan pengaduk magnet selama 180 menit. Kemudian campuran disaring dengan kertas saring Whatman no. 42. Diatur pH filtrat hingga pH = 3 dengan menggunakan HNO 3p . Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada spesifik 283,31 nm. Dilakukan perlakuan di atas dengan variasi waktu kontak 120 menit, 150 menit, 210 menit, dan 240 menit.

3.3.7.2. Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa MCC dalam larutan standar

Sebanyak 50 mL larutan standar Pb 2+ 5 ppm dimasukkan kedalam beaker gelas 250 mL. Kemudian ditambahkan beads kitosan sebanyak 1 g. Diaduk dengan pengaduk magnet selama waktu kontak optimum. Kemudian campuran disaring dengan kertas saring Whatman no. 42. Diatur pH filtrat hingga pH = 3 dengan menggunakan HNO 3p . Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada spesifik 283,31 nm. Diulangi perlakuan di atas pada beads kitosan-MCC dan beads kitosan-MCC terikat silang pada variasi 0,9 g kitosan dan 0,1 g MCC ; 0,8 g kitosan dan 0,2 g MCC ; 0,7 g kitosan dan 0,3 g MCC. Universitas Sumatera Utara

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Penyiapan Serbuk Alang-Alang

Rumput Alang-Alang Dibersihkan dan dicuci dengan air Dikeringkan di bawah terik matahari Dipotong kecil-kecil Dihaluskan dengan blender Serbuk Alang-Alang Universitas Sumatera Utara

3.4.2 Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Alang-Alang Ohwoavworhua, 2005

75 g serbuk alang-alang Dimasukkan kedalam beaker gelas Ditambahkan 1 L campuran HNO 3 3,5 dan 10 mg NaNO 2 Dipanaskan diatas hot plate sambil diaduk pada suhu 90 o C selama 2 jam Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral Residu Filtrat Direndam dengan 750 ml larutan yang mengandung NaOH 2 dan natrium sulfit pada suhu 50 o C selama 1 jam sambil diaduk Disaring dan dicuci hingga filtrat netral Residu Filtrat Diputihkan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75 pada suhu 70 o C selama 0,5 jam sambil diaduk Disaring dan dicuci hingga filtrat netral Residu Filtrat Ditambahkan 500 ml NaOH 17,5 dan dipanaskan pada suhu 80 o C Disaring dan dicuci hingga filtrat netral α-selulosa basah Filtrat Diputihkan dengan H 2 O 2 10 pada suhu 60 o C selama 15 menit Disaring dan dicuci dengan aquadest α-selulosa basah Filtrat Dikeringkan pada suhu 60 o C dalam oven Disimpan dalam desikator α-selulosa kering Dikarakterisasi FT-IR Filtrat Universitas Sumatera Utara

3.4.3 Pembuatan Mikrokristal Selulosa dari α-Selulosa Alang-Alang

Ohwoavworhua, 2005 2 g α-selulosa kering Dihidrolisis dengan 40 mL HCl 2,5 N pada suhu 105±2 o C selama 15 menit Dicuci dengan aquadest sampai netral lalu disaring Residu Filtrat Dikeringkan dalam oven pada suhu 40 o C Dibiarkan mengering lalu diayak dengan ayakan 100 mesh Ditimbang Selulosa Mikrokristal Dikarakterisasi FT-IR PSA Universitas Sumatera Utara

3.4.4 Pembuatan Beads

3.4.4.1 Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa MCC Patrulea, et al. 2013

0,9 g Kitosan Dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 mL Dilarutkan dengan 30 mL asam asetat 2 Ditambahkan 0,1 g MCC Campuran Diaduk hingga homogen Diteteskan kedalam beaker gelas berisi 500 mL NaOH 0,5M menggunakan jarum suntik sambil diaduk Bentuk Beads Disaring dan dicuci dengan aquadest hingga pH netral Beads Kitosan-MCC Filtrat Dikeringkan Disimpan di dalam desikator Beads Kitosan-MCC Dikarakterisasi SEM FT-IR Uji Swelling Uji Adsorpsi Catatan : Perlakuan yang sama dilakukan untuk kitosan dan MCC dalam 1 g dengan variasi massa dalam 1 g dengan perbandingan 1:0 ; 8:2 ; 7:3 Universitas Sumatera Utara

3.4.4.2 Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa MCC Terikat Silang Patrulea, et al. 2013

5 g Beads Kitosan Direndam di dalam beaker gelas yang berisi 50 mL glutaraldehid 0,5 selama 24 jam Disaring dan dicuci dengan aquadest Beads Kitosan-MCC Terikat Silang Filtrat Beads Kitosan-MCC Terikat Silang Dikeringkan Disimpan di dalam desikator SEM FT-IR Uji Swelling Uji Terikat Silang Dikarakterisasi Uji Adsorpsi Catatan : Perlakuan yang sama dilakukan untuk beads kitosan-MCC pada variasi massa 1 g dengan perbandingan 9:1 ; 8:2 ; 7:3. Universitas Sumatera Utara

3.4.5 Perlakuan dan Analisis Penyerapan Logam Pb

2+ dengan Beads

3.4.5.1. Penentuan Waktu Kontak Optimum

50 mL Larutan Standar Pb 2+ 5 ppm Dimasukkan kedalam beaker gelas 250 mL Ditambahkan 1 g beads kitosan Diaduk dengan pengaduk magnet selama 180 menit Disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42 Filtrat Residu Diatur pH hingga 3 dengan menggunakan HNO 3 p Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada λ spesifik 283,31 nm Hasil Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama dengan variasi waktu kontak 120 menit, 150 menit, 210 menit, dan 240 menit. Universitas Sumatera Utara

3.4.5.2. Penyerapan Logam Pb

2+ dengan Beads dalam larutan standar 50 mL Larutan Standar Pb 2+ 5 ppm Dimasukkan kedalam beaker gelas 250 mL Ditambahkan 1 g beads kitosan Diaduk dengan pengaduk magnet selama waktu kontak optimum menit Disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42 Filtrat Residu Diatur pH hingga 3 dengan menggunakan HNO 3 p Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada λ spesifik 283,31 nm Hasil Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama pada beads kitosan-MCC dan beads kitosan-MCC terikat silang pada variasi massa dalam 1 g, yaitu 9:1 ; 8:2 ; 7:3. Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Isolasi α-selulosa Alang-Alang Melalui serangkaian proses delignifikasi, swelling, dan proses pemutihan maka diperoleh α-selulosa yang berwarna putih. Pada tahap isolasi α-selulosa digunakan 75 gram serbuk alang-alang dan pada akhir proses dihas ilkan α-selulosa murni sekitar 29 gram sebanyak 38,67 dari berat awal serbuk alang-alang. Hasil α- selulosa yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 Gambar 4.1. α-selulosa yang diisolasi dari alang-alang Universitas Sumatera Utara

4.1.2. Pembuatan Mikrokristal Selulosa MCC dari Alang-Alang

Pada pembuatan mikrokristal selulosa alang-alang 2 gram sampel serbuk alang- alang dihasilkan mikrokristal selulosa MCC sebanyak 0,8 gram hasil = 40. Serangkaian proses pembuatan mikrokristal selulosa MCC dapat dilihat pada lampiran 2. Mikrokristal selulosa dari alang-alang hasil penelitian ini berwarna putih seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 di bawah ini. Gambar 4.2. Mikrokristal Selulosa Alang-Alang Universitas Sumatera Utara

4.1.3. Pembuatan Beads

4.1.3.1 Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa

Hasil pembuatan Beads kitosan tanpa MCC ditunjukkan pada Gambar 4.3 berikut : Gambar 4.3 Beads Kitosan tanpa MCC Berdasarkan Gambar 4.3 bahwa beads yang dihasilkan dari 1 gram kitosan yang dilarutkan dalam 30 mL asam asetat 2 dan diteteskan pada NaOH 0,5M tanpa penambahan MCC berwarna putih. Kemudian beads kitosan-MCC variasi massa MCC 0,1 g; 0,2 g; 0,3 g yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 4.4. Beads Kitosan dengan penambahan 0,1 g MCC Universitas Sumatera Utara Gambar 4.5 Beads Kitosan dengan penambahan 0,2 g MCC Gambar 4.6 Beads Kitosan dengan penambahan 0,3 g MCC Pada Gambar 4.4 tampak beads kitosan-MCC dengan perbandingan 9:1 yang dihasilkan berwarna putih. Pada Gambar 4.5 penampilan beads kitosan- mikrokristal selulosa MCC dengan perbandingan 8:2 yang dihasilkan berwarna putih. Hal yang sama juga terlihat pada Gambar 4.6 penampilan beads kitosan- mikrokristal selulosa MCC dengan perbandingan 7:3 yang dihasilkan berwarna putih pucat. Ketiga gambar beads tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Universitas Sumatera Utara

4.1.3.2 Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa MCC Terikat Silang

Hasil pembuatan beads kitosan terikat silang tanpa MCC ditunjukkan pada Gambar 4.7 berikut : Gambar 4.7 Beads Kitosan terikat silang tanpa MCC Berdasarkan Gambar 4.7 bahwa beads terikat silang yang dihasilkan dari 5 gram beads kitosan yang direndam dalam dalam 50 mL glutaraldehid 0,5 tanpa penambahan MCC berwarna kuning kecoklatan. Kemudian beads kitosan-MCC terikat silang variasi massa MCC 0,1 g; 0,2 g; 0,3 g yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 4.8 Beads Kitosan terikat silang dengan penambahan 0,1 g MCC Universitas Sumatera Utara Gambar 4.9 Beads Kitosan terikat silang dengan penambahan 0,2 g MCC Gambar 4.10 Beads Kitosan terikat silang dengan penambahan 0,3 g MCC Pada Gambar 4.8 tampak beads kitosan-MCC terikat silang dengan perbandingan 9:1 yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan. Pada Gambar 4.9 penampilan beads kitosan-mikrokristal selulosa MCC terikat silang dengan perbandingan 8:2 yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan. Hal yang sama juga terlihat pada Gambar 4.10 penampilan beads kitosan-mikrokristal selulosa MCC terikat silang dengan perbandingan 7:3 yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan pucat. Ketiga gambar beads terikat silang tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dan hampir tidak dapat dibedakan. Universitas Sumatera Utara 4.2 Pembahasan 4.2.1 Isolasi α-Selulosa dari Alang-alang Sebelum proses isolasi maka alang-alang terlebih dahulu dipotong kecil-kecil dan direndam dengan air agar kotoran turun. Setelah itu dikeringkan dan dihaluskan dengan menggunakan blender untuk mempermudah proses isolasi. Tahapan pertama dalam proses isolasi α-selulosa adalah proses delignifikasi dengan menggunakan HNO 3 3,5 dan NaNO 2 yang bertujuan untuk menghilangkan lignin dari serbuk alang-alang. Selanjutnya dilakukan proses swelling dengan menggunakan NaOH 2 dan Na 2 SO 3 2. Tujuan dari proses ini adalah untuk membuka pori-pori selulosa sehingga zat pengotor yang tidak diinginkan keluar. Pulp yang dihasilkan dari proses swelling ini berwarna kuning kecoklatan. Oleh karna itu dilakukan proses pemutihan dengan menggunakan NaOCl 1,75. α-selulosa yang dihasilkan pada tahap ini belum murni, dimana masih mengandung β-selulosa dan ϒ -selulosa. Oleh karena itu dilakukan pemurnian dengan menggunakan NaOH 17,5 dimana α-selulosa akan mengendap sedangkan β-selulosa dan ϒ -selulosa akan larut. α -selulosa yang dihasilkan pada tahap ini berwarna kuning kecoklatan. Untuk menghilangkan warna tersebut maka dilakukan pemutihan dengan menggunakan H 2 O 2 10. α- selulosa yang dihasilkan berbentuk pulp berwarna putih yang kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 C.

4.2.1.1 Analisis Gugus Fungsi dengan FT-IR

Analisis gugus fungsi dengan FT-IR telah dilakukan dengan menggunakan alat Shimadzu IR Prestige-21. Sampel yang dianalisis yaitu α-selulosa yang diperoleh dari alang-alang. FT-IR membantu karakterisasi struktur kimia dengan cara mengidentifikasi gugus fungsi yang mucul pada setiap sampel. Universitas Sumatera Utara 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1054, 99 2916, 61 3335, 66 T Bilangan Gelombang cm -1 Gambar 4.11 Spektrum FT- IR α-Selulosa Tabel 4.1 Data Analisis FT-IR α-selulosa Sampel Bilangan Gelombang Gugus Fungsi Pustaka α-selulosa 3335,66 cm -1 2916,61 cm -1 1054,99 cm -1 O-H C-H C-O 3363 cm -1 2904 cm -1 1062 cm -1 Kalita, 2013 Hasil analisis gugus fungsi dengan FT- IR menunjukkan bahwa α-selulosa mengandung gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3335,66 cm -1 dan terdapat juga vibrasi regangan C-H pada bilangan gelombang 2916,61 cm -1 . Kemudian pada bilangan gelombang 1054,99 cm -1 menunjukkan vibrasi regangan C-O dari α-selulosa yang diuji. Universitas Sumatera Utara

4.2.2 Pembuatan Mikro kristal Selulosa dari α-Selulosa

Pada proses pembuatan mikrok ristal selulosa dari α-selulosa dilakukan melalui tahap hidrolisis α-selulosa dengan menggunakan HCl 2,5N. Tujuan dari proses ini adalah untuk memecah daerah amorf pada α-selulosa. Selanjutnya dilakukan proses penetralan dari suspensi yang terbentuk dengan aquadest untuk menghilangkan sisa-sisa asam dan bagian amorf yang masih berikatan dengan bagian kristal pada proses hidrolisis yang terbentuk selama proses hidrolisis sehingga diperoleh bagian kristal saja. Kemudian dilakukan penguapan aquadest sehingga akan diperoleh mikrokristal selulosa yang berbentuk kristal jarum bening. Reaksi hidrolisis α-selulosa dengan menggunakan HCl 2,5 N dapat dilihat pada gambar 4.12 berikut : HCl H + + Cl - O HOH 2 C OH HO O O O R 2 OH HOH 2 C HO R 1 H O HOH 2 C OH HO O O O R 2 OH HOH 2 C HO R 1 Slow O HOH 2 C OH HO OH R 1 HO O O R 2 OH HOH 2 C HO H H 2 O H Gambar 4.12 Reaksi hidrolisis α-selulosa Braun dan Dorgan, 2009 Universitas Sumatera Utara

4.2.2.1 Analisis Gugus Fungsi dengan FT-IR

Spektroskopi FT-IR merupakan suatu teknik analisis yang dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi dari suatu molekul dalam suatu sampel. Pada penelitian ini telah dilakukan analisis gugus fungsi menggunakan spektroskopi FT-IR untuk sampel serbuk mikrokristal selulosa. Spektrum hasil analisis FT-IR dari serbuk mikrokristal selulosa memperlihatkan puncak-puncak spektrum serapan dengan bilangan gelombang yang dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini: Tabel 4.2. Data Analisis FT-IR Mikrokristal Selulosa Sampel Bilangan Gelombang Gugus Fungsi Pustaka Mikrokristal Selulosa 3444,87 cm -1 2893,22 cm -1 1060,85 cm -1 O-H C-H C-O 3363 cm -1 2901 cm -1 1062 cm -1 Kalita, 2013 Hasil analisis gugus fungsi dengan FT-IR menunjukkan bahwa mikrokristal selulosa alang-alang mengandung gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3444,87 cm -1 dan terdapat juga vibrasi regangan C-H pada bilangan gelombang 2893,22 cm -1 . Kemudian pada bilangan gelombang 1060,85 cm - menunjukkan adanya vibrasi regangan C-O dari mikrokristal selulosa yang diuji. Adapun spektrum hasil analisis gugus fungsi dengan FT-IR dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil spektrum analisis FT-IR dari mikrokristal selulosa dapat dilihat pada gambar 4.13 berikut : Universitas Sumatera Utara 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 10 20 30 40 50 60 70 80 28 93 .22 34 44 .87 10 60 .85 T Panjang Gelombang cm -1 Mikrokristal Selulosa Gambar 4.13 Analisis FT-IR mikrokristal selulosa alang-alang

4.2.2.2 Analisis Ukuran Partikel dengan PSA

Analisis ukuran partikel mikrokristal selulosa MCC alang-alang dengan particle size analyzer PSA menggunakan Laser Scattering Particle Size Distribution Analyzer HORIBA LA-951. Alat ini mampu mengukur diameter partikel dengan ukuran 0,011 µ m – 3000 µ m. Serbuk mikrokristal selulosa MCC yang akan dianalisis terlebih dahulu digerus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Hasil analisis menunjukkan distribusi rata-rata partikel 82,278 µ m. Nazzal 2002 menyatakan ukuran partikel mikrokristal selulosa MCC komersil dari 20 µ m – 180 µ m. Begitu juga dengan hasil penelitian Koo 2001 menyatakan bahwa ukuran partikel mikrokristal selulosa jenis Avicel PH 101 76,53 µm, Avicel PH 102 132,81 µm Avicel PH 301 73,55 µm, dan Avicel PH 302 139,41 µ m. Adapun hasil analisis ukuran partikel mikrokristal selulosa MCC alang-alang dengan PSA dapat dilihat pada lampiran 4. Universitas Sumatera Utara

4.2.3 Karakteristik Beads

Beads yang telah terbentuk dianalisis dengan FT-IR, kemudian dilakukan pengujian mengembang swelling, pengujian derajat ikat silang, kemudian dilakukan uji absorpsi dengan larutan standar, filtrat hasil adsorpsi dianalisis dengan spektrometer serapan atom SSA. Beads yang mempunyai daya serap adsorpsi paling tinggi dilakukan analisis morfologi dengan SEM.

4.2.3.1 Analisis Gugus Fungsi dengan FT-IR

Hasil analisis spektroskopi FT-IR dari beads kitosan dan beads kitosan-MCC dan kitosan-MCC terikat silang memberikan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3. Data Analisis FT-IR Beads A. Kitosan-MCC No Sampel Bilangan Gelombang Gugus Fungsi Pustaka 1 Beads Kitosan 3433,29 cm -1 2924,09 cm -1 1635,64 cm -1 1566,20 cm -1 1411,89 cm -1 1080,14 cm -1 O-H dan N-H C-H C=O dan C=N N-H -CH dan C-N C-O 3432,7 cm -1 2876,0 cm -1 1659,3 cm -1 1597,6 cm -1 1420,6 cm -1 1087,9 cm -1 2 Beads Kitosan + MCC 3433,29 cm -1 2924,09 cm -1 1635,64 cm -1 1566,20 cm -1 1419,61 cm -1 1064,71 cm -1 O-H dan N-H C-H C=O dan C=N N-H -CH dan C-N C-O 3419,3 cm -1 2895,4 cm -1 1646,6 cm -1 1597,6 cm -1 1420,9 cm -1 1070,6 cm -1 Lin, 2012 Universitas Sumatera Utara B. Kitosan-MCC No Sampel Bilangan Gelombang Gugus Fungsi Pustaka 1 Beads Kitosan Terikat Silang 3448,72 cm -1 2931,8 cm -1 2877,79 cm -1 1635,64 cm -1 1566,20 cm -1 1072,42 cm -1 1381,03 cm -1 O-H dan N-H C-H COH C=O dan C=N N-H C-O -CH dan C-N 3438 cm -1 2927 cm -1 2899-2817 cm -1 1660 cm -1 1675-1500 cm -1 1000-1150 cm -1 1408 cm -1 2 Beads Kitosan + MCC Terikat Silang 3425,58 cm -1 2924,09 cm -1 2877,79 cm -1 1635,64 cm -1 1566,20 cm -1 1064,71 cm -1 1381,03 cm -1 O-H dan N-H C-H COH C=O dan C=N N-H C-O -CH dan C-N 3438 cm -1 2927 cm -1 2899-2817 cm -1 1660 cm -1 1675-1500 cm -1 1150-1000 cm -1 1408 cm -1 Lin, 2012 dan Adarsh, 2014 Keterangan : = terikat silang Spektra hasil analisis gugus fungsi dengan FT-IR dapat dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 7. Berdasarkan hasil analisis spektrum FT-IR dari beads kitosan tanpa penambahan MCC menunjukkan adanya vibrasi regangan N-H amina primer pada daerah serapan antara 3433,89 cm -1 . Puncak vibrasi juga terlihat pada daerah serapan 2924,09 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi regangan C-H dari rantai alkana dan pada daerah serapan sekitar 1635,64 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi regangan C=O amida primer. Selain itu, puncak vibrasi terlihat pada daerah 1566,2 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi tekukan N- H amida sekunder, pada daerah serapan 1080,14 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan C-O dan pada daerah serapan 1411,89 yang menunjukkan vibrasi tekukan –CH dan C-N. Lin, et al. 2012. Universitas Sumatera Utara Hasil analisis spektrum FT-IR dari beads kitosan-mikrokristal selulosa MCC terdapat puncak-puncak daerah serapan antara lain 1 pada daerah serapan 3433,89 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan O-H, 2 pada daerah serapan 2924,09 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi C-H dari rantai alkana, 3 pada daerah serapan 1635,64 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan C=O amida primer, 4 pada daerah serapan 1566,2 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekukan -NH, 5 pada daerah serapan 1064,71 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan C-O dan 6 pada daerah serapan 1419,61 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi tekukan –CH dan C-N Lin, et al. 2012. Berdasarkan data panjang gelombang beads kitosan dan beads kitosan- mikrokristal selulosa MCC tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini dikarenakan beads yang dihasilkan merupakan proses blending secara fisika karena tidak ditemukan gugus fungsi baru. Spektra hasil analisis gugus fungsi dengan FT-IR dapat dilihat pada lampiran 8 dan lampiran 9. Berdasarkan hasil analisis spektrum FT-IR dari beads kitosan terikat silang tanpa penambahan MCC menunjukkan adanya vibrasi regangan N-H amina primer pada daerah serapan antara 3448,72 cm -1 . Puncak vibrasi juga terlihat pada daerah serapan 2931,8 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi regangan C-H dari rantai alkana, pada daerah serapan 2877,79 cm -1 menunjukkan vibrasi regangan COH dan pada daerah serapan sekitar 1635,64 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi regangan C=N imina Adarsh, et al. 2014. Selain itu, puncak vibrasi terlihat pada daerah 1566,2 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi tekukan N-H, pada daerah serapan 1072,42 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan C-O dan pada daerah serapan 1381,03 cm -1 yang menunjukkan vibrasi tekukan –CH dan C-N Lin, et al. 2012. Universitas Sumatera Utara Hasil analisis spektrum FT-IR dari beads kitosan-mikrokristal selulosa MCC terikat silang terdapat puncak-puncak daerah serapan antara lain 1 pada daerah serapan 3438 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan O-H, 2 pada daerah serapan 2924,09 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi C-H dari rantai alkana, 3 pada daerah serapan 2877,79 cm -1 menunjukkan vibrasi regangan COH 4 pada daerah serapan 1635,64 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan C=Nimina Adarsh, et al. 2014. 5 pada daerah serapan 1566,2 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi tekukan N-H, 6 pada daerah serapan 1064,71 cm -1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan C-O, 7 pada daerah serapan 1381,03 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi deformasi –CH dan C- N. Lin, et al. 2012. Berdasarkan data panjang gelombang beads kitosan terikat silang dan beads kitosan-MCC terikat silang mengalami perubahan yaitu ditemukannya gugus fungsi baru yaitu COH pada beads kitosan-MCC terikat silang . 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 28 77 .79 10 64 .71 13 81 .03 15 66 .20 16 35 .64 29 24 .09 34 25 .58 10 72 .42 13 81 .03 15 66 .20 16 35 ,64 28 77 .79 29 31 .80 34 48 .72 10 64 .71 14 19 .61 1566 .20 1635 .64 2924 .09 34 33 .29 10 80 .14 1411 .89 15 66 .20 16 35 .64 29 24 .09 34 33 .29 T Bilangan Gelombang cm -1 Beads Kitosan Beads Kitosan-MCC Beads Kitosan Terikat Silang Beads Kitosan-MCC Terikat Silang Gambar 4.14 Spektrum FT-IR dari Beads Universitas Sumatera Utara

4.2.3.2 Pengukuran Diameter Beads

Berikut merupakan hasil pengukuran diameter sampel beads kitosan dan beads kitosan-MCC dengan variasi massa MCC 0,1 g hingga 0,3 g. Diameter beads kitosan dan beads kitosan-MCC diukur menggunakan jangka sorong dapat dilihat pada Tabel 4.4 seperti berikut: Tabel 4.4. Data Diameter Beads No. Sampel Diameter Beads mm Rata-Rata mm P1 P2 P3 1. Beads Kitosan 2,08 2,07 2,05 2,07 2. Beads Kitosan + 0,1 g MCC 2,20 2,20 2,22 2,21 3. Beads Kitosan + 0,2 g MCC 2,23 2,23 2,24 2,23 4. Beads Kitosan + 0,3 g MCC 2,24 2,23 2,24 2,24 5 Beads Kitosan 1,6 1,59 1,58 1,59 6 Beads Kitosan + 0,1 g MCC 1,71 1,72 1,70 1,71 7 Beads Kitosan + 0,2 g MCC 1,74 1,73 1,54 1,73 8 Beads Kitosan + 0,3 g MCC 1,75 1,75 1,75 1,75 Keterangan : = Terikat Silang Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa masing-masing permukaan untuk setiap beads mempunyai diameter yang berbeda-beda, sehingga diameter diperoleh melalui rata-rata diameter beads. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada beads kitosan dan beads kitosan terikat silang tanpa penambahan MCC mempunyai diameter yang rendah yaitu masing-masing 2,07 mm dan 1,59 mm dibandingkan dengan penambahan 0,3 g MCC memberikan nilai diameter yang paling besar yaitu masing-masing 2,24 mm dan 1,75 mm. Universitas Sumatera Utara Penambahan filler mikrokristal selulosa MCC pada beads kitosan meningkatkan kuantitas mekanik pada beads kitosan. Material yang ukuran partikelnya mikro memiliki sifat yaitu memperluas area permukaan pada beads kitosan yang berisikan mikrofiller Ningwulan, 2012.

4.2.3.3 Uji Swelling

Persentase mengembang swelling dari beads kitosan-MCC dan beads kitosan- MCC terikat silang dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5. Persentase Swelling Beads Adsorben Persentase Swelling Asam Asetat 5 Asam Format 5 Akuades NaOH 0,5M Kitosan Larut Larut 38,5 33,1 Kitosan-MCC 0,1 Larut Larut 33,3 28,9 Kitosan-MCC 0,2 Larut Larut 27,4 23,8 Kitosan-MCC 0,3 Larut Larut 22,9 18,4 Kitosan 16,2 11,7 13,5 10,2 Kitosan-MCC 0,1 14,5 10,6 9,3 8,6 Kitosan-MCC 0,2 12.9 9,8 8,9 8,0 Kitosan-MCC 0,3 10,1 8,7 7,8 6,7 Keterangan : = Terikat Silang Berdasarkan tabel 4.5 terlihat daya swelling paling rendah adalah beads kitosan-MCC terikat silang dengan penambahan 0,3 g MCC yaitu sebesar 12,1 dalam asam asetat 5, sebesar 9,2 dalam asam format 5, sebesar 8,5 dalam akuades dan sebesar 7,8 dalam NaOH 0,5M. Sedangkan daya swelling paling tinggi adalah beads kitosan tanpa penambahan MCC yaitu larut dalam asam asetat 5 dan asam format 5, sebesar 38,5 dalam akuades dan sebesar 33,1 dalam NaOH 0,5M. Dari data menunjukkan bahwa pengikatan-silang dengan glutaraldehid dapat meningkatkan ketahanan asam dari beads kitosan-MCC. Universitas Sumatera Utara

4.2.3.4 Uji Derajat Terikat Silang

Persentase terikat silang dari beads kitosan-MCC terikat silang diuraikan pada tabel 4.6 berikut : Tabel 4.6. Persentase Derajat Ikat Silang Beads Beads NH 2 Persen Terikat Silang Kitosan 44,543 38,157 Kitosan-MCC 0,1 37,567 45,133 Kitosan-MCC 0,2 35,796 46,904 Kitosan-MCC 0,3 28,443 54,257 Keterangan : = Terikat Silang Berdasarkan tabel 4.6 terlihat derajat ikat silang paling tinggi adalah beads kitosan terikat silang tanpa penambahan MCC yaitu sebesar 44,543. Sedangkan derajat ikat silang paling tinggi adalah beads kitosan terikat silang dengan penambahan 0,3 g MCC yaitu 54,257. Dari data diatas menunjukkan beads kitosan mengalami peningkatan derajat ikat silang dengan penambahan MCC.

4.2.3.5 Analisis Adsorpsi Sampel

Di dalam penelitian ini sebelum dilakukan analisis sampel dilakukan pemeriksaan terhadap alat spektrofotometer serapan atom SSA dengan kondisi operasi peralatan seperti tabel 4.7 di bawah ini: Universitas Sumatera Utara Tabel 4.7 Cek Alat AAS Element Timbal Pb Lampu Current Hallow cathode lamp 12 mA Panjang gelombang Pb = 283,3 Slit 0,7 nm low Atomisation site Pyro platform Tipe pengukuran Area grafik Tipe signal Atomic absorption – Background absorption Waktu integrasi 4 menit Waktu koreksi grafik 2 menit Temperatur inject 20 C Tekanan gas Asetilen 3.6 bar atau 52 psig atau 360 kPa Kecepatan alir gas Asetilen 300 mlmin AAS- Grafite Furnace Perkin Elmer Tabel 4.8 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Ion Timbal Pb 2+ Konsentrasi mgL Absorbansi Rata-Rata A 0,0000 0,0000 0,2000 0,0031 0,4000 0,0074 0,6000 0,0123 0,8000 0,0157 0,0000 0,0209 Gambar 4.15 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Pb 2+ Universitas Sumatera Utara Dari kurva yang dihasilkan diperoleh harga koefisien korelasi R 2 kurva kalibrasi diatas adalah sebesar 0,9986 yang menunjukkan bahwa alat yang digunakan mempunyai respon yang sangat baik. Setelah didapat kurva kalibrasi, selanjutnya dilakukan analisis terhadap sampel larutan standar 5 mgl hasil analisis adsorpsi dengan AAS sehingga diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini : Tabel 4.9 Hasil Pengukuran dengan AAS No Adsorben Absorbansi Kons mgL 1 Kitosan 0,0026 ±0,8182 2 Kitosan-MCC 0,1 0,0039 ±0,4364 3 Kitosan-MCC 0,2 0,0035 ±0,2046 4 Kitosan-MCC 0,3 0,0032 ±0,1317 5 Kitosan 0,0017 ±1,3362 6 Kitosan-MCC 0,1 0,0030 ±0,6453 7 Kitosan-MCC 0,2 0,0020 ±0,3954 8 Kitosan-MCC 0,3 0,0016 ±0,2362 Keterangan: = Terikat Silang Tabel 4.10 Hasil Penurunan Ion Pb 2+ setelah diserap dengan Beads Kitosan-MCC Dan Kitosan-MCC terikat silang bb No Kitosan g MCC g GLA ml Kons mgl Terserap 1 1 - ±0,8182 ±83,636 2 0,9 0,1 - ±0,4364 ±91,272 3 0,8 0,2 - ±0,2046 ±95,908 4 0,7 0,3 - ±0,1317 ±97,366 5 1 50 ±1,3362 ±73,276 6 0,9 0,1 50 ±0,6453 ±87,094 7 0,8 0,2 50 ±0,3954 ±92,092 8 0,7 0,3 50 ±0,2362 ±95,276 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan data tabel 4.9 menunjukkan bahwa penurunan kadar logam timbal Pb yang paling tinggi adalah dengan beads kitosan-MCC dengan penambahan 0,3 g MCC yaitu 97,366, sedangkan penurunan kadar logam timbal Pb yang paling rendah adalah beads kitosan tanpa penambahan MCC yaitu 83,636. Dan dengan beads terikat silang yang paling tinggi adalah dengan beads kitosan-MCC terikat silang dengan penambahan 0,3 g MCC yaitu 95,276, sedangkan penurunan kadar logam timbal Pb yang paling rendah adalah beads kitosan terikat silang tanpa penambahan MCC yaitu 73,276. Kurva daya serap beads dapat dilihat pada gambar 4.16 berikut : a b Gambar 4.16. Kurva Daya Serap Terhadap Ion Logam Pb 2+ dengan aBeads Kitosan-MCC Dan b Beads Kitosan-MCC Terikat Silang Universitas Sumatera Utara Dari kurva a diatas dapat dilihat bahwa daya serap beads terhadap ion Pb 2+ dengan adanya penambahan MCC. Mikrokristal selulosa MCC alang-alang memiliki komponen penyusun utamanya adalah selulosa. Selulosa merupakan jaringan berserat dalam tumbuhan. Selulosa tersusun atas rantai-rantai panjang yang terikat satu sama lain oleh ikatan hidrogen sehingga membentuk struktur seperti anyaman yang disebut fibril. Dengan struktur seperti ini yang menyebabkan selulosa mampu menyerap ion logam secara fisika. Proses adsorpsi ion timbal secara kimia melalui interaksi gugus aktif karbonil CO dan hidroksida OH dari selulosa. Gugus-gugus ini dapat membantu kitosan dalam mengikat ion Pb 2+ melalui ikatan ion atau ion-polar. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa selulosa memegang peranan yang sangat penting dalam proses adsorpsi ion logam berat karena terjadinya ikatan kovalen dengan gugus karbonil Bilal, 2011. Kemampuan beads kitosan sebagai adsorben timbal Pb 2+ disebabkan karena adanya sifat-sifat kitosan yang dihubungkan dengan gugus amina dan hidroksil yang terikat sehingga menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation. Akibatnya kitosan dapat berperan sebagai penukar ion ion exchanger dan dapat berperan sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air limbah Adarsh, et al. 2014. Akan tetapi, dalam kondisi asam dengan adanya H + maka gugus amina akan mengalami protonasi membentuk NH 3 + sehingga menyebabkan beads kitosan larut. Oleh karena itu diperlukan pengikatan-silang untuk mengatasi terjadi reaksi protonasi gugus amina yang dapat mengganggu proses adsorpsi. Pada penelitian ini beads kitosan diikat-silang dengan glutaraldehid hingga membentuk gugus imina C=N. Adanya gugus imina akan menyebabkan gugus amina dari tidak mengalami protonasi dalam kondisi asam Bai, et al.2005 Universitas Sumatera Utara Pada gambar 4.16 terlihat bahwa daya serap beads kitosan menurun setelah diikat silang. Hal ini disebabkan karena dengan terikat silangnya gugus amina maka sifat polielektrolit kation dari gugus amina juga akan berkurang sehingga daya serap beads kitosan terikat silang lebih rendah dibandingkan dengan beads kitosan. Oleh karena itu, diperlukan MCC sebagai bahan pendukung yang juga dapat menyerap ion Pb 2+ . Dengan adanya gugus aktif karbonil CO dan hidroksil -OH dari MCC, maka daya serap dari beads kitosan terikat silang meningkat. Hal ini dapat dilihat pada kurva b gambar 4.16 bahwa daya serap beads kitosan terikat silang meningkat dengan adanya penambahan MCC. Adapun usulan reaksi pembentukan khelat timbal dengan beads dapat dilihat pada gambar 4.17 berikut : O CH 2 OH O H 2 N O O NH CH 2 OH HO H H O H 2 N CH 2 OH O CH 2 OH O NH O O O O Pb O O O CH 2 OH O H 2 N O O H 2 N CH 2 OH HO H H O HO Pb 2+ 4H + a Universitas Sumatera Utara O OH O O O OH O H O HO O OH O OH HO O OH O OH HO O O OH O O H 2 N O O NH 2 O OH O OH H 2 N O O N O O O H H H O O O H O O HO O O HO HO O HO O HO H H OH HO O N H O O O O H O H 2 N HO O NH 2 O HO O O H 2 N HO HO H HC HC CH 2 H 2 C CH 2 O H HO O O OH O O O OH O H O HO O OH O O HO O OH O OH HO OH O OH O O H 2 N O O NH O OH O OH H 2 N O O H 2 N O OH O H H H H H O HC HC CH 2 H 2 C CH 2 HC HC CH 2 H 2 C CH 2 HC HC CH 2 H 2 C CH 2 O O O Pb 2+ O O O O O OH O H O HO O OH O O HO O OH O OH HO O O OH O O H 2 N O O NH 2 O OH O OH H 2 N O O N O O O H H H H O O O H O O HO O O OH HO O HO O HO H H OH HO O N H O O O O H O H 2 N HO O NH 2 O HO O O H 2 N HO HO H HC HC CH 2 H 2 C CH 2 HO H HO O HC HC CH 2 H 2 C CH 2 HC HC CH 2 H 2 C CH 2 O O O O O OH O H O HO HO O OH O O OH O HO HO O O O O HN O O NH O O OH NH O O N O O O H O O O H O O HO O O HO HO O HO O HO H OH O N H O O O O H O NH HO O NH O O O HN O HC HC CH 2 H 2 C CH 2 O O O HC HC CH 2 H 2 C CH 2 HC HC CH 2 H 2 C CH 2 O Pb Pb Pb b Gambar 4.17 Pembentukan khelat timbal dengan a beads kitosan dan b beads kitosanMCC terikat silang Patrulea, et al. 2013 Universitas Sumatera Utara Penambahan mikrokristal selulosa dan pengikatan silang dengan glutaraldehid berpotensi untuk meningkatkan kinerja menyerap dan kestabilan dalam asam yang telah terbukti berdasarkan hasil uji adsorpsi dan uji swelling sebelumnya. Penambahan mikrokristal selulosa juga berpotensi untuk memperluas area permukaan pada beads kitosan yang dapat meningkatkan daya serap logam timbal Pb sesuai hasil adsorpsi yang diperoleh. Hal ini juga didukung oleh hasil SEM yang ditunjukkan pada penjelasan berikutnya.

4.2.3.6 Analisis Morfologi dengan SEM

Dalam penelitian ini uji SEM hanya dilakukan pada beads kitosan dan beads kitosan-MCC terikat silang dengan penambahan 0,3 g MCC untuk melihat bentuk permukaan beads kitosan dan beads kitosan-MCC terikat silang dengan perbesaran gambar mencakup 500x, 1000x dan 2000x. Adapun hasil SEM beads kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.18 berikut Gambar 4.18 SEM Beads Kitosan a perbesaran 500x b perbesaran 1000x c perbesaran 2000x a b c Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisis morfologi menggunakan SEM terlihat permukaan beads kitosan tersebut rata dan homogen, ini berarti kitosan larut sempurna. Pengujian SEM juga dilakukan pada beads kitosan-MCC terikat silang dengan perbandingan 7:3. Adapun hasil SEM beads kitosan-MCC terikat silang dengan penambahan 0,3 g mikrokristal selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.19 seperti berikut: Gambar 4.19 SEM Beads Kitosan-MCC terikat silang a perbesaran 500x b perbesaran 1000x c perbesaran 2000x Permukaan berbeda terlihat pada Gambar 4.19, beads kitosan dengan terikat silang penambahan mikrokristal selulosa terlihat jelas bercampur merata dan homogen. Pada permukaan beads kitosan-MCC terikat silang terlihat adanya serat berbentuk anyaman yang berasal dari MCC yang mengisi permukaan beads kitosan-MCC terikat silang dan terlihat adanya sejumlah pori-pori Adarsh, et al. 2014. Pori-pori ini dapat berpotensi untuk membantu menyerap logam timbal Pb. Mikrokristal selulosa MCC tersebar secara merata pada permukaan beads. b a c Universitas Sumatera Utara BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Mikrokristal selulosa MCC dari serbuk alang-alang dapat digunakan sebagai bahan pengisi dan penguat yang berfungsi untuk meningkatkan kinerja menyerap dari beads kitosan dan kitosan terikat silang. 2. Karakteristik beads kitosan-MCC yang diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Diameter beads yang paling besar adalah beads kitosan dan kitosan terikat silang dengan penambahan 0,3 g MCC dengan diameter 2,24 mm dan 1,75 mm. b. FT-IR beads kitosan-MCC menunjukkan bahwa di dalam beads hanya terdapat interaksi fisik yang dipengaruhi oleh adanya ikatan hidrogen O-H dari komponen kitosan dan MCC karena tidak terbentuk gugus baru dalam beads tersebut. Dan FT-IR beads kitosan-MCC terikat silang menunjukkan terbentuk gugus baru dalam beads yaitu COH. c. Swelling beads kitosan-MCC yang paling baik adalah beads kitosan terikat silang dengan penambahan 0,3 g MCC dengan swelling yaitu sebesar 10,1 dalam asam asetat 5, sebesar 8,7 dalam asam format 5, sebesar 7,8 dalam akuades dan sebesar 6,7 dalam NaOH 0,5 M. d. Derajat ikat silang paling rendah adalah beads kitosan terikat silang tanpa penambahan MCC yaitu sebesar 38,157. Sedangkan derajat ikat silang paling tinggi adalah beads kitosan terikat silang dengan penambahan 0,3 g MCC yaitu 54,257. Universitas Sumatera Utara e. Hasil analisis SEM beads kitosan-MCC terikat silang menunjukkan bahwa pada permukaan beads kitosan-MCC terikat silang terlihat adanya serat berbentuk anyaman yang berasal dari mikrokristal selulosa yang mengisi permukaan beads kitosan-MCC terikat silang dan terlihat adanya sejumlah pori-pori. Pori-pori pada permukaan beads kitosan-MCC terikat silang ini dapat berpotensi untuk membantu menyerap logam timbal Pb. Mikrokristal selulosa MCC tersebar secara merata pada permukaan beads kitosan-MCC terikat silang. f. Hasil analisis adsorpsi menggunakan AAS menunjukkan bahwa beads kitosan-MCC dan kitosan-MCC terikat silang dengan penambahan 0,3 g MCC mengalami penurunan kadar ion timbal Pb 2+ yang paling tinggi yaitu 97,366 dan 95,276.

5.2 SARAN

Dokumen yang terkait

STUDI DAYA SERAP FILM KITOSAN-MIKROKRISTAL SELULOSA ALANG-ALANG (IMPERATA CYLINDRICA) SEBAGAI ADSORBEN LOGAM KADMIUM (CD) MENGGUNAKAN METODE ADSORPSI-FILTRASI KOLOM.

0 9 29

Studi Daya Serap Film Kitosan–Mikrokristal Selulosa Alang–Alang (Imperata Cylindrica) Sebagai Adsorben Logam Kadmium (Cd) Menggunakan Metode Adsorpsi–Filtrasi Kolom

0 0 18

Studi Daya Serap Film Kitosan–Mikrokristal Selulosa Alang–Alang (Imperata Cylindrica) Sebagai Adsorben Logam Kadmium (Cd) Menggunakan Metode Adsorpsi–Filtrasi Kolom

0 0 2

Studi Daya Serap Film Kitosan–Mikrokristal Selulosa Alang–Alang (Imperata Cylindrica) Sebagai Adsorben Logam Kadmium (Cd) Menggunakan Metode Adsorpsi–Filtrasi Kolom

0 0 4

Penggunaan Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa Alang-Alang (Imperata cylindrica) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Timbal (Pb2+)

0 0 12

Penggunaan Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa Alang-Alang (Imperata cylindrica) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Timbal (Pb2+)

0 0 2

Penggunaan Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa Alang-Alang (Imperata cylindrica) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Timbal (Pb2+)

0 0 6

Penggunaan Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa Alang-Alang (Imperata cylindrica) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Timbal (Pb2+)

0 0 16

Penggunaan Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa Alang-Alang (Imperata cylindrica) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Timbal (Pb2+)

0 0 4

Penggunaan Beads Kitosan-Mikrokristal Selulosa Alang-Alang (Imperata cylindrica) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Timbal (Pb2+)

0 0 15