Environmental Safety Study for Policy Formulation of Genetically Engineered Products (Case Study of Bt Rice)

(1)

STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK

FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA

GENETIK (STUDI KASUS PADI Bt PRG)

PUSPITA DESWINA

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi judul “STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK (STUDI KASUS PADI Bt PRG)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2014

Puspita Deswina NRP P062090101


(3)

ABSTRACT

PUSPITA DESWINA, Environmental Safety Study for Policy Formulation of Genetically Engineered Products (Case Study of Bt Rice). Supervised by RIZAL SYARIEF, LATIEF M. RACHMAN and M. HERMAN.

Sustainable development in agriculture needs to be strengthened by doing technological innovation. One of the advances that have been achieved to improve the quality and quantity of rice production is the carrying out of Bt rice resistant to stem borer attack. Before being released or commercialized, genetically engineered Bt rice plant must meet the biosafety requirements like food, environmental and/or feed safety. It takes a considerable cost for the development of Genetic Engineered Plant (GEP) technology, including biosafety testing of GEP after being generated. The objective of this research is the study of environmental safety to make the analysis of the policy strategy of sustainable GEP management especially Bt rice containing gene CryIA(b). Environmental safety testing has been conducted in a limited field trials since 2003 to 2007. The test results data of the impact on non- target pests and natural enemies as well as testing gene flow derived, become the composisitions in making environmental safety assessment of GEP crop. In formulating the management policies of Bt rice, instead of the environmental safety assessment only; the analysis of financial sustainability with social aspects of community; the analysis sustainability multidimensional and regulations assessment; laws of legislation and related institutions based on decision-making method; were also made. Based on the results of environmental safety testing, it turns out there was no difference in the number of non- target insect and natural enemies populations in Bt Rice and non- GE rice’s cropping land. From the selection results of hygromycin and PCR analysis of non- GE rice first generation (T0), there was no intersection between Bt Rice to non- GE rice on 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13 and 15 treatment spacing from Bt rice plants. Financial feasibility of Bt rice farming business was moderate to be continued. Sustainability analysis of multidimensional GEP management policy was around 58.99 % which is quite sustainable. The role of regulations and laws of legislation based on institutions; is crucial to the success of GEP crop introductions. The research was conducted in the laboratory of the Research Center for Biotechnology, LIPI and field surveys at four locations in Cianjur , Sukabumi , Karawang and Subang; being started in January 2012 until May 2013. The research methods are descriptive methods, partial budget analysis, MDS (Multidimensional Scaling), AHP (Analytical Hierarchy Process), ISM (Interpretative Structural Modeling) and content analysis.

Keywords: environmental safety of GEP, Bt Rice, gene flow, policy formulation of Bt Rice, GEPs management


(4)

iv FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK (STUDI KASUS PADI Bt PRG). Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF, LATIEF M. RACHMAN dan M. HERMAN

Pertambahan jumlah penduduk, terutama di negara-negara berkembang diperkirakan terus meningkat pesat. Di dunia, Indonesia menempati urutan nomor empat terpadat setelah China, India dan Amerika. Indonesia harus terus mengupayakan berbagai alternatif pengadaan pangan agar dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional. Konsumsi rata-rata per kapita masyarakat Indonesia terhadap kebutuhan beras sebesar 139 kg per orang per tahun atau 0.38 kg beras per hari per orang. Secara nasional angka tersebut menjadi 100 ribu ton per hari, jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara pengkonsumsi beras terbesar di dunia.

Masalah serangan hama masih menjadi kendala utama dalam peningkatan produksi padi. Kerugian yang diakibatkan oleh serangga hama, dapat menyebabkan penurunan produksi padi dari 5 – 10% dari total produksi padi di Asia. Serangan hama penggerek batang bisa menyebabkan kerugian sampai 20%. Usaha pengendalian dengan penyemprotan insektisida untuk hama penggerek batang kurang efektif, karena serangga ini hidup dan berkembang di dalam batang tanaman padi, sehingga waktu kontak dengan insektisida sangat terbatas. Sehubungan dengan masalah tersebut maka salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah inovasi teknologi dengan menerapkan teknik rekayasa genetik untuk mengembangkan tanaman tahan hama. Sumber gen untuk sifat ketahanan terhadap hama tidak terdapat pada tanaman itu sendiri, sehingga diperlukan organisme lain sebagai sumber gen ketahanan seperti bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) yang bersifat toksik terhadap serangga-serangga spesifik. Melalui teknologi rekayasa genetik telah dihasilkan tanaman Padi Bt hasil rekayasa genetik yang terbukti tahan terhadap hama penggerek batang kuning (Scircophaga incertulas). Tanaman Padi Bt memberikan harapan terhadap perbaikan kondisi lingkungan akibat penggunaan insektisida secara terus menerus.

Kesepakatan dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Biodiversity) di Montreal tahun 1994, dituangkan konsep Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (PRG), mewajibkan setiap negara yang menandatanganinya untuk membuat peraturan dan pedoman bagi PRG sebelum dimanfaatkan atau dilepas ke lingkungan. Pengkajian risiko keamanan lingkungan merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan terhadap kelayakan pemanfaatan tanaman PRG. Kekhawatiran sebagian masyarakat akan kemungkinan dampak negatifnya terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati berdasarkan hasil kajian ini, tidak terbukti, meskipun kegiatan komunikasi risiko kepada petani pengguna belum berjalan intensif sesuai dengan kesepakatan global dalam Protokol Cartagena. Kajian keamanan lingkungan tanaman PRG meliputi kemungkinan dampaknya terhadap organisme yang berada di atas permukaan tanah, pada permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah. Target pengujian lebih


(5)

diutamakan kepada organisme potensial yang paling terkait dengan sifat yang diintroduksikan pada tanaman. Pada kasus Padi Bt telah dilakukan pengujian dampak terhadap serangga non target termasuk musuh alami. Selain itu, pengujian keamanan lingkungan juga meliputi kemungkinan terjadinya perpindahan material genetik dari tanaman PRG kepada tanaman non PRG yang diuji pada tanaman generasi kesatu (T0).

Penelitian dan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG, yang membawa sifat protein Bt harus dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap organisme non target, seperti musuh alami, predator dan parasitoid. Pengetahuan terhadap sifat agronomis (familiarity) tanaman Padi Bt harus dipahami sebelum melakukan kajian risiko, karena berhubungan dengan dampak ekologis terhadap tanaman lain, kerabat liar serta interaksi dan pengaruhnya pada keanekaragaman hayati, ekosistem atau organisme tanah. Prinsip kehati-hatian (precautionary approach) berdasarkan kasus per kasus perlu dilakukan dalam pengaturan dan pengelolaan PRG supaya tidak terjadi dampak yang merugikan terhadap manusia, hewan dan lingkungan. Diperlukan suatu kajian yang bersifat holistik dan sistemik terkait dengan kebijakan pengelolaan tanaman PRG, sehingga diperoleh rekomendasi kebijakan pengelolaan untuk perencanaan pembangunan pertanian berkelanjutan.

Dalam menyusun formulasi kebijakan pengelolaan Padi Bt, telah dilakukan kajian keamanan lingkungan, analisis keberlanjutan finansial dengan aspek sosial kemasyarakatan, analisis keberlanjutan multidimensi serta kajian peraturan dan perundang-undangan terkait, berdasarkan metode pengambilan keputusan. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Puslit Bioteknologi, LIPI dan survei lapangan di empat lokasi Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Karawang dan Subang, dimulai bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2013. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif, analisis anggaran parsial (partial budget analysis), MDS (Multidimensional Scaling), AHP (Analytical Hierarchy Process), ISM (Interpretative Structural Modelling) dan analisis isi (content analysis). Data yang dikumpulkan berupa data primer terhadap tanaman generasi kesatu (T0) hasil pengujian keamanan lingkungan terhadap kemungkinan terjadinya persilangan (crossing) dari Padi Bt kepada Padi non PRG di Lapangan Uji Terbatas (LUT) yang telah dilakukan sebelumnya oleh Puslit Penelitian Bioteknologi LIPI. Pengujian dilakukan dengan uji higromisin dan analisis PCR (Polymerase Chain Reaction) di Laboratorium dan Rumah Kaca Fasilitas Uji Terbatas (FUT). Data primer lainnya diperoleh melalui survei lapangan dan wawancara dengan pakar terkait. Data sekunder dikumpulkan dari hasil studi literatur, media elektronik dan data-data dari hasil pengujian keamanan lingkungan terhadap serangga non target dan musuh alami dari Puslit Bioteknologi LIPI yang dijadikan sebagai bahan kajian keamanan lingkungan dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil pengujian keamanan lingkungan yang telah dilakukan oleh Puslit Bioteknologi LIPI terhadap serangga non target dan musuh alami di pertanaman Padi Bt, ternyata tidak terdapat perbedaan jumlah populasi di lahan Padi Bt dan lahan Padi non-PRG. Tetapi berdasarkan kajian keamanan lingkungan yang pernah dilakukan pada tanaman Bt yang lain, perlu dibuat kategori dan daftar spesies serangga non target berdasarkan fungsi ekologis serta menyusunnya berdasarkan prioritas potensi dalam menimbulkan efek samping sebelum


(6)

vi belum dilaksanakan, tetapi dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh negatif penanaman Padi Bt terhadap keberadaan serangga non-target yang terdapat di lapangan uji terbatas. Hasil pengujian keamanan lingkungan terhadap empat kultivar Padi non-PRG (Rojolele, Rojolele KA, Ciherang dan Pandan Wangi) generasi kesatu (T0), tidak terdapat gen Cry IA(b) pada semua semaian benih padi yang diuji untuk semua perlakuan jarak 1,2,3,5,7,9,11,13 dan 15 meter dari tanaman Padi Bt. Pengujian dilakukan menggunakan seleksi higromisin dan analisis PCR.

Kelayakan finansial usahatani Padi Bt dilakukan melalui analisis terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akibat penggunaan teknologi dalam pengembangan tanaman PRG. Metode yang paling sesuai untuk membuat analisis kelayakan usaha adalah analisis anggaran parsial yang dapat dipakai untuk mengetahui apakah usahatani Padi Bt terkategori layak atau tidak untuk dilanjutkan. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh hasil selisih ratio manfaat dan biaya (B/C ratio) lebih besar dari satu, berarti usahatani Padi Bt termasuk kategori layak untuk dilanjutkan.

Analisis keberlanjutan kebijakan pengelolaan PRG, untuk multidimensi menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan multidimensional sebesar 58.99% yang tergolong cukup berkelanjutan. Indeks dan status keberlanjutan masing-masing dimensi adalah dimensi ekologi 73,02% (cukup berkelanjutan), dimensi ekonomi 69,30% (cukup berkelanjutan), dimensi sosial 51,22% (cukup berkelanjutan); dimensi teknologi (46,71%) dan dimensi hukum kelembagaan (54,74%). terdapat 15 faktor pengungkit yang sifatnya dapat diintervensi kearah perbaikan maupun dapat dipertahankan.

Peraturan perundang-undangan dan kelembagaan mempunyai peran penting dalam keberhasilan introduksi PRG. Dari hasil pengambilan keputusan strategi kebijakan pengelolaan PRG, telah diidentifikasi dua belas (12) elemen dalam menentukan alternatif kebijakan yaitu tujuan, faktor, kriteria dan alternatif kebijakan. Lembaga yang paling berperan adalah BPOM, KLH dan Kementan, sedangkan faktor kendala yang ditemukan terdiri dari sepuluh sub elemen dengan elemen kunci adalah keterbatasan sumber daya manusia dalam melakukan pengujian keamanan hayati serta penyelesaian pembuatan pedoman teknis untuk pengujian keamanan hayati. Hasil penelitian studi keamanan lingkungan dengan mengambil studi kasus Padi Bt diharapkan dapat memberikan masukan dan rekomendasi kepada pemerintah sebagai salah satu strategi memajukan pembangunan pertanian berkelanjutan.

Kata kunci: Keamanan lingkungan tanaman PRG, Padi Bt, gene flow, formulasi kebijakan Padi Bt, Pengelolaan Padi Bt.


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(8)

viii

FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA

GENETIK (STUDI KASUS PADI Bt PRG)

PUSPITA DESWINA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr.Ir. Sutrisno

2. Prof.Dr. Cecep Kusmana MS

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof.Dr.Ir. Bambang Prasetya 2. Prof.Dr.Ir. Surjono H.Sutjahjo MS


(10)

x

FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK (STUDI KASUS PADI Bt PRG)

Nama : Puspita Deswina

NRP : P 062090101

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Rizal Syarief, DESS Ketua

Dr. Ir. Latief M. Rachman, M.Sc, MBA Anggota

Prof. Muhammad Herman, M.S, PhD Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi/Mayor Pengelolaan Sumber Daya Alam

Dan Lingkungan Hidup

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pacsasarjana,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(11)

ludul Diseliasi

Nama NRP

STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKA Y ASA

GENETIK (STUDI K4SUS PADI Bt PRG)

Puspita Deswina P 062090101

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

jjdGlイNjilイNjlセ。ャエェᄋセmAZヲオセセョQャmQZ

NZssᆪ」jmセbセaセMpeイセッ@

. Muhammad Herman, M.S, PhD

Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi/Mayor Pengelolaan Sumber Daya Alam

Lingkungan Hidup

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

LLKj iャANm j セZiエ セ セセ ャィ@ P acsasarj ana,

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

f

6 DEC 2 13


(12)

xi rahmat dan karuniaNya, serta salam dan salawat kepada Rasulullah Muhammad SAW atas tuntunan dan bimbingan beliau, akhirnya disertasi ini dapat penulis selesaikan. Disertasi ini berjudul STUDI KEAMANAN LINGKUNGAN UNTUK FORMULASI KEBIJAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK (STUDI KASUS PADI Bt PRG) yang merupakan akhir dari rangkaian penelitian program doktor yang mulai dilakukan sejak Tahun 2011.

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Rizal Syarief DESS, Dr.Ir. Latief M. Rachman, MBA dan Prof. Muhammad Herman BS,MS,PhD. selaku pembimbing atas segala saran, bimbingan, kritik dan nasehat yang tak terhingga selama studi dan penulisan disertasi. Terima kasih kepada Kepala Puslit Bioteknologi LIPI atas kesempatan yang diberikan dalam menjalankan pendidikan serta kepada Kementerian Riset dan Teknologi yang telah memberikan bantuan beasiswa selama pendidikan.

Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Rachman Kurniawan, Shiddiq Ardhi Irawan dan Yeka Hendra Fatika yang telah banyak membantu pengolahan data dan diskusi hasil penelitian. Terima kasih kepada Bapak Dr. Soetrisno, Dr. Buang Abdullah, Prof.Dr. Bahagiawati, Dr. Damayanti Buchori, Ibu Nurmala Darsono, Dewi Fadilla, M.Sc atas bantuan penyediaan informasi selama penelitian. Terima kasih kepada Dr. Inez H. Slamet-Loedin, Dr. Satya Nugroho dan Dr. Amy Estiati (Puslit Bioteknologi LIPI) atas bantuan ketersediaan akses data, bahan kimia dan fasilitas Laboratorium. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Siti Munggah yang telah setia membantu selama penelitian di laboratorium dan di rumah kasa, kepada Bapak Oco dari Balitpa Sukamandi, Bapak/Ibu dari Kementerian Pertanian Kabupaten Cianjur dan Sukabumi, Dr. Enung S.Mulyaningsih atas bantuan pelaksanaan survei lapangan.

Terima kasih kepada semua teman di Kelti padi atas dukungan, persahabatan dan pengertiannya serta semua rekan di Puslit Bioteknologi LIPI yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tidak lupa kepada sahabat seperjuangan Dr Heny Hindriani, Ita Junita, Diane, serta teman-teman angkatan 2009 yang selalu memberi semangat dan inspirasi dalam penyelesaian studi ini.

Dengan setulus hati, penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua terkasih, papa Yuzar Akmam BA, mama Djawanis, atas doa, kesabaran dan petuah dalam menempuh pendidikan dan menjalani kehidupan selama ini, kakakku Dodi Indra P.hD (beserta keluarga), Dr. Media Sandra Kasih (almh) (beserta keluarga) dan adikku Ir. Jecky Aulia (beserta keluarga) yang telah memberikan semangat dan inspirasi dalam kehidupan, putra-putri Uni Med tersayang, Nadya Intan Kemala dan Berlian Naufal yang tiada henti memberikan dorongan dan dukungan.


(13)

Dengan segenap cinta dan kasih sayang, penulis sampaikan terima kasih kepada suamiku Drs. Heroriki, cahaya hidupku, ananda Ibnu Khalil Ibram yang selalu setia dan tiada lelah mendampingi dan memberi semangat dalam menempuh pendidikan S3 ini, terima kasih untuk doa-doa dan kesabaran kalian.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan kebaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian disertasi ini Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Bogor, Januari 2014 Puspita Deswina


(14)

xiii sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Papa Yuzar Akmam BA dan Mama Djawanis. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas diselesaikan di Kota Padang – Sumatera Barat. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas – Padang, lulus pada tahun 1990. Lulus Program Magister Bidang Bioteknologi pada Tahun 2001 di University Putra Malaysia (UPM) - Malaysia. Studi Program Doktor dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2009, pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PS - PSL) dengan biaya selama studi dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).

Sejak Tahun 1992 penulis telah bekerja sebagai staff peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI dan bergabung di kelompok penelitian padi (Laboratorium Genomik dan Perbaikan Mutu Tanaman) sejak tahun 1996. Diberi kesempatan sebagai pengelola dan koordinator Balai Kliring Keamanan Hayati Indonesia (BKKH-Indonesia) sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2011. Selama menjalankan studi S3 ini, penulis memperoleh kesempatan melakukan kegiatan pemagangan di Jepang (Plant Genetic Diversity, Environmental Biosafety and Bioethics Division of Bioindustrial Sciences & Gene Research Center Graduate School of Life and Environmental Sciences University of Tsukuba, Japan), untuk mempelajari metode pengujian keamanan lingkungan tanaman produk rekayasa genetik selama lebih kurang 3 bulan dengan biaya dari Kemenristek. Beberapa karya ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi telah disampaikan dan diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Makalah tersebut adalah:

1. Pengaruh padi transgenik yang mengandung gen Cry IA(b) terhadap populasi serangga nontarget di lapangan uji terbatas di Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol 28(2): 95-100.

2. Merintis Pelepasan Tanaman Padi Transgenik di Indonesia di Journal of Applied and Industrial Biotechnology in Tropical Region Vol. 4: 28-32 3. Analisis Ex-ante Kelayakan Ekonomi dan Persepsi Petani terhadap Padi Bt

Produk Rekayasa Genetik di Indonesia dalam Prosiding Lokakarya Nasional dan Seminar Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia. Bogor 2-4 September 2013

4. Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Tanaman Padi Produk Rekayasa Genetik di Indonesia akan diterbitkan di Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.


(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

PENDAHULUAN Latar Belakang ………... 1

Kerangka Pikir …………... 7

Perumusan Masalah... 10

Tujuan Penelitian... 11

Manfaat Penelitian ………... 12

Kebaruan (Novelty)... 12

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Sebaran Tanaman Padi……… 14

Hama Penting Tanaman Padi………... 15

Status dan Perkembangan Bioteknologi Padi... 16

Pengkajian Risiko Keamanan Lingkungan... 21

Analisis Kelembagaan dan Kebijakan Keamanan Hayati PRG……. 25

Kajian sosial ekonomi terhadap Keberlanjutan Introduksi PRG…... 26

JUDUL 1. Studi Keamanan Lingkungan Padi Bt PRG Abstrak ………... 30

Abstract………... 31

Metode Analisis Data……... ... 35

Hasil dan Pembahasan ... 38

Kesimpulan………... 51

Saran ...………... 52 JUDUL 2. Analisis Ex-Ante Kelayakan Ekonomi Padi Bt PRG Berkelanjutan

Abstrak ………... Abstract………... Metode Analisis Data……... ... Hasil dan Pembahasan ... Kesimpulan………... Saran ………...

53 54 57 62 77 78


(16)

xv

Abstrak………... 79

Abstract ………... 80

Metode Penelitian ……….………... 83

Hasil dan Pembahasan ………... 87

Kesimpulan ……..……….. 109

Saran ………... 109

JUDUL 4. Analisis Kebijakan Pengelolaan Produk Rekayasa Genetik Berkelanjutan dengan Metode Pengambilan Keputusan Abstrak………... 110

Abstract …………... 111

Metode Analisis Data ………….………... 113

Hasil dan Pembahasan ……….. 117

Kesimpulan …..………. 148

Saran ………... 149

PEMBAHASAN UMUM ……….……… 151

KESIMPULAN ……….………. 159

SARAN-SARAN……… 161

DAFTAR PUSTAKA ……… 162


(17)

DAFTAR TABEL

No Teks Hal

1 Tahapan dan metode analisis data untuk formulasi kebijakan

PRG... 10 2 Daftar negara-negara penghasil beras di dunia …………... 15 3 Jumlah benih Padi non-PRG hasil penelitian gene flow di

LUT………... 46 4 Uraian produktifitas dan biaya pengolahan usahatani Padi Bt dan

Padi non-Bt di lahan pertanaman……… 59 4 Biaya (cost) pengembangan Padi Bt PRG mengandung gen Cry

IA(b) tahan hama penggerek batang di Puslit Bioteknologi

LIPI………... 63 5 Analisis anggaran partial Padi Bt PRG vs Padi non-Bt kultivar

Rojolele dengan asumsi harga benih premium (50%)……… 65 6 Analisis anggaran partial Padi Bt PRG vs Padi non-Bt kultivar

Rojolele dengan asumsi harga benih tidak berubah……… 65 7 Kategori status keberlanjutan pemanfaatan Padi Bt PRG ……..… 84 8 Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Monte Carlo

dengan analisis Rap-PRG ……….. 105

9 Nilai stress dan koefisien determinasi (R2) hasil analisis

Rap-PRG ……….……….. 106 10 Atribut sensitif keberlanjutan kebijakan pengelolaan PRG

sebagai faktor pengungkit dari setiap dimensi ... 108 11 Peraturan-peraturan terkait pemanfaatan PRG di Indonesia…….. 118 12 Proporsi sebaran aspek kunci dalam regulasi terkait kebijakan

pengelolaan PRG ………..………. 120 13 Daftar PRG yang telah memperoleh keamanan hayati dari


(18)

xvii berpasangan …………..……….… 140


(19)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Hal

1 Kerangka pemikiran penelitian keamanan lingkungan untuk membuat formulasi kebijakan pengelolaan produk rekayasa

genetik……….. 7

2 Diagram alir rancangan masalah penelitian………... 9 3 Diagram teknologi transformasi dan teknologi konvensional…… 18 4 Pembangunan berkelanjutan……… 28 5 Model disain penelitian gen flow untuk tanaman padi transgenik

di Nepal tahun 2003………. 33

6 7

Model disain penelitian gen flow untuk tanaman anggur PRG di LUT pada tahun 2002-2004 di Jerman……… Tanaman padi umur 2-3 minggu untuk persiapan seleksi higromisin………

34 37 8 Populasi serangga wereng punggung putih (Sogatella furcifera)

pada galur Padi Bt PRG dan Padi non PRG di tiga lokasi

Kabupaten Subang, Karawang dan Indramayu………... 39 9 Populasi serangga hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis)

pada galur Padi Bt PRG dan Padi non-PRG di dua lokasi yang

berbeda Kabupaten Subang dan Indramayu……… 40 10

11

Populasi serangga hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stahl.) pada galur padi Bt PRG dan Padi non-PRG di dua lokasi yang berbeda Kabupaten Subang dan Indramayu………... Populasi laba-laba pada galur PAdi Bt PRG dan Padi non-PRG di dua lokasi yang berbeda Kabupaten Subang dan Indramayu……..

40 42 12 Populasi Paederus sp pada galur Padi Bt PRG dan Padi non-PRG

di dua lokasi yang berbeda Kabupaten Subang dan Indramayu….. 43 13 Kemampuan tumbuh kultivar Rojolele dan Pandan Wangi hasil

penelitian gen flow di wilayah Karawang untuk seleksi

higromisisn dan analisis PCR……….. 47 14 Kemampuan tumbuh benih padi kultivar Rojolele KA dan

Ciherang hasil penelitian gen flow di wilayah Karawang untuk

seleksi higromisisn dan analisis PCR……….. 48 15 Hasil seleksi higromisisn pada daun tanaman padi………. 49 16 Hasil analisis PCR menggunakan primer Cry IA(b) pada tanaman

generasi kesatu (T0) Padi non PRG cv Rojolele (A) dan Ciherang

(B) hasil penelitian gene flow di LUT………. 49 17 Skema lokasi pengambilan responden petani di Propinsi Jawa


(20)

xix 20 Distribusi tingkat penghasilan petani di wilayah penelitian Jawa

Barat………. 70

21 Persepsi petani terhadap keamanan Padi Bt PRG di wilayah

penelitian Jawa Barat……….. 71

22 Persepsi petani terhadap dampak Padi Bt PRG terhadap

lingkungan di Propinsi Jawa Barat……….. 72 22 Penerimaanpetani terhadap keberadaan Padi Bt PRG di wilayah

Propinsi Jawa Barat………. 73

23 Tindakan petani dalam mengatasi serangan hama di wilayah

penelitian Jawa Barat………... 74 24 Kriteria petani dalam memilih Padi Bt PRG di wilayah penelitian

Jawa Barat……… 75 25 Kesediaan petani untuk membeli benih Padi Bt PRG di wilayah

penelitian Jawa Barat………... 76 26 Ilustrasi nilai indeks keberlanjutan dalam skala ordinasi………… 85 27 Ilustrasi nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi……..………… 86 28 Elemen proses aplikasi Rap-PRG dengan pendekatan MDS…….. 87 29 Indeks keberlanjutan dimensi ekologi pengelolaan PRG………… 89 30 Hasil analisis leverage dimensi ekologi pengelolaan PRG………. 90 31 Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi pengelolaan PRG…. 92 32 Hasil analisis leverage dimensi ekonomi pengelolaan PRG……... 94 33 Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial pengelolaan PRG…….. 96 34 Hasil analisis leverage dimensi sosial pengelolaan PRG………… 98 35 Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi pengelolaan PRG… 99 36 Hasil analisis leverage dimensi teknologi pengelolaan PRG…….. 101 37 Nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum kelembagaan

pengelolaan PRG………. 102 38 Hasil analisis leverage dimensi hukum kelembagaan pengelolaan

PRG………. 103

39 Diagram layang (kite diagram) nilai indeks keberlanjutan

pengelolaan Padi Bt PRG……… 107 40 Diagram alir pengajuan izin keamanan hayati PRG……… 123 41 Hirarki regulasi terkait kebijakan keamanan hayati PRG ……….. 125 42 Time line penetapan kebijakan nasional terkait pengelolaan PRG

di Indonesia……….. 128 43 Struktur hirarki dengan analisis AHP untuk kebijakan

pengelolaan PRG di Indonesia……… 131 44 Prioritas dari level faktor yang mempengaruhi pengelolaan PRG


(21)

45 Prioritas kriteria dari faktor lingkungan dengan nilai bobot untuk

setiap kriteria yang dikaji……… 133 46 Prioritas kriteria dari aspek ekonomi dan nilai bobot

masing-masing elemen yang dikaji………. 134

47 Prioritas kriteria dari aspek sosial masyarakat dan nilai bobot

masing-masing elemen yang dikaji………. 135 48 Prioritas kriteria dari faktor teknologi dan nilai bobot setiap

kriteria yang dikaji……….. 136

49 Matriks driver power-dependence untuk elemen-elemen alternatif yang diperlukan dalam pengelolaan PRG berkelanjutan di

Indonesia………. 139 50 Struktur hirarki sub elemen alternatif yang berperan dalam

pengelolaan PRG……… 141 51 Matriks driver power-dependence untuk elemen lembaga yang

berperan dalam pengelolaan PRG berkelanjutan di Indonesia….. 143 52 Struktur hirarki sub elemen lembaga yang berperan dalam

pengelolaan PRG………. 143

53 Matriks driver power-dependence untuk elemen kendala yang

berpengaruh dalam pengelolaan PRG di Indonesia……… 145 54 Struktur hirarki sub elemen kendala yang mempengaruhi

pengelolaan PRG berkelanjutan……….. 147 55 Diagram input-output strategi pengelolaan PRG berkelanjutan…. 156 56 Bagan alir model konseptual strategi kebijakan pengelolaan PRG. 157


(22)

xxi

No Teks Hal

1 Model penanaman untuk penelitian gen flow di daerah

Karawang Tahun 2006.. ……… 174

2 Komposisi larutan untuk Reaksi PCR………... 175 3 Contoh kuisioner untuk persepsi dan penerimaan petani

terhadap Padi Bt PRG……… 176 4 Uraian isi peraturan dan undang-undang yang menyebut

penggunaan dan pemanfaatan produk rekayasa genetik……… 180 5 Kuisioner AHP untuk responden pakar………. 184


(23)

(24)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan manusia terhadap peningkatan produksi pangan sangat mendesak, terutama di negara-negara berkembang. Terjadinya hal ini karena pertambahan jumlah populasi penduduk diperkirakan terus meningkat pesat. Menurut publikasi BPS pada bulan Agustus 2010, jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus ini adalah sebanyak 237.556.363 orang. Dengan jumlah penduduk nomor empat (4) terpadat di dunia, Indonesia harus terus mengupayakan berbagai alternatif pengadaan pangan agar dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional. Konsumsi rata-rata per kapita masyarakat Indonesia terhadap kebutuhan beras sebesar 139 kg per tahun, kira-kira setengah kilogram beras per hari per kapita. Secara nasional angka tersebut menjadi 100 ribu ton per hari. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara pengkonsumsi beras terbesar di dunia (FAPRI 2004; Slette 2010). Mempertimbangkan pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan produksi pangan, maka upaya meningkatkan produksi secara cepat, tepat dan efisien merupakan keharusan. Tantangan masa sekarang antara lain adalah berkurangnya luas lahan pertanian karena alih fungsi lahan dan dampak perubahan iklim global. Penambahan luas lahan pertanian sangat sulit dilakukan tanpa menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan (Sharma et al. 2002). Sehubungan dengan masalah tersebut maka salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah menerapkan teknologi modern terutama dibidang pertanian. Banyak pihak mengakui bahwa peningkatan pangan melalui bioteknologi pertanian memiliki kelebihan dalam memperkuat ketahanan pangan, dapat mengurangi kebutuhan pembukaan lahan pertanian, meningkatkan produksi dan lebih ramah lingkungan. Teknologi ini menjanjikan ketersediaan pangan dunia agar seimbang dengan tingkat pertambahan penduduk (Soemarwoto 2002; Khan & Liu 2009).

Padi sebagai komoditas pertanian utama di Indonesia, memerlukan perbaikan kualitas melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan pangan yang berkualitas. Teknologi pemuliaan


(25)

tanaman konvensional yang selama ini digunakan tidak lagi efisien dalam mengatasi kebutuhan pangan karena sifat-sifat yang diperoleh sangat terbatas, perlu waktu lebih lama, sumber gen ketahanan terbatas, tidak dapat diketahui apakah hanya sifat yang diinginkan saja yang diintroduksi pada tanaman target, karena dengan teknologi konvensional semua sifat yang ditransfer akan terbawa, oleh karena itu diperlukan waktu untuk seleksi lebih lama agar diketahui sifat yang diinginkan sudah dipindahkan pada tanaman target (Novak & Brunner 1992). Berdasarkan prediksi kebutuhan pangan terutama beras di tahun 2025, diperlukan 70% lagi peningkatan produksi. Kenyataan ini tidak mungkin tercapai tanpa memanfaatkan bioteknologi. Di Indonesia, kegiatan pengembangan bioteknologi modern dimulai sejak tahun 1990 di beberapa pusat penelitian milik pemerintah dan swasta. Sifat baru yang banyak ditambahkan adalah sifat ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Sifat ketahanan terhadap hama merupakan sifat utama yang banyak digunakan pada tanaman pertanian, terutama tanaman padi (Prasetya & Deswina 2009). Melalui bioteknologi pertanian para ilmuwan mencari dan memperoleh sifat-sifat baru yang lebih baik dan unggul. Sifat tersebut bisa berasal dari organisme itu sendiri atau species lain yang berbeda (Breitler et al. 2000; Redona 2006). Sebelumnya revolusi hijau telah menimbulkan kejenuhan pada lahan pertanian, dengan metode pemupukan dan penggunaan insektisida yang terus menerus. Alternatif bioteknologi tanaman diharapkan dapat mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang semakin memprihatinkan dari waktu ke waktu. Diharapkan teknologi baru ini pada akhirnya mampu menjawab kebutuhan pangan dunia, sehingga tercapai kebutuhan pangan tanpa merusak kelestarian lingkungan (James 2010; Stein & Rodriguez-Cerezo 2010).

Kendala utama tanaman pertanian di negara beriklim tropis dan lembab seperti Indonesia adalah serangan organisme pengganggu seperti hama dan penyakit tumbuhan. Pada tanaman padi, serangan hama masih menjadi kendala utama dan masalah serius di lapangan, misalnya hama wereng coklat dan penggerek batang. Kerugian yang diakibatkan oleh kedua serangga hama ini menyebabkan penurunan produksi padi dari 5 – 10% dari total produksi padi di Asia. Serangan hama penggerek batang sendiri bisa menyebabkan kerugian


(26)

3 sampai 20% (Ghareyazie et al. 1997). Kerugian akan bertambah besar jika terjadi serangan serentak pada suatu wilayah pertanaman padi, contohnya di Sri Lanka yang bisa menyebabkan kerugian sampai 50%. Usaha pengendalian yang selama ini dilakukan dengan penyemprotan insektisida yang kurang efektif terhadap hama penggerek batang, karena serangga ini hidup dan berkembang di dalam batang tanaman padi, sehingga waktu kontak dengan insektisida sangat terbatas. Serangga bisa menyerang tanaman pada fase awal (vegetatif) dan fase pembungaan (generatif) (Amuwitagama 2002). Tanaman tahan serangga dapat diperoleh dengan teknologi rekayasa genetik. Sumber gen ketahanan dapat berasal dari organisme itu sendiri atau organisme lain seperti bakteri, jamur atau tanaman lain yang berbeda spesies. Sifat ketahanan terhadap serangga hama penggerek batang tidak terdapat pada tanaman padi itu sendiri, sehingga diperlukan organisme lain sebagai sumber gen ketahanan seperti bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) yang bersifat toksik terhadap serangga (MacMahon 2000; Gatehouse 2008; Lemaux 2009;).

Insektisida biologis yang telah digunakan sejak 40 tahun yang lalu dalam mengendalikan serangga hama adalah bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) yang tergolong bakteri tanah. Secara konvensional, penggunaan bakteri ini telah dikomersialisasikan dalam bentuk hasil fermentasi yaitu spora dan kristal protein (Baum et al. 1996). Namun secara komersial produksi Bt ini masih terbatas, dan pengaruh perlindungannya berumur pendek. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif yang membentuk spora selama proses sporulasi. Spora dan kristal protein Cry bersifat insektisidal dan toksik terhadap larva serangga dari Ordo Lepidoptera, Diptera dan Coleoptera (Kuo & Chak 1996; Cheng et al. 1998). Introduksi gen Cry yang menyandikan ketahanan terhadap hama telah berhasil dilakukan pada beberapa tanaman seperti jagung (Lynch et al. 1999), kelapa sawit (Lee et al. 2006) dan tanaman padi (Rahman et al, 2007, Cheng et al. 1998, Ho et al. 2001). Kelas Cry dikelompokkan berdasarkan virulensi yang spesifik terhadap kelompok serangga sasaran. Kelompok protein Cry sebagai insektisida, ditandai dengan gen Cry dan diklassifikasikan menjadi Cry I, II, III dan IV tergantung pada inang yang spesifik dan homologi dari asam aminonya (Hofte et al. 1989 ; Lenin et al. 2007). Seperti gen Cry IA(b) atau Cry IA(c) yang diekspresikan pada


(27)

padi sangat efektif dalam mengendalikan serangan larva serangga penggerek batang kuning (Scirpophaga. incertulas) dan penggerek batang bergaris (Chilo suppressalis) (Nayak et al. 1997; Datta et al. 1998; Wang et al. 2002; Ghareyazie et al. 1997). Gen Cry IB dibawah kontrol promoter ubiquitin dari jagung dilaporkan sangat efektif mengendalikan penggerek batang bergaris baik pada fase vegetatif maupun generatif (Marfa et al. 2002).

Ketahanan tanaman produk rekayasa genetik (PRG) dapat dipatahkan, seperti halnya tanaman hasil pemuliaan konvensional. Berbagai strategi dikembangkan untuk memperlambat laju pematahan ketahanan oleh serangga. Beberapa upaya yang telah dilakukan diantaranya adalah diversifikasi sumber gen ketahanan, yaitu penggunaan dua gen yang berbeda binding site (pyramiding genes) (Herman 2009). Alcantara et al (2000) melaporkan bahwa beberapa toxin cry mempunyai “binding site” yang berbeda dalam pencernaan larva serangga dua species penggerek batang bergaris dan penggerek batang kuning. Kombinasi penggunaan protein Cry yang berbeda binding site dalam memperoleh tanaman transgenik merupakan alternatif untuk memperoleh tanaman yang memiliki ketahanan lebih lama. Misalnya kombinasi gen Cry IA(b) dengan Cry I C (Salm et al. 1994), Cry IA(b) dengan Cry IB (Ho et al. 2001). Penemuan ini memberikan keuntungan dalam mengembangkan strategi untuk memperlambat laju pematahan ketahanan oleh serangga, karena kemungkinan mutasi dua receptor yang berbeda pada serangga lebih kecil. Dalam upaya mengatasi serangga hama penggerek batang pada tanaman padi, telah dilakukan perakitan tanaman padi PRG mengandung gen Cry IA(b) yang efektif terhadap hama penggerek batang kuning ( Laporan Teknik Puslit Bioteknologi-LIPI 2004).

Sebelumnya dilaporkan bahwa modifikasi gen perlu dilakukan untuk meningkatkan ekspresinya pada tanaman sehingga dapat mengendalikan serangga-serangga penting dalam pertanian. Salah satu tujuan dari strategi pengendalian hama terpadu atau insect resistance management (IRM) adalah memperlambat terjadinya ketahanan hama terhadap toksin tanaman seperti toksin Bt. Selain itu juga dengan menanam tanaman PRG mengandung toxin Bt dosis tinggi (high dose toxin) bersamaan dengan tanaman non-PRG (refuge), serta menggabungkan kristal protein Bt yang berbeda (stacking genes) juga diperlukan


(28)

5 untuk memperlambat munculnya ketahanan serangga terhadap toksin Bt (Salm et al. 1994; Tang et al. 2006; Yang et al. 2011).

Dengan dihasilkannya beberapa produk tanaman PRG telah menimbulkan beberapa tanggapan dari masyarakat baik positif maupun negatif. Isu keamanan lingkungan sebelum komersialisasi tanaman PRG mendapat perhatian khusus, meskipun telah dilakukan pengujian-pengujian yang akurat dengan metode ilmiah yang benar (Lu & Sweet 2010). Pengujian keamanan lingkungan, keamanan pangan dan keamanan pakan merupakan komponen dari pengujian risiko keamanan hayati. Persyaratan ini telah ditetapkan dan diputuskan dalam Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati yang juga telah disepakati Indonesia dengan ditandatanganinya Protokol tersebut sejak Tahun 2000 (Herman 2009).

Pengujian keamanan lingkungan dilaksanakan sesuai dengan sifat alami yang diintroduksikan, karakteristik tanaman PRG dibandingkan dengan tanaman non-PRG, kondisi lingkungan penerima tanaman PRG serta interaksi dari elemen-elemen tersebut (Sharma et al 2002; McCammon 2006; Raybould 2006, Lu & Sweet 2010). Lembaga pemerintahan yang berwenang akan melakukan evaluasi sesuai dengan peraturan dan pedoman yang tersedia terhadap penelitian risiko keamanan lingkungan sebelum tanaman PRG tersebut dikomersialisasikan (Auer 2008). Pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG mengandung Bt, difokuskan pada pengaruh toksisitas Bt (Bacillus thuringiensis) terhadap organisme non-target, dampak ekologis yang disebabkan oleh transfer gen pada tanaman satu kerabat dan kerabat liarnya, serta interaksi dan pengaruh tanaman PRG terhadap keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem (Lu & Sweet 2010).

Pengujian risiko keamanan lingkungan terutama dampaknya terhadap organisme non target dilakukan berdasarkan informasi ilmiah terkini menggunakan ilmu–ilmu dasar maupun ilmu terapan dan pembahasan terhadap risiko yang ditimbulkannya (Pauwels et al. 2010; Garcia-Alonso et al. 2006). Pengujian risiko keamanan lingkungan harus sejalan dengan peraturan disetiap negara yang akan melepas produk hasil rekayasa tersebut. Oleh karena itu pertimbangan keamanan hayati harus menjadi bagian yang terintegrasi dengan perkembangan produk bioteknologi pertanian khususnya produk pertanian PRG. Posisi suatu negara terhadap bioteknologi dilihat dari sisi kebijakan/regulasi


(29)

sangat bergantung dari beberapa hal seperti kebijakan, tingkat risiko yang dapat diterima, kapasitas melakukan kajian atau evaluasi risiko implementasi kelembagaan yang memadai, persepsi dari manfaat secara ekonomi yang dapat diperoleh yang dihubungkan dengan kaitannya pada ketergantungan impor produk pertanian serta investasi litbang yang telah dialokasikan pada produk ini. Dalam dokumen Agenda 21 Indonesia (KMLH 1997) pada salah satu bab dikemukakan bahwa bioteknologi memiliki potensi dan peranan dalam (1) memecahkan masalah pertanian, kesehatan dan lingkungan; dan (2) mempertimbangkan aspek keamanan hayati (biosafety) sehingga dampak negatif bisa dicegah. Puslit Bioteknologi LIPI telah merintis penelitian Padi PRG mengandung gen Cry IA(b) yang memiliki sifat tahan terhadap hama penggerek batang sejak tahun 1996. Telah dilakukan pengujian keamanan lingkungan terhadap Padi Bt PRG pada tiga lokasi yang berbeda, yaitu Kabupaten Subang, Karawang dan Indramayu, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap lingkungan khususnya organisme non target.

Kerangka Pemikiran

Sesuai dengan kesepakatan Indonesia dalam meratifikasi Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi Keanekaragaman Hayati, maka Indonesia berkewajiban menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary principles) dalam pelepasan PRG. Oleh karena itu perlu dilakukan studi yang menyeluruh terkait dengan rencana pelepasan Padi Bt PRG ke lingkungan. Puslit Bioteknologi LIPI telah menghasilkan Padi Bt PRG tahan hama penggerek batang kuning yang telah dibuktikan berdasarkan pengujian bioassay di Fasilitas Uji Terbatas (FUT) (contained field trial) dan di Lapangan Uji Terbatas (LUT) (confined field trials) khusus tanaman PRG. Untuk mengetahui kemungkinan dampak negatifnya terhadap lingkungan terutama organisme non target potensial, harus dilakukan pengujian di LUT. Secara komprehensif, produk dari teknologi baru yang dikenal dengan Padi Bt PRG, perlu kajian ilmiah terkait manfaatnya. Sebelum komersialisasi kepada masyarakat, perlu diketahui aspek ekologi, aspek ekonomi dan aspek sosial, Aspek ekologi lebih diutamakan terhadap keamanan lingkungan dari pengaruh negatif PRG terhadap keanekaragaman hayati. Aspek ekonomi diwakili oleh indikator peningkatan output dan peningkatan daya saing.


(30)

7 Aspek sosial umumnya diukur dari tingkat kenyamanan dan ketenangan dalam menentukan pilihan produk yang diinginkan. Untuk mencapai ketiga tujuan tersebut perlu diperhatikan kondisi dan tingkat kemajuan masyarakat (Munasinghe 1993).

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian keamanan lingkungan untuk membuat formulasi kebijakan pengelolaan produk rekayasa genetik (PRG).

Riset 

Tidak  Tidak 

Ya 

Keamanan ling-kungan dan keber-lanjutan Padi Bt PRG

Kajian Keber-lanjutan Padi Bt PRG

Introduksi Padi Bt PRG ke lingkungan

Analisis peraturan dan Kelembagaan pengel-olaan Padi Bt PRG Kajian

kea-manan ling-kungan

Data & Informasi

(cukup)

Advokasi kebijakan

Rekomendasi

Implementasi

Gabungan dari kajian ilmiah dan

kebijakan

Strategi pengel-olaan Padi Bt PRG

Kajian sosial ekonomi untuk melihat kelayakan finansial dan persepsi petani


(31)

Selain itu juga diperlukan kajian kelembagaan dan peraturan yang berperan dalam pengelolaan PRG. Sehingga dihasilkan suatu strategi dalam kebijakan pengelolaan PRG yang utuh dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam pengembangan kebijakan pengelolaan Padi Bt PRG di Indonesia. Kerangka pemikiran penelitian studi keamanan lingkungan untuk membuat formulasi kebijakan pengelolaan Padi Bt PRG disajikan pada Gambar 1.

Perumusan Masalah

Melalui rekayasa genetik telah dihasilkan tanaman yang memiliki sifat baru yang lebih unggul dari sebelumnya, tujuannya adalah meningkatkan kualitas dan produktifitas tanaman. Sebagai hasil teknologi baru, karena kemajuan di bidang bioteknologi rekayasa genetik, perlu diterapkan prinsip kehati-hatian berdasarkan kasus per kasus dan metode ilmiah yang akurat dan terukur dalam melakukan pengujian dan pengkajian risiko keamanan hayati. Menurut Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2005, keamanan hayati meliputi keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan sesuai amanat Protokol Cartagena. Suatu kajian yang bersifat holistic dan sistemik terkait dengan rencana pelepasan tanaman Padi Bt PRG, perlu dilakukan untuk membuat rekomendasi kebijakan pengelolaan tanaman PRG. Selain kajian ilmiah terkait aspek teknologi dan riset untuk mengetahui pengaruh Padi Bt PRG terhadap lingkungan, juga diperlukan kajian aspek ekonomi, sosial dan regulasi dalam melihat prospek kelayakan pemanfaatan Padi Bt PRG dalam penyelenggaraan pertanian berkelanjutan (Protokol Cartagena pasal 23 dan pasal 26).

Tanaman Padi Bt PRG telah diintroduksi dengan gen Cry IA(b) dan fusi gen cry IB - cry IA(a) tahan terhadap hama penggerek batang kuning telah dikembangkan oleh Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI (Puslit Bioteknologi LIPI). Tanaman ini secara genetik terbukti memiliki sifat ketahanan terhadap hama penggerek batang kuning berdasarkan hasil penelitian bioassay di FUT Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Selain itu strategi penggunaan gen Bt sangat menguntungkan dalam mengurangi penggunaan insektisida sehingga dapat memperbaiki kualitas lingkungan (Roush 1998; Herman 2009). Sedangkan secara ekonomi lebih menguntungkan karena akan mengurangi jumlah biaya pembelian pestisida (Yang et al 2011).


(32)

9 Hipotesis dari penelitian adalah tanaman Padi Bt PRG yang memiliki sifat ketahanan terhadap serangga hama penggerek batang kuning, tidak memberikan pengaruh negatif terhadap serangga non target dan musuh alami potensial, serta memiliki potensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai alternatif peningkatan ketahanan pangan di Indonesia. Rincian dari konsep penelitian ini beserta metode dan utilitas yang digunakan ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir rancangan masalah penelitian

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengujian di laboratorium, survei lapangan, hasil wawancara, survei responden dan survei pakar. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya mengenai data keamanan hayati Padi Bt PRG mengandung Cry IA(b) tahan serangan hama penggerek batang.dari Puslit Bioteknologi LIPI, data-data ekologi dan survei literatur atau


(33)

regulasi melalui studi pustaka. Uraian jenis dan sumber data yang diperlukan disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Tahapan dan metode analisis data untuk formulasi kebijakan PRG

Tujuan Jenis data

Sumber data Metode

analisis

Output yang diharapkan

(1)Studi keamanan lingkungan : a. Analisis dampak Padi Bt PRG terhadap serangga non-target dan musuh alami b. Persentase kemungkinan terjadinya

perpindahan gen di LUT Sekunder Primer Hasil pengujian LUT Puslit Bioteknologi LIPI Analysis of Variance dengan menggunakan Duncan Test Analisis deskriptif dan uji Laboratorium dengan seleksi higromisisn dan analisis PCR Persentase populasi serangga non target dan musuh alami pada Padi Bt PRG dan non-PRG

Persentase terjadinya gen flow ke tanaman padi non PRG

(2)Kajian kelayakan finansial

pengembangan Padi PRG dan persepsi petani Sekunder Primer Dinas/Instansi terkait Responden terpilih Analisis anggaran parsial (B/C ratio) Diketahui manfaat finansial dan kelayakan usaha Padi Bt PRG

(2)Analisis keberlanjutan terhadap

pengelolaan Padi Bt PRG

Primer Responden terpilih

Analisis MDS dengan Rap -PRG

Diketahui status keberlanjutan pemanfaatan Padi Bt PRG dalam kerangka membangun kebijakan pengelolaan PRG (3) Kajian peraturan

dan kebijakan terkait dengan pengelolaan PRG di Indonesia

Sekunder Primer Peraturan terkait dan subyek yg relevan Wawancara pakar dan kuesioner Legal review dan analisis isi (content analysis) AHP dan ISM

Analisis kebijakan dan implementasi pengelolaan PRG


(34)

11

Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penulisan disertasi ini adalah menyusun bahan, informasi, hasil kajian dan rekomendasi sebagai masukan dan pertimbangan dalam penyusunan formulasi kebijakan dalam mengelola pemanfaatan PRG, khususnya tanaman Padi Bt. Pengujian keamanan lingkungan telah dilakukan terhadap serangga non target dan musuh alami di Lapangan Uji Terbatas (LUT) hasil kerja sama antara Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi dengan Puslit Bioteknologi LIPI, sedangkan pengujian terhadap benih Padi non-Bt generasi kesatu (T0) hasil penelitian gene flow dilakukan dengan seleksi higromisin dan analisis PCR (Polymerase Chain Reaction) di Laboratorium dan Rumah kasa padi. Selain kajian aspek teknologi keamanan lingkungan, juga dilakukan kajian sosial ekonomi meliputi analisis finansial, persepsi dan penerimaan petani, analisis keberlanjutan serta kajian peraturan kelembagaan. Studi ini merupakan gabungan antara kajian ilmiah dan sosial yang bersifat holistik dan terpadu terhadap prospek pengembangan Padi Bt PRG, agar strategi pembangunan pertanian berkelanjutan yang menjadi tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan dan ketahanan pangan nasional tercapai. Secara rinci tujuan penelitian adalah untuk:

1. Mengetahui status keamanan lingkungan Padi Bt PRG yangmengandung gen Cry IA(b) tahan terhadap hama penggerek batang.

2. Mengetahui kelayakan finansial serta persepsi dan penerimaan petani terhadap Padi Bt PRG dengan melakukan studi ex ante.

3. Mengetahui status keberlanjutan kebijakan pengelolaan Padi Bt PRG berdasarkan dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum kelembagaan

4. Menganalisis dan melakukan tinjauan terhadap peraturan dan kelembagaan serta kebijakan pengambilan keputusan dalam pengelolaan PRG


(35)

Manfaat Penelitian

Penelitian terhadap kajian keamanan lingkungan meliputi pengaruh langsung terhadap serangga non target (predator dan musuh alami), mengetahui potensi terjadinya perpindahan gen (gene flow), dan kajian-kajian sosial ekonomi untuk mengetahui kelayakan dan potensi keberlanjutan Padi Bt PRG berdasarkan kajian peraturan perundang-undangan dan kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatannya untuk:

1. Merekomendasikan keamanan keamanan lingkungan Padi Bt PRG mengandung gen Cry IA(b), sebelum pemanfaatan kepada masyarakat, berdasarkan hasil kajian ilmiah.

2. Memberikan masukan kepada pemerintah terutama pembuat kebijakan terhadap potensi kelayakan ekonomi pemanfaatan padi Bt PRG

3. Memberikan alternatif pemanfaatan padi Bt yang lebih ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan insektisida berdasarkan hasil kajian keamanan lingkungan

4. Mengetahui potensi keberlanjutan padi Bt PRG berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

Kebaruan (

Novelty

) Penelitian

Penelitian mengenai bioteknologi khususnya perakitan tanaman PRG di Indonesia masih sangat terbatas, karena terkait dengan kemampuan dalam penguasaan teknologi yang berkaitan dengan infrastruktur, dana dan sumber daya manusia. Persyaratan sebelum tanaman PRG dilepas atau dikomersialisasikan adalah sertifikat keamanan hayati meliputi keamanan pangan, lingkungan dan/atau pakan. Khusus untuk tanaman PRG, pengujian keamanan lingkungan dilakukan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh negatifnya terhadap keanekaragaman hayati seperti organisme non target dan terjadinya persilangan (crossing) dengan tanaman sejenis atau kerabat liar di lokasi pertanaman PRG.

Kebaruan yang muncul dari penelitian ini adalah, rekomendasi kebijakan kepada pemerintah mengenai pengelolaan tanaman PRG, khususnya tanaman Padi Bt berdasarkan studi keamanan lingkungan di Laboratorium dan LUT. Pengujian


(36)

13 keamanan lingkungan Padi Bt PRG di Indonesia adalah penelitian pertama yang pernah dilakukan untuk tujuan memperoleh sertifikat dan pernyataan keamanan lingkungan.

Sebagai produk bioteknologi baru melalui teknik rekombinan DNA, tanaman Padi Bt PRG harus disosialisasikan kepada masyarakat, sebelum dilepas atau dikomersialisasikan, sebab keberhasilan suatu teknologi adalah bagaimana masyarakat menerima dan memanfaatkannya. Secara holistik penelitian ini meliputi; (1) Kajian keamanan lingkungan (environmental risk assessment) (2) Pengujian benih hasil penelitian gene flow di LUT (3) Studi kelayakan pelepasan Padi Bt PRG (4) Status keberlanjutan dalam pengelolaan tanaman Padi Bt PRG dan (5) Studi kebijakan pengambilan keputusan berdasarkan peraturan dan kelembagaan terhadap pengelolaan tanaman PRG.


(37)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Sebaran Tanaman Padi

Padi termasuk genus Oryza dari family Gramineae (Poaceae). Genus Oryza terdiri dari 25 species dan hanya dua species yang banyak dibudidayakan yaitu Oryza sativa dan Oryza glaberrima. Genus O. glaberrima hanyaditanam di daerah Afrika barat (Vaughan et al. 2003). Jenis padi yang paling banyak ditanam dan dibudidayakan hampir di seluruh dunia termasuk Asia adalah Oryza sativa L. Jenis ini dapat beradaptasi pada berbagai kondisi dan tumbuh pada kondisi lingkungan yang bervariasi mulai dari daerah dataran rendah sampai daerah dataran tinggi, kecuali di daerah Antartika (Jeong et al. 2005; Abdullah et al. 2005).

Tanaman padi dengan produksi berasnya merupakan sumber nutrisi utama bagi hampir dua pertiga (Vaughan et al. 2003) sampai separo populasi penduduk di seluruh dunia (Abdullah et al. 2005), dengan total nilai produksi beras dunia pada tahun 2010 mencapai lebih dari 400 juta ton per tahun, berarti mengalami kenaikan 1,8% dibandingkan tahun 2009. Terjadinya bencana alam di beberapa negara produsen beras di dunia ternyata belum memberikan dampak penurunan yang nyata terhadap produksi beras secara global. Peningkatan produksi beras dunia pada tahun 2011 diperkirakan dari India dan China, dengan prediksi tidak terjadi perubahan iklim yang ekstrim (FAO 2010). Indonesia menempati urutan ketiga dari negara-negara penghasil beras di dunia dengan jumlah produksi sekitar 50 juta ton per tahun (Tabel 2).

Sentra produksi beras terbesar di dunia berasal dari benua Asia, hampir 90% berasal dari China, India, Vietnam, Thailand dan Indonesia. Sekitar 75% dari produksi beras tersebut dikonsumsi oleh penduduk di wilayah Asia sendiri (Mohanty 2010). Kebutuhan beras di masa yang akan datang akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya populasi penduduk, terutama di negara-negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus bertambah.


(38)

15 Tabel 2. Daftar negara-negara penghasil beras di dunia

No Negara Jumlah Produksi (ton/tahun) Persentase

1 China 166,417,000 32,7

2 India 132,013,000 26,0

3 Indonesia 52,078,832 10,2

4 Bangladesh 38,060,000 7,5

5 Vietnam 34,518,600 6,8

6 Thailand 27,000,000 5,3

7 Myanmar 24,640,000 4,8

8 Philippines 14,031,000 2,8

9 Brazil 10,198,900 2,0

10 Japan 9,740,000 1,9

(Sumber: FAO 2010).

Hama Penting Tanaman Padi

Masalah utama pada pertanaman padi adalah serangan hama dan penyakit. Serangan hama penggerek batang masih menjadi masalah serius terutama didaerah tropis seperti Indonesia. Hama ini dapat menimbulkan kerugian sampai 10 juta ton per tahun atau mendekati 10 - 30% produksi di lapangan (Ho et al. 2001; Moghaieb 2010). Pada saat terjadi serangan berat, dapat menurunkan produksi hingga lebih dari 65 % pertahun (Tu et al. 2000). Sampai saat ini belum ditemukan varietas padi yang tahan terhadap serangan hama penggerek batang.

Serangga termasuk jenis hewan yang paling banyak di muka bumi, hampir ¾ dari jenis hewan adalah serangga. Salah satu dari jenis serangga tersebut adalah serangga penggerek batang yang termasuk ke dalam ordo Lepidoptera (Howell et al. 1998). Secara morfologi serangga ini memiliki mulut pengisap yang menyerupai belalai dengan tanda khusus berbentuk spot atau sisik di bagian sayap (Amuwitagama. 2002). Penggerek batang diketahui dapat merusak tanaman pada semua fase pertumbuhan, baik fase di pembibitan, anakan dan fase pembungaan (Srivastava et al. 2003). Gejala kerusakan yang ditimbulkan berbeda-beda sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman. Bila serangan terjadi pada fase pembibitan


(39)

sampai anakan disebut sundep sedangkan pada saat pembungaan disebut beluk. Kerusakan pada bagian batang akan menghasilkan lubang (entry hole) sehingga merusak jaringan pembuluh tanaman yang mengakibatkan bagian pangkal tanaman mati, sedangkan serangan di waktu pembungaan akan mengakibatkan malai hampa dan berwarna putih (Amuwitagama 2002). Serangga penggerek batang padi dapat menyerang tanaman sepanjang musim terutama di daerah tropis, daerah sebarannya melingkupi hampir disemua wilayah.

Serangga penggerek batang padi terdiri dari empat jenis yaitu serangga penggerek batang putih (Scirphopaga innotata), serangga penggerek batang kuning (Scirphopaga incertulas), serangga penggerek batang bergaris (Chilo suppressalis) dan serangga penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens) (Kartasapoetra 1993 ; Daly et al. 1998). Siklus hidup serangga ini dimulai dari telur, larva, pupa dan dewasa memerlukan masa sekitar 46 hari. Perbedaan morfologi serangga penggerek batang dewasa antara yang jantan dengan yang betina kelihatan sangat berbeda. Serangga penggerek batang jantan memiliki warna lebih kecoklatan bila dibandingkan dengan betina (Reissig et al. 1986).

Status dan Perkembangan Bioteknologi Tanaman Padi

Kebutuhan terhadap peningkatan produksi dan perbaikan mutu tanaman padi sangat mendesak karena pertumbuhan populasi penduduk yang tidak seimbang dengan jumlah produksi serta terjadinya perubahan iklim global dunia. Kondisi ini dapat memicu timbulnya ancaman akan krisis pangan. Oleh karena itu sebagai negara berkembang, Indonesia memerlukan teknologi baru dalam mempercepat terealisasinya peningkatan produksi dan kualitas hasil tanaman utama seperti padi. Terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan pertambahan jumlah penduduk memerlukan alternatif dan metode baru yang mampu mempercepat tercapainya kenaikan produksi. Beberapa teknik telah dilakukan sebelumnya, mulai dari teknik konvensional sampai era revolusi hijau, akan tetapi belum terjadi kenaikan hasil yang nyata .

Teknik rekayasa genetik merupakan salah satu dari beberapa alternatif penerapan bioteknologi pada tanaman pertanian yang bertujuan untuk


(40)

17 meningkatkan produksi dengan memperbaiki sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit. Melalui teknologi ini diharapkan terjadi kenaikan produksi yang berkelanjutan, sehingga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat penggunaan pestisida secara berlebihan, terutama pada padi yang rentan terhadap serangan hama (Thiagarajasubramanian 2005).

Konsep awal dalam melakukan rekayasa pada tanaman adalah memindahkan sifat-sifat yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dan mutu tanaman pertanian, hortikultura dan tanaman hias. Selain itu teknologi ini juga dimanfaatkan untuk memahami proses-proses biologis tertentu pada tanaman (Greenberg & Glick 1993). Teknologi rekayasa genetik memungkinkan untuk memanfaatkan sifat-sifat tanaman yang unggul baik yang berasal dari tanaman itu sendiri maupun dari spesies lain yang berbeda, sehingga memungkinkan untuk introduksi sejumlah sifat baru yang dikehendaki ke dalam tanaman budidaya seperti padi (Thomson 2000). Selain itu, sumber materi genetik dan sifat-sifat lain yang bermanfaat, telah digunakan dengan berbagai kombinasi yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan dalam perbaikan mutu dan meningkatkan efisiensi pada pemuliaan tanaman padi (Thomson 2000; Baihaki 2002). Proses pembuatan tanaman rekayasa genetik dibandingkan dengan tanaman hasil pemuliaan konvensional, memerlukan waktu yang lebih singkat dengan kepastian sifat yang lebih akurat. Perbedaan dari kedua proses tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.

Beberapa sifat baru yang diinginkan seperti toleran terhadap kekeringan, salinitas dan rendaman, meningkatkan kualitas nutrisi tanaman (seperti kadar protein dan kadar asam amino), meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit, serta memperbaiki tampilan tanaman (warna bunga, tinggi tanaman) lebih mudah dan lebih efisien dilakukan dengan teknik rekayasa genetik (Kropff & Struik 2002).


(41)

Sumber: Sharma et al. 2005 Gambar 3. Diagram teknologi transformasi dan teknologi konvensional Rekayasa genetik pada tanaman telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti; meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama, penyakit, gulma dan herbisida; meningkatkan kandungan zat-zat gizi, mengendalikan tingkat kematangan dan masa penyimpanan setelah panen serta modifikasi genom tanaman untuk produksi bahan-bahan kimia tertentu dari tanaman tersebut (MacMahon 2000). Rekayasa genetik pada tanaman padi bertujuan untuk memperoleh tanaman tahan serangan hama dari jenis Lepidoptera dengan memanfaatkan protein Bt toxins (Brookes & Barfoot 2003). Keberhasilan teknologi ini juga telah diterapkan pada tanaman kedelai (52%), jagung (31%), kapas (12%) dan canola (5%). Sifat-sifat unggul yang paling banyak dimanfaatkan pada tanaman adalah ketahanan terhadap herbisida dan serangan hama, serta gabungan dari dua atau lebih sifat tersebut pada satu tanaman (Groote et al. 2011). Masalah utama pada tanaman padi adalah meningkatkan ketahanan tanaman


(42)

19 terhadap serangan hama dan penyakit selain perbaikan kandungan nutrisi yang juga menjadi prioritas.

Karena umumnya sel tanaman bersifal totipotensi (totipotent), yang berarti memiliki kemampuan dalam memperbanyak diri dari satu sel menjadi banyak sel.

Khususnya tanaman hasil transformasi, akan memiliki kombinasi gen baru yang juga dapat memperbanyak diri dan diturunkan pada generasi berikutnya, baik melalui bunga atau biji. Sifat yang ditambahkan tersebut harus dapat diturunkan pada generasi berikutnya (Manshardt 2004). Saat ini telah banyak tanaman pertanian hasil rekayasa genetik yang dihasilkan seperti kentang, tomat, canola, kedele, jagung, kapas dan padi.

Tanaman hasil rekayasa genetik monokotil seperti padi umumnya lebih sulit diregenerasikan bila dibandingkan dengan tanaman hasil rekayasa genetik dikotil. Tetapi karena padi merupakan tananaman pertanian utama, lebih memerlukan teknologi modern dalam perbaikan sifat untuk memperoleh kenaikan hasil yang nyata. Salah satu strategi dalam meningkatkan produksi tanaman padi adalah meningkatkan ketahanan tanaman tersebut terhadap serangan hama dan penyakit. Fungsi insektisida dalam tanaman padi dapat direkayasa secara genetik dengan mengintroduksikan gen Bt dari Bacillus thuringiensis. Selama insektisida biologis tersebut bersifat spesifik, umumnya tidak akan membahayakan terhadap manusia sebagai pangan ( Greenberg & Glick 1993).

Pada awal transformasi genetik dilakukan pada tanaman padi, telah digunakan metode transformasi secara langsung dengan metode penembakan (particle bombardment). Kemudian beberapa metode dikembangkan seperti metode PEG (Poly Ethylene Glycol) yang dapat meningkatkan jumlah kalus tahan Higromicin. Akhir-akhir ini metode Agrobacterium tumefaciens semakin banyak digunakan karena lebih efisien (Ignacimuthu et al. 2000). Metode ini dimulai dari DNA target yang disisipkan ke dalam plasmid yang mampu menginduksi tumor pada tanaman, selanjutnya plasmid ditransfer kedalam bacteria yang akan menginfeksi sel tanaman. Potongan DNA di dalam plasmid yang membawa sifat atau target gen yang diinginkan akan ditransfer ke dalam sel atau genome tanaman (Thiagarajasubramanian 2005). Transformasi dengan A tumefaciens yang memiliki sifat binary vector, telah berhasil digunakan dalam memproduksi padi


(43)

PRG sampai generasi kedua dengan integrasi dan ekspresi gen yang stabil (Wang et al. 2002). Penelitian terbaru pada tanaman padi PRG yang memiliki sifat ketahanan terhadap penggerek batang (Chilo agamemnon Bles.) dengan introduksi gen Bt (Cry 1la5), memperlihatkan sifat-sifat agronomi dan fenotip yang sama dengan tanaman non-PRG (kontrol) (Moghaieb 2010).

Melalui penerapan teknologi rekayasa genetik pada tanaman, aspek keamanan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia harus menjadi prioritas utama, jika produk tersebut akan diintroduksi ke lingkungan atau dikonsumsi oleh manusia (Sharma et al. 2002). Meskipun saat ini belum ada padi hasil rekayasa genetik mengandung gen Bt yang dikomersialisasikan di Asia Tenggara (Ye et al. 2003; Chen et al. 2006; Redona 2006), tetapi pengujian di lapangan uji terbatas telah dilakukan di China sejak tahun 1997 - 1998 untuk padi tahan serangan hama penggerek batang dan ulat penggulung daun. Sampai tahun 2001 pengujian keamanan lingkungan untuk padi hasil rekayasa genetik yang membawa sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit telah dikembangkan di lapangan uji terbatas. Hasil penelitian di lapangan uji terbatas, yang ditanam pada kondisi serangan alami, dapat menghasilkan produksi 28,9% lebih tinggi dibandingkan dengan padi non - Bt (Tu et al. 2000).

Status penelitian rekayasa genetik di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1990-an. Penelitian yang tadinya masih di laboratorium dan rumah kaca khusus untuk tanaman hasil rekayasa genetik di FUT, saat ini telah sampai pada tahap pengujian di LUT untuk mengetahui kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan terbatas (Herman 2009). Salah satu tanaman PRG hasil penelitian dalam negeri yang telah memperoleh pengakuan keamanan lingkungan adalah tanaman tebu PRG dari PT Perkebunan Nusantara XI (Balai Kliring Keamanan Hayati Indonesia 2010).

Penelitian Padi Bt PRG, yang mengandung gen Cry IA(b) tahan terhadap penggerek batang yang dilakukan di Puslit Bioteknologi LIPI sejak tahun 1996 telah diuji di LUT untuk mengetahui kemungkinan dampak negatifnya terhadap lingkungan, tetapi benih hasil pengujian untuk mengetahui apakah terjadi persilangan dengan tanaman Padi non-Bt belum diketahui hasilnya, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian dengan seleksi Higromisin dan analisis PCR


(44)

21 (Polymerase Chain Reaction) terhadap semua benih yang telah ditanam pada jarak yang berbeda-beda sebagai perlakukan sebelumnya. Penelitian tanaman PRG di LUT harus melalui prosedur pengajuan izin kepada Kementerian Lingkungan Hidup melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian. Seperti yang dinyatakan oleh Hilbeck & Andow (2004) bahwa sebelum komersialisasi, tanaman PRG harus dilakukan pengujian keamanan lingkungan terlebih dulu untuk mengetahui dampaknya terhadap lingkungan tempat tumbuh yang dikategorikan pada mahkluk hidup yang berada di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah seperti serangga non target, musuh alami, mikroba tanah dan aktivitas enzim tanah.

China adalah negara kedua setelah Iran yang telah mengeluarkan keputusan keamanan lingkungan (environmental safety) pada Padi Bt PRG. China melakukan pengujian keamanan lingkungan di LUT pada tahun 1997 sampai 1998. Meskipun sampai saat ini belum ada varietas Padi Bt yang siap dipasarkan kepada petani (Marfä et al. 2002; Huang et al. 2007) namun melalui teknologi DNA, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, juga telah berhasil melakukan introduksi gen Cry IA(b) yang berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis ke dalam genom padi kultivar Rojolele. Gen ini menghasilkan kristal protein yang bersifat toksik terhadap serangga lepidoptera, namun tidak berbahaya bagi kesehatan manusia (Bravo et al. 2011).

Pengkajian Risiko Keamanan Lingkungan (

Environmental Risk

Assessment

)

Berdasarkan kesepakatan negara-negara pada Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Biodiversity) di Montreal tahun 1994, telah dituangkan konsep Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, yang mewajibkan setiap negara yang menandatangani kesepakatan tersebut untuk membuat peraturan dan pedoman bagi setiap produk rekayasa genetik sebelum dimanfaatkan dan dilepas ke lingkungan (Newell & Mackenzie 2000). Pengkajian risiko keamanan lingkungan merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan terhadap kelayakan penanaman tanaman PRG ke


(45)

lingkungan. Adanya issu mengenai keamanan hayati, diawal produk ini dilepas merupakan persoalan yang penting untuk melibatkan masyarakat melalui kegiatan pendidikan publik yang konsisten dan transparan.

Penelitian-penelitian tentang keamanan hayati tanaman PRG, lebih difokuskan pada pengaruh sifat toksik dari Bt (Bacillus thuringiensis) terhadap organisme non target, dampak ekologis tanaman PRG terhadap tanaman lain dan kerabat liar, serta interaksi dan pengaruh tanaman PRG tersebut pada keanekaragaman hayati, ekosistem dan mikroba tanah (Lu & Sweet 2010)

Karena dianggap lebih ramah lingkungan, maka bioteknologi modern menjadi harapan baru dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang belum dapat diselesaikan secara konvensional. Seperti tanaman tahan serangan hama, akan mengurangi penggunaan insektisida, sehingga menyelamatkan lingkungan dari pencemaran udara dan air. Dampak jangka panjangnya akan mengurangi pencemaran pestisida yang terakumulasi di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi lingkungan (Barratt et al, 2010).

Berdasarkan fakta terbaru dari ISAAA (2013), angka perkiraan global luas areal tanam PRG di negara-negara berkembang sejak tahun 1996 sampai 2012 meningkat sampai 100 kali, dari 1,7 juta ha menjadi 170 juta ha. Bertambahnya jumlah petani yang menanam tanaman PRG seperti kapas Bt, jagung Bt di negara-negara berkembang telah berhasil meningkatkan pendapatan petani, sehingga program ini diharapkan mampu mendukung Sasaran Pembangunan Milenium dengan mengurangi angka kemiskinan. Harapan untuk mengangkat taraf hidup petani diharapkan tercapai dengan terjadinya peningkatan produksi sebesar 10– 20%, diikuti dengan efisiensi pengeluaran untuk insektisida dan biaya perawatan. (James 2012).

Upaya membangun kepercayaan publik dalam pemanfaatan produk rekayasa genetika memerlukan usaha yang cukup serius dari pemerintah, mengingat masih rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan publik mengenai hal ini. Sebelumnya penemuan-penemuan varietas unggul baru melalui proses teknologi pemuliaan konvensional tidak pernah mendapat reaksi negatif yang serius dari masyarakat petani, maupun masyarakat konsumen pada umumnya. Sedangkan varietas unggul baru dari tanaman transgenik mendapat


(46)

23 reaksi yang keras dan beragam dari berbagai kalangan yang mengkhawatirkan dampak negatif terhadap keamanan hayati. Reaksi yang muncul dari masyarakat dapat diterima asalkan tidak berlebihan dan disampaikan melalui prosedur yang semestinya. Terdapat beberapa pemikiran dari kelompok yang kontra terhadap tanaman PRG seperti; potensi bahaya produk sehingga tidak ada antisipasi yang dapat dilakukan jika terjadi penyimpangan, risk assessment dan risk management masih lemah, sehingga berdampak luas. Di dalam PP 21 tahun 2005 disebutkan bahwa setiap produk bioteknologi yang akan dimanfaatkan secara luas harus diuji dan dikaji terlebih dahulu terhadap kemungkinan risiko yang akan ditimbulkannya.

Informasi ilmiah mengenai hasil pengujian dari pengembangan dan pemanfaatan tanaman PRG yang tersedia saat ini masih rendah, sehingga pengetahuan masyarakat terkait PRG sangat terbatas. Persepsi publik terutama terhadap tanaman PRG terbagi dua kelompok, antara pro dan kontra. Kelompok yang kontra terhadap PRG memprediksi jika tanaman PRG dilepas ke alam dan terjadi persilangan, maka gen yang akan mencemari lingkungan hayati tidak dapat ditarik kembali. Pandangan ini tidak dapat dibenarkan karena adanya aturan yang telah dibuat untuk menjamin keamanan hayati setiap PRG yang akan dilepas atau dimanfaatkan. Menurut Herman (2009) sebelum tanaman PRG dimanfaatkan untuk di tanam ke lingkungan harus melalui pengkajian keamanan lingkungan dengan melakukan percobaan di lapangan uji terbatas, dengan lingkungan fisik yang dapat dikontrol dan dikendalikan. Tindakan isolasi genetik dengan pembatasan materi/bahan yang digunakan dalam membatasi penggunaan bahan tanaman PRG hanya untuk area spesifik dari suatu lingkungan di lokasi percobaan. Percobaan lapangan terbatas adalah kegiatan penelitian skala kecil dan pra komersial, dengan menyediakan teknologi untuk mengevaluasi tampilan tanaman PRG serta mengkoleksi data yang diperlukan dalam pengkajian keamanan lingkungan, pengujian varietas, registrasi, dan tujuan untuk sertifikasi benih (Halsey 2006).

Berdasarkan pada pemikiran-pemikiran tersebut maka metode pengkajian risiko (risk assessment) untuk PRG dilaksanakan berdasarkan kasus per kasus, karena setiap produk PRG yang ditanam pada ekosistem yang berbeda


(1)

191

191

Lampiran 6. Kuisioner untuk analisis keberlanjutan pengelolaan tanaman PRG dengan metode MDS

Dimensi Ekologi dan Kesehatan

No

Atribut

Skala

Buruk Baik

Nilai

Ket

1. Kondisi merugikan terhadap organisme

non target dan keanekaragaman hayati potensial

(PP No 21 /2005 pasal 8 & 27)

0 = memusnahkan 1 = mengubah populasi 2 = tidak merubah populasi

0 2 Seharusnya tidak ada perbedaan populasi

organisme pada lahan yang ditanami tanaman PRG dengan non PRG

2. Pengaruh tidak langsung (indirect

impact) dari tanaman PRG terhadap ekosistem

0 = Mempengaruhi ekosistem 1 = Kemungkinan mempengaruhi 2 = Tidak ada pengaruh

0 2 Pengaruh tidak langsung tidak dapat

diprediksi pada saat sekarang

3. Dampak terhadap organisme perairan

di lokasi penanaman PRG

0 = memusnahkan

1 = terjadi perubahan jumlah populasi 2 = tidak merubah populasi

0 2 Tercantum dalam pedoman pengkajian

keamanan hayati PRG tahun 2005 Seri Tanaman

4. Potensi tanaman PRG menjadi gulma

pada areal pertanaman

0 = Memiliki potensi untuk berkompetisi 1 = Kemungkinan berpotensi menjd gulma 2 = Tidak berpotensi menjadi gulma

0 2 Berdasarkan Pedoman Pengkajian

Keamanan Hayati PRG. Seri Tanaman 2005

5. Terjadinya perpindahan material

genetik dari tanaman PRG kepada tanaman non PRG

(Pedoman pengkajian keamanan hayati PRG Seri tanaman 2005)

0 = terjadi perpindahan genetik dan persilangan dgn tanaman non PRG 1 = terjadi perpindahan genetik tapi tidak ada persilangan

2 = tidak ada perpindahan material genetic

0 2 Belum ada kesepakatan jumlah persentase

material genetik yang aman jika terjadi persilangan dgn tanaman non PRG

6. Perbaikan kualitas lingkungan akibat

berkurangnya penggunaan pestisida

0 = kualitas lingkungan lebih buruk 1= tidak ada perbedaan thd kualitas lingkungan

2 = kualitas lingkungan menjadi lebih baik

0 2 Tanaman PRG tahan hama akan

mengurangi penggunaan insektisida shg kondisi lingkungan lebih baik

7. Keamanan PRG terhadap kesehatan

manusia

(PP No 21/2005 dan Pedoman pengkajian keamanan pangan )

0 = menimbulkan gangguan thd kesehatan manusia

1 = tidak menimbulkan pengaruh

2 = Membuat kesehatan menjadi lebih baik


(2)

192

Dimensi Ekonomi

No

Atribut

Skala

Buruk Baik Nilai

Ket

1. Stabilitas produksi tanaman PRG lebih

terjamin

0 = tidak stabil/lebih rendah 1 = tidak ada perbedaan jumlah 2 = produksi tanaman PRG lebih baik

0 2 Dengan keunggulan sifat tanaman

padi tahan hama,maka kesempatan tanaman berproduksi lebih tinggi

2. Mengurangi biaya produksi, karena

menurunnya biaya saprotan

0 = biaya produksi lebih tinggi 1 = tidak mengurangi biaya produksi 2 = biaya produksi lebih rendah

0 2 Tanaman PRG tahan serangga hama

akan mengurangi biaya pembelian insektisida

3. Bertambahnya pendapatan petani

pengguna PRG

0 = pendapatan petani jadi berkurang 1 = tidak ada peningkatan pendapatan 2 = pendapatan petani meningkat

0 2

4. Harga beli benih padi PRG yang

terjangkau oleh petani

0 = harga benih lebih tinggi 1 = harga sama dgn benih non PRG 2 = harga benih lebih murah

0 2 Untuk memperoleh benih PRG perlu

biaya tinggi, sehingga harga jual juga lebih tinggi dibandingkan dengan benih biasa

5. Tingkat ketergantungan petani pada

benih PRG

0 = harus selalu membeli benih baru agar diperoleh kualitas yg sama

1= sama dengan benih non PRG

2= tidak perlu beli benih setiap kali akan ditanam

0 2 Untuk memperoleh benih dengan

kualitas optimal harus membeli benih baru

6. Jumlah tenaga kerja di lahan pertanian 0 = lebih banyak

1 = sama dengan lahan pertanian non PRG 2 = lebih sedikit

0 2 Dengan keunggulan sifat tanaman

PRG, diharapkan mampu

mengurangi jumlah tenaga kerja

7. Kesejahteraan petani pengguna 0 = menurun

1 = tidak ada perubahan 2 = meningkat

0 2 Dengan keunggulan sifat pada

tanaman PRG, akan mengurangi biaya produksi.


(3)

193

193

Dimensi Sosial Kemasyarakatan

No

Atribut

Skala

Buruk Baik

Nilai

Ket

1. Persepsi dan penerimaan masyarakat 0 = persepsi negatif (menolak)

1 = tidak memahami

2 = persepsi positif (menerima)

0 2 Memperhatikan pasal 23 dari

Protokol Cartagena ttg kesadaran dan partisipasi masyarakat

2. Pendidikan yang benar bagi masyarakat

tentang PRG

0 = tidak ada sama sekali 1 = belum mencukupi 2 = masyarakat telah terdidik

0 2 Kelanjutan dari pasal 23 (ayat 1b)

dari Protokol Cartagena

3. Perubahan terhadap prinsip penerapan

PHT

0 = belum diterapkan 1 = hanya sebagian ditrapkan 2 = sudah diterapkan

0 2 Produk padi PRG belum tersedia di

pasaran.

4. Sumber informasi terkait PRG 0 = tidak mencukupi

1 = hanya pada kalangan tertentu 2 = sudah mencukupi

0 2 Merupakan bagian dari tugas BKKH

Indonesia sebagai sumber informasi terkait PRG

5. Kebebasan petani dalam memilih PRG

atau non PRG

0 = tidak ada kebebasan 1= tidak mengetahui

2= memiliki kebebasan dalam memilih

0 2

6. Tingkat pendidikan formal petani

pengguna PRG

0 = tidak sekolah-SD 1 = SMP-SMA 2 = Sarjana- dst

0 2 Berdasarkan hasil survey penulis di

lapangan

7. Pemberdayaan petani dalam kegiatan

sosialisasi PRG

0 = tidak pernah 1 = kadang-kadang 2 = sering

0 2 Berdasarkan hasil survey penulis di

lapangan

8. Peran kelompok tani dalam sosialisasi

PRG

0 = tidak ada peran 1 = kadang-kadang 2 = sering

0 2 Berdasarkan hasil survey penulis di

lapangan

9. Keikutsertaan publik dalam keputusan

pemanfaatan PRG

0 = tidak dilibatkan 1 = kadang-kadang

2=selalu dilibatkan pada setiap

pengambilan keputusan tentang PRG

0 2 Keikutsertaan publik, sesuai dgn PP


(4)

194

Dimensi Teknologi

No

Atribut

Skala

Buruk

Baik Nilai

Ket

1. Kemampuan SDM untuk melakukan

riset teknologi rekombinan DNA

0 = belum mmiliki kemampuan 1 = masih sedikit yang memiliki kemampuan

2 = sudah banyak yg memiliki kemampuan

0 2 Tercantum dalam PP 21 / 2005 pasal

11 dan 20 tentang kemampuan

melakukan penelitian dan

pengembangan utk menghasilkan PRG

Berdasarkan survey .NFP tahun 2005

2. Membangun kemampuan (capacity

building) dalam melakukan pengujian keamanan hayati

0 = belum ada sama sekali

1 = sudah ada tapi belum memadai 2 = sudah mencukupi

0 2 Membangun kemampuan dan

kapasitas SDM dan kelembagaan merupakan amanat dari Protokol Cartagena pasal 22 serta PP 21/2005 pasal 20

3. Jumlah SDM terlatih yang memiliki

kemampuan dalam penelitian rekombinan DNA

0 = kurang dari 10% 1 = sekitar 10 – 50 % 2 = lebih dari 50%

0 2 Jumlah SDM yang melakukan riset

rekombinan DNA diambil dari total jumlah peneliti bidang bioteknologi

4. Jumlah PRG hasil Litbang sendiri yang

telah dilepas

0 = baru satu produk 1 = 1 – 10

2 = lebih dari 10 PRG

0 2 Data diambil dari hasil keputusan

KKH yang telah dipublikasi melalui BKKH Indonesia


(5)

195

195

F. Dimensi Hukum dan Kelembagaan

No

Atribut

Skala

Buruk

Baik Nilai

Ket

1. Labeling untuk PRG yang sudah

dikomersialisasikan (UU 69/1999)

0 = belum diterapkan 1 = masih dalam perencanaan 2 = sudah diimplementasikan

0 2 Berdasarkan

pasal 35:

Pada

label

untuk

pangan

hasil

rekayasa genetika wajib dicantumkan

tulisan

Pangan Rekayasa Genetika

2. Ketersediaan perangkat hukum dalam

pengelolaan PRG

0 = belum tersedia

1 = masih dalam perencanaan 2 = sudah diimplementasikan

0 2 Berdasarkan UU 32 Tahun 2009 pasal 69 dan

101 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

3. Sinkronisasi kebijakan diantara LPNK

dengan kelembagaan terkait

0 = belum terlaksana sinkronisasi 1 = baru sebagian terlaksana 2 = sudah terlaksana dgn baik

0 2

4. Ketersediaan peraturan perundangan

terkait PRG

0 = tidak tersedia 1 = belum lengkap

2 = sudah tersedia dengan lengkap

0 2 Sudah tersedia dalam bentuk PP, Kep Men

dan UU

5. Ketersediaan pedoman dalam

pengelolaan PRG

0 = tidak tersedia 1 = belum lengkap

2 = sudah tersedia dengan lengkap

0 2 Berdasarkan PP 21/2005 pasal 20 ayat 3 dan 4

6. Pengaturan kewenangan dalam

penanganan PRG

0 = kelembagaan terkait tidak memiliki kewenangan

1= belum diimplementasikan 2= sudah berjalan dengan baik

0 2 Berdasarkan Perpres No 39 / 2010

7. Peran kelembagaan terkait PRG 0 = belum memiliki peran

1 = hanya sebagian yang berperan 2 = sudah berperan dgn baik

0 2 Berdasarkan Perpres 39 / 2010 tentang

Kelembagaan KKH PRG

8. Mekanisme kerja antar kelembagaan

terkait

0 = belum berjalan

1 = belum sepenuhnya berjalan 2 = sudah berjalan dgn baik

0 2 PP 21 / 2005 pasal 28

9. Peaksanaan kerangka waktu dalam

prosedur pengajuan keamanan hayati

0 = belum dilaksanakaan 1 = baru sebagian

2= sdh berjalan sesuai dgn aturan

0 2 Berdasarkan aturan dalam PP 21 tahun 2005


(6)