2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dysmenorrhea
Menurut Prawirohardjo 1999, ada beberapa faktor diduga berperan
dalam timbulnya dysmenorrhea yaitu: 2.3.1 Faktor psikis
Pada wanita yang secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea primer mudah terjadi. Kondisi tubuh erat kaitannya dengan faktor psikis, faktor ini
dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Seringkali segera setelah perkawinan dysmenorrhea hilang, dan jarang sekali dysmenorrhea menetap
setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut perkawinan dan melahirkan membawa perubahan fisiologis pada genitalia maupun perubahan
psikis. Disamping itu, psikoterapi terkadang mampu menghilangkan dysmenorrhea primer.
2.3.2 Vasopresin
Kadar vasopresin pada wanita dengan dysmenorrhea primer sangat tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa dysmenorrhea. Pemberian vasopresin
pada saat menstruasi menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran darah pada uterus, dan menimbulkan nyeri. Namun, peranan pasti
vasopresin dalam mekanisme terjadinya dysmenorrhea masih belum jelas.
2.3.3 Prostaglandin
Penelitian pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa prostaglandin memegang peranan penting dalam terjadinya dysmenorrhea.
Prostaglandin yang berperan di sini yaitu prostaglandin E2 PGE2 dan F2α PGF2α. Pelepasan prostaglandin di induksi oleh adanya lisis endometrium dan
Universitas Sumatera Utara
rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim. Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut saraf terminal rangsang nyeri.
Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intrauterus hingga 400 mmHg dan
menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah,
sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke
dalam peredaran darah, maka selain dysmenorrhea timbul pula diare, mual, dan muntah.
2.3.4 Faktor hormonal
Umumnya kejang atau kram yang terjadi pada dysmenorrhea primer dianggap terjadi akibat kontraksi uterus yang berlebihan. Tetapi teori ini tidak
menerangkan mengapa dysmenorrhea tidak terjadi pada perdarahan disfungsi anovulatoar, yang biasanya disertai tingginya kadar estrogen tanpa adanya
progesteron. Kadar progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya PGF2α dalam jumlah banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus
luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator
dalam sintesis prostaglandin melalui perubahan fosfolipid menjadi asam archidonat. Peningkatan prostaglandin pada endometrium yang mengikuti
turunnya kadar progesteron pada fase luteal akhir menyebabkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Faktor Resiko Dysmenorrhea