I. 4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan informasi tentang faktor-faktor permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia sehingga berguna untuk
mengetahui tingkat permintaan pupuk, dan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan. Penelitian ini juga diharapkan sebagai media informasi dan
acuan bagi penelitian lebih lanjut.
I.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup fungsi permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia. Sedangkan peramalan permintaan pupuk di tingkat industri tidak
dilakukan karena keterbatasan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan data seperti data permintaan pupuk yang digunakan merupakan data
permintaan pupuk Urea dan SP-36 untuk sektor pertanian secara umum karena ketersediaan data tiap jenis pupuk lain seperti ZA dan KCL tidak mencukupi
jumlah data selama 30 tahun terakhir 1976-2005, sedangkan data luas lahan yang digunakan adalah data luas lahan panen padi di Indonesia karena luas lahan
pertanian lain seperti luas lahan jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar dan lain- lain terdapat kekosongan data pada tahun tertentu , selain itu data hasil pertanian
yang digunakan juga terdapat keterbatasan yaitu hanya menggunakan harga gabah saja, sedangkan harga hasil pertanian lain seperti jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi
jalar dan lain-lain tidak digunakan karena data yang tersedia tidak tersedia untuk tahun-tahun tertentu dalam kurun waktu 30 tahun 1976-2005. Dalam
menganalisis faktor-faktor permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia, harga semua variabel yang digunakan dalam analisis ini merupakan harga nominal.
Hasil penelitian ini akan memberi gambaran umum mengenai kondisi permintaan terhadap pupuk Urea dan SP-36 sehingga dapat diketahui faktor-faktor
yang mempengaruhi permintaan terhadap kedua jenis pupuk tersebut. Penghitungan nilai elastisitas permintaan dalam penelitian ini diharapkan dapat
membantu memberikan gambaran umum mengenai seberapa besar persentase perubahan jumlah permintaan pupuk Urea dan SP-36 terhadap satu persen
perubahan harga pupuk tersebut.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Kebijakan Pemerintah tentang Pupuk Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 505KptsSR.130122005
tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi HET pupuk bersubsidi untuk
sektor pertanian Tahun Anggaran 2006 Pupuk adalah bahan kimia atau organisme
yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan
dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi HET yang
ditetapkan di tingkat pengecer resmi atau kelompok tani.
Menurut Hardjowigeno 1995 pupuk dalam pengertian sehari-hari adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah, sedangkan
pemupukan adalah penambahan bahan tersebut ke dalam tanah agar tanah menjadi lebih subur, oleh karena itu pemupukan pada umumnya diartikan sebagai
penambahan zat hara tanaman ke dalam tanah. Pemupukan dalam arti luas sebenarnya juga termasuk penambahan bahan-bahan lain yang dapat memperbaiki
sifat tanah, misalnya pemberian pasir pada tanah liat, penambahan tanah mineral pada tanah organik, pengapuran dan sebagainya.
Pupuk adalah setiap bahan yang diberikan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan menambah unsur hara yang diperlukan
tanaman Sarief, 1986. Tanaman dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan produksi yang tinggi, diperlukan unsur hara atau makanan yang cukup. Unsur hara
utama yang dibutuhkan tanaman adalah N, P, dan K. Unsur N, P, dan K di dalam tanah tidak cukup tersedia dan terus berkurang karena diambil untuk pertumbuhan
tanaman dan terangkut pada waktu panen, tercuci, menguap dan proses erosi. Untuk mencukupi kekurangan kekurangan unsur hara N, P, dan K tersebut perlu
dilakukan pemupukan Leiwakabessy dan Sutandi, 1998. Berdasarkan hasil penelitian Departemen Pertanian 1995 ada lima aspek
yang dipertimbangkan petani dalam mengkonsumsi pupuk, yaitu : 1.
Aspek teknis jenis tanaman, pola tanam, keadaan lahan 2.
Aspek ekonomis harga pupuk, harga output, luas lahan, produksi dan modal
3. Aspek sosial pengalaman dan pengetahuan usahatani, saran sesama
anggota tani, saran PPL 4.
Aspek kelembagaan kebijakan penyaluran pupuk, penyaluran kredit usahatani, efisiensi pemupukan, ketepatan waktu penyaluran pupuk
5. Aspek ekologis iklimcuaca, ketersediaan irigasi
Lebih lanjut Hardjowigeno 1995 mengelompokkan pupuk menjadi dua yaitu pupuk alam dan pupuk buatan. Lingga 1998 menambahkan
pengelompokkan pupuk berdasarkan asal bahan, cara pemberian, serta unsur hara yang dikandung. Berdasarkan asalnya, pupuk terdiri atas dua jenis yaitu pupuk
buatan N, P, K, serta pupuk alam atau pupuk organik misalnya pupuk kandang, kompos, hijau, serta humus. Pupuk dapat dibedakan berdasarkan cara
pemberiannya, yaitu pupuk akar misalnya TSP, KCl, Zn dan kompos, serta pupuk daun. Penggolongan pupuk berdasarkan unsur hara yang dikandung terbagi
atas tiga jenis, yaitu pupuk tunggal, pupuk majemuk dan pupuk lengkap.
Keberadaan industri pupuk sebagai salah satu pusat perekonomian yang sangat strategi telah membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang selalu
berubah-ubah yang disesuaikan dengan keadaan perekonomian Indonesia. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menyangkut pengadaan dan penyaluran,
daerah pengadaan, tanggungjawab pengaadan dan penyaluran, persyaratan distributor serta pengawasan pelaksanaan di lapangan.
Tahun 1989, pemerintah menetapkan SK. Menteri Perdagangan No 60KPIV1989 tanggal 1 April 1989 tentang sistem pemasaran dan distribusi
pupuk bersubsidi. Pokok-pokok ketentuannya antara lain : pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sampai dengan lini IV menjadi tanggung jawab PT.
Pusri. Selanjutnya penyaluran dilakukan oleh KUD penyalur dan PT. Pertani sebagai penyangga.
Pada tahun 1995, pemerintah mencabut SK. Menteri Perdagangan No 60KPIV1989 tanggal 1 April 1989, kemudian diganti dengan SK. Menteri
Perdagangan No 182KPVIII1995 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk untuk tanaman pangan.
Berbagai kebijakan lain pun yang berkaitan dengan industri pupuk terus berkembang. Pada tanggal 1 Desember 1998, Menteri Pertanian mengumumkan
bahwa tataniaga pupuk tidak diatur lagi dan subsidi pupuk dihapuskan. Pada tanggal 14 Maret 2001 pemerintah mengatur kembali tataniaga pupuk Urea
melalui Keputusan Menperindag No. 93MPPKep32001, tentang pengadaan dan penyaluran pupuk Urea untuk sektor pertanian.
Pada tanggal 11 Februari 2003 pemerintah memberlakukan subsidi pupuk yang tertuang dalam SK. Menperindag No.70MPPKep22003. Dalam surat
keputusan ini pola pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian, yaitu dengan pola rayonisasi distribusi pupuk bagi produsen pupuk.
Menindaklanjuti surat keputusan Menperindag No.70MPPKep22003 di atas Menperindag mengeluarkan SK. No. 306MPPKep42003 yang mengatur
tentang syarat-syarat bagi importir serta tatacara pengadaan pupuk bersubsidi dan subsidi melalui impor. Dalam rangka lebih meningkatkan kelancaran pengadaan
dan pendistribusian pupuk bersubsidi, maka pemerintah menerbitkan Surat Keputusan No. 356MPPKep52004 tanggal 27 Mei 2004 yang menegaskan
kembali tanggung jawab masing-masing produsen, distributor, pengecer serta pengawasan terhadap pelaksanaan di lapangan PT. Pusri, 2005.
Pada tahun 2005 Pemerintah mengeluarkan peraturan tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi HET pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun
anggaran 2006 melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 505KptsSr.130122005 kemudian diikuti Surat Keputusan Menteri Perdagangan
No. 03M-DAGPER22006 Tentang Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi yang mulai berlaku 16 Februari 2006. Dalam keputusan itu, pemerintah
mengawasi distribusi pupuk hingga tingkat kabupaten. Sedangkan di tingkat distributor dan pengecer diawasi distributor
2
. Sesuai dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian
Nomor: 505KptsSR.130122005 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi HET
tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2006 pasal 6
2
http:www.tempointeraktif.comhgekbis20060206brk,20060206-74126,id.html
Harga Eceran Tertinggi HET Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 2 ditetapkan sebagai berikut :
a. Pupuk Urea = Rp.1050,- per kg
b. Pupuk ZA = Rp.950,- per kg
c. Pupuk SP-36 = Rp.1400,- per kg
d. Pupuk NPK = Rp.1600,- per kg
Harga Eceran Tertinggi HET pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk Urea, SP-36 dan ZA dalam kemasan 50 kg, dan untuk pupuk NPK dalam
kemasan 50 kg atau 20 kg yang dibeli oleh petani di kios pengecer resmi secara tunai.
2.2 Penelitian Terdahulu 2.2.1 Penelitian Tentang Pupuk