Status Keberlanjutan Multidimensi Pengelolaan Kebijakan PRG

106 fit yang dapat dipertanggungjawabkan. Nilai stress berkisar antara 13.35 sampai 15.16 dan nilai koefisien determinasi R 2 berkisar antara 0.94 dan 0.95. Hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari 0.25 25 dan nilai koefisien determinasi R 2 mendekati 1.0 100. Adapun nilai stress dan koefisien determinasi seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai stress dan koefisien determinasi R 2 hasil analisis Rap-PRG No Dimensi Keberlanjutan Parameter Stress R 2 Ekologi 13.35 0.95 Ekonomi 13.48 0.95 Sosial Masyarakat 15.16 0.94 Teknologi 14.30 0.95 Hukum dan Kelembagaan 14.80 0.95 Agar nilai indeks ini di masa yang akan datang dapat meningkat mencapai status berkelanjutan sustainable, perlu perbaikan terhadap atribut-atribut yang sensitif dan memberi pengaruh terhadap nilai dari indeks dimensi ekologi, ekonomi, sosial masyarakat, teknologi serta hukum dan kelembagaan. Gambar diagram layang kite diagram yang menggambarkan status keberlanjutan secara terintegrasi antara dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi hukum kelembagaan dari Rap-PRG yang disajikan pada Gambar 14. 107 Gambar 14. Diagram layang kite diagram nilai indeks keberlanjutan pengelolaan Padi Bt PRG b. Faktor Pengungkit dalam Kebijakan Pengelolaan Padi Bt PRG Berkelanjutan Hasil analisis tiga puluh enam atribut dari lima dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum kelembagaan diperoleh 15 atribut sensitif sebagai faktor pengungkit leverage factor terhadap masing-masing dimensi secara parsial. Sebagai faktor pengungkit, ada atribut yang perlu ditingkatkan kinerja dan sebagian yang lain perlu dijaga kinerja dalam pengelolaan pemanfaatan Padi Bt PRG sehingga nilai indeks keberlanjutan ke depan menjadi lebih baik. Oleh sebab itu perlu intervensi dalam meningkatkan kinerja atribut untuk menaikkan status keberlanjutan pemanfaatan Padi Bt PRG. Faktor pengungkit leverage factor yang perubahannya dapat mempengaruhi secara sensitif terhadap peningkatan indeks keberlanjutan. Lima belas atribut sensitif yang dikumpulkan dari setiap dimensi, dengan jumlah lima atribut pengungkit dari dimensi ekologi, empat atribut pengungkit dari dimensi ekonomi, dua atribut pengungkit dari dimensi sosial, dua atribut pengungkit dari dimensi teknologi dan dua atribut pengungkit dari dimensi kelembagaan. Terhadap faktor-faktor pengungkit tersebut dapat dilakukan perbaikan atau 108 perubahan sesuai dengan tujuan keberlanjutan pada masing-masing dimensi. Perbaikan yang dilakukan harus berdasarkan hasil penelitian dan data ilmiah yang telah tersedia sebelumnya agar keberlanjutan dari atribut-atribut sensitif dapat ditingkatkan sesuai dengan target keamanan hayati dalam pelaksanaan pengujian dan pengkajian risiko PRG. Kebijakan pengelolaan tanaman PRG juga dapat dijaga keberlanjutannya dengan memperbaiki atribut-atribut yang sensitif, kecuali untuk dimensi teknologi yang masih termasuk kategori kurang berkelanjutan, harus dilakukan intervensi dan perubahan supaya keberlanjutan di bidang teknologi rekayasa genetik dapat tercapai dengan memanfaatkan sumber daya alam yang kita miliki. Faktor-faktor pengungkit tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Atribut sensitif keberlanjutan kebijakan pengelolaan PRG sebagai faktor pengungkit dari setiap dimensi No. Dimensi Faktor Pengungkit leverage factor RMS 1 Ekologi 5 1. Perpindahan crossing material genetik dari Padi Bt PRG ke tanaman padi non PRG 10.21 2. Dampak Padi Bt PRG terhadap organisme perairan. 4.45 3. Pengaruh Padi Bt PRG pada organisme non target dan keanekaragaman hayati potensial 4.04 4. Potensi tanaman PRG menjadi gulma 3.65 5. Keamanan PRG terhadap kesehatan manusia 3.50 2 Ekonomi 5 6. Tingkat ketergantungan petani terhadap benih PRG 9.49 7. Harga beli benih PRG yang terjangkau 6.45 8. Peningkatan pendapatan petani 5.13 9. Stabilitas produksi 4.25 3 Sosial 2 . 10. Ketersediaan informasi bagi masyarakat mengenai PRG 1.01 11. Penerimaan dan persepsi masyarakat 1.06 4. Teknologi 2 12. Jumlah PRG yang telah dilepas dan memperoleh izin peredaran di Indonesia 3.60 13. Kemampuan SDM dalam riset rekombinan DNA 2.68 5. Hukum Kelembagaan 2 14. Peraturan perundang-undangan tentang PRG 2.50 15. Pelabelan labelling terhadap PRG 2.29 109 KESIMPULAN 1. Status keberlanjutan kebijakan pengelolaan tanaman PRG secara multidimensi menunjukkan kondisi yang tergolong cukup berkelanjutan dengan nilai 58.99. Sedangkan kondisi keberlanjutan untuk masing-masing dimensi adalah 73.02 untuk dimensi ekologi, dimensi ekonomi 69.30, dimensi sosial 51.22 dan dimensi hukum kelembagaan 54.74, semuanya tergolong cukup berkelanjutan. Sedangkan untuk dimensi teknologi, diperoleh nilai keberlanjutan 46.71, nilai ini tergolong kurang berkelanjutan. 2. Terdapat 15 atribut sensitif yang merupakan faktor pengungkit untuk setiap dimensi yang dikaji. Lima belas faktor ini memiliki potensi untuk dipertahankan atau diintervensi agar berubah menjadi lebih baik dengan indikasi terjadinya kenaikan indeks keberlanjutan. Saran 1. Disarankan untuk menambah atribut keefektifan Padi Bt terhadap terhadap serangan hama target, karena pemanfaatan Padi Bt secara terus menerus di lapangan tanpa melakukan pengelolaan risiko dapat meningkatkan resistensi hama pada tanaman Padi Bt. Atribut ini bisa dimasukkan pada dimensi teknologi, karena melalui teknologi rekayasa genetik dapat dikembangkan tanaman yang dapat mematahkan ketahanan hama terhadap Padi Bt. 2. Atribut pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur yang lebih memadai, juga disarankan untuk ditambahkan pada dimensi teknologi, untuk memperbaiki indeks keberlanjutan pada dimensi teknologi. Karena pengembangan teknologi rekayasa genetik tidak mungkin dilakukan tanpa ketersediaan fasilitas dan pendanaan yang cukup. 110 ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN PRODUK REKAYASA GENETIK BERKELANJUTAN DENGAN METODE PENGAMBILAN KEPUTUSAN Policy Analysis of Sustainable Genetically Engineered Product Management Using Decision Making Method Deswina P 1 , Syarief R 2 , Rachman LM 3 , Herman M 4 1 Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor dan Staf Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, 2 Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, 3 Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, 4 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Kementerian Pertanian ABSTRAK Produk rekayasa genetik PRG merupakan hasil teknologi modern yang membutuhkan strategi kebijakan dalam pengelolaan mulai dari tahap penelitian dan pengembangan sampai tahap pengujian keamanan hayati. Pendekatan secara terpadu dan holistik berdasarkan kajian ilmiah terhadap lingkungan, kajian sosial ekonomi berdasarkan peraturan dan kelembagaan telah dilakukan agar pemanfaatan PRG tidak merugikan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui prioritas kebijakan terhadap pengelolaan PRG berkelanjutan dengan metode pengambilan keputusan. Hasil perumusan kebijakan berdasarkan justifikasi pakar dengan AHP Analytical Hierarchy Process terbagi atas empat level yaitu level tujuan, faktor, kriteria dan alternatif. Hasil sintesis pakar terhadap faktor lingkungan, ekonomi, sosial dan teknologi, memberikan nilai eigen bobot yang hampir sama. Terjadinya perpindahan material genetik gene flow dari tanaman PRG ke tanaman non PRG merupakan elemen yang paling penting untuk diperhatikan pada kriteria lingkungan, dengan nilai bobot 0.278. Sedangkan peningkatan pendapatan petani dengan nilai eigen 0.358, yang tertinggi untuk kriteria ekonomi. Keamanan PRG terhadap kesehatan manusia 0.464 adalah elemen yang lebih diutamakan untuk kriteria sosial. Terakhir kemampuan SDM dalam melakukan pengujian keamanan hayati 0.580 merupakan elemen paling penting untuk aspek teknologi. Berdasarkan alternatif yang disusun pakar, elemen law enforcement terhadap peraturan dan undang- undang memperoleh nilai paling tinggi 0.187. Dari matriks kuadran ISM Interpretative Structural Modelling, elemen-elemen alternatif tersebar pada tiga kuadran dependence, linkage dan independent. Kata kunci: Analisis kebijakan, tanaman PRG, keamanan hayati, nilai eigen, AHP, ISM 111 ABSTRACT Genetically engineered product GEPs is the result of modern technology that require policy strategies on its management ranging from research and development stage to biosafety testing stage. An integrated and holistic approach; based on scientific to environment, socio-economic studies based on rules and institutions, has been done in order to the usage of GEP to be not detrimental for the human health and for the environment. This study aims to determine policy priorities for sustainable management of GEPs using decision-making method . The outputs of policy making based on experts justification by AHP Analytical Hierarchy Process method, are divided into four levels, they are: Focus, Factor, Criteria and Alternative ways level. The synthesized of experts justifications on environmental, economic, social and technological factors, give a nearly equal eigen values to the previous four levels, so they are concluded in having the same priority in managing GEP. The gene flow of Genetically Engineered Crop GEC to non GEC is the most important element to be considered with the eigen values 0.278. The increase of farmer’s income with eigen values 0.358 is considered as the most important criteria of economic factor. GEPsafety to human health 0.464 is the preferred social elements. Last but not least, the human resource capability in doing biosafety test 0.580 is the most important criteria for the technology factor. Based on the alternatives compiled by the experts, law enforcement elements of the rules must be done by 0.187 eigen values. Also based on ISM Interpretative Structural Modelling quadrant matrix, alternative elements are scattered into three quadrants; dependence, linkage and independent. Keywords: Genetically Engineered Products GEPs, Policy analysis of GEPs, biosafety, environmental safety, eigen value, AHP, ISM PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu industri paling strategis dalam pembangunan nasional berkelanjutan di Indonesia, maka perlu dilakukan pengembangan dengan inovasi teknologi dalam rangka meningkatkan produksi untuk ketahanan pangan nasional. Selama ini sektor pertanian turut memberikan kontribusi keuntungan terhadap perekonomian nasional sebesar lebih kurang 20 Mitchel et al. 2007. Permasalahan sektor pertanian di Indonesia sangat bervariasi terutama rentan vulnerable terhadap variabilitas dan perubahan iklim akibat pemanasan global sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi 112 pertanian. Faktor-faktor eksternal lainnya banyak mempengaruhi terhadap penurunan produksi pertanian yang diprediksi akan menurunkan produksi padi dunia sampai 41 Ceccarelli et al. 2010, Shah et al. 2011. Berbagai upaya perbaikan mutu tanaman telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas tanaman, tetapi keterbatasan lahan dan cepatnya pertambahan penduduk masih menjadi kendala. Diperlukan inovasi teknologi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul. Salah satu teknologi yang dapat dipergunakan untuk mengatasi permasalahan ini adalah teknik bioteknologi modern dengan rekayasa genetik Manshardt 2004. Teknologi ini telah dimanfaatkan untuk perbaikan sifatkarakter tanaman, meliputi sifat ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik Josine et al 2011. Diperlukan kebijakan nasional dalam mengelola produk rekayasa genetik PRG sebelum produk tersebut dilepas atau dikomersialisasikan kepada masyarakat agar sistem pertanian berkelanjutan tercapai. Kebijakan pengelolaan PRG meliputi di bidang ekonomi, lingkungan, sosial, teknologi dan kelembagaan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Analisis kebijakan pengelolaan merupakan bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi yang relevan sebagai landasan bagi para pengambil kebijakan dalam membuat suatu keputusan terkait dengan masalah-masalah publik Dunn 2003. Kebijakan merupakan perangkat pedoman yang memberikan arah terhadap pelaksanaan strategi pembangunan berkelanjutan dan berfungsi untuk memberikan rumusan mengenai berbagai pilihan tindakan dan prioritas agar dapat mencapai tujuan pembangunan dengan efektif. Analisis kebijakan merupakan suatu analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sehingga dapat memberikan landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan. Pengambilan keputusan dalam sebuah kebijakan hampir dapat dipastikan didasarkan pada adanya berbagai masalah yang saling terkait dan kompleks. Oleh karena itu analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin ilmu dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, valuatif dan prospektif sehingga dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah Quade 1975 dalam Dunn 2003. Kebijakan terhadap pengelolaan PRG berkelanjutan diwujudkan dalam bentuk produk hukum seperti Undang-undang UU, Peraturan Pemerintah PP 113 dan lain sebagainya. Terkait dengan hal ini telah dikeluarkan PP mengenai Keamanan Hayati PRG dan peraturan pendukung lainnya. Untuk aturan kelembagaan terhadap pengelolaan PRG telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Perpres No 392010. Menyangkut sanksi hukum terhadap pelanggaran pelaksanaan dalam pengelolaan PRG telah dicantumkan di dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sanksi hukum yang terdapat di dalam UU 322009, diberlakukan terhadap pelanggaran atau penyalahgunaan pemanfaatan PRG, dimana ancaman hukuman berupa denda uang dan hukum pidana kurungan. Sanksi ini diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap keselamatan lingkungan dan keanekaragaman hayati serta proteksi terhadap kesehatan manusia. Setiap kebijakan yang dibuat harus memiliki regulasi yang jelas, sehingga dapat digunakan sebagai landasan hukum dalam pengelolaan PRG berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat analisis dan arahan kebijakan yang kemudian distrukturisasi ke dalam nilai-nilai kuantitatif guna memperoleh strategi dan alternatif dalam pengelolaan PRG. METODE ANALISIS DATA Metode analisis data yang digunakan dalam mengkaji kebijakan dan regulasi terkait pengelolaan PRG adalah analisis isi content analysis yang bersifat deskriptif evaluatif yang berhubungan dengan masa lalu sekaligus prediktif dan preskriptif yang berhubungan dengan masa depan. Analisis Analytical Hierarchy Process AHP dan Interpretative Structural Modelling ISM digunakan dalam pengambilan keputusan terhadap strategi prioritas dalam kebijakan pengelolaan tanaman PRG.

a. Analisis Isi Content analysis

Analisis ini merupakan salah satu teknik penelitian yang digunakan untuk menganalisis dokumen-dokumen tertulis yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai kelembagaan atau peraturan terkait dengan pengelolaan PRG. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakter-karakter lainnya serta mengungkapkan fokus perhatian dari masalah yang dikaji. Teknik 114 penelitian dengan analisis isi dapat berupa teknik kualitatif dan kuantitatif yang sistematis dan dapat diaplikasikan untuk memahami dan menjelaskan aspek-aspek yang dikaji. Teknik ini merupakan teknik kualitatif yang menjelaskan dan menganalisis frekuensi kata, frasa, atau kalimat yang terkandung dalam dokumen tertulis yang mengasumsikan bahwa frekuensi tertinggi dapat diartikan sebagai refleksi dari perhatian yang besar dari variabel tersebut Saaty 2008. Hasil penelaahan dan tingkat intensional, fokus kebijakan dan aturan dari kebijakan tersebut dapat dipetakan menurut frekuensi dan proporsi dari aspek kunci yang terkait dengan topik yang dibahas. Hasil dapat disajikan dalam bentuk tabel atau tabulasi yang menunjukkan kecenderungan proporsi aspek kunci dari setiap peraturan yang dikaji. Untuk mengetahui fokus kebijakan yang diambil pemerintah terhadap PRG, telah dilakukan telaah yang lebih dalam dan detail dari peraturan-peraturan yang terkait dengan pengelolaan PRG. Hasil penelaahan ditampilkan dalam tabel yang menunjukkan kecenderungan aspek-aspek kunci dalam setiap peraturan yang dipetakan. Analisis isi dilakukan pada peraturan-peraturan terkait PRG yaitu UU No 12 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian, yang diikuti dengan Permentan No.672006 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan SDG Tanaman serta Permentan No 612011 tentang Pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas tanaman. Mengenai keamanan hayati PRG, telah ditetapkan dalam UU No. 212004 tentang Pengesahan Protokol Cartagena, UU 32 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri Pertanian 1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil Rekayasa Genetik, Surat Keputusan Bersama SKB Mentan, Menhutbun, Menkes, dan Meneg Pangan dan Hortikultura 29 September 1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan, yang diikuti dengan PP No 212005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Di dalam Peraturan Menteri LH No 25 Tahun 2012 telah diatur tatacara dan Pedoman Analisis Risiko Lingkungan PRG. Terkait dengan keamanan pangan telah dibuat UU No.182012 mengenai Pangan menggantikan UU No 71996, selanjutnya PP No.282004 mengenai Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, serta Peraturan Kepala Badan POM mengenai Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan PRG No HK 115 03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012. Mengenai aturan kelembagaan pengelolaan PRG telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Perpres No 39 2010 tentang Kelembagaan KKH PRG, yang diikuti oleh Surat Keputusan KKH PRG No 12011 tentang pembentukan TTKH PRG.

b. Analisis Hirarki Proses AHP

AHP Analytical Hierarchy Process digunakan untuk menentukan elemen-elemen kunci untuk ditangani. Analisis ini diharapkan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang komplek sehingga dapat disederhanakan.dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. Metode ini menggunakan knowledge sebagai alat analisis dan interpretasi dalam memecahkan situasi kompleks dan tidak berstruktur kedalam bagian komponen yang tersusun secara hirarki baik struktural maupun fungsional. Penggunaan metode ini didasarkan pada sistem yang diamati, bersifat kompleks dengan jumlah pelaku yang lebih majemuk Marimin 2004. Dalam AHP didasarkan pada hasil pendapat pakar expert judgement untuk menjaring berbagai informasi dari beberapa elemen- elemen yang berpengaruh dalam penyelesaian suatu persoalan. Metode AHP yang digunakan dalam pengambilan keputusan yang diidentifikasi oleh pakar, dikembangkan oleh Saaty 2008. Metode AHP memiliki keunggulan dan keunikan dalam pengambilan keputusan, yang terdapat dalam kemampuannya untuk menguraikan masalah secara terstruktur dalam bentuk hirarki. Masalah yang sebelumnya terdapat dalam sebuah sistem yang kompleks akan diuraikan secara hirarki menjadi sub elemen yang lebih sederhana, selain itu dengan AHP juga dapat dilihat relasi antar sub-sub elemen yang komplek. Penguraian persoalan secara hirarki akan mempermudah pemahaman penyelesaian masalah sampai ke akar penyebabnya. Penguraian secara hirarki dalam metode AHP didasarkan pada pencapaian tujuan, faktor yang berpengaruh, penentuan kriteria dan penetapan alternatif kebijakan Marimin 2005. Keharusan nilai numerik pada setiap variabel masalah membantu pengambil keputusan mempertahankan pola pikiran yang kohesif dan mencapai suatu kesimpulan. Penilaian alternatif dan kriteria ini didapatkan dari kuisioner yang diberikan dan diisi oleh pakar yang