Status Keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan
103 Gambar 13. Hasil analisis leverage pada dimensi hukum kelembagaan
pengelolaan PRG Berdasarkan hasil analisis leverage yang disajikan pada Gambar 13,
diperoleh dua atribut utama yang memiliki pengaruh sensitif terhadap indeks keberlanjutan hukum kelembagaan yaitu: 1 Peraturan perundang-undangan
tentang PRG RMS=2.50, dan 2 Pelabelan labelling untuk PRG RMS = 2.29. Hasil analisis leverage atau analisis sensitivitas pada kedua atribut utama
berkaitan dengan status keberlanjutan, jika dilakukan perbaikan dengan menerapkan setiap aturan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan terhadap
dua atribut ini, maka indeks keberlanjutan dapat berubah menjadi lebih baik. Untuk atribut peraturan dan perundang-undangan PRG, di Indonesia sudah
dapat terakomodir dari sejumlah peraturan dan undang-undang yang tersedia saat ini. Tetapi masih terdapat beberapa aspek terkait pengelolaan PRG yang belum
dicantumkan dalam peraturan. Secara umum peraturan mengenai keamanan hayati PRG dalam Peraturan Pemerintah PP No 212005 telah memuat ketentuan
pengelolaan PRG di Indonesia. Tetapi dalam menerapkan peraturan tersebut diperlukan pedoman teknis pengujian PRG. Pedoman teknis yang telah
diselesaikan sampai tahun 2013 ini adalah pedoman pelaksanaan teknis untuk keamanan pangan dan lingkungan, sedangkan pedoman pengujian keamanan
104 pakan dan pedoman pelaksanaan penelitian dan pengembangan PRG di
Laboratorium dan FUT belum dapat diselesaikan. Selain itu sesuai dengan ketentuan di dalam PP 212005 terdapat ketentuan monitoring terhadap
pelaksanaan penelitian dan pengembangan PRG di lapangan, yang perlu dibuatkan peraturan pelaksanaannya. Karena belum lengkapnya pedoman teknis
dalam pelaksanaan pengujian PRG di Indonesia, menjadi hambatan dalam strategi pengelolaan berkelanjutan PRG.
Pada atribut pelabelan labelling terhadap PRG baik dalam bentuk olahan atau produk segar, yang telah ditetapkan jauh sebelumnya didalam PP 691999,
masih belum diterapkan di lapangan sampai saat sekarang oleh lembaga yang berwenang. Hal ini disebabkan karena berbagai permasalahan yang belum dapat
diselesaikan. Keadaan ini semakin menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan masyarakat sehingga melahirkan kelompok-kelompok yang kontra dan menentang
keberadaan PRG sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan pembangunan pertanian berkelanjutan.
Ketertinggalan negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi modern lebih disebabkan karena kurangnya kemampuan dalam pengujian
keamanan hayati dan mekanisme peraturan terkait perkembangan bioteknologi, sehingga menjadi kelemahan dan keterlambatan aplikasi PRG di negara pihak
pengimpor Araya-Quesada et al. 2005. Negara pengimpor berhak mengambil suatu keputusan yang sesuai sehubungan dengan impor PRG dengan maksud
untuk menghindari atau meminimalkan potensi yang mengakibatkan kerugian, seperti yang dicantumkan pada pasal 11 Protokol Cartagena terutama
pemanfaatan langsung PRG sebagai pangan atau pakan.