pengelolaan lingkungan melalui pemberantasan sarang nyamuk PSN, biaya surveilans, biaya penyuluhan kesehatan dan knowledge, information and
education KIE dan biaya koordinasi dengan pihak luar Dinas Kesehatan Depkes RI, 2003.
Tabel 5.10. Matrik Perbandingan antara Tataran Ideal Alokasi Dana Program Surveilans dengan Kenyataan di Tempat Penelitian
Tataran Ideal Alokasi Dana Program Surveilans
Kenyataan di Tempat Penelitian
Kesesuaian
1. Menurut KMK RI Nomor
1116MENKESSKVIII2 003
Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi
Kesehatan, sumber dana penyelenggaraan
sistem surveilans
epidemiologi kesehatan berasal dari:
- APBN,
- APBD KabupatenKota,
- APBD Propinsi,
- Bantuan Luar Negeri,
- Bantuan Nasional dan
Daerah, dan -
Swadaya masyarakat. a.
Jumlah dana untuk program
DBD tiap
tahun sebesar Rp 200.000.000,00
untuk program P2DBD yang
meliputi penyemprotan sarang nyamuk, dan
surveilans DBD dan biaya
pengendalian DBD lainnya.
b. Sumber dana untuk
kegiatan program DBD bersumber dari Dana
Alokasi Umum APBD Kabupaten Tegal
c. Tidak
ada alokasi
khusus untuk program surveilans DBD
Sudah sesuai
karena jumlah dana
sudah mencukupi dan
sumber dana
program surveilans
berasal dari
APBD Kabupaten
walaupun tidak ada
dana alokasi khusus
untuk program surveilans
DBD.
5.1.1.5. Evaluasi Input Metode Method dalam Pelaksanaan Surveilans DBD
di Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal
Evaluasi metode dalam pelaksanaan surveilans DBD meliputi evaluasi terhadap ketersediaan pedoman evaluasi surveilans DBD dan evaluasi terhadap
ketersediaan SOP surveilans DBD.
5.1.1.5.1.Ketersediaan Pedoman Evaluasi Surveilans DBD
Evaluasi program kesehatan merupakan serangkaian prosedur untuk menilai suatu program kesehatan dan memperoleh informasi tentang keberhasilan
pencapaian tujuan. Dalam hal ini, evaluasi dilakukan dengan membandingkan pelaksanaan surveilans DBD dengan pedoman pelaksanaan surveilans DBD.
Berdasarkan penelitian, pedoman evaluasi dalam bentuk peraturan yang meliputi: KMK RI Nomor 1479MENKESSKX2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu dan KMK RI Nomor 1116MENKESSKVIII2003 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan masih tersedia. Walaupun peraturan tersebut telah tersedia tetapi tidak lagi menjadi acuan utama
evaluasi surveilans DBD. Sedangkan pedoman evaluasi surveilans DBD yang berupa pedoman seperti: Modul pengendalian DBD tahun 2011 masih tersedia
dan tetap digunakan menjadi acuan evaluasi surveilans DBD. Selain dengan menggunakan pedoman tersebut, kegiatan evaluasi surveilans DBD di Dinas
Kesehatan Kabupaten Tegal juga dilakukan malalui rapat-rapat koordinasi. Menurut Direktorat KGM Bappenas 2006, pedoman dalam evaluasi surveilans
dibagi dalam 2 bentuk yaitu dalam bentuk pedoman dan peraturan. Dalam bentuk pedoman meliputi: Buku PEP Depkes RI 2003, Modul Pengendalian DBD 2011,
buku Penyelidikan dan Penangulangan KLB Pedoman epidemiologi penyakit Dirjen PP dan PL 2007, Prosedur Tetap Penanggulangan KLB Bencana
Provinsi Jawa Tengah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2006. Sedangkan
dalam bentuk
peraturan meliputi:
KMK RI
Nomor
1479MENKESSKX2003 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu
dan KMK RI Nomor 1116MENKESSKVIII2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketersediaan pedoman evaluasi surveilans DBD sudah sesuai. Secara rinci perbandingan antara
ketersediaan pedoman evaluasi surveilans DBD dapat dilihat pada Tabel 5.11 di bawah ini:
Tabel 5.11. Matrik Perbandingan antara Tataran Ideal Ketersediaan Pedoman Evaluasi Surveilans dengan Kenyataan di Tempat Penelitian
Tataran Ideal Pedoman Evaluasi Surveilans
P2DBD Kenyataan di Tempat
Penelitian Kesesuaian
Menurut Bappenas 2006 pedoman dalam evaluasi
surveilans terbagi dalam 2 bentuk yaitu dalam bentuk:
-
pedoman -
peraturan a.
Pedoman evaluasi
yang tersedia terdiri dari peraturan yang
meliputi: pedoman Modul
pengendalian DBD tahun 2011.
b. Di
samping itu,
kegiatan evaluasi
surveilans DBD
di Dinas
Kesehatan Kabupaten Tegal juga
dilakukan malalui
rapat-rapat koordinasi. Sudah sesuai karena
sudah tersedia
pedoman evaluasi
surveilans DBD yang meliputi:
pedoman dan peraturan tetapi
semua yang menjadi pedoman
tersebut belum
tentu digunakan.
5.1.1.5.2.Ketersediaan SOP Surveilans DBD
Pedoman yang bersifat teknis di lapangan diwujudkan dalam bentuk SOP. Keberadaan SOP penting untuk panduan petugas. Penyusunan SOP kegiatan
surveilans dilakukan berdasarkan pedoman dan peraturan. Berdasarkan hasil penelitian, SOP yang digunakan untuk program surveilans DBD di Dinas
Kesehatan Kabupaten Tegal terdiri dari: Modul Pengendalian DBD tahun 2011 dan SPO Program P2DBD No. kode 440 terbitan 2014 oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Tegal. SOP surveilans DBD yang digunakan di program P2DBD disusun berdasarkan modul pengendalian DBD tahun 2011. Peraturan terkait
pedoman penyelenggaraan surveilans epidemiologi tahun 2003 sudah jarang digunakan. Pemegang program P2DBD beralasan sudah ada pedoman surveilans
yang lebih baru. Menurut Bappenas 2006 pedoman yang bersifat teknis di lapangan diwujudkan dalam bentuk SOP yang disusun berdasarkan peraturan dan
pedoman. Peraturan
yang digunakan
meliputi: KMK
RI Nomor
1479MENKESSKX2003 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu
dan KMK RI Nomor 1116MENKESSKVIII2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Dirjen PP dan PL,
2011. Sedangkan pedoman yang digunakan meliputi: Buku PEP Depkes RI 2003, Modul Pengendalian DBD 2011, Penyelidikan dan Penangulangan KLB
Pedoman epidemiologi penyakit Dirjen PP dan PL 2007, Prosedur Tetap Penanggulangan KLB Bencana Provinsi Jawa Tengah Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah tahun 2006. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu 2012 menyatakan bahwa SOP atau prosedur kerja
adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis dan dapat
dipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam pengambilan keputusan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketersediaan SOP surveilans DBD sudah sesuai. Secara rinci perbandingan antara tataran ideal
ketersediaan SOP surveilans DBD dapat diketahui pada Tabel 5.12 di bawah ini: Tabel 5.12. Matrik Perbandingan antara Tataran Ideal Ketersediaan SOP
Surveilans dengan Kenyataan di Tempat Penelitian
Tataran Ideal SOP Surveilans DBD
Kenyataan di Tempat Penelitian
Kesesuaian
Pedoman yang
bersifat teknis
di lapangan
diwujudkan dalam bentuk SOP
yang disusun
berdasarkan peraturan dan pedoman Bappenas, 2006
a. SOP yang digunakan
untuk program
surveilans DBD
di Dinas
Kesehatan Kabupaten
Tegal terdiri dari:
- Modul Pengendalian
DBD tahun 2011 dan -
SPO Program
P2DBD No. kode 440 terbitan 2014
oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Tegal.
Sudah sesuai karena sudah menggunakan
SOP sebagai
pedoman pelakasanaan
surveilans di program P2DBD
5.2. HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN