xxx 6
Dapat mencari kata-kata yang sama makna sinonim, yang berlawanan anonim dan kata-kata lain dengan variasi makna dan dapat
menggunakannya Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Tengah, 1994: 2. Dalam mencapai tujuan pendidikan bahasa dan susastra Jawa, kurikulum,
buku pelajaran, mediametode pengajaran, guru, lingkungan keluarga dan masyarakat, perpustakaan memegang peranan yang sangat penting. Kurikulum
harus dapat mengembangkan kreativitas guru dalam kegiatan belajar mengajar, isi dan penyajian buku pelajaran harus menarik serta menunjang pembinaan
keterampilan berbahasa dengan baik dan benar serta menyangkut pembinaan kemampuan memahami susastra bermutu, mediametode harus mampu
menumbuhkan interaksi guru dan siswa dengan baik sehingga pembelajaran akan efektif dan efisien.
2. Mata pelajaran Bahasa Jawa
Ada beberapa alasan mengapa bahasa daerah Jawa dirasakan masih perlu diajarkan di sekolah-sekolah khususnya SD.
a. Alasan secara yuridis adalah sebagaimana tercantum dalam UUD 1945,
khususnya penjelasan Pasal 36, ayat 2, disebutkan: ”Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh
rakyatnya dengan baik-baik misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura dan sebagainya bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh
negara. Bahasa-bahasa itupun merupakan sebagian dari kebudayaan.”
Di samping itu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 Nomor 20 Pasal 33 butir 2 menyatakan: ”Bahasa daerah dapat digunakan sebagai
xxxi bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan dasar dan sejauh diperlukan
dalam menyampaikan pengetahuan danatau keterampilan tertentu.” Hal tersebut di atas membuktikan bahwa pemerintah memberikan
penghormatan dan memberikan kesempatan kepada penutur-penutur bahasa daerah untuk memelihara bahasa daerahnya.
b. Alasan yang bersifat sosio-geografis
Secara kenyataan yang kita temui bahwa Bahasa Jawa acap kali digunakan tanpa mengenal situasi dan kondisi. Soeharno dkk. dalam A.M.
Slamet Suwandi 1991: 21 mengungkapkan, ”Kenyataan bahwa Bahasa Jawa masih dipakai dalam uraian yang bersifat keagamaan, politik, ekonomi, sosial,
senibudaya, ilmu pengetahuanteknologi, pertahanan dan keamanan nasional.” Dijelaskan juga ”bahasa daerah masih dirasakan sebagai lambang kebanggaan
daerah, alat penghubung intrasuku, alat pengembang dan pendukung kebudayaan daerah” Poedjosoedarmo, dkk. dalam A.M. Slamet Suwandi, 1991: 21.
c. Alasan paedagogis
Ada semacam kekhawatiran bahwa dengan memelihara bahasa daerah Jawa akan menghambat penguasaan bahasa nasional. Hal demikian mendorong
seorang peneliti Suwandi, 1989 meneliti benar tidaknya dugaan tersebut dengan populasi murid-murid SD se Kotamadya Yogyakarta dan dibuktikan bahwa 1
ada korelasi positif antara penguasaan Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia, bahkan 2 ada korelasi positif antara tingkat penguasaan Jawa-Indonesia dan
prestasi belajar mereka YSBJ ”Kanthil”, 1991: 22. Nuryanto dalam YSBJ Kanthil 1991: 22 mengemukakan tentang sikap-
sikap guru SDSMTPSMTA di Yogyakarta dan Sleman terhadap referensi
xxxii pengaruh negatif Bahasa Jawa ke dalam penggunaan Bahasa Indonesia, ”makin
lama pendidikan formal Bahasa Jawa berarti makin tinggi penguasaan Bahasa Jawa mereka, bukannya menyebabkan mereka cenderung untuk bersikap positif
terhadap penggunaan unsur-unsur Bahasa Jawa pada penggunaan Bahasa Indonesia.”
Hal ini membuktikan bahwa penghayatan yang makin mantap akan sistem Bahasa Jawa, dan secara implisit juga konsep-konsep sosial-budaya Jawa,
bukan menimbulkan kecenderungan untuk menerapkan unsur-unsur Bahasa Jawa dalam penggunaan Bahasa Indonesia. Dengan kata lain penghayatan yang makin
mantap atas sistemstruktur Bahasa Jawa dan konsepsi sosial budaya Jawa tidaklah mengurangi loyalitas terhadap kaidah-kaidah Bahasa Indonesia dan juga
konsep-konsep sosial budaya nasional Indonesia. Dilihat dari mata pelajaran yang diajarkan di SD, mata pelajaran Bahasa
Jawa termasuk dalam kelompok muatan lokal. Mata pelajaran muatan lokal merupakan suatu wahana untuk menyajikan sejumlah bahan pelajaran yang
ditetapkan dan dikembangkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan alam, sosial dan budaya. Bahan pelajaran itu dapat diorganisasikan
dalam berbagai mata pelajaran yang berada dalam naungan muatan lokal, misalnya: mata pelajaran bahasa Daerah Jawa, bahasa Inggris, keterampilan
dan kerajinan serta adat istiadat Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Tengah, 1994:12.
Ruang lingkup pembelajaran Bahasa Jawa meliputi penguasaan kebahasaan, kemampuan memahami, mengapresiasi sastra, dan kemampuan menggunakan
Bahasa Jawa.
xxxiii Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam pembelajaran Bahasa Jawa adalah:
a. Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar komunikasi, oleh karena itu
pembelajaran Bahasa Jawa diarahkan pada kemampuan siswa berkomunikasi dengan Bahasa Jawa baik lisan maupun tertulis
b. Pembelajaran Bahasa Jawa perlu memperhatikan prinsip-prinsip dari yang
mudah ke yang sukar, dan hal-hal yang dekat ke hal-hal yang jauh, dari yang sederhana ke yang rumit, dari yang sudah diketahui ke hal-hal yang belum
diketahui, dari yang kongkrit ke yang abstrak c.
Pembelajaran Bahasa Jawa diarahkan untuk mempertajam kepekaan siswa: informasi lugaslangsung ke arah secara terselubungtidak langsung
d. Pembelajaran Bahasa Jawa mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca
dan menulis dengan porsi yang seimbang dan terpadu, serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis Kanwil Depdikbud, 1994: 3.
Secara garis besar materi mata pelajaran Bahasa Jawa di sekolah dasar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: Kawruh Basa, Parama Sastra, dan
SusatraKasusatraan, dengan keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri
Depdikbud Prop. Jateng, 2007: 7. Muatan lokal berfungsi memberikan peluang untuk mengembangkan
kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Satuan
xxxiv pendidikan dapat menambah mata pelajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dan
ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional Lampiran I Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 060U1993, tanggal 25 Pebruari 1993. Lebih jelasnya dapat dilihat tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1 Daftar Mata Pelajaran yang Diajarkan di SD Kelas dan Alokasi Waktu