Analgetika narkotik Analgetika non narkotika

1. Analgetika narkotik

Analgetika narkotik, kini disebut juga opioida = mirip opiat, adalah zat yang bekerja terhadap reseptor opiod khas di SSP, hingga persepsi nyeri dan respons emosional terhadap nyeri berubah dikurangi Tjay dan Rahardja, 2002. Analgetika kuat diindikasi pada kondisi nyeri yang sangat kuat yang jika tidak, tak cukup untuk dipengaruhi. Di sini terutama nyeri akibat kecelakaan, nyeri setelah operasi, dan nyeri tumor Mutschler, 1986.

2. Analgetika non narkotika

Analgetika jenis ini, yang juga disebut analgetika yang bekerja perifer atau ‘kecil’, memiliki spektrum kerja farmakologi yang mirip walaupun struktur kimianya berbeda. Di samping kerja analgetika, senyawa-senyawa ini menunjukkan kerja antipiretika dan juga komponen kerja antiflogistika dengan kekecualian turunan asetilanilida. Sebaliknya senyawa-senyawa ini tidak mempunyai sifat-sifat psikotropik dan sifat sedasi dari hipnoanalgetika. Akibat spektrum kerja ini, pemakaian luas dan karena itu termasuk pada bahan-bahan obat yang paling banyak digunakan Mutschler, 1986. Istilah ‘analgetika berkhasiat lemah’ tidak benar untuk sifat-sifat dari kelompok obat ini karena beberapa senyawa ini memiliki efek analgetik lebih kuat jika dibandingkan hipnoanalgetika lemah. Walaupun demikian, untuk membedakan dari hipnoanalgetika, pengertian ini telah diambil Mutschler, 1986. Obat ini mampu meringankan atau menghalau rasa nyeri, tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan atau antiradang. Oleh karena itu, obat ini tidak hanya digunakan sebagai obat antinyeri, melainkan juga pada gangguan demam infeksi viruskuman, selesma, pilek dan peradangan, seperti rema dan encok. Obat ini banyak digunakan pada nyeri ringan sampai sedang, yang penyebabnya beraneka ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau sendi rema dan encok, perut, nyeri haid dysmenorroe, nyeri akibat benturan, atau kecelakaan trauma Tjay dan Rahardja, 2002. Obat analgetika antipiretika serta obat anti-inflamasi nonsteroid AINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin Wilmana, 1995. Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini memberi penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin PG Wilmana, 1995. Untuk mengerti kerja dan efek samping analgetika berkhasiat lemah, penemuan Vane bahwa senyawa ini bekerja mempengaruhi proses sintesis prostaglandin terbukti bermanfaat. Senyawa-senyawa ini menghambat sistem siklooksigenase yang menyebabkan asam arakhidonat dan asam-asam C 20 tak jenuh lain menjadi endoperoksida siklik. Endoperoksida siklik merupakan prazat dari prostaglandin, serta prazat dari tromboksan A 2 dan prostasiklin Mutschler, 1986. Perombakan asam arakidonat dapat dilihat pada gambar 11. Gangguan membran sel Fosfolipida Asam arakhidonat Lyso-glyseril fosforilkolin PAF leukotrien prostaglandin tromboksan prostasiklin Vasodilatasi, kemotaksis Penghambat lipoksigenase OAINS Rangsangan Antagonis PAF Lipooksigenase siklooksigenase Fosfolipase A 2 Glukokortikoid menginduksi terbentuknya lipocortin mediator nyeri nyeri Gambar 11. Perombakan Asam Arakhidonat Rang, et al, 2003 Keterangan: : menghambat : proses pembentukan Kerusakan sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput membran sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim liposomal, arachidonic acid kemudian dilepaskan dari persenyawaan-persenyawaan terdahulu, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dan berbagai eicosanoid disintesis. Pada jalur cyclooxygenase COX dari metabolisme arakhidonat menghasilkan prostaglandin-prostaglandin, yang mempunyai berbagai efek pada pembuluh darah, ujung saraf, dan pada sel-sel yang terlibat dalam inflamasi. Penemuan isoform-isoform COX COX-1 dan COX-2 menjurus pada konsep bahwa isoform COX-1 yang konstitutif cenderung menjadi homeostatis dalam fungsinya, sedangkan COX-2 diinduksi selama inflamasi dan digunakan untuk memfasilitasi respons inflamasi Katzung, 2002. Jalur lipoxygenase dari metabolisme arakhidonat menghasilkan leukotrine yang mempunyai efek kemotaksis yang kuat pada eosinofil, neutrofil, dan makrofag serta meningkatkan bronkokonstriksi dan perubahan-perubahan dalam permeabilitas dalam pembuluh darah Katzung, 2002.

F. Asetosal