97 masyarakat Eropa menolak kehadiran PRG di negara mereka, akan tetapi hasil
dari survey yang mereka lakukan, memperlihatkan hasil bahwa sebanyak 35 responden sama sekali tidak mau membeli produk yang merupakan PRG,
sedangkan 42 menyatakan kesediaan mereka membeli PRG dengan syarat harganya lebih murah dibandingkan dengan produk konvensional. Sisanya 23
menyatakan tidak tahu Tietenberg Lewis 2010. Survei ini dilaksanakan setelah dilakukan sosialisasi dengan memberi informasi ilmiah mengenai PRG
dengan teknologi rekombinan DNA dalam merakit PRG berdasarkan sifat-sifat tertentu yang diintroduksi. Hasil survei menggambarkan bahwa peran informasi
terhadap cara pandang seseorang dapat mempengaruhi perubahan sikap dalam menentukan pilihan.
Diharapkan nilai keberlanjutan untuk dimensi sosial kemasyarakatan dapat ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi dan pendidikan mengenai PRG
berdasarkan informasi yang bersifat ilmiah dan terbuka. Di Indonesia telah tersedia
pusat informasi
terkait PRG
dalam bentuk
situs web
www.indonesiabch.org atau Balai Kliring Keamanan Hayati BKKH. Akan
tetapi sejauh ini, belum banyak masyarakat yang memanfaatkan dan mengakses situs ini sebagai salah satu sumber informasi tentang PRG. Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil forum diskusi dan pengambilan keputusan pada saat PRG akan dilepas atau dikomersialkan oleh pemerintah, yang mengharuskan
keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan sebelum pelepasan atau komersialisasi PRG yang merupakan implementasi PP 212005. Keikutsertaan
masyarakat dalam pengambilan keputusan terhadap rencana pelepasan PRG masih sangat sedikit, bahkan tidak ada sama sekali yang memberikan pendapat atau
saran terkait dengan hal rencana pemerintah untuk melepas PRG www.indonesiabch.org
. 2011. Di dalam salah satu kajian yang pernah dilakukan oleh Adiwibowo et al. 2005, disebutkan bahwa partisipasi masyarakat dan
keikutsertaan masyarakat dalam konsultasi publik untuk pemanfaatan PRG seharusnya menjadi prioritas, tetapi kegiatan ini masih menjadi hambatan yang
belum dapat diselesaikan. Oleh karena itu pelaksanaan sosialisasi yang intens melalui berbagai media cetak atau elektronik mengenai manfaat dan risiko PRG
secara sederhana dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan masyarakat
98 mendesak untuk segera dilaksanakan. Diperlukan komitmen yang berkelanjutan
terhadap penyediaan informasi yang mudah diakses serta sumber daya manusia yang memiliki kemampuan terutama di bidang keamanan hayati tanaman PRG.
Gambar 9. Hasil analisis leverage dimensi sosial pengelolaan PRG
4. Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi
Analisis keberlanjutan pemanfaatan Padi Bt PRG dari dimensi teknologi telah dilakukan dengan mempelajari kasus-kasus dalam pengembangan PRG di
Indonesia. Selanjutnya atribut-atribut tersebut dinilai pakar sesuai dengan perkembangan di bidang teknologi rekayasa genetik. Terdapat empat atribut yang
menjadi bahan kajian yaitu: 1 Jumlah PRG yang telah dilepas atau dikomersialisasikan, 2 Jumlah SDM yang memiliki kemampuan dalam
melakukan riset rekombinan DNA, 3 Kemampuan capacity building dalam melakukan pengujian dan pengkajian keamanan hayati, 4 Kemampuan SDM
dalam melakukan riset rekombinan DNA. Kajian bidang teknologi melengkapi kajian ekologi, ekonomi dan sosial
yang dapat menentukan keberlanjutan pemanfaatan PRG. Sebagai hasil teknologi baru, pengembangan PRG memerlukan kemampuan penguasaan teknologi baik
dalam pengembangan, pengujian, pengkajian dan pengelolaan risiko, terutama
99 terhadap kemungkinan dampaknya pada lingkungan dan kesehatan manusia.
Kemampuan dan jumlah SDM yang belum memadai, merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan tanaman PRG. Indikasinya dapat dilihat dari
jumlah PRG yang dapat dihasilkan oleh Litbang sendiri yang sangat terbatas. Sejak kegiatan pengembangan PRG dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1990-
an sampai tahun 2012, hanya satu PRG yang dapat dilepas dan dinyatakan aman lingkungan dan aman pangan yaitu tanaman tebu toleran kekeringan event NXI-
1T, NXI-4T dan NXI-6T, yang dihasilkan oleh Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara XI PTPN XI di Jawa Timur Laporan KKH PRG 2012. Menurut
hasil penelitian Bahagiawati et al. 2003, selain faktor teknologi, terdapat faktor pembiayaan yang menjadi hambatan dalam pengembangan PRG di Indonesia.
Selanjutnya ditambahkan oleh Bahagiawati et al. 2008, bahwa pembiayaan penelitian bidang bioteknologi belum menjadi prioritas utama pemerintah.
Berdasarkan hasil analisis Rap-PRG pada dimensi teknologi, diperoleh
nilai indeks keberlanjutan sebesar 46.71 berarti dengan status kurang berkelanjutan
karena nilainya berada antara 25.01-50.00. Hasil analisis
keberlanjutan dimensi teknologi disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi pengelolaan PRG
100 Kondisi
kurang berkelanjutan
untuk dimensi
teknologi, akan
mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan PRG di Indonesia, oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dan intervensi terhadap atribut-atribut pengungkit, supaya
indeks keberlanjutan dapat ditingkatkan. Selain jumlah PRG yang dapat dihasilkan sendiri, terdapat faktor keterbatasan kemampuan dalam melakukan
riset di bidang rekayasa genetik RMS=2.68. Atribut ini perlu diperbaiki dengan memacu dan meningkatkan kemampuan dalam menguasai teknologi tersebut
melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Sugandhy Hakim 2009 menyatakan bahwa salah satu strategi dan kegiatan yang harus dilakukan dalam
pengembangan teknologi pembangunan berkelanjutan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mengembangkan pusat-pusat penelitian,
meningkatkan kerja sama antara instansi yang terkait dalam merumuskan kebijakan,
membuat perumusan
dan pengembangan
kebijakan dalam
mengantisipasi dampak kerusakan terhadap lingkungan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan yang sesuai dengan nilai-nilai
yang berlaku di Indonesia. Di dalam PP 212005 khususnya pasal 3 dijelaskan bahwa pengaturan keamanan hayati di Indonesia, untuk PRG menggunakan
pendekatan kehati-hatian dalam rangka mewujudkan keamanan lingkungan, keamanan pangan danatau keamanan pakan yang berdasarkan pada metode
ilmiah yang sahih dengan mempertimbangkan kaidah agama, etika, sosial budaya dan estetika.