Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi

90 PRG merupakan atribut yang sangat berpengaruh terhadap atribut-atribut lainnya dengan nilai root mean square change RMS lebih dari 10 10.21. Pertimbangan terjadinya transfer material genetik dari tanaman PRG kepada tanaman non-PRG menjadi perhatian khusus pakar dalam keamanan lingkungan, meskipun secara konvensional persilangan dapat terjadi pada kondisi alami dengan beberapa persyaratan seperti kompatibalitas diantara tanaman yang berdekatan, dan juga viabilitas dari serbuk sari yang pindah Harst et al. 2009. Gambar 5. Hasil analisis leverage dimensi ekologi pengelolaan PRG Demikian juga dengan pengaruh Padi Bt PRG terhadap lingkungan terutama organisme perairan dan serangga non target potensial RMS= 4.45. Dari hasil penelitian LUT yang pernah dilakukan oleh Puslit Bioteknologi LIPI terhadap serangga non target, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan populasi serangga non target dan musuh alami di lahan penanaman Padi Bt PRG dengan lahan Padi non PRG di wilayah penelitian Kabupaten Subang Deswina et al. 2009 dan Kabupaten Karawang Mulyaningsih et al. 2010. Faktor pengungkit selanjutnya adalah potensi tanaman PRG menjadi gulma RMS=3.65. Kekhawatiran sebagian masyarakat terhadap munculnya kemungkinan tanaman 91 PRG menjadi gulma weediness atau menguasaimenginvasi suatu areal pertanian invasiveness merupakan isu yang cukup penting. Isu ini menjadi semakin menarik dengan dikembangkannya tanaman yang toleran terhadap tekanan abiotik abiotic stress tolerance, karena kemampuan bertahan hidup dari tanaman PRG tersebut menjadi semakin baik terhadap tekanan lingkungan. Pada kenyataannya tanaman yang diintroduksi dengan sifat baru tidak boleh memiliki perbedaan dengan tanaman asal sejenis. Apabila tanaman asal, sebelum diintroduksi dengan sifat tertentu tidak memiliki sifat weediness dan invasiveness, maka tanaman PRG juga akan memiliki sifat yang sama dan setara. Kesamaan sifat ini dapat dibuktikan dengan pola pertumbuhan seperti lamanya dormansi benih dan sifat- sifat agronomis lainnya. Raybould 2011. Faktor pengungkit selanjutnya yang dapat mempengaruhi indeks keberlanjutan adalah keamanan PRG terhadap kesehatan manusia RMS=3.50. Pengaruh terhadap kesehatan manusia merupakan pertimbangan utama yang harus diperhatikan, karena merupakan persyaratan utama dalam keamanan pangan PRG, dan sangat sensitif terhadap perubahan indeks keberlanjutan PRG.

2. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi

Keberlanjutan pemanfaatan Padi Bt PRG ditinjau dari dimensi ekonomi menggunakan studi ex ante dengan menyusun tujuh atribut utama yaitu: 1 Kesejahteraan petani, 2 Jumlah tenaga kerja, 3 Tingkat ketergantungan petani, 4 Harga jual benih PRG, 5 Peningkatan pendapatan petani, 6 Berkurangnya biaya dalam produksi karena berkurangnya biaya saprotan, 7 Stabilitas produksi. Kajian terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi perlu diperhatikan sebagai bahan untuk membuat kebijakan pengelolaan, karena langsung berhubungan dengan masyarakat. Nilai skor yang ditetapkan untuk setiap atribut berdasarkan pada survei terhadap kondisi di lapangan dan wawancara langsung. Berdasarkan hasil analisis Rap-PRG diperoleh bahwa nilai indeks keberlanjutan dari dimensi ekonomi sebesar 69.29 berarti cukup berkelanjutan karena terletak diantara 50.01-75.00. Hasil analisis keberlanjutan dimensi ekonomi disajikan pada Gambar 6. 92 Gambar 6. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi pengelolaan PRG Berdasarkan nilai indeks keberlanjutan ini berarti bahwa secara ekonomi, pengelolaan dan pemanfaatan Padi Bt PRG masih tergolong berkelanjutan, meskipun terdapat biaya pengembangan teknologi yang cukup tinggi. Diharapkan manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk investasi teknologi. Dari hasil analisis leverage yang disajikan pada Gambar 7, diperoleh lima atribut yang sensitif terhadap indeks keberlanjutan dimensi ekonomi yaitu: 1 Tingkat ketergantungan petani terhadap benih PRG RMS=9.49, 2 Harga beli benih PRG yang terjangkau RMS = 6.45, 3 Peningkatan pendapatan petani RMS = 5.13, Stabilitas produksi RMS=4.25 dan berkurangnya biaya produksi 4.00. Tingkat ketergantungan petani terhadap benih PRG memperoleh nilai leverage yang paling tinggi diantara atribut lainnya. Dalam hal ini adalah ketergantungan petani terhadap Padi Bt hibrida, jika Padi Bt ini telah memperoleh status keamanan hayati, akan disilangkan kembali dengan tanaman padi hibrida yang dapat berproduksi tinggi. Benih padi hibrida hanya dapat mempertahankan keunggulannya pada generasi kesatu, selanjutnya harus membeli benih dengan kualitas yang sama dengan benih asal. Kekhawatiran akan terjadinya 93 ketergantungan terhadap benih Padi Bt hibrida menjadi pertimbangan utama, seperti halnya benih tanaman hibrida yang tidak dapat diperbanyak atau ditangkar oleh petani secara mandiri. Sebaliknya untuk benih PRG, dapat diperbanyak dengan kualitas yang sama dengan benih induk, karena kestabilan sifat yang diintroduksi pada tanaman PRG menjadi persyaratan sebelum tanaman dilepas atau dikomersialisasikan Herman 2009. Kurangnya tingkat pengetahuan di kalangan petani menjadi salah satu hambatan dalam pengembangan benih tanaman PRG. Biaya pengembangan teknologi tanaman PRG sangat besar, sehingga diperlukan pengaturan dan pengakuan terhadap kepemilikan teknologi tersebut. Berbeda dengan benih hibrida, kestabilan sifat yang diintroduksi pada tanaman PRG, merupakan keharusan dan dapat dibuktikan berdasarkan pengujian laboratorium. Pada pengkajian risiko tanaman PRG harus dapat dibuktikan bahwa gen yang diintroduksi kepada tanaman telah memenuhi persyaratan keamanan hayati berdasarkan peraturan di negara tempat tanaman PRG akan dilepas dan dikomersialisasikan Newell Mackenzie 2000. Dalam penetapan harga jual benih PRG, akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga benih tanaman konvensional. Oleh karena itu faktor harga yang terjangkau menjadi atribut pengungkit yang sensitif dalam kajian dimensi ekonomi. Diperlukan intervensi seperti pemahaman yang baik kepada petani sehingga diperoleh manfaat dari penggunaan benih tanaman PRG ini. Berdasarkan hasil survei di lapangan, kebanyakan petani tidak keberatan dengan harga yang lebih mahal, tetapi dengan jaminan produksi lebih baik dibandingkan dengan produk konvensional. Petani lebih mengutamakan keuntungan secara ekonomi bila dibandingkan dengan biaya pengelolaan. Kenyataan ini menjadi tantangan bagi pengembang teknologi, agar tanaman PRG yang dikembangkan benar-benar mencapai sasaran, sehingga biaya pengelolaan dapat ditekan sesuai dengan sifat tanaman yang diintroduksi, sehingga manfaat dapat lebih optimal. Jika produksi meningkat, akan terjadi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan. Jika kondisi ini tidak tercapai, maka pengembangan teknologi untuk tanaman PRG akan mengalami hambatan. Faktor pengungkit selanjutnya adalah peningkatan pendapatan petani dengan menggunakan benih PRG yang memperoleh nilai 51,3. Masih